Share

ten; crazy

"AYAH!!" Nadiar berteriak kencang mendengar pertanyaan Ayahnya yang sangat membuat Nadiar ingin menenggelamkan diri sekarang juga. Apa-apaan itu?! Kenapa Ayahnya bertanya seperti itu kepada bos Nadiar? Dan pertanyaannya tidak melihat situasi dan kondisi.

Itu anak orang sedang babak belur, dan baru saja bangun dari pingsan. Bisa-bisanya bertanya hubungan Nadiar dan Alvis yang jelas sekali tidak penting di pagi ini.

Pak Sultan menoleh sambil nyengir lebar pada Nadiar. "Bercanda, sayang," katanya, lalu kembali menatap pada Alvis. "Maafkan saya, dan terima kasih karena telah menolong anak saya kemarin."

Alvis hanya tersenyum tipis. Amat tipis, lalu di susul anggukan kepalanya.

"Sombong amat," komentar Alden dengan suaranya yang pelan. Dan Nadiar yang berada di belakang Alden mendengar dengan jelas kalimat tersebut.

Nadiar mendengus. "Iyalah! Makanya, gue blacklist dia."

Alis Alden terangkat sebelah saat wajahnya menghadap pada Nadiar. "Blacklist? Maksud lo?"

"Lo gak liat dia ganteng banget gitu?" tanya Nadiar sewot dengan matanya yang mendelik sebal. "Gue nge-blacklist dia untuk jadi kandidat pacar gue."

"Apaan, sih?! Lo ini kalo ngomong gak jelas banget!" balas Alden, ikutan sewot.

"Abang, ih! Gak ngerti kode banget, sih?! Maksud gue tuh, kan semua pacar gue ganteng, mantan-mantan gue juga ganteng. Menurut lo, kalo ada laki-laki yang gantengnya naudzubillah, gue gak bakal ngejar, gitu?! Ya pasti gue kejar, lah!"

Alis Alden bertautan dalam. "Trus, kenapa lo blacklist dia?"

"Karna dia dingin, judes, tapi cerewet. Sebel! Makanya gue kagak mau."

Alden mendengus sinis. "Dan emangnya, dia mau ama lo?"

Nadiar manyun. Ia cemberut, dan kepalan tangannya langsung beradu dengan belakang kepala Alden. "Nyebelin lo, Jepri!"

Alden melotot. Wajahnya terlihat geram saat tangannya terangkat untuk memukul kepala Nadiar. Namun, ia kalah cepat karena Nadiar lebih dulu berteriak sambil menabok wajah Alden dengan kencang, kemudian lari terbirit-birit menjauh dari Alden.

Alden mengejar, dan Nadiar langsung melompat ke sofa dan sembunyi di balik punggung sang Ayah. Alden menghampiri, dan berusaha untuk menarik tangan Nadiar yang selalu saja gagal karena di halangi Pak Sultan.

"Eits," ucap Ayah saat menepis tangan Alden yang akan menyentuh Nadiar. "Tidak semudah itu, nak."

Alden memberenggut kesal dengan wajahnya yang sudah merah padam karena marah. "Ayah! Diar tadi nabok muka Alden dengan kejamnya! Ayah belain yang salah? Gitu?"

"Bohong!" elak Nadiar dengan masih meringkuk di punggung Ayahnya yang menjadi tameng. Alden melotot, dan Nadiar hanya nyengir lebar sambil menjulurkan lidahnya.

Alden mendengus kesal dengan wajahnya yang cemberut. "Ayah! Seenggaknya, biarin Alden jitak kepala Diar sekali! Soalnya tadi Diar jitak pala Alden juga."

Pak Sultan terlihat menimbang dan menerawang. Setelah itu, tidak ada tangan yang melayang melindungi Nadiar, membuat Nadiar menarik napas kaget.

Alden menyeringai, lalu memulai aksinya untuk menggapai kepala Nadiar.

"AAAKK!! GAMAU! GAMAU!" Nadiar masih berusaha tidak terkena pukulan dengan menyembunyikan kepalanya di punggung sang Ayah sambil memeluk perut Pak Sultan erat-erat. "TIDAK!!"

"Sini lo! Gue jitak doang, masa gak mau?!"

"KAGAK MAU, JEPRI!!"

"JANGAN PANGGIL GUE JEPRI!!"

"AAAKKK! BUNDA! AYAH! SIAPAPUN! TOLONG NADIAR!!"

"Cemen lo, Diar!" Alden dengan cepat berputar di sofa tempat Nadiar menenggelamkan wajahnya. Dan saat sudah berada di tempat kepala Nadiar berada, Alden menjitak kepala Nadiar sekuat tenaga. Nadiar mengaduh keras, Alden tertawa kencang. "Rasain lo!"

Wajah Nadiar memerah marah. Baru saja ia akan bangkit dan mengejar Alden, Bu Rosa alias sang Bunda datang sambil berseru. "Udah! Udah! Jangan berantem terus! Malu ada tamu."

Nadiar cemberut, sedangkan Alden menyeringai setan.

Bu Rosa membawa sebuah nampan dengan 2 teh di atasnya. Nampan tersebut di simpan di atas meja. Satu cangkir berisi teh di simpan di hadapan Alvis. Bunda Nadiar tersenyum hangat. "Selamat di minum," ucapnya, yang di balas dengan dehaman kencang dan di sengaja dari sang Ayah. Bunda terkekeh, lalu menyimpan sisa cangkir di meja Ayah. "Selamat di minum, sayang."

Nadiar mendengus keras-keras saat Ayahnya tersenyum malu dengan pipi yang merona. "Ayah! Bunda! Inget umur dong! Ish, malu-maluin aja."

"Kayak yang kamu gak inget umur aja," balas sang Ayah dengan manyun. "Kamu udah gede, tapi cuma label doang. Aslinya manja banget dan bikin malu orang."

Bibir bawah Nadiar maju ke depan. Matanya mulai berkaca-kaca menatap sang Ayah. "Ayah ngejek Diar?"

"Diar tadi juga ngejek Ayah!"

Nadiar mengedip cepat dengan matanya yang makin berkaca-kaca. "Ayah jahat!"

"Kamu juga jahat!"

"Ayah bilang aku kayak anak kecil!"

"Kamu ngejek Ayah udah tua!"

"Ih!" Nadiar duduk menjauh dari Ayahnya, lalu bersidekap dada dengan wajahnya yang memerah karena murka. Nadiar kira, ia akan menerima sebuah bujukan dari sang Ayah agar Nadiar tidak lagi marah.

Namun, Ayahnya tidak peduli dan menatap Alvis dengan senyum yang tercetak di bibir. "Yang tadi itu istri saya."

Alvis hanya mengangguk.

"Emang, sih, masih cantik," lanjut Pak Sultan sambil menyimpan paha kaki kanannya di atas paha kaki kiri. "Tapi, dia itu punya saya. HAHAHA!"

Alvis kini tersenyum tipis sambil mengangguk kecil.

"Jangan genit sama istri saya, ya?" Ayah bertanya ngawur, membuat Nadiar menoleh dengan mulut yang terbuka lebar karena kaget.

Demi L Infinite yang kharismanya tiada tara! Ayahnya barusan mengatakan hal aneh pada bos Nadiar! Dan kini, Nadiar benar-benar merasa tenggelam dan tidak bisa bernapas karena ulah Ayahnya.

"Ngomong-ngomong, saya lupa nanya nama kamu. Dan kerjaan kamu apa?" tanya Pak Sultan kemudian, dengan gerakan pelan meminum tehnya.

"Saya Alvis, Presdir di Gideon Corporation."

PPPPRRRFFFTTT!!

Mulut Nadiar terbuka lebar. Matanya terbelalak saat sadar bahwa air yang menyembur dari mulut sang Ayah kini sudah memenuhi wajah Alvis.

Pak Sultan mengerjap kaget, dan mulutnya kini terbuka dengan lebar, sama seperti Nadiar. "Ap-apa?"

Alvis sendiri tenang-tenang saja dan mengusap wajahnya dengan lengan kemeja miliknya.

"Ha! Mampus lo!" Alden berseru di belakang Nadiar sambil tersenyum sinis.

Nadiar bahkan lupa jika Alden masih ada di sana. Yang dapat Nadiar lakukan hanya menelan ludah dengan susah payah, lalu menggigit bibir bawah kuat-kuat.

DEMI AHJUSSI GONG YOO YANG RASA OPPA! NADIAR BARU BEKERJA SEHARI DI GIDEON CORPORATION!

Nadiar merasa ingin menangis sekarang juga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status