Beranda / Romansa / Handsome CEO / nine; heart attack

Share

nine; heart attack

Penulis: Nrshfms
last update Terakhir Diperbarui: 2021-04-08 19:50:04

No edit.

Ternyata, Alvis tidak mati.

Sesaat setelah Nadiar menangis kencang, Alden datang dengan mobilnya dan menghampiri Nadiar yang masih sesegukan. Sadar ada orang lain di sana, Nadiar mengangkat kepalanya, dan tangisnya semakin kencang. "Abang!! Bos Diar meninggal, Bang!"

Alden lalu berjongkok dan mengulurkan jarinya ke bawah hidung Alvis. "Dia masih hidup!" ucap Alden sambil berdecak dan menjitak kepala Nadiar kencang. "Lo kenapa lama banget, sih?! Gue di marahi nyokap, tau!"

Nadiar sesegukan dan menyedot ingusnya kuat-kuat. "Abang mau marahin Diar? Sedangkan di sini ada orang yang lagi sekarat gara-gara Diar."

Alden berdecak, lalu menarik tangan Alvis, kemudian menopang tubuh Alvis dengan punggungnya. Kepala Alden mengedik pada mobil yang ternyata sudah terparkir di sisi jalan. "Masuk!"

Nadiar mengangguk, lalu buru-buru masuk ke dalam mobil.

"Eh, onta!" Alden berseru, membuat pergerakan Nadiar yang ingin menutup pintu terhenti. "Jangan dulu masuk! Bantuin gue masukin ini orang."

"Abang! Gak boleh ngomong jorok, ih!"

Alis Alden terangkat sebelah. "Apaan?"

"Itu!! Tadi bilang masukin gitu."

Alden melotot. "Ih! Itu mah lo yang mikirnya mesum! Maksud gue tuh, lo jangan masuk dulu dan bantu gue masukin orang ini ke dalem mobil."

"Oohh gitu. Ngomong yang jelas, dong!"

"Bisa jelaskan apa yang gak jelas dari perkataan saya?"

"Abang jangan debat mulu! Cepet masukin!"

"Eh, astagfirullah. Istighfar, nak! Istighfar!"

"Bukan masukin yang itu, abang!!"

"Iya, gue ngerti," ujar Alden sambil memasukan tubuh Alvis di kursi penumpang.

Buru-buru, Nadiar menarik sabuk pengaman untuk Alvis, lalu melangkah dan duduk di kursi samping pengemudi.

Alden menyusul dan langsung menjalankan mobilnya. "Lo tadi ke mana aja, sih? Nyokap omelin gue karna biarin lo pergi sendirian."

"Sori. Tadi ada orang yang godain. Kiarin cuma godain biasa. Eh, ternyata malah megang-megang. Dan yah gitu deh."

Alden berdecak sebal. "Ngomong yang bener!"

Nadiar menghela napas lelah, lalu mulai menceritakan kembali kejadian yang barusan di alaminya dengan detail. Tanpa melewatkannya sedikitpun. Dan untuk tambahan, Nadiar bahkan mengatakan belanjaan yang di belinya di supermarket.

Alden mengangguk mengerti, lalu mendengus. "Kayaknya, lo emang bener-bener gak boleh di biarin keluar malem sendiri."

Nadiar mengangguk sambil cemberut. "Iya. Pake piyama aja gue hampir di culik, apalagi pake gaun?" ujarnya, lalu menghela napas lelah. "Resiko orang cantik mah gini."

Alden mendelik sebal. "Terserah."

"Abang, tau gak, tempat gedung berlantai 100 di Indonesia?"

Alden melirik sekilas pada Nadiar, lalu kembali fokus ke jalanan. "Emang kenapa?"

Nadiar menghela napas panjang, lalu menjedotkan keningnya di dashboard beberapa kali. "Abang tau, kan, yang di belakang itu bosnya Nadiar?"

"Iya ...," jawab Alden, terdengar sedikit ragu. "Trus? Lo ngapain nanyain itu?"

Nadiar kembali menghela napas panjang. Kali ini, lebih lama dan sangat berlebihan. "Kali aja ntar bosnya Nadiar malah minta Nadiar bunuh diri di tempat. Nadiar mau di gedung berlantai 100 aja biar langsung mati dan gak kerasa sakitnya," ucapnya panjang lebar, lalu di susul dengan ringisan saat Alden menjambak kencang rambut Nadiar. "Sakit, abang!"

"Lagian, lo tuh ngomong ada-ada aja!" Alden berucap sambil mendelik sebal. "Siapa dia, sih? Cuma bos doang, kan? Lo gak usah takut!"

Nadiar cemberut, lalu mengangkat wajahnya dengan ekspresi sebal. "Abang, ih! Karna dia bos Diar, dia bisa aja nuntut Diar! Kalo Diar di pecat, gimana? Ini bahkan baru hari pertama Diar kerja!"

Alden mendengus sebal. "Lo tenang aja. Dia gak bakal berani apa-apain lo selama masih ada gue."

Mata Nadiar berbinar senang mendengar ucapan Alden. "Abang bakal lindungi Nadiar?"

"Enggak," jawab Alden sambil menggeleng. "Gue bakal sembunyiin lo aja. Gue kurung biar gak nyusahin gue lagi."

Nadiar cemberut lagi mendengarnya. "Abang, ih!"

Alden tertawa kecil. "Ya iyalah. Gue pasti bakal lindungi lo! Itu bukan rahasia umum lagi. Secara, lo kan adik yang paling gue sayangi."

"Itu sih karna lo gak punya adek lain selain gue," balas Nadiar dengan mendelik sebal.

Alden hanya tertawa.

***

Alvis membuka kedua kelopak matanya yang tertutup saat sadar tubuhnya terasa sakit di mana-mana. Alvis meringis, lalu memijat pelipisnya saat rasa pusing menyerang kepalanya. Wangi bunga lavender di ruangan itu membuat Alvis sadar jika ia kini berada di tempat asing. Mata Alvis menelusuri sekitaran, dan sadar kini ia berada di sebuah kamar minimalis yang sangat rapi dan feminim.

Alvis meringis. Kepalanya menoleh saat ia mendengar deritan pintu di sampingnya. Mata Alvis memincing saat pintu kamar itu di buka dengan pelan dan hati-hati oleh seorang. Mata Alvis menyorot datar saat melihat wajah Nadiar di sana, dan perempuan itu langsung memekik kala pandangan mereka bertemu. Alvis mendengus saat Nadiar malah berdiri dengan kepala tertunduk dalam. "Ngapain?"

Nadiar terlihat menggigit bibir bawahnya. "Maaf, Bos."

Saat itu juga, Alvis memutar otaknya, dan mengetahui apa maksud dari kata-kata Nadiar. Kejadian semalam, yang tidak di mengerti oleh diri Alvis sendiri. Sejujurnya, Alvis bukan tipe orang yang suka menolong. Apalagi, dengan orang yang baru ditemuinya 1 hari atau bahkan hanya beberapa jam. Semalam, Alvis dalam perjalanan pulang ke Apartemennya setelah menemui orangtua Alvis yang tinggal terpisah dengannya.

Alvis memilih jalan tercepat, dan jatuh pada jalan perumahan sepi dan tidak macet yang langsung terhubung dengan jalan ke Apartemennya. Alvis memang jarang melalui jalan itu. Bisa di hitung dengan jari, dan malam itu adalah yang ke-4 kalinya Alvis mengambil jalan itu.

Dalam perjalanan, Alvis mendengar orang berteriak. Awalnya, Alvis tidak peduli. Namun, saat sadar bahwa perempuan itu Nadiar, Alvis menghentikan mobilnya dan menarik Nadiar yang sudah menjauhi mobil Alvis itu ke sebuah gang. Tadinya, Alvis akan kembali ke mobil. Namun, Nadiar lagi-lagi menghalangi niatannya dan menyuruh Alvis menolong Nadiar yang ponselnya tertinggal bersama belanjaan.

Anehnya, Alvis setuju. Padahal, Alvis sama sekali tidak mengusai bela diri. Makanya orang yang mengejar Nadiar itu langsung memukul Alvis dimana-mana karena Alvis sama sekali tak dapat melawan.

Mengingatnya, membuat Alvis benar-benar gondok. Tak sadar, mulutnya menggeram dengan kesal. Dan entah untuk apa, Nadiar tiba-tiba berteriak, "ABANG!!" sambil berlari kencang. Alis Alvis bertaut dalam melihatnya.

Tak ingin lama-lama dengan wangi bunga lavender di ruangan itu, Alvis meloncat turun dari kasur dan keluar dari kamar itu dengan langkah yang terseok. Alvis sempat celingukan ingin kemana. Namun, saat melihat tangga yang tak jauh letaknya, Alvis melangkah turun ke lantai 1.

"Eh, kamu sudah bangun?"

Suara itu membuat Alvis menolehkan kepalanya ke samping, dan mendapati seorang Ibu yang berjalan menghampiri Alvis sambil tersenyum ramah. Alvis langsung membalas pertanyaan Ibu itu dengan mengangguk sopan.

Tatapan Alvis kemudian beralih pada Nadiar yang menarik-narik baju seorang lelaki, sedangkan Nadiar sendiri bersembunyi di punggung lelaki itu. Dari teriakan Nadiar tadi, Alvis menyimpulkan bahwa lelaki itu Abang Nadiar.

"Ayo, sini! Kamu duduk dulu," Ibu yang tadi menyapanya itu menarik tangan Alvis pelan, lalu mendorong bahu Alvis hingga Alvis terduduk di sofa. Sadar jika ada orang selain dirinya di sana, Alvis menolehkan kepalanya ke samping, dan mendapati seorang lelaki paruh baya yang menatapnya tajam.

Di saat Ibu yang menariknya itu pergi, Bapak yang di samping Alvis kini malah mencodongkan kepalanya mendekati wajah Alvis, dan terlihat menilai Alvis.

Alvis yang masih bingung hanya mengangguk sopan.

Bapak itu akhirnya menjauhkan wajah dari Alvis, lalu bersidekap. "Saya merasa kenal kamu."

Alvis hanya mengangguk sopan sekali lagi.

Bapak itu diam sejenak, sebelum memberikan seringai jahil pada Alvis. "Jadi, punya hubungan apa kamu sama anak saya?"

Alvis menahan napas, sedangkan Nadiar di sana sudah menjerit kesal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Handsome CEO   thirty four; bad things

    Langit sudah gelap saat mobil yang Nadiar tumpangi kini berhenti di depan rumah milik Nadiar. Sisa tawa akibat celotehan Nadiar yang direspon menyebalkan oleh Alvis pun, perlahan terhenti. Nadiar tersenyum lebar pada Alvis. "Bye honey, sampai ketemu di kantor!"Baru saja tangan Nadiar menyentuh gagang pintu mobil, suara Alvis yang berseru, "Tunggu!" membuat Nadiar membatalkan niatnya dan menoleh pada Alvis."Kenapa?" tanya Nadiar dengan alis yang terangkat sebelah.Alvis melepaskan sabuk pengamannya, lalu tersenyum miring pada Nadiar. Dan sial, ketampanan Alvis berlipat-lipat! "Aku yang bukain pintunya," ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.BUNUH GUE!! Nadiar tidak bisa merespon kelakuan Alvis sedikitpun. Ia hanya diam saat Alvis keluar dan mengelilingi mobil. Sifat Alvis yang amat sangat jarang Nadiar lihat kini seketika membuat darah Nadiar berdesir. Dan harus Nadiar akui. Untu

  • Handsome CEO   thirty three; always be my baby

    Mulut Nadiar menganga lebar, sedangkan matanya mengedip cepat. Apa tadi? Apakah Alvis baru saja ..., menembak Nadiar? Be my baby, katanya? Nadiar melotot pada Alvis. "Bos ..., tadi, Bos nembak saya?"Alvis tersenyum, lalu menjauhkan wajahnya dari wajah Nadiar. Ia mengangguk mantap. "Ya, saya ingin kamu jadi pacar saya. Kenapa? Kamu menolak?"Nadiar tertawa hambar. "Saya bego kalo saya nolak Bos. Tapi ...," jeda, Nadiar mengubah raut wajahnya menjadi ekspresi tidak mengerti. "Kayaknya, Bos yang bego deh, mau-maunya sama saya. Kenapa? Terpukau sama teori penjahat berhak bahagia, ya? Wah, kalo emang itu penyebabnya, saya udah ngomong kayak gitu di depan Justin Bibier.""Kamu meledek saya?"Nadiar menggeleng cepat sambil menggoyakan tangannya di depan tubuh. "Bukan! Bukan gitu, Bos! Tapi, aneh aja. Kok, Bos bisa-bisanya nembak saya? Kalo saya yang suka Bos rasanya gak aneh. Tapi, saya gak nyangka

  • Handsome CEO   thirty two; versace on the floor

    "Bos, kita sebenernya, mau kemana, sih?"Pertanyaan itu membuat Alvis melirik sejenak ke arah Nadiar yang tengah duduk di kursi samping pengemudi. Matanya berkedip heran, dan bibirnya mengerut akibat penasaran. Ya, setelah mereka menghabiskan makanan dan saling bertukar sapaan selamat tinggal pada Devan-Dizi, Alvis dan Nadiar langsung pergi ke tempat yang ingin dikunjungi oleh Alvis. Dan disinilah mereka. Dalam perjalanan menggunakan mobil untuk sampai ke pantai."Bos, kok perasaan, gak nyampe-nyampe, ya?" Nadiar kembali bertanya, namun, belum juga Alvis menjawab, Nadiar kembali membuka suara. "Bos, saya pengen dengerin lagu lewat radio mobil ini, boleh? Biar gak terlalu sepi, hehe.""Hm," balas Alvis sambil mengangguk pelan. Alvis melihat Nadiar yang mengaduk tasnya, lalu mengeluarkan ponsel dan kabel data.Nadiar langsung menghubungkan radio mobil dan ponselnya dengan menggunakan kabel data. "Mobil Bos bagus

  • Handsome CEO   thirty one; stitches

    "Mana coba mulutnya? Sini ..., am nyam, nyam, nyam. Enak?"Lelaki itu menelan makanannya, lalu nyengir lebar. "Enak!"Mereka tertawa lalu kembali melanjutkan makan.Alvis dan Nadiar kompak menggeleng melihat kelakuan mereka. Sesuai keputusan, Alvis dan Nadiar meluangkan waktu mereka untuk makan sebentar. Namun ternyata, walaupun mereka mengajak Alvis dan Nadiar makan bersama, dunia seolah milik mereka berdua. Sedari tadi, mereka saling suap, lalu saling menghapus remah di bibir pasangannya tanpa mempedulikan orang lain yang menjadi obat nyamuk keduanya.Nadiar menghela napas panjang. "Plis, deh, Dizi, gue yang banyak mantan aja gak pernah, tuh, yang namanya suap-suapan di depan lo."Dizi seolah tersentak. Matanya melotot, sedangkan mulutnya terbuka lebar. "Ya ampyun, gue lupa ada lo di sini! Omaygat! Maaf, ya, sayang."Nadiar ha

  • Handsome CEO   thirty; that's what i like

    Baga$kara : sayangBaga$kara : kita putus aja yaBaga$kara : aku gak tahan pacaran sama kamu 😿🙏😘😘Nadiar GP : serah lu, nyetNadiar GP : waktu putus aja lu manggil aku-kamuNadiar GP : waktu masih pacaran, lu sering banget nistain gueBaga$kara : dihBaga$kara : lu emang nista, kaliBaga$kara : jadi, kita putus nih, yang?😘😘😘Nadiar GP : itu tolong panggilan dan emotnya di kondisikanNadiar GP : yaiyalah, kita putusNadiar GP : mana tahan gue pacaran ama loNadiar GP : ini adalah awal menuju kebahagiaanNadiar GP : BUAHAHAHAHHABaga$kara : kamu emang mantan teranjingBaga$kara : mantan ternista

  • Handsome CEO   twenty nine; sorry

    Basah, dan berat. Nadiar merasa tidak mampu membuka matanya. Ia merasa dirinya sudah bangun dari tidur, namun matanya sulit untuk di buka. Perlahan, Nadiar membuka kelopak matanya sedikit, lalu kembali menutup matanya saat cahaya menyerobot masuk memenuhi penglihatannya. Sekali lagi, Nadiar berusaha membuka matanya saat ada panggilan dari sana sini. Nadiar penasaran, suara siapa dan berapa banyak orang yang memanggilnya. Mengapa terdengar banyak? Ada berapa kira-kira?Mata Nadiar akhirnya sepenuhnya terbuka. Awalnya, penglihatan Nadiar buram, namun setelah berkedip beberapa kali dan melihat siluet yang menutupi cahaya, pandangan Nadiar menjadi jelas dan ia dapat melihat wajah khawatir Bundanya yang berlinang air mata."Nadiar! Syukurlah ..." ucap sang Bunda, lalu memeluk Nadiar dengan erat, hingga Nadiar merasa tubuh bagian atasnya sedikit terangkat. Bunda lalu melepaskan pelukannya, kemudian mengelus pipi Nadiar penuh haru. "Kamu tidak apa-

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status