'Kamu sedang mempermainkanku, Ray?!''Kamu pikir aku bisa semudah itu kamu bodohi?!''Aku tidak mau tahu, sekarang juga kamu berikan alamat rumahmu atau aku akan mencarinya sendiri dengan kemampuanku!'"Tunggu! Apa maksudmu dengan aku membodohi mu? Bukankah kamu sendiri yang memintaku untuk memberikan bukti perceraianku?" tanya Raymond, bingung. Tiba-tiba saja Sandra menghubunginya dan kembali mengomel padanya. 'Ini bukan bukti perceraian kalian, tapi surat gugatan cerai dari istrimu! Jadi, istrimu yang menggugat cerai kamu, bukan kamu yang menceraikannya. Benar begitu, bukan?'Seketika tubuh Raymond membeku. Dia lupa jika ada perbedaan antara penggugat dan digugat, yang menceraikan dan diceraikan.'Shit! Seharusnya aku tidak mengubah rencanaku. Seharusnya tetap pada rencanaku semula untuk memberikan bukti surat perceraianku dengan Velicia yang sengaja aku palsukan. Kenapa aku malah memberikan surat gugatan cerai yang ditujukan padaku?! Semua ini karena Sandra yang terburu-buru memin
Velicia terkesiap. "A-apa? Membantumu?" tanyanya dengan gugup. Kedua tangannya mencengkeram kain penutup ranjang yang sedang didudukinya. Jantungnya berdegup kencang melihat tatapan mata sang suami yang seolah ingin menerkamnya."Apa yang kamu inginkan dariku?" tanyanya kembali, gugup. Dia tidak ingin kembali disentuh oleh suaminya, terlebih lagi untuk melayani nafsu bejatnya yang berkedok hukuman baginya."Kenapa? Apa kamu menginginkannya?" tanya Raymond sembari tersenyum licik.Velicia menegakkan duduknya, membusungkan dadanya dan meluruskan dagunya dengan penuh percaya diri. "Jangan berharap! Aku tiidak pernah menginginkan hal itu darimu!""Benarkah?" tanya Raymond sambil tersenyum miring. Hatinya merasa kesal mendengar ucapan sang istri yang seakan menolak dan menghinanya dalam waktu bersamaan."Bukankah kamu sangat menikmatinya?" tanyanya kembali sembari tersenyum licik.Velicia menatap tajam pada pria tersebut. Sorot matanya penuh akan kebencian pada pria yang berstatus sebagai
Pagi ini Velicia harus melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Entah apa yang dirasakannya saat ini. Apa dia bahagia ketika diharuskan untuk menyiapkan keperluan suaminya yang akan meminang wanita lain? Atau mungkin dia merasa sedih karena sejatinya istri mana yang bahagia menyiapkan pernikahan suaminya dengan wanita lain?Velicia pun tidak mengetahui persis perasaannya saat ini. Ada rasa bahagia karena kemungkinan besar perceraiannya akan segera terwujud, jika suaminya menikah lagi dengan wanita lain. Akan tetapi, ada juga rasa sakit dan juga kecewa karena pengkhianatan sang suami yang tidak pernah menganggapnya sebagai istri sepenuhnya."Tidak kusangka hari ini tiba juga. Hari di mana aku harus menyiapkan pakaian yang akan digunakan suamiku untuk menikahi wanita lain," gumamnya sembari tersenyum getir menatap setelan jas berwarna hitam pekat yang telah disiapkannya.'Tidak Velicia, kamu harus bahagia. Tidak ada waktu untu meratapi kesedihanmu. Gunakan semua ini sebagai kesempa
"Bukan pernikahan seperti ini yang aku harapkan. Sejak kecil aku memimpikan pernikahan yang diselimuti kebahagiaan dan juga berlimpah dengan kasih sayang, serta menerima banyak cinta dari seorang pangeran tampan pemilik istana putih," ucap Velicia lirih sambil tersenyum kecut menatap album foto yang dikeluarkannya dari sebuah kotak besar."Benarkah? Bukankah pangeran itu adalah aku?" Velicia terhenyak. Tiba-tiba saja terdengar suara seorang pria yang sangat familiar di indera pendengarnya.Seketika pipinya bersemu merah. Velicia memalingkan wajahnya, menyembunyikan wajah cantiknya yang merona karena merasa malu pada pria masa lalunya."Kenapa kamu berada di sini, Arion?" tanyanya tanpa menatap sang mantan."Katakan padaku, apa yang sedang terjadi padamu. Kenapa aku tidak bisa menghubungimu? Kamu juga tidak membalas semua pesanku. Apa terjadi sesuatu padamu? Atau mungkin aku berbuat salah padamu?" Arion memberondong Velicia dengan sederet pertanyaan yang menghantui pikirannya sejak ti
Velicia kembali dibuat kaget oleh Arion. Pasalnya pria masa lalunya itu memberitahukan fakta yang membuatnya tercengang."Lalu, di mana dia sekarang? Apa kamu mengetahuinya? Bukankah mereka seharusnya mengadakan pertemuan di rumah ini? Atau mungkin--""Tadinya aku kira pernikahan itu akan diadakan di rumah ini. Karena itulah aku menyuruhmu untuk segera pergi. Tapi, nyatanya sampai detik ini mereka belum sampai di rumah ini. Mungkin saja acaranya diadakan di tempat lain," sahut Velicia sembari memikirkan tempat yang mungkin didatangi oleh suaminya.Arion mengerutkan dahinya. Dia menatap Velicia seolah sedang menunggu informasi darinya."Di mana? Apa kamu mengetahuinya?" tanyanya, penasaran.Velicia menggeleng. "Aku tidak tahu pastinya di mana. Apa mungkin mereka menyewa tempat semacam restoran atau ... hotel?" tebaknya dengan tidak yakin. Dia hanya menduga-duga saja, mengingat tempat di mana suaminya sering menghadiri sebuah acara penting. Di samping itu dia tahu betul jika sang suami
"Apa maksudnya, Ray?" tanya Anna dengan tatapan menyelidik.Raymond tidak menjawab pertanyaan dari mamanya. Pandangan matanya masih saja tertuju pada wanita yang menuduhnya telah membohonginya."Ada apa, Sayang? Aku berbohong tentang apa?" tanya Raymond, serius.Sandra menatap intens kedua mata pria yang berjanji akan menikahinya. Dia berharap jika pesan yang dikirim oleh sang kakak tidaklah benar."Apa benar kamu belum bercerai dengan istrimu?" tanyanya dengan serius.Seketika tubuh Raymond menegang. 'Shit! Siapa yang memberitahunya?' batinnya mengumpat marah."Bukankah kamu bilang padaku, jika kalian sudah bercerai?" tanya Sandra kembali menyelidik.Sontak saja sepasang suami istri paruh baya itu mengalihkan pandangannya pada sang putra. "Raymond!" panggil wanita paruh baya itu, tidak sabar mendengar jawaban dari putranya."Tentu saja, Sayang. Bukankah aku sudah memberitahukan semuanya padamu?" tutur Raymond dengan gugup. Dia kembali dihadapkan dengan masalah yang sama.Ponsel Sand
Parasit? Sebegitunya sang ibu mertua Velicia menilai menantunya. Rasa tidak sukanya membuat wanita paruh baya itu selalu memusuhinya. Tidak heran jika Anna selalu mencari-cari kesalahan dari menantu yang sama sekali tidak diharapkannya. "Lagi pula, kenapa kakekmu itu meminta kakek Velicia untuk menikahkan cucunya denganmu sebagai pelunasan hutangnya? Lebih bernilai sejumlah uang yang terus berbunga daripada menjadikan Velicia sebagai bagian dari keluarga kita," ujar Anna menggebu-gebu. Dia sangat kesal ditinggal begitu saja oleh calon menantu idamannya, dan melampiaskan kekesalan hatinya itu pada sang menantu yang sedang tidak bersama dengan mereka."Karena itulah aku tidak bisa menceraikannya. Dalam surat wasiat Kakek jelas tertulis, aku harus menjadikan Velicia sebagai istriku. Jika aku menceraikannya, sudah pasti warisan Kakek akan dilimpahkan ke Panti Asuhan yang dituliskan dalam wasiatnya," tutur Raymond dengan sedikit lega. Kini, dia mempunyai alasan yang kuat di hadapan kedua
“Tubuhmu indah sekali, Velicia.”Sentuhan lembut pada kulit mulus Velicia membuat wanita itu mengeliat pelan. Akan tetapi, sepasang matanya yang sudah tampak tidak fokus dan penuh hasrat itu seakan meminta lebih. Ia menggigit bibirnya, menahan lenguhan itu agar tidak keluar.“Jangan menahannya.” Pria itu terkekeh pelan. “Aku merindukan suaramu.”Velicia merasakan ibu jari pria tersebut menyapu bibir bagian bawahnya dengan hati-hati, lalu menciumnya dengan panas, membuat Velicia meloloskan desahan di sela-sela ciuman intens tersebut. Apalagi tangan maskulin pria terus memanjakan Velicia di bawah sana.Sesuatu yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya.Velicia terbuai dan hanyut dalam perlakuan hangat sang pria. Tanpa menyadari bahwa keesokan paginya, ia terkejut mendapati Arion Brooks, sang mantan kekasih, berbaring di sebelahnya dalam keadaan tanpa busana.“Arion!?” batin Velicia, panik. “Apa yang–bagaimana dia bisa ada di sini!?” **Malam sebelumnya ….“Apakah kamu berniat memper
Parasit? Sebegitunya sang ibu mertua Velicia menilai menantunya. Rasa tidak sukanya membuat wanita paruh baya itu selalu memusuhinya. Tidak heran jika Anna selalu mencari-cari kesalahan dari menantu yang sama sekali tidak diharapkannya. "Lagi pula, kenapa kakekmu itu meminta kakek Velicia untuk menikahkan cucunya denganmu sebagai pelunasan hutangnya? Lebih bernilai sejumlah uang yang terus berbunga daripada menjadikan Velicia sebagai bagian dari keluarga kita," ujar Anna menggebu-gebu. Dia sangat kesal ditinggal begitu saja oleh calon menantu idamannya, dan melampiaskan kekesalan hatinya itu pada sang menantu yang sedang tidak bersama dengan mereka."Karena itulah aku tidak bisa menceraikannya. Dalam surat wasiat Kakek jelas tertulis, aku harus menjadikan Velicia sebagai istriku. Jika aku menceraikannya, sudah pasti warisan Kakek akan dilimpahkan ke Panti Asuhan yang dituliskan dalam wasiatnya," tutur Raymond dengan sedikit lega. Kini, dia mempunyai alasan yang kuat di hadapan kedua
"Apa maksudnya, Ray?" tanya Anna dengan tatapan menyelidik.Raymond tidak menjawab pertanyaan dari mamanya. Pandangan matanya masih saja tertuju pada wanita yang menuduhnya telah membohonginya."Ada apa, Sayang? Aku berbohong tentang apa?" tanya Raymond, serius.Sandra menatap intens kedua mata pria yang berjanji akan menikahinya. Dia berharap jika pesan yang dikirim oleh sang kakak tidaklah benar."Apa benar kamu belum bercerai dengan istrimu?" tanyanya dengan serius.Seketika tubuh Raymond menegang. 'Shit! Siapa yang memberitahunya?' batinnya mengumpat marah."Bukankah kamu bilang padaku, jika kalian sudah bercerai?" tanya Sandra kembali menyelidik.Sontak saja sepasang suami istri paruh baya itu mengalihkan pandangannya pada sang putra. "Raymond!" panggil wanita paruh baya itu, tidak sabar mendengar jawaban dari putranya."Tentu saja, Sayang. Bukankah aku sudah memberitahukan semuanya padamu?" tutur Raymond dengan gugup. Dia kembali dihadapkan dengan masalah yang sama.Ponsel Sand
Velicia kembali dibuat kaget oleh Arion. Pasalnya pria masa lalunya itu memberitahukan fakta yang membuatnya tercengang."Lalu, di mana dia sekarang? Apa kamu mengetahuinya? Bukankah mereka seharusnya mengadakan pertemuan di rumah ini? Atau mungkin--""Tadinya aku kira pernikahan itu akan diadakan di rumah ini. Karena itulah aku menyuruhmu untuk segera pergi. Tapi, nyatanya sampai detik ini mereka belum sampai di rumah ini. Mungkin saja acaranya diadakan di tempat lain," sahut Velicia sembari memikirkan tempat yang mungkin didatangi oleh suaminya.Arion mengerutkan dahinya. Dia menatap Velicia seolah sedang menunggu informasi darinya."Di mana? Apa kamu mengetahuinya?" tanyanya, penasaran.Velicia menggeleng. "Aku tidak tahu pastinya di mana. Apa mungkin mereka menyewa tempat semacam restoran atau ... hotel?" tebaknya dengan tidak yakin. Dia hanya menduga-duga saja, mengingat tempat di mana suaminya sering menghadiri sebuah acara penting. Di samping itu dia tahu betul jika sang suami
"Bukan pernikahan seperti ini yang aku harapkan. Sejak kecil aku memimpikan pernikahan yang diselimuti kebahagiaan dan juga berlimpah dengan kasih sayang, serta menerima banyak cinta dari seorang pangeran tampan pemilik istana putih," ucap Velicia lirih sambil tersenyum kecut menatap album foto yang dikeluarkannya dari sebuah kotak besar."Benarkah? Bukankah pangeran itu adalah aku?" Velicia terhenyak. Tiba-tiba saja terdengar suara seorang pria yang sangat familiar di indera pendengarnya.Seketika pipinya bersemu merah. Velicia memalingkan wajahnya, menyembunyikan wajah cantiknya yang merona karena merasa malu pada pria masa lalunya."Kenapa kamu berada di sini, Arion?" tanyanya tanpa menatap sang mantan."Katakan padaku, apa yang sedang terjadi padamu. Kenapa aku tidak bisa menghubungimu? Kamu juga tidak membalas semua pesanku. Apa terjadi sesuatu padamu? Atau mungkin aku berbuat salah padamu?" Arion memberondong Velicia dengan sederet pertanyaan yang menghantui pikirannya sejak ti
Pagi ini Velicia harus melakukan kewajibannya sebagai seorang istri. Entah apa yang dirasakannya saat ini. Apa dia bahagia ketika diharuskan untuk menyiapkan keperluan suaminya yang akan meminang wanita lain? Atau mungkin dia merasa sedih karena sejatinya istri mana yang bahagia menyiapkan pernikahan suaminya dengan wanita lain?Velicia pun tidak mengetahui persis perasaannya saat ini. Ada rasa bahagia karena kemungkinan besar perceraiannya akan segera terwujud, jika suaminya menikah lagi dengan wanita lain. Akan tetapi, ada juga rasa sakit dan juga kecewa karena pengkhianatan sang suami yang tidak pernah menganggapnya sebagai istri sepenuhnya."Tidak kusangka hari ini tiba juga. Hari di mana aku harus menyiapkan pakaian yang akan digunakan suamiku untuk menikahi wanita lain," gumamnya sembari tersenyum getir menatap setelan jas berwarna hitam pekat yang telah disiapkannya.'Tidak Velicia, kamu harus bahagia. Tidak ada waktu untu meratapi kesedihanmu. Gunakan semua ini sebagai kesempa
Velicia terkesiap. "A-apa? Membantumu?" tanyanya dengan gugup. Kedua tangannya mencengkeram kain penutup ranjang yang sedang didudukinya. Jantungnya berdegup kencang melihat tatapan mata sang suami yang seolah ingin menerkamnya."Apa yang kamu inginkan dariku?" tanyanya kembali, gugup. Dia tidak ingin kembali disentuh oleh suaminya, terlebih lagi untuk melayani nafsu bejatnya yang berkedok hukuman baginya."Kenapa? Apa kamu menginginkannya?" tanya Raymond sembari tersenyum licik.Velicia menegakkan duduknya, membusungkan dadanya dan meluruskan dagunya dengan penuh percaya diri. "Jangan berharap! Aku tiidak pernah menginginkan hal itu darimu!""Benarkah?" tanya Raymond sambil tersenyum miring. Hatinya merasa kesal mendengar ucapan sang istri yang seakan menolak dan menghinanya dalam waktu bersamaan."Bukankah kamu sangat menikmatinya?" tanyanya kembali sembari tersenyum licik.Velicia menatap tajam pada pria tersebut. Sorot matanya penuh akan kebencian pada pria yang berstatus sebagai
'Kamu sedang mempermainkanku, Ray?!''Kamu pikir aku bisa semudah itu kamu bodohi?!''Aku tidak mau tahu, sekarang juga kamu berikan alamat rumahmu atau aku akan mencarinya sendiri dengan kemampuanku!'"Tunggu! Apa maksudmu dengan aku membodohi mu? Bukankah kamu sendiri yang memintaku untuk memberikan bukti perceraianku?" tanya Raymond, bingung. Tiba-tiba saja Sandra menghubunginya dan kembali mengomel padanya. 'Ini bukan bukti perceraian kalian, tapi surat gugatan cerai dari istrimu! Jadi, istrimu yang menggugat cerai kamu, bukan kamu yang menceraikannya. Benar begitu, bukan?'Seketika tubuh Raymond membeku. Dia lupa jika ada perbedaan antara penggugat dan digugat, yang menceraikan dan diceraikan.'Shit! Seharusnya aku tidak mengubah rencanaku. Seharusnya tetap pada rencanaku semula untuk memberikan bukti surat perceraianku dengan Velicia yang sengaja aku palsukan. Kenapa aku malah memberikan surat gugatan cerai yang ditujukan padaku?! Semua ini karena Sandra yang terburu-buru memin
Raymond terkesiap membaca pesan dari wanita selingkuhannya. Pria yang masih bertelanjang dada dengan handuk melilit pada pinggangnya itu sedang memutar otaknya, berusaha mencari cara agar Sandra tidak datang ke rumahnya."Kenapa dia senekat ini?" gumamnya, kesal. "Apa yang bisa aku lakukan untuk menghentikannya datang ke mari?" sambungnya, cemas. Otaknya tidak bisa berpikir cepat. Satu-satunya cara yang terpikirkan olehnya saat ini adalah dengan menyingkirkan istrinya, agar tidak bertemu dengan Sandra ketika benar-benar datang ke rumahnya. Secepat kilat dia mengambil pakaian dari dalam lemari tanpa memilihnya terlebih dahulu. Setelah itu dia bergegas mencari sang istri yang diyakininya masih berada di ruang tamu. "Veliica!" serunya dari ruang tamu ketika tidak melihat sang istri di tempat itu.Namun, si pemilik nama tidak menyahutinya. Berulang kali dia menyerukan nama istrinya, berharap agar sang istri datang menghadapnya, tapi saat itu juga kekesalannya semakin bertambah. Velici
Velicia terperanjat. Tangannya memegang pipi yang terasa panas dan nyeri karena tamparan keras dari tangan berat suaminya. "Apa yang telah kamu lakukan?!" tanyanya dengan menatap tajam pada pria tersebut. Dia tidak terima dengan perlakuan kasar dari sang suami yang semena-mena padanya."Apa kamu lupa, jika kamu tidak mempunyai hak apa pun di rumah ini?! Termasuk mengomentari sikapku!" ujar Raymond sembari memegang erat dagu sang istri. Sorot matanya memperlihatkan betapa marahnya dia saat ini pada istrinya.Velicia membalas tatapan mata suaminya. Dari tatapan matanya itu dia ingin menyatakan bahwa dirinya tidak takut padanya. Bahkan dia tidak gentar sekalipun menghadapinya. "Kamu menantang ku?!" tanya Raymond sembari mempererat cengkeraman tangannya pada dagu sang istri.Kedua mata Velicia membelalak. Kepalanya semakin mendongak ke atas, hingga dia meringis menahan rasa sakitnya."Aku hanya mengatakan yang sebenarnya," ucapnya terbata-bata. Dia masih mempertahankan tatapan matanya y