Share

2. Perjalanan Pulang

Semangkok soto panas dengan uapnya masih mengepul tampak sedap dan nikmat dengan suwiran ayam dan rajangan daun bawang di atasnya. Dua sendok penuh sambal ditambahkan, lalu jari lentik memeras dua iris jeruk nipis, baskom berisi aneka sate ditarik mendekat lalu beberapa sendok kuah sate ditambahkan sebagai ganti kecap agar soto tidak terlalu manis. Dengan perlahan Handa mulai mengaduk soto racikannya. Belum sempat ia menyuap tiba-tiba ponselnya bergetar. Handa terkejut seakan tak percaya saat membaca nama di ponselnya.

"Papa." Handa bergumam pelan, lalu segera menjawab panggilan tersebut.

"Papa!" Handa meletakkan kembali sendoknya. Damar sepupu Handa, anak kedua Gunawan mendatangi Handa, dan dengan jahilnya tanpa sepengetahuan Handa, Damar menambahkan satu sendok sambal.

"Handa, makan dulu! Main HP-nya nanti!" Lasmi istri Gunawan teriak memperingatkan Handa.

Handa mengerakkan bibirnya seperti bahasa isyarat "PAPA" memberi tahu Lasmi siapa orang yang sedang meneleponnya.

"Aku kira mereka sudah lupa sama Handa," ujar Lasmi sambil merapikan sisa-sisa dangangannya.

"Hanin mau nikah, kita semua disuruh datang ke sana." Damar yang baru saja datang segera membantu Lasmi beres-beres warung.

"Tahu dari mana?" tanya Lasmi seakan tak percaya pada anaknya.

"Bapak, tadi Lik Adi nelpon bapak. Bapak bilang biar Handa berangkat dulu, nanti kita nyusul. Cari sangu dulu kata bapak."

"Handanya mau?" Lasmi mengerakkan dagunya ke arah Handa, Damar segera mengalihkan pandangannya mengikuti isyarat yang diberikan sang ibu.

Damar membuang nafas kasar, menatap wajah sendu Handa. "Makan dulu Han! Nanti kita bicarakan bersama."

Handa mengangguk pelan lalu mulai menyuapkan soto ke dalam mulutnya. Tak lama setelah makanan masuk kedalam mulutnya, Handa segera meraih es teh didepannya.

"Mas Damar!" Handa mendelik menantap Damar yang justru hanya tersenyum sambil mengangkat tanganya sambil menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah.

***

Setelah beberapa kali papanya menelepon dan juga nasihat dari Gunawan dan Lasmi, akhirnya Handa tidak bisa menolak untuk menghadiri pernikahan saudaranya. Handa harus ke Jakarta, kembali ke rumah di mana ia menghabiskan masa kecilnya dulu, kenangan-kenangan buruk seakan kembali membayangi setiap detik hidup Handa. Tetapi Handa sudah bertekad akan menghadapinya, hanya sebentar, ya hanya sebentar ia akan berada di rumah itu.

Kereta Api Argo Anggrek tampak memasuki Stasiun Tawang Semarang dari arah Pasar Turi. Mengenakan celana jeans, jaket bomber warna hitam andalannya, tas ransel di punggungnya serta rambut diikat ekor kuda, Handa melangkahkan kaki memasuki peron stasiun bersama Damar. Ada perasaan bahagia, namun perasaan gundah pun terbersit di wajahnya. Damar yang menemaninya berusaha menghilangkan kegundahan hatinya dengan mengengam erat tangan Handa. Mereka berpandangan lalu saling melemparkan senyum.

"Mikirin apa sih Han?" tanya Damar singkat.

Handa hanya mendengkus pelan, "Ga ada mas."

"Han, kamu itu mau bertemu bapak, ibu sama mbakyumu, apa yang kamu takutkan? Mereka keluargamu Han."

"Beli tiketnya mengapa yang kelas eksekutif sih mas? Mahal!" Handa berusaha mengalihkan topik pembicaraan.

"Hahaha...koyo wong susah, Han." Damar tertawa terbahak. "Apa...duit? Tenang saja, mas lagi ada kerjaan. Han, kamu kesana mau ada acara penting, jangan sampai wajah kamu jelek, kamu itu sudah ga cantik lho Han, masak harus jelek juga."

Handa tersenyum mendengar ucapan Damar. Damar mengusap-usap pucuk kepala Handa, tampak mampu memberi sedikit ketenangan pada Handa.

"Kalau kangen mas, telpon saja!" Damar tersenyum genit pada Handa. "Kalau nggak krasan, setelah acara selesai segera pulang, nggak ada yang perlu kamu khawatirkan. Jakarta-Semarang masih Indonesia juga Han, gak butuh visa sama pasport"

Handa tersenyum dengan sikap genit Damar, Handa dan Damar mempercepat jalannya menuju gerbong kereta yang tertera di tiket Handa.

"Kami nyusulnya mepet, masih ada kerjaan, tenang saja!" Kembali Damar berusaha menenangkan Handa.

Handa dan Damar sudah berada di depan gerbong kereta, tampak berat Damar melepaskan gengaman tangannya. Mereka saling berpandangan dan melempar senyum.

"Sini!" Damar segera meraih tubuh Handa dan memeluknya. "Kami akan selalu ada untukmu." Diciumnya pucuk kepala Handa dalam-dalam sambil memejamkan mata.

Handa melepas pelukan Damar, "Tampaknya yang bakalan kangen bukan Handa deh. Cuma seminggu mas." Handa tersenyum lebar memandang Damar.

Damar membalas senyum Handa sambil mengibaskan tangannya, memberi kode agar Handa segera memasuki kereta. Handa melambaikan tangan dan tersenyum kepada Damar, lalu segera memasuki gerbong kereta.

Tak lama kemudian kereta mulai berjalan, setelah kereta menghilang dari pandangan Damar, Damar pun segera melangkah meninggalkan peron stasiun.

Satu minggu kata Handa, untuk dirinya sendiri, Damar berharap hanya satu minggu Handa pergi. Tetapi untuk Handa, Damar berharap bisa lebih lama, karena itu berarti hubungan Handa dengan keluarganya menjadi lebih baik. Damar berharap Handa kembali ke Semarang tanpa air mata seperti yang sudah-sudah.

***

Pemandangan Laut Jawa yang indah, deburan ombak yang menghantam bebatuan dan hutan bakau di tepian laut menemani perjalanan Handa. Handa menatap keluar jendela, menarik nafas panjang sambil memijit dahinya. Ingatan masa lalu membuat pemandangan indah di sampingnya tak mampu menghilangkan kegundahan di hati.

Sebuah keluarga kecil yang tidak ia ketahui sebabnya harus bercerai berai, tanpa ia ketahui kesalahan apa yang telah ia perbuat hingga ia harus dititipkan di rumah saudara yang jauh tempatnya. Bahkan hati kecilnya kadang teriak bahwa dirinya tidak diinginkan oleh keluarganya, dirinya telah dibuang oleh keluarganya.

Flashback :

Seorang gadis 12 tahun dan seorang lelaki dewasa memasuki kamar yang kurang lebih berukuran 2 x 3 meter, mereka adalah Handa dan Gunadi ayahnya. Pandangannya menyapu seisi kamar yang hanya ada sebuah lemari kecil dan kasur busa di lantai tanpa dipan. Handa meletakkan tasnya di sudut ruangan, Gunadi menatap nanar punggung anaknya.

"Handa di sini dulu ya? Sama Pakdhe."

"Papa ga sayang Handa?" Tanya Handa dengan suara yang sedikit serak.

Gunadi tak ingin terlihat cengeng di depan anaknya, tetapi ia tak sanggup menahan air matanya menetes. Gunadi berjalan mendekati Handa, setelah jarak terpangkas Gunadi segera memeluk Handa dengan erat, punggungnya tampak bergetar.

"Papa sayang Handa, percayalah nak! Papa sangat sayang Handa."

Handa melingkarkan tangannnya di pinggang Gunadi.

"Kalau papa sayang Handa, mengapa Handa harus di sini, mengapa Handa dititipkan? Handa ingin selalu bersama papa, mama, dan Mbak Hanin. Nggak apa-apa Handa dimarahi terus, asal kita selalu bersama, Pa."

Handa mulai menangis, dan semakin erat pula pelukan antara ayah dan anak tersebut.

"Apa salah Handa, Pa? Mengapa mama sama Mbak Hanin nggak sayang Handa?"

Gunadi melepas pelukannya, dengan lembut Gunadi menyentuh bahu Handa. Gunadi menggelengkan kepalanya sambil mengusap air matanya.

"Handa ga salah, yang harus Handa ketahui setiap keluarga memiliki masalah yang berbeda-beda, doakan papa bisa segera menyelesaikan masalah ini nak." Gunadi berusaha menenangkan anaknya.

"Apa kita tidak bisa menyelesaikan bersama?" tanya Handa dengan wajah memelas.

Gunadi hanya menggelengkan kepala, dan segera memeluk Handa dengan erat. Punggungnya pun kembali bergetar dengan hebat.

"Papa sayang Handa, papa selalu sayang Handa."

Flashback off

Handa mengalihkan pandangannya dan menarik nafas dalam-dalam. Dia menundukkan kepalanya, bulir-bulir bening air mata menetes di pahanya. Handa mengusap air mata di pahanya, dengan sedikit gerakan maju tangannya sudah mengepal, lalu memukul pelan pahanya berusaha memberi kekuatan pada dirinya sendiri. Handa mengangkat kepalanya sambil menarik nafas dalam-dalam, dengan punggung tangannya Handa menyeka air mata yang telah membasahi pipinya, lalu pandangannya kembali beralih keluar jendela menyaksikan pemandangan alam Laut Jawa yang indah. Handa melepas ikatan rambutnya lalu menggunakan ikat rambutnya sebagai gelang di tangan kirinya, ia mulai menyandarkan kepalanya lalu melemparkan pandangan ke Laut Jawa yang indah. Handa mencoba menikmati perjalanan dan menghilangkan ketakutan di hatinya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi
Handa coba nikmati perjalanan
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status