Raymond berdecak. Jika Velicia memang melihatnya, maka–
“Sayang, kenapa di sini? Kamu mencariku?” Raymond menoleh saat mendengar suara itu. Detik berikutnya, seorang wanita memeluk tubuh Raymond dari belakang. Aroma parfum wanita itu sangat memabukkan. “Kamu sudah merindukanku?” Perlahan Raymond berbalik dan dirinya langsung disambut senyuman manis Sandra. Wanita itu masih belum melepaskan pelukannya saat berkata, “Kamu benar-benar menyukaiku rupanya. Tidak bisa lepas dariku, hm?” Seketika amarah Raymond lenyap. Peduli setan dengan istrinya yang kabur. Raymond benar-benar tidak bisa menolak pesona wanita di hadapannya ini. Langsung saja, ia melupakan Velicia. *** “Tubuhmu indah sekali, Velicia.” Sentuhan lembut pada kulit mulus Velicia membuat wanita itu mengeliat pelan. Akan tetapi, sepasang matanya yang sudah tampak tidak fokus dan penuh hasrat itu seakan meminta lebih. Ia menggigit bibirnya, menahan lenguhan itu agar tidak keluar. “Jangan menahannya.” Pria itu terkekeh pelan. “Aku merindukan suaramu.” Velicia merasakan ibu jari pria tersebut menyapu bibir bagian bawahnya dengan hati-hati, lalu menciumnya dengan panas, membuat Velicia meloloskan desahan di sela-sela ciuman intens tersebut. Apalagi tangan maskulin pria terus memanjakan Velicia di bawah sana. Sesuatu yang tidak pernah dia dapatkan dari suaminya. Velicia terbuai dan hanyut dalam perlakuan hangat sang pria. Ia bisa mendengar napas berat sang pria begitu jelas, menyatu dengan desah menggoda dari bibirnya, memanggil nama pria itu. Ia tidak tahu berapa lama mereka mengejar klimaks, hingga akhirnya Velicia kehilangan kesadarannya dan terlelap dalam lengan kekar sang mantan kekasih. Wanita itu baru sadar ketika tenggorokannya tiba-tiba terasa kering. Perlahan, kedua matanya terbuka. Dan dirinya langsung disuguhi wajah tampan Arion Brooks yang berbaring di sebelahnya dalam keadaan tanpa busana. “Arion!?” batin Velicia, panik. “Apa yang–bagaimana dia bisa ada di sini!?” Lalu tiba-tiba saja, kejadian semalam membanjiri ingatannya. Tentang Velicia yang menghadiri sebuah pesta, lalu dilecehkan oleh para atasan suaminya, hingga ia melihat pengkhianatan sang suami dan berakhir di ranjang mantan kekasihnya. “Astaga,” gumam Velicia. Ia menutup wajahnya. Dirinya pasti sudah gila! Tubuhnya menegang ketika tiba-tiba Arion bergerak dalam tidurnya, kini berbaring telentang. Seperti terhipnotis, Velicia menatap wajah mantan kekasihnya tersebut. Ada sesuatu yang asing dalam dirinya, sesuatu yang tanpa sadar menggerakan Velicia untuk menyentuh pipi sang pria dengan jemari lentiknya. Wajahnya masih sama dalam ingatan Velicia. Bulu mata Arion yang lentik dan alisnya yang tebal. Hidung pria itu mancung, dengan kumis tipis di atas bibirnya yang penuh. Lalu rahang Arion yang tampak tegas…. Tiba-tiba Velicia terkesiap. Ini bukan saatnya mengagumi pria ini! Dengan hati-hati, Velicia bergerak turun dari ranjang tersebut, agar pria masa lalunya tidak terbangun. Kemudian, Velicia pun bergegas memungut pakaiannya yang tercecer di lantai, kemudian memakainya. Setelah itu, dia terburu-buru meninggalkan kamar mewah yang penuh kenangan semalam bersama dengan sang mantan. Astaga, apa yang harus ia katakan pada suaminya? Pikir Velicia saat melihat banyak panggilan tak terjawab dari Raymond. Akan tetapi, tiba-tiba saja kaki Velicia berhenti melangkah. Pandangan matanya tertuju pada satu titik, di mana seorang pria yang sangat dikenalnya sedang berjalan, sambil bergandengan mesra dengan seorang wanita. Ia ingat wanita itu. Velicia jelas tidak akan melupakan wanita yang telah berselingkuh dengan suaminya. Semalam, Velicia tidak mampu memproses perselingkuhan suaminya secara maksimal karena tubuhnya mengeluarkan reaksi aneh. Namun, sekarang, saat Velicia sudah normal kembali, ia bisa berpikir jernih. Kedua tangan Velicia mencengkeram dress yang dipakainya. Matanya berkaca-kaca menyaksikan sang suami yang terlihat bahagia bersama wanita selingkuhannya. Bibirnya pun bergetar menahan tangisnya yang sangat menyesakkan dada. “Ah, benar. Kamu sudah mengkhianati aku, Ray,” batin Velicia. Rahangnya mengeras. Otaknya berputar, memikirkan harus melakukan apa. Namun, satu-satunya hal yang muncul di otaknya adalah: Apa yang akan mereka katakan jika manajer kebanggaan kantor ini berselingkuh di belakang istrinya yang sempurna? Dengan pikiran itu, setelah melihat Raymond pergi bersama selingkuhannya, Velicia menghentikan taksi dan bergegas pulang ke rumah. "Ternyata aku yang lebih dulu sampai di rumah," gumamnya sembari tersenyum getir melihat rumah kosong tanpa penghuni. Atau mungkin suaminya sibuk mengantarkan selingkuhannya dulu untuk pulang. Bagaimanapun, Velicia beruntung. Meski ia sial dalam hal pasangan hidup, ia cukup beruntung dalam hal-hal kecil seperti ini. Velicia kemudian pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya. Meskipun berusaha mematikan perasaannya, dadanya masih saja terasa sesak ketika ingatan tentang perselingkuhan suaminya membayang. Lalu … kejadian bersama Arion Brooks, pria masa lalunya. Mata Velicia terpejam. Raymond memang menyakitinya dan berselingkuh di belakang Velicia, tapi apakah yang akan suaminya lakukan dengan egonya yang tinggi itu jika Raymond tahu Velicia tidur dengan mantan kekasihnya semalam? Ting tong! Baru beberapa saat saja Velicia merenung, ada suara bel yang menggema di dalam rumahnya. Wanita dengan baju basah kuyup itu mendengus kesal mendengar suara bel yang mengingatkannya pada kearoganan sang suami. Raymond sengaja memasang pengeras suara di seluruh ruangan, agar istrinya mendengar apabila dirinya menekan bel sewaktu pulang bekerja. Dengan tergesa-gesa Velicia memakai handuk yang tersedia di dalam kamar mandi tersebut. “Tunggu sebentar,” serunya sembari berlari kecil ke arah pintu. Ia sudah siap jika memang itu suaminya. Namun, yang ada di balik pintu tersebut justru seorang wanita paruh baya yang berdiri tepat di depan pintu. Wanita berpenampilan rapi khas ibu-ibu pejabat itu menatap Velicia dari ujung kaki hingga bagian atas tubuhnya. "Jam berapa ini? Kenapa kamu baru mandi sekarang?" tanya wanita berwajah ketus tersebut sambil menggerakkan tangannya untuk menyingkirkan tubuh sang pemilik rumah dari hadapannya. "Pasti kamu baru saja bangun. Pemalas!”"Bagaimana bisa kamu bercerai dalam keadaan hamil, Ve?" tanya Edward yang duduk di depan putrinya. Velicia merasa seperti sedang disidang oleh kedua orang tuanya. Di hadapan pasangan suami istri paruh baya itu, Velicia dan Arion menceritakan apa yang terjadi di malam pertemuan mereka yang tidak disengaja pada acara pesta perusahaan. "Jadi kalian--"Arion bergerak cepat untuk berdiri dari duduknya dan berlutut di hadapan prang tua Velicia."Maafkan saya, Pa, Ma. Saya tahu, jika tidak layak untuk memberi alasan pembelaan diri, tapi saya akan bertanggung jawab penuh dengan menikahi Velicia. Saya mencintai Velicia. Dari dulu hingga sekarang, rasa cinta saya tidak berkurang sedikit pun untuknya. Terlebih lagi ada bayi dalam kandungan Velicia yang merupakan benih cinta kami berdua. Jadi, saya mohon pada Mama dan Papa untuk merestui niat tulus saya ini," pintanya dengan tulus sambil menatap pasangan suami istri paruh baya itu secara bergantian.Edward dan Sophia saling memandang. Mereka ti
Semua pasang mata mengarah pada sosok yang berdiri di depan pintu. Sosok tersebut berjalan menghampiri mereka. "Velicia?!" Raymond terperangah melihat sosok wanita yang berhasil memporak porandakan hati dan pikirannya. Pasalnya, sejak sang istri pergi dari rumah, Raymond sangat frustasi karena tidak bisa menemukannya di mana pun. Kini, ia seolah tidak percaya sang istri berada di hadapannya.Velicia menatap tidak suka pada Raymond yang masih dalam posisi duduk di tempatnya. Sorot matanya begitu tajam seolah siap mengulitinya saat itu juga."Ada perlu apa kamu datang ke rumah orang tuaku? Bukankah kita sudah tidak ada urusan lagi?" tanyanya dengan ketus.Raymond berdiri dari duduknya, dan meraih tangan Velicia untuk mencoba meluluhkan kembali hatinya. Velicia menarik tangannya, dan berusaha untuk menghindarinya saat tangan mantan suaminya kembali ingin menggapainya."Aku datang untuk mencari mu, Sayang," jawab Raymond dengan tatapan mengiba pada mantan istrinya.Velicia tersenyum mi
"Mama?!" celetuknya ketika melihat wanita paruh baya yang beberapa saat lalu telah bertemu dengannya di rumah."Kenapa Mama ada di sini?" tanyanya kemudian.Anna menatap sinis pada dua orang paruh baya yang sedang duduk di hadapannya. Sepasang suami istri paruh baya itu terlihat sungkan dan tidak nyaman ditatap sinis olehnya. "Masih perlu Mama jelaskan kenapa ada di sini?" Jawabnya dengan sewot.Raymond berjalan menghampirinya tanpa dipersilahkan masuk oleh si pemilik rumah tersebut. Dia duduk di dekat sang mama, dan berbisik di telinganya,"Biar Ray yang urus. Lebih baik Mama pulang saja sekarang, dan cari tahu apa pengacara Kakek tahu tentang ini."Seketika kedua mata yang memiliki sedikit garis kerut dibawahnya, membelalak. Jujur saja dia tidak terpikirkan sama sekali untuk mencari tahu pada pengacara sang kakek. 'Benar juga. Bisa kacau jika pengacara sialan itu tau yang sebenarnya,' batinnya menggerutu.Sepasang mata ibu dan anak itu saling bertatapan. Anna mengangguk, membenark
Raymond terlihat lesu duduk di sofa ruang tamu dengan penampilan berantakan. Kemeja kerjanya kusut dengan satu kancingnya yang terbuka. Dasi dan jasnya masih berada di atas sofa semenjak dilemparnya semalam, ketika akan keluar mencari Velicia. Rambutnya sangat jauh berbeda dari gayanya sehari-hari. Rambut yang biasanya rapi, kini menjadi berantakan, tidak beraturan layaknya orang yang sedang frustasi.Dia menghabiskan malamnya untuk mencari Velicia yang sedang mengandung, dan kini telah berstatus sebagai mantan istrinya. Raymond sangat menentang hasil perceraian tersebut. Baginya hasil persidangan tanpa kehadirannya tidak akan sah meskipun sudah tercatat resmi menurut pengadilan dan negara. "Raymond!""Ray!""Buka pintunya!"Mata Raymond yang sedikit terpejam, seketika terbuka lebar. Dia bergegas berjalan cepat menuju pintu, berharap Velicia lah yang datang dan memanggil namanya.Senyuman sumringahnya seketika musnah, berganti dengan wajah datar yang menyembunyikan rasa kesal pada so
Raymond berjalan dengan lesu. Langkahnya terasa berat masuk ke dalam rumahnya. Dia menghela napas mendapati rumahnya yang terasa hening dan sepi. Bahkan terlalu kosong untuk rumah yang masih berpenghuni.Lagi-lagi dia merasa kesepian. Sepasang matanya menatap ke arah kamar belakang yang pintunya dalam keadaan tertutup."Pasti dia sudah tidur," gumamnya tidak bersemangat.Tidak dipungkiri sejak Velicia dinyatakan sedang mengandung, wanita itu selalu saja mudah mengantuk, sehingga Raymond tidak memprotesnya. Berbeda dengan sebelumnya yang harus ada setiap kali dibutuhkan oleh Raymond. Bahkan sebelum Raymond tertidur pulas, Velicia dilarang untuk tidur mendahuluinya.Pandangan mata Raymond tertuju pada sebuah amplop besar berwarna coklat yang berada di atas meja makan. Merasa sangat penasaran, dia pun bergegas mengambilnya. Seketika matanya terbelalak melihat lembaran isi dari amplop tersebut. "Tidak. Ini tidak mungkin," ucapnya sambil membaca lembaran itu secara teliti.Berkali-kali Ra
Di tengah kesibukan Raymond menyiapkan pernikahannya, Velicia menyiapkan kepergiannya dari rumah mereka. Hanya tinggal menunggu waktu saja untuk menerima surat resmi perceraian mereka yang diurus oleh pengacara Arion.Siang ini, Arion mengajak Velicia untuk bertemu di tempat biasanya. Dengan hati berdebar, Velicia menunggu kedatangan mantan kekasihnya itu, berharap pria tersebut membawa berita baik untuknya."Ini. Bukalah," ucap Arion sambil meletakkan sebuah amplop besar berwarna coklat di atas meja."Apa ini?" tanya Velicia pada mantan kekasihnya yang duduk di hadapannya.Arion tersenyum menggodanya. "Bukalah. Kamu pasti akan senang melihatnya," jawabnya dengan mantap.Velicia menatap serius padanya. "Di dalam amplop itu ada sebuah hadiah yang aku persembahkan untuk ibu anakku," imbuh Arion kemudian."Apa mungkin ...." Perkataan Velicia tidak dapat diselesaikannya. Dia mendapatkan anggukan kepala dari Arion. CEO muda itu membenarkan pikiran mantan kekasihnya.Dengan tangan gemetar V