Share

Hanya Istri Pelampiasan
Hanya Istri Pelampiasan
Penulis: Dwrite

Hanya Pelampiasan

Penulis: Dwrite
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-29 10:39:53

Malam pengantin tak pernah seindah yang Melody bayangkan. Pengalaman pertama yang seharusnya berkesan justru terasa menyakitkan saat dia berakhir di atas pembaringan sebagai pelampiasan lelaki yang tadi siang bersanding dengannya di pelaminan.

Selimut yang hanya menutup sebagian tubuhnya dia tarik perlahan, saat punggung lebar itu meninggalkan ruang kamar, tanpa sepatah pun kata yang diucapkan.

"Kenapa?" Perempuan dua puluh lima tahun itu bertanya sebelum sampai suaminya berlalu di ambang pintu. "Kalau emang nggak ada rasa, kenapa masih harus melakukannya?"

Lelaki bertubuh atletis itu berbalik dengan tatapan tajam yang sama. "Pria lebih banyak menggunakan logika dibanding hatinya. Cuma orang munafik yang menyinyiakan kesempatan, hanya karena alasan nggak cinta!"

***

Melody Nada Insani dinikahi Raga Purnama Danuarta karena desakan orang tua mereka. Sudah bukan rahasia umum ketika dua keluarga kaya menjalin kerjasama, hingga perjodohan tercipta sebagai perekat hubungan antar keduanya.

Dibanding pihak keluarga Melody yang menyerahkan semua keputusan pada sang putri. Raga justru ditekan satu-satunya orang tua yang dia punya, yaitu ibunya. Dia dipaksa untuk menerima, daripada kehilangan segalanya. Segalanya di sini bukan hanya harta dan jabatan, tapi juga seseorang yang membuatnya bertahan melajang sampai kepala tiga.

Pernikahan yang akhirnya disepakati bersama ternyata bukan hanya meyakiti salah satu pihak saja, tapi keduanya. Melody maupun Raga sama-sama punya alasan kenapa mereka mau menerima, hingga akhirnya bertahan dalam hubungan tanpa perasaan.

"Nggak makan dulu, Kak?" tanya Melody saat melihat suaminya berlalu begitu saja melewati meja makan luas dengan enam kursi mengelilingi, yang hanya ia sendiri duduki.

Raga melirik, meski tak menoleh sepenuhnya.

"Nggak laper. Kamu makan aja sendiri!" jawabnya tak acuh.

"Dari tadi juga udah makan sendiri. Emang kakak liat ada orang selain aku di sini?"

Raga menghentikan langkah yang sebelumnya terburu. Dia akhirnya menoleh sepenuhnya pada perempuan itu.

"Nggak." Raga masih terdiam di tempatnya memerhatikan sang istri.

"Ya udah. Bukannya lagi buru-buru, ngapain masih di sini?" cibir Melody sembari menyuap nasi goreng terakhir di piringnya.

Rahang lelaki bermata pekat itu mengetat, dia menatap perempuan bergaun putih yang masih duduk tenang di meja makan.

"Kamu masih bisa sesantai itu setelah semua yang terjadi?" Suara Raga semakin dalam menandakan emosi yang tengah dia pendam.

Melody menghela napas panjang, lalu mengempaskan sendok dan garpu di atas piring hingga meninggalkan bunyi berdenting.

"Ya, terus aku harus gimana? Bukannya kita udah sama-sama sepakat untuk menjalani hidup masing-masing apa pun yang terjadi? Tibang makan santai aja dipermasalahin. Emangnya jadi istri pelampiasan aja nggak cape? Aku juga butuh tenaga siapa tahu nanti malam Kakak minta tiga ronde!"

Raga memejamkan mata dengan kedua tangan yang terkepal di sisi tubuhnya.

"Mel--" Giginya sudah gemelatuk menahan geram, sebelum sebuah panggilan terdengar menginterupsi mereka.

"Maaf, Pak. Meetingnya setengah jam lagi!" Suara Asisten sekaligus sopir pribadinya terdengar. Raga mengusap wajah kasar kala teringat alasannya kesiangan adalah perempuan yang tengah mendebatnya saat ini. Padahal semalam, setelah menuntaskan dahaganya sebagai seorang lelaki mereka tidur di kamar yang terpisah.

"Kita bicarakan lagi setelah aku pulang nanti," tukas Raga sebelum berlalu pergi.

"Ya, itupun kalau kamu inget pulang ke sini," batin Melody.

***

Siangnya, Melody sudah pergi untuk memenuhi janji temu pada seseorang di tempat yang biasa dia kunjungi untuk melepas penat atau membunuh waktu, kala pekerjaannya sebagai Desainer di butik milik sendiri, mulai tak terkendali.

Sebuah Warmindo yang sudah dilengkapi dengan perpustakaan mini menjadi pelariannya sejak tiga tahun lalu. Tempat yang terletak di pinggiran ibukota dalam gang padat penduduk ini pula, dia sering melihat Raga suaminya pulang-pergi setelah mengunjungi seseorang yang dia ketahui sebagai sosok yang spesial bagi suaminya hingga ia rela melepas kebebasan demi menikahi Melody.

"Taf, pesenan yang biasa, ya!" ucap Melody begitu sampai di hadapan pemuda berambut gondrong dengan penampilan urakan yang tengah asik mengguntingi bulu hidung di depan meja kasir.

Tiga tahun menjadi pelanggan tetap membuat Melody cukup mengenal penjaga warung dan perpustakaan mini ini.

"Siap. Airnya dikit, banyakin sawi, telor setengah mateng, kan?" Oktaf--lelaki seumuran Melody itu mendikte kembali makanan yang biasa perempuan itu pesan.

"Iya. Ngomong-ngomong kamu mandi, kan hari ini? Jangan sampe dakinya netes ke kuah emih," celetuk Melody dengan santainya.

"Anj--ya mandilah."

"Ya, baguslah. Aman berarti." Setelah puas meroasting Oktaf, Melody langsung melipir ke pepustakan mini, memilah-milah bacaan, sembari menunggu orang yang dituju.

Sementara itu, Oktaf menyiapkan pesanan tepat di dapur yang tersekat pintu dari meja kasir.

"Btw ke mana aja lu dua minggu ini? Tumben nggak keliatan," tanya Oktaf begitu dia menghidangkan pesanan Melody plus es teh manis di atas meja.

"Biasa, ada urusan keluarga." Melody menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari novel di genggaman.

Meski sudah tiga tahun kenal. Percakapan mereka memang hanya terbatas dari keseharian, maupun hobi yang sama-sama disukai. Keduanya seolah tak ingin saling melanggar privasi dengan membahas masalah pribadi.

Akhirnya Oktaf hanya mangut-mangut, walaupun masih banyak hal yang ingin dia tanyakan tentang perempuan ini.

"Novel Indo, dengan tema perjodohan rata-rata emang begini, ya?" Melody membuka percakapan saat menyadari Oktaf masih duduk di bangku tepat di hadapannya. Dia menyodorkan novel bersampul merah muda yang di covernya tertulis 'sudah dibaca sekian juta kali di platform anu'

"Gimana emang? Gua nggak pernah baca tema romance soalnya." Oktaf balik menanyakan.

"Ya, gitu. Saling benci, gengsi, cowoknya dingin, nggak mau nyentuh ceweknya, seiring kebersamaan baru cinta muncul perlahan, makin deket, intim, hamil, mulai membucin, konflik dikit, akhirnya bahagia dunia akhirat."

"Ya, emang begitu rata-rata. Lu maunya gimana?" Oktaf bingung harus menanggapi, karena sejauh yang dia tahu memang seperti itu.

"Ya ...." Ada jeda cukup panjang. Melody terdiam, pikirannya jauh melayang menapaki tiap kenangan yang sudah dia lewati selama dua puluh lima tahun kehidupan. "Nggak gimana-gimana, cuma kadang realita nggak sesederhana dan seindah apa yang digambarkan di novel-novel."

Oktaf terdiam. Lekat dia menatap perempuan  cantik berambut sebahu yang duduk di sisinya. Pandangan mata bening itu beralih dari novel di genggaman. Seolah ada luka yang tersembunyi di balik sorot matanya yang dipaksa tegar.

"Lu nggak apa-apa, kan, Mel?" Lelaki dengan celana robek-robek itu mulai khawatir.

Melody menoleh, lalu tersenyum lebar meyakinkan. "Nggak apa-apa, ko--"

"Pemisi!" Suara lembut dari arah pintu masuk  terdengar menginterupsi.

Melody mengintip dari balik rak buku di depan.

"Oh, orangnya udah dateng!" seru perempuan berkulit putih itu.

"Siapa?" Oktaf mengerutkan kening.

Melody menggeleng sejenak. "Nggak penting. Suruh langsung ke sini aja, Taf!"

"Oh, oke!" Meski sempat bingung dan penasaran, akhirnya Oktaf mengangguk pelan, sebelum beranjak bangkit.

***

Melody menatap dengan saksama perempuan berambut panjang yang duduk di hadapannya. Wajah pucat yang nyaris tak pernah tersentuh alat make up, mata bening sayu yang dihiasi bulu nan lentik. Serta kedua alis kembar yang lebat.

Ibu satu anak inilah alasan Raga akhirnya mau menikahinya setelah perjodohan mereka lama terencana.

"Mbak Fiona tahu siapa saya, kan?" Melody langsung saja mengajukan pertanyaan untuk menekankan posisinya.

"Ya, kamu baru aja jadi istri Raga. Kalian menikah kemarin di gedung Assembly Hall sampe masuk berita saking megah dan meriah acaranya." Perempuan yang lebih dari empat tahun menjada itu masih sempat tersenyum di tengah suara lirihnya.

Melody mangut-mangut.

"Ya, acara yang meriah, tamu dari berbagai kalangan, menghabiskan banyak dana, tapi mempelai pria pikirannya malah ke mana-mana!"

Perempuan yang bergantung pada kursi roda itu terdiam menatap Melody dengan tatapan tak terbaca.

"Dia liatin hape hampir di sepanjang acara. Aku sempet lirik salah satu pesan dari Mbak Fiona yang minta Kak Raga mampir sebentar, karena anak Mbak kangen katanya. Mohon maaf. Yang kangen ibunya atau anaknya?" tambah Melody dengan menggebu-gebu.

"Raga bilang kalau pernikahan kalian cuma sementara!" Ada kabut amarah yang tersembunyi di balik tatapan lembut Fiona.

"Oh, ya?" Melody semakin memancing yang sukses membuat perempuan tiga puluh tahun itu mulai menunjukkan aslinya.

"Ya, pernikahan kalian hanya status, dan kamu cuma pelampiasannya aja, karena saya nggak bisa!"

Terpejam mata Melody saat merasakan sesuatu seperti baru saja menghantam dadanya.

"Raga hanya butuh waktu untuk meluluhkan hati Mamanya agar bisa merestui saya!" Penuh penekanan tiap kata yang Fiona lontarkan bak satu per satu sembilu yang menikam jantung Melody.

"Jadi, dia mau buat saya jadi janda demi janda?" Ada nada mencibir dibalik kata yang terdengar getir.

"Emangnya kenapa dengan janda?" Fiona balik bertanya dengan suara yang tak seperti biasanya. "Kalau memang kamu punya segalanya, kenapa cuma saya yang Raga cinta?"

Melody memalingkan muka, matanya memanas seketika. Dia remas kuat rok yang dikenakan, kala teringat nama yang Raga sebut di tengah pelepasannya. Fiona.

"Kamu cantik, kaya, dan berpendidikan, Melody. Semua yang kamu mau bisa kamu miliki. Saya rasa kamu bisa mendapatkan lebih banyak cinta di luar sana!"

Melody menengadahkan wajahnya. Dia tahan segenap perasaan bahkan sejak ijab pertama kali Raga lontarkan untuk meminangnya.

Hubungannya dengan Raga memang rumit, perkenalan mereka juga sudah berlangsung sangat lama. Meski tak pernah menunjukkannya, tapi Melody meyakini bahwa cinta itu ada.

Setelah perasaan sesak di dadanya cukup mereda, dia akhirnya menimpali.

"Tapi saya cuma mau suami saya, Mbak!"

.

.

.

Bersambung.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hanya Istri Pelampiasan   Melody dalam Raga

    Pagi ini, Oktaf terlihat memarkirkan motornya di depan sebuah lapas tahanan perempuan untuk menemui seseorang. Sudah enam bulan sejak sidang pertama, baru hari ini lagi dia datang mengunjungi wanita yang seharusnya dia panggil 'Mama'Sidang putusan Harmoni yang didakwa dengan tiga tuduhan sekaligus, yaitu penculikan dan penggelapan dana, dan pembunuhan tak disengaja memang masih belum diputuskan. Pengadilan baru memberi keterangan bahwa wanita paruh baya itu mungkin terancam hukuman lima belas tahun penjara dengan semua kejahatan yang sudah dilakukannya. Sebagai seorang istri dan ibu dia memang merasa sudah gagal. Meski, begitu. Sebagai seorang wanita, dia tak merasa demikian, karena selama delapan belas tahun terakhir dia mampu mewujudkan beberapa keinginan dan terbebas dari hubungan toxic yang membuatnya dengan nekad menghilangkan nyawa Reffrain. Suaminya sendiri. "Gimana keadaan Raga sekarang?" Pertanyaan itu terlontar saat mulut Harmoni, saat melihat putra bungsunya duduk di rua

  • Hanya Istri Pelampiasan   Kembali Bersama?

    "Gue baru dapet kabar kalau dini hari tadi Ny. Luisa bawa Melody pergi ke luar negeri!" Jazz menghampiri Oktaf di rumah Raga."Jadi, hubungan mereka bener-bener nggak bisa diperbaiki?" tanya Harpa yang kebetulan sedang ada di tempat yang sama."Gue nggak tahu. Ini seminggu, kayaknya Raga juga masih terintimidasi dengan ancaman Ny. Luisa. Btw keadaan kakak lo gimana sekarang, Taf?"Oktaf menghela napas sebelum mengambil tempat di samping Jazz. "Udah 3 hari dia susah makan. Tiap tidur selalu ngigau nama Melody. Gue bingung harus bertindak gimana kalau dia udah kayak orang depresi."Duk! Duk! Duk!Suara kaki koper yang terantuk dengan tangga, sontak menginterupsi mereka. Oktaf, Jazz, dan Harpa langsung menoleh ke arah yang sama saat melihat Raga buru-buru menuruni tangga dengan penampilan rapi dan barang bawaannya."Loh, kok kalian belum siap-siap? Bukannya kita mau nyusulin Melody ke Meksiko?" Raga menatap bingung ketiganya.Sementara Oktaf, Jazz, dan Harpa hanya bisa saling menatap sat

  • Hanya Istri Pelampiasan   Peringatan!

    Sepanjang perjalanan menuju kediaman keluarga Alejandro yang berada di kompleks perumahan elite pusat kota. Oktaf, Jazz, dan Harpa, yang kini seolah tak terpisahkan, sesekali memerhatikan Raga yang begitu antusias untuk pertemuannya bersama Melody. Dua pekan serasa dua tahun, jelas terlihat di matanya pancaran kerinduan pada sosok yang sebelumnya hanya dianggap sebagai pelampiasan. Perlahan Raga sadari, bahwa kehadiran Melody lebih dari berarti. Dan dia membutuhkan perempuan itu lebih dari siapa pun di dunia ini. "Taf!" Jazz tiba-tiba menepuk bahu Oktaf yang tengah menyetir, dari belakang. Wajah lelaki keturunan bule itu tampak memucat. "Ada apa, Bro?" "Kayaknya kita harus puter balik sekarang!"Kini, giliran alis Oktaf yang menyatu. Harpa pun Raga tak kalah kebingungan. "Kenapa? Rumahnya udah di depan!" "Gue nggak bisa jelasin sekarang, pokoknya puter balik dulu!""Iya, tapi apa alasannya? Setidaknya kita harus tahu sebelum memutuskan kembali pul--""Jalan aja terus, Kal! Apa p

  • Hanya Istri Pelampiasan   Batasan

    Dua minggu sebelumnya, di Warmindo Oktaf. Raga dan Melody duduk bersisian, begitu Oktaf meninggalkan mereka. Sesekali pasangan suami-istri itu beradu pandang, lalu kembali saling menghindar. "Aku harap kalau sampai kita nggak ditakdirkan buat bersama. Kakak bisa dapet seseorang yang mengerti Kakak, yang bisa bikin Kakak bahagia. Tapi, jujur. Aku berharap orang itu bukan Mbak Fiona." Melody memilin jemarinya yang tertaut di atas paha. Kalimat itu keluar seiring dengan air mata yang lolos dari pelupuknya.Raga menghela napas panjang mendengarnya. Mata lelaki itu sesaat terpejam sebelum menimpali ucapan Melody yang sebenarnya tak ingin dia dengar sama sekali, apalagi hal itu menyangkut Fiona. "Aku dan Fiona terikat karena hutang nyawa, Mel. Karena Reyhan. Sampai detik ini nggak ada rasa lebih selain dari tanggung jawab dan prihatin melihat kondisinya. Kalau bisa meminta, aku cuma ingin mengulang waktu. Memperbaiki apa yang udah kumulai, agar hubungan kita bisa lebih baik dari sebelumn

  • Hanya Istri Pelampiasan   Orang Gila Sebenarnya

    "Bisa berhenti natap gue nggak? Gue nggak akan ke mana-mana!" protes Oktaf yang risi dengan tatapan Raga yang seolah mengulitinya."Gue cuma takut ini mimpi atau halusinasi. Beberapa waktu lalu gue bahkan ngerasa udah gila.""Bang ...." Tatapan Oktaf meredup, begitu mendengar pengakuan Raga. Dia menghela napas, lalu kembali merangkul bahu kakaknya. "Kok, bisa, ya kita tercipta dari dua manusia toksik?" Pandangan Raga tampak lurus ke depan saat mengatakannya. "Udahlah, Bang. Sekarang, kan ada gue. Kita cuma perlu saling menjaga. Berdua, selamanya.""Nggak." Raga menggeleng yang membuat Oktaf kebingungan melihatnya. "Masih ada Melody. Apa pun yang terjadi gue harus bawa dia pul--""NGGAK! LEPAS SIALAN! SAYA NGGAK MAU IKUT. RAGAAA!""LIAT AJA NANTI, REYHAN PASTI AKAN MENJEMPUTMU KE NERAKA! DASAR LELAKI NGGAK BERGUNA!!""KAMU BAHKAN NGGAK PEDULI SAMA RAKA. DIA ANAK KITA, RAGA! RAKA ANAK KITA!"Suara ribut-ribut dari bawah menginterupsi kakak-beradik yang masih melepas rindu setelah bela

  • Hanya Istri Pelampiasan   Terulang Lagi?

    Kasus penculikan Melody dan Lyric yang pernah menggemparkan tanah air, tujuh belas tahun lalu akhirnya menemukan titik terang berkat kesaksian Ny. Luisa dan Oktaf alias Kala. Semuanya diperkuat dengan tertangkapnya dua orang komplotan yang membantu Harmoni untuk melancarkan aksinya. Beritanya tersebar nyaris di seluruh media dalam dan luar negeri. Kasus yang dulu sempat menggantung dan tak terpecahkan itu, belakangan ini menjadi buah bibir di mana-mana. Tak terasa sudah dua hari sejak penangkapan Harmoni di kediamannya. Oktaf yang masih terpukul dan mencoba menerima kenyataan yang ada, perlahan mulai bangkit. Dikumpulkanya serpihan harapan yang hancur di tangan ibu kandungnya sendiri. Sesak bercampur nyeri itu ia rasakan, saat potongan-potongan puzzle yang selama ini berserakan mulai tersusun kembali. Kilas balik kejadian masa kecilnya muncul perlahan, dimulai dengan pertengkarannya bersama Lyric, mendapatkan donor darah, sampai kejadian di gedung terbengkalai hingga divonis amnesi

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status