Share

5. Semuanya tau

Penulis: Lemonia
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-21 16:35:17

“Apa maksudmu mengatakan itu?” Tama memekik, berdiri dari duduknya dan memberikan tatapan tajam pada Felisha. “Jangan membuatnya salah paham.”

Felisha balas menatap, namun tatapannya sedikit goyah dan getir.

Keadaan menjadi tegang. Erwin mendekati Felisha sedangkan Aldo menjaga Tama agar tidak lepas kendali.

Di tengah keadaan yang tidak nyaman ini, Raisa mencoba keluar dari kebingungan. “Eh, adakah yang mau menjelaskan sesuatu padaku?”

Bel masuk berbunyi dan guru pelajaran pertama sudah di depan pintu. Mereka memutuskan untuk berhenti dan kembali ke bangku masing-masing mengabaikan tatapan beberapa teman sekelas mereka yang mulai penasaran.

Namun bukan berarti Tama bisa menghindar selamanya. Tepat saat bel istirahat berbunyi, mereka memutuskan untuk menyeret Tama dan melanjutkan pembicaraan tadi di tempat sepi dan tidak mencolok, seperti di sudut ruang bagian belakang perpustakaan.

Tama menyadari bahwa ada tambahan orang dan dia curiga seiring berjalannya waktu seluruh sekolah akan tau tentang dia yang pengidap hanahaki.

"Hai Andin, tampaknya tidak ingin ketinggalan dengan gosip terbaru." Sapa Tama menyindir.

"Tolong lebih sopan, dia sahabatku, sahabat Raisa juga. Dan jangan lupa dia termasuk dalam kelompok kita," ujar Felisha. Dia yang sengaja mengundang Andin, karena... memangnya kenapa tidak? Dia juga salah satu dari mereka. Tidak enak menjadi satu-satunya yang tidak tau, atau dikecualikan dalam kelompok.

"Baiklah, jadi apa?" tanya Tama sambil menatap semua temannya satu per satu.

"Apanya yang apa?" Pertanyaan Aldo membuat Tama lebih kesal.

"Maksudku, apa yang kita lakukan di sini? Aku lapar dan tidak ingin menunda makan siangku."

"Oh, sayang, jangan pura-pura tidak tau. Tentu kita melanjutkan yang tadi," kata Felisha dengan menyodorkan sekotak bekal berisi buah-buahan.

Perpustakaan memang melarang siswa membawa makanan, tapi tidak apa-apa kalau tidak ketahuan.

Tama mengambil sepotong apel. "Kenapa kalian ingin tau sekali?" Dia mengunyah dengan frustasi.

"Tentu karena kita sangat khawatir padamu!" Felisha mendelik dan menyilangkan lengan. "Begitu saja tidak tau," gerutunya.

"Tunggu, sebelum melanjutkan 'pembicaraan', tolong jelaskan dulu padaku. Aku seperti sedang tersesat di sini." perkataan Andin segera mendapat anggukan dari Raisa. Dia juga sangat bingung sedari tadi.

"Tama mengidap Hanahaki."

"Apa? Apa itu nyata?" Raisa merasa punggungnya dingin. Tidak heran jika ada rumor tentang Tama yang mengeluarkan bunga dari mulutnya. Jadi itu Hanahaki?

"Hanahaki itu apa?" tanya Andin setengan malu.

"Penyakit yang bisa menumbuhkan bunga dari paru-parunya."

"Terdengar fiksi."

"Kuharap juga begitu." Tama menyahut setelah memakan kiwi. Beberapa yang lain juga memakan bekal tersebut, sekarang habis tak bersisa.

Andin sempat melihat kearahnya sebelum bertanya lagi, "Apa itu berbahanya?"

"Bisa mengakibatkan kematian jika tidak segera ditangani." Aldo yang menjawab.

"Apa penyebabnya?"

"Cinta bertepuk sebelah tangan," jawab Erwin dan Aldo bersamaan. Felisha melirik Tama sambil merapikan kotak bekalnya.

"Aku tidak tau kau sedang jatuh cinta," gumam Andin menaruh tangan di dagu.

"Begitu pula aku." Setelah mengatakan itu, Tama terbatuk. Batuknya keras sekali dan kering. Terdengar menyakitkan.

Untungnya tidak ada bunga yang keluar. Tama tidak ingin mendapat tatapan kasihan yang lebih dalam lagi.

"Siapa orangnya? Kita bisa membujuknya." Raisa yang sedari tadi diam akhirnya membuka mulut. Garis halus di keningnya menunjukan dia khawatir.

"Itulah yang sedang kita perbincangkan," kata Erwin, sambil merebahkan kepalanya dia atas meja.

"Tama tidak mau mengatakannya." Felisha berujar lirih.

"Bukan tidak mau, tapi—” Belum menyelesaikan kalimatnya Tama terbatuk lagi. Kali ini dia merasa sesuatu tersangkut di tenggorokannya. Sangat mengganggu.

"Ini." Andin memberikan sebotol air.

"Kau dapat dari mana?"

"Dari tadi juga aku membawanya."

Felisha berdeham. "Kami percaya bahwa orang yang disukai Tama dan yang menyebabkan bunga tumbuh di organ pernapasannya adalah kau, Raisa."

Raisa sontak menegakkan tubuhnya. "Aku?" suaranya tercekat, nyaris tidak keluar.

Jantungnya berdegup kencang. Untuk sesaat, ia tidak yakin apakah pendengarannya keliru atau memang benar Felisha menyebut namanya. Pandangannya beralih dari wajah Felisha ke teman-teman lain, mencari tanda-tanda bahwa itu sekadar gurauan. Namun, yang ia dapati hanyalah keseriusan. Tenggorokannya kering, dan jemarinya tanpa sadar saling meremas di atas pangkuan.

"Tidak! Tolong jangan mengambil keputusan secara sepihak." Tama memandang Felisha jengkel. Rahangnya mengeras, seolah menahan emosi yang mendidih. "Aku tidak menyukai Raisa! Jangan tersinggung, Kau cantik, tapi aku memang tidak menyukai siapa pun."

" Lalu bagaimana kau menjelaskan tentang hanahaki ini? Bahwa kau memakan bibit dan bunga tumbuh begitu saja karena kau minum air?" Felisha berdiri, tubuhnya condong ke depan, memberikan tatapan tajam yang menusuk.

"Kau konyol!" seru Tama, suaranya bergetar oleh amarah.

"Bukan aku, tapi kau!" balas Felisha tanpa mundur sedikit pun.

Tama ikut berdiri sambil membanting telapak tangannya ke atas meja.

Ketegangan terjadi untuk kedua kalinya di hari yang sama, oleh orang yang sama.

“Tama! Tenanglah!” kata Erwin, menepuk bahunya untuk mencoba membuat laki-laki itu tenang.

“Siapa bilang aku tidak tenang?” tanya Tama yang menatap Erwin dengan sedikit cemberut. Dia duduk kembali. Membuang muka.

Tapi tidak lama kemudian dia terbatuk lagi. Sesuatu yang tersangkut di tenggorokannya menggelitik dan Tama ingin mengeluarkannya. Benar saja, dua kelopak bunga berwarna merah muda yang sama dengan kemarin akhirnya keluar.

Felisha memberikan tisu dan menghela napas. "Baiklah. Aku minta maaf. Aku juga minta maaf padamu Raisa, karena melibatkanmu." Raisa tampak tidak keberatan dan memaafkan dengan mudah. "Kau baik-baik saja?" tanyanya lembut.

Tama mengangguk, raut wajahnya melunak. Dia tidak mengatakan apa-apa tapi dia tau Felisha tau dia sudah tidak marah.

"Lalu apakah kau memiliki jalan keluar dari masalah ini? Kau sadar kau akan mati jika membiarkan bunga itu tumbuh dengan subur, kan? Aku tau kau tidak berniat menjadi pupuk," tanya Aldo.

"Dokter bilang dia bisa melakukan operasi. Dia bisa mencabut akarnya agar tidak tumbuh lagi."

"Bagus. Apakah presentasi keberhasilannya tinggi?"

Tama mundur untuk menyender pada papan kursi. "Hanahaki-ku masih tergolong mudah dilakukan pengangkatan, seharusnya peluangnya tinggi untuk berhasil."

"Oh, kenapa kau tidak mengatakannya dari tadi?!" Felisha terlihat sangat lega dan senang.

"Jadi, kapan kau akan dioperasi?"

"Aku ingin secepatnya. Tapi kak Lily memintaku untuk menunggu mamah pulang dan membicarakan ini dengannya."

"Mamahmu berhak tau."

"Akan lebih baik jika memberitahunya ketika semua sudah beres. Lagipula dia selalu sibuk. Dia mungkin hanya akan mengatakan 'ya' dan pergi bekerja lagi."

"Kawan, Aku mengerti maksudmu. Namun tidak ada salahnya tetap memberitahunya. Meskipun ia terlihat sibuk, aku percaya dia tetap peduli, hanya saja tidak selalu bisa menunjukkannya."

Tama mengangguk, meski dalam hati tidak setuju. Orangtuanya tidak seperti teman-temannya. Ibunya dari kecil sudah mengabaikannya, dan ayahnya yang menyayanginya hanya sebesar dia membutuhkannya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   Bab 28. Bertengkar lagi

    Tama mengerutkan kening ketika menyadari betapa gugupnya gadis di depannya. Dinda menggosok-gosok tangannya pada rok seragamnya dengan cemas. Hal itu membuat Tama penasaran tentang apa yang membuat Dinda begitu khawatir untuk dibicarakan dengannya. Kalau tidak siap untuk bicara, untuk apa gadis itu meminta pertemuan dengannya?“Aku yakin ada sesuatu yang membuatmu mengundangku ke sini.”“Tapi aku tidak akan membuang waktuku hanya untuk menunggumu bicara. Mungkin lain kali.”“Tidak! Aku, aku harus mengatakan sekarang.”Tama diam, menunggunya melanjutkan.“Aku, sebenarnya aku ingin mengatakan ini sejak lama. Beberapa kali ingin memendam sendiri, namun kau mengajakku mengobrol waktu itu, bersama teman-temanmu. Aku meresa sangat senang. Aku memberanikan diri untuk mengatakan padamu,” Dinda berhenti. Terdiam sangat lama.“Jadi?!” tanya Tama agak tidak sabar. Penantian ini membuatnya cemas, tetapi dia merasa sedikit bersalah ketika Dinda tersentak dan meremas kedua tangannya sendiri tampak

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   Bab 27. Dinda

    Udara pagi ini hangat. Sepertinya ramalan cuaca yang mengatakan akan ada badai hujan itu salah. Syukurlah, Raisa tidak akan kesulitan untuk berangkat ke tempat kerja kalau begitu. Apalagi hari ini ada perayaan ulang tahun di tempat kerjanya. Dia diharuskan datang lebih awal. Semoga saja kelas terakhir tidak mendadak menambah jam di luar jadwal.Langkah Raisa melambat ketika melihat seseorang mondar-mandir di depan kelasnya. Dia sepertinya sedang gugup, terlihat dari raut wajahnya.“Hai!” Raisa menghampirinya. “Kau mau menemui siapa? Aku bisa bantu panggilkan.”Orang yang Raisa tahu bernama Dinda, tersentak seolah tertangkap basah. Wajahnya yang sudah pucat kini memerah karena Malu. "Emm..." dia bimbang. Pandangannya langsung jatuh ke lantai. Kemudian, dia berusaha mencuri pandang ke dalam kelas, mencari seseorang.“Kau Dinda kan? Mau aku panggilkan seseorang di dalam kelas?” tawar Raisa. Dia sebenarnya ingin langsung masuk, tetapi meninggalkan Dinda begitu saja terasa tidak enak.Dind

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   Bab 26. Jurnal

    Setelah Tama mengantar Raisa, dia langsung menuju toko buku bekas yang diberitahu Felisha. Toko itu lumayan jauh dari tempat Raisa bekerja, dia harus memutar untuk sampai di sana. Tama langsung masuk ke dalam toko, dan disapa senang oleh seorang kakak yang berdiri dari balik meja kasir. "Hari ini pasti keberuntunganku. Senang mendapat lebih banyak pelanggan daripada kemarin," ujarnya sebelum mempersilahkan Tama masuk. Toko buku yang sepi ini membuat Tama langsung menemukan keberadaan Felisha dan Erwin. Tampaknya Aldo belum sampai. "Apa yang kalian temukan?" "Oh, akhirnya kau datang. Cepat, duduk sini." Felisha bersorak sambil menepuk kursi di sebelahnya. "Erwin menemukan ini. Lihat," dia mendorong buku itu, "buku analogi puisi, tapi yang paling menarik adalah tulisan tangan ini. Hampir setiap halaman kosong penuh dengan coretan yang bukan sekadar catatan." "Tulisan itu seperti jurnal kehidupan seseorang, lengkap dengan tanggal dan tahun," tambahnya "Ini di buat tahun 2015, sepu

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   Bab 25. Jangan tinggalkan teman kencanmu

    Suara tawa anak-anak memenuhi halaman panti asuhan. Bau matahari bercampur aroma tanah basah dari taman kecil di pojok halaman, memberi Tama kenangan ketika dia mengunjungi panti ini dulu. Sekelebat ingatan bermain bersama anak-anak panti sebayanya. Tapi dia tidak ingat bertemu Raisa kecil. Dia duduk di bangku kayu dibawah pohon yang rindang, menatap Raisa yang sedang membantu anak-anak membuat gelembung sabun. Mereka berlarian, menjerit kegirangan setiap kali gelembung pecah di udara.Raisa menoleh padanya. Melambai sambil tersenyum, pipinya merah karena panas.Tama tidak bisa mengalihkan pandangannya sejenak, sedikit terpukau. Raisa terlihat lebih cantik ketika tersenyum lebar seperti itu.Rasa geletik di tenggorokannya benar-benar mengganggu, Tama berdeham dan satu kelopak tersangkut di langit-langit mulutnya. Tama terkejut betapa mudahnya itu, biasanya dia harus menggunakan tenaga untuk mengeluarkannya.Dia mengambil kelopak itu dari mulutnya. Menatap kelopak warna merah muda itu

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   24. Apa benar begitu?

    Keduanya kemudian memeriksa buku yang dibawa kakek tadi. Felisha membaca judul buku pertama, “Bahasa Rahasia Bunga.” Sampulnya merah marun dengan gambar berbagai bunga yang disatukan. Melewati kata pengantar dan daftar isi, yang dibahas pertama adalah bunga anggrek (orchid) dan makna simbolik bunga tersebut. Bunga anggrek bulan; Kemurnian, Keindahan, Keanggunan. Anggrek Bulan dikenal dengan bunga yang besar dan indah, biasanya berwarna putih atau ungu muda. Dalam budaya Asia, bunga ini melambangkan kemurnian dan keanggunan yang mendalam. 'Hm? Hanya begitu saja? Tidak dijelaskan secara personifikasi bunganya.' Sedangkan Erwin mengambil yang kedua, “Herbarium.” Berisi gambar-gambar bunga yang sudah diawetkan. Merasa tidak membutuhkan ini, dia meraih buku terakhir dari sang kakek. Yang terakhir berjudul “Mitos dan Legenda dari Timur.” Erwin mengerjap pelan, 'Mitos dan legenda, ya? Mungkin saja Hanahaki juga termasuk di dalamny

  • Hanahaki Reverse: Saat Cinta Membuatku Sesak   23. Mencari informasi penting

    Felisha menatap sekeliling. Di dalam toko yang nyaris runtuh ini, terdapat rak-rak menjulang hingga hampir menyentuh langit-langit. Sebagian tampak miring, menandakan sudah terlalu lama bertahan mengemban beban. Erwin mendekat ke salah satu rak dan mengusap punggung buku yang warnanya sudah pudar. Debu menempel di ujung jarinya. Sang kakek terkekeh kecil. “Toko ini sudah berdiri sangat lama. Lebih tua dari umur kalian. Dulu tempat ini hanyalah gudang buku yang tak terpakai. Kupikir, daripada menumpuk dan dilupakan, lebih baik dijual saja,” ujarnya dengan bangga. Felisha menatap langit-langit kayu yang retak. "Ya, tapi apakah tempat ini tidak pernah direnovasi? Bisa berbahaya kalau sampai rubuh kek." Erwin berdeham untuk memperingatkan Felisha untuk menjaga kata-matanya. "Aku minta maaf," kata Felisha sembari membungkuk. Sang kakek malah tertawa, bahunya sedikit bergetar. “Tidak apa-apa, Nak. Ak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status