Share

Tak Sadar Posisi

Author: Dwrite
last update Huling Na-update: 2023-09-29 10:40:21

"Kamu cantik, kaya, dan berpendidikan, Melody. Semua yang kamu mau bisa kamu miliki. Saya rasa kamu bisa mendapatkan lebih banyak cinta di luar sana!"

"Tapi saya cuma mau suami saya, Mbak!"

Fiona terbungkam menatap perempuan berparas jelita yang duduk tepat di hadapannya. Tak ada emosi yang kentara, kalimat itu seolah langsung keluar dari dasar hati Melody. Sejak sepakat untuk menerima Raga sebagai suaminya, ia sudah siap dengan segala konsekwensinya, termasuk belenggu yang mengikat suaminya. Yaitu Fiona dan anaknya.

Namun, apa salahnya mencoba? Tidak ada yang tahu seberapa dalam hati manusia. Siapa tahu Fiona mau menyerah, setelah sadar posisinya.

"Kalau itu, saya kembalikan lagi kepada Raga. Dia punya pilihan, dan seharusnya bisa memutuskan." Fiona akhirnya kembali buka suara setelah sekian lama. Sorot mata yang semula terpancar lembut, kini tak lagi ada. Dia seolah tengah menantang istri dari lelaki yang tiga tahun terakhir membersamainya.

"Setiap keputusan pasti ada pertimbangan. Kalau Mbak bijak memutuskan, Kak Raga pasti lebih mudah menentukan pilihan." Melody tak mau kalah, dia terus mendesaknya.

"Kenapa kamu sangat bersikeras, Melody? Kamu takut yang Raga pilih ternyata saya?!" Tajam, pertanyaan yang lebih terdengar seperti pernyataan dia gunakan untuk menyudutkan lawan bicara.

Melody menggeleng, ia tersenyum dengan sorot mata yang tajam.

"Awalnya saya kira semua single mom itu luar biasa, tapi setelah melihat Mbak Fiona-- saya menemukan satu yang 'cacat!" Kalimat menohok itu benar-benar berhasil menyulut emosi Fiona. Perempuan berambut panjang dengan kulit kuning langsat itu melotot dibuatnya.

"Kamu mengolok-olok kondisi fisik saya?!" Fiona meradang. Kuat cengkeraman di kedua tangan kursi rodanya.

Namun, dengan santai Melody menanggapi. "Sama sekali enggak. Orang cerdas pasti bisa menilai 'cacat' macam apa yang saya maksud."

Wajah Fiona memerah, rahangnya mengatup rapat berusaha meredam amarah. "Seandainya kamu tahu, bagaimana Raga menilaimu bahkan sejak dulu. Kamu itu beban, Mel. Sadarlah, selama ini kamu hanya menyusahkannya!"

Melody kembali tersenyum, kali ini kepalanya tertunduk menatap kedua tangannya yang bertaut.

"Kalau saya beban, lantas Mbak dan anak Mbak apa? Benalu yang selalu menempel pada inangnya!"

"Cukup!"

Brak!

Fiona memukul meja, hingga membuat kuah mie dan es teh di atasnya sedikit tumpah.

"Saya permisi!" Muak dengan situasi ini, Fiona akhirnya memutar kursi rodanya.

"Kalau Mbak berubah pikiran, sebutin aja nominal angkanya!" Kalimat Melody membuat laju kursi roda Fiona terhenti.

"Nggak perlu!" tolak Fiona keras. "Buat apa uang kamu, kalau Raga bisa memberikan saya segalanya."

Deg!

Perempuan di atas kursi roda itu akhirnya benar-benar berlalu.

***

Melody menyantap mie yang sudah hampir dingin itu, sesekali dia menyeka air mata yang tanpa sadar menetes menghalangi pandangannya.

Tak sengaja menyaksikan semua itu, Oktaf berinisiatif untuk menghampiri perempuan yang bahkan tak peduli memakan mie bercampur rambutnya.

"Ck, minimal kalau makan rambutnya dijepit, walaupun pendek, poni lu, kan panjang!" Oktaf sibuk membenahi rambut Melody. Sementara yang bersangkutan justru melamun.

"Kamu denger semuanya, kan, Taf?" Pertanyaan Melody yang tiba-tiba, sontak membuat Oktaf terdiam. Tangannya masih bertengger di kepala perempuan itu, berusaha mengikat poninya.

"Nggak!" dustanya.

"Bohong! Aku tahu kalau kamu pasti denger," desak Melody.

"Ya, kalaupun denger, emangnya gua peduli?" sahut Oktaf datar.

"Ya, nggak, sih." Melody tertunduk. Dia mengubah posisi, setelah meletakkan mangkuk mie yang sudah tandas di atas meja.

Melihat respons-nya yang demikian, seketika Oktaf merasa iba.

"Mau cerita?"

Melody menggeleng.

Oktaf menghela napas panjang. Sudah biasa dia menghadapi sikap wanita yang kekanakan dibanding usianya.

"Ya udah." Tak mau memaksa, Oktaf hanya pasrah.

"Jadi, gini ...." Namun, Melody tiba-tiba membuka percakapan.

"Tadi katanya nggak mau cerita," goda Oktaf yang membuat Melody mengerucutkan bibirnya.

"Cuma dengerin aja bisa nggak?"

Oktaf terkekeh.

"Oke, oke. Ya udah kenapa?"

"Jadi, aku sama Kak Raga--"

"Kak Raga itu siapa?" potong Oktaf.

"Ck, Kak Raga itu suamiku!" Melody berdecak sembari memukul paha Oktaf.

"Ya, mana gua tahu kalau dia laki lu. Kapan kalian nikah?"

"Dua hari lalu. Kamu nggak liat berita emangnya?" Perempuan itu balik bertanya.

"Gue nggak punya TV."

"Kan, ada hape!"

"Hape cuma gua pake buat push rank sama nonton bokep doang."

"Astaghfirullah." Melody mengerutkan kening, lalu kembali memukul Oktaf, kali ini di lengan.

Oktaf yang tak peduli dengan respons Melody hanya mengedikkan bahu.

"Ya udah, si Raga itu laki lu. Terus apa hubungannya sama Mbak-Mbak yang di kursi roda tadi? Mereka selingkuh?"

Melody menggeleng, tapi beberapa saat kemudian dia mengangguk.

"Gimana, sih, lu? Tadi geleng, terus ngangguk udah kayak dugem."

"Aku bingung jelasinnya. Intinya aku sama Kak Raga udah dijodohin dari kita masih kecil. Dari dulu aku seolah nggak bisa lepas dari dia. Udah ketergantungan aja. Tapi, semua berubah sejak--"

"Negara api menyerang!" potong Oktaf lagi.

"Oktaf!" Melody melotot memeringati.

"Sorry, sorry. Lanjut!" Oktaf terkekeh lagi. Entah kenapa, dia senang saja menggodanya. Karena dibanding perempuan dewasa berumur dua puluh lima tahun, baginya Melody lebih terlihat seperti remaja tujuh belasan tahun.

Melody memutar bola mata, kemudian melanjutkan.

"Semua berubah sejak Mbak Fiona hadir tiga setengah tahun lalu. Dia rebut semua perhatian Kak Raga yang semula cuma buat aku. Sikapnya juga jadi ketus gara-gara, tuh janda!"

"Yang sabar, ya! Emang nggak bisa dipungkiri janda itu lebih menggoda." Oktaf tertawa yang sekali lagi mengundang pukulan Melody di lengannya.

"Emang salah aku cerita sama kamu." Melody menghela napas, lalu menenggak habis es teh manisnya.

"Oke, sorry. Gua cuma mencairkan suasana. Btw, tuh janda tinggal di daerah sini?" tanya Oktaf akhirnya.

"Emangnya kamu nggak pernah liat? Selama ini kamu ngapain aja, sih?" sungut Melody kesal.

"Ya, maaf. Gua, kan no life. Idup cuma muter di sini-sini aja. Tidur, makan, rebahan, jaga warung, itu pun keseringan molor karena sepi."

"Ck, nggak ada masa depan!" cibir Melody.

"Gue nggak peduli. Hidup itu gimana nanti."

"Terserah."

"Oke, gue simpulin aja. Jadi, sejak tiga tahun lalu lu sering mampir ke sini, alasannya buat mantau, tuh laki sama si Janda?!"

"Exactly!" Melody menjentikkan jari.

"Sekarang gue tanya, selama tiga tahun ini lu dapet apa?"

Melody terdiam lama. Beberapa saat kemudian bibirnya tiba-tiba bergetar, dan tangisnya pun tumpah.

"Dapet sakitnya."

"Yaelah malah mewek. Mood lu gampang banget berubah."

Pada akhirnya Oktaf hanya bisa menepuk-nepuk punggung Melody.

.

.

.

Bersambung.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
yenyen
sediih sih tapi seruuu
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Hanya Istri Pelampiasan   Melody dalam Raga

    Pagi ini, Oktaf terlihat memarkirkan motornya di depan sebuah lapas tahanan perempuan untuk menemui seseorang. Sudah enam bulan sejak sidang pertama, baru hari ini lagi dia datang mengunjungi wanita yang seharusnya dia panggil 'Mama'Sidang putusan Harmoni yang didakwa dengan tiga tuduhan sekaligus, yaitu penculikan dan penggelapan dana, dan pembunuhan tak disengaja memang masih belum diputuskan. Pengadilan baru memberi keterangan bahwa wanita paruh baya itu mungkin terancam hukuman lima belas tahun penjara dengan semua kejahatan yang sudah dilakukannya. Sebagai seorang istri dan ibu dia memang merasa sudah gagal. Meski, begitu. Sebagai seorang wanita, dia tak merasa demikian, karena selama delapan belas tahun terakhir dia mampu mewujudkan beberapa keinginan dan terbebas dari hubungan toxic yang membuatnya dengan nekad menghilangkan nyawa Reffrain. Suaminya sendiri. "Gimana keadaan Raga sekarang?" Pertanyaan itu terlontar saat mulut Harmoni, saat melihat putra bungsunya duduk di rua

  • Hanya Istri Pelampiasan   Kembali Bersama?

    "Gue baru dapet kabar kalau dini hari tadi Ny. Luisa bawa Melody pergi ke luar negeri!" Jazz menghampiri Oktaf di rumah Raga."Jadi, hubungan mereka bener-bener nggak bisa diperbaiki?" tanya Harpa yang kebetulan sedang ada di tempat yang sama."Gue nggak tahu. Ini seminggu, kayaknya Raga juga masih terintimidasi dengan ancaman Ny. Luisa. Btw keadaan kakak lo gimana sekarang, Taf?"Oktaf menghela napas sebelum mengambil tempat di samping Jazz. "Udah 3 hari dia susah makan. Tiap tidur selalu ngigau nama Melody. Gue bingung harus bertindak gimana kalau dia udah kayak orang depresi."Duk! Duk! Duk!Suara kaki koper yang terantuk dengan tangga, sontak menginterupsi mereka. Oktaf, Jazz, dan Harpa langsung menoleh ke arah yang sama saat melihat Raga buru-buru menuruni tangga dengan penampilan rapi dan barang bawaannya."Loh, kok kalian belum siap-siap? Bukannya kita mau nyusulin Melody ke Meksiko?" Raga menatap bingung ketiganya.Sementara Oktaf, Jazz, dan Harpa hanya bisa saling menatap sat

  • Hanya Istri Pelampiasan   Peringatan!

    Sepanjang perjalanan menuju kediaman keluarga Alejandro yang berada di kompleks perumahan elite pusat kota. Oktaf, Jazz, dan Harpa, yang kini seolah tak terpisahkan, sesekali memerhatikan Raga yang begitu antusias untuk pertemuannya bersama Melody. Dua pekan serasa dua tahun, jelas terlihat di matanya pancaran kerinduan pada sosok yang sebelumnya hanya dianggap sebagai pelampiasan. Perlahan Raga sadari, bahwa kehadiran Melody lebih dari berarti. Dan dia membutuhkan perempuan itu lebih dari siapa pun di dunia ini. "Taf!" Jazz tiba-tiba menepuk bahu Oktaf yang tengah menyetir, dari belakang. Wajah lelaki keturunan bule itu tampak memucat. "Ada apa, Bro?" "Kayaknya kita harus puter balik sekarang!"Kini, giliran alis Oktaf yang menyatu. Harpa pun Raga tak kalah kebingungan. "Kenapa? Rumahnya udah di depan!" "Gue nggak bisa jelasin sekarang, pokoknya puter balik dulu!""Iya, tapi apa alasannya? Setidaknya kita harus tahu sebelum memutuskan kembali pul--""Jalan aja terus, Kal! Apa p

  • Hanya Istri Pelampiasan   Batasan

    Dua minggu sebelumnya, di Warmindo Oktaf. Raga dan Melody duduk bersisian, begitu Oktaf meninggalkan mereka. Sesekali pasangan suami-istri itu beradu pandang, lalu kembali saling menghindar. "Aku harap kalau sampai kita nggak ditakdirkan buat bersama. Kakak bisa dapet seseorang yang mengerti Kakak, yang bisa bikin Kakak bahagia. Tapi, jujur. Aku berharap orang itu bukan Mbak Fiona." Melody memilin jemarinya yang tertaut di atas paha. Kalimat itu keluar seiring dengan air mata yang lolos dari pelupuknya.Raga menghela napas panjang mendengarnya. Mata lelaki itu sesaat terpejam sebelum menimpali ucapan Melody yang sebenarnya tak ingin dia dengar sama sekali, apalagi hal itu menyangkut Fiona. "Aku dan Fiona terikat karena hutang nyawa, Mel. Karena Reyhan. Sampai detik ini nggak ada rasa lebih selain dari tanggung jawab dan prihatin melihat kondisinya. Kalau bisa meminta, aku cuma ingin mengulang waktu. Memperbaiki apa yang udah kumulai, agar hubungan kita bisa lebih baik dari sebelumn

  • Hanya Istri Pelampiasan   Orang Gila Sebenarnya

    "Bisa berhenti natap gue nggak? Gue nggak akan ke mana-mana!" protes Oktaf yang risi dengan tatapan Raga yang seolah mengulitinya."Gue cuma takut ini mimpi atau halusinasi. Beberapa waktu lalu gue bahkan ngerasa udah gila.""Bang ...." Tatapan Oktaf meredup, begitu mendengar pengakuan Raga. Dia menghela napas, lalu kembali merangkul bahu kakaknya. "Kok, bisa, ya kita tercipta dari dua manusia toksik?" Pandangan Raga tampak lurus ke depan saat mengatakannya. "Udahlah, Bang. Sekarang, kan ada gue. Kita cuma perlu saling menjaga. Berdua, selamanya.""Nggak." Raga menggeleng yang membuat Oktaf kebingungan melihatnya. "Masih ada Melody. Apa pun yang terjadi gue harus bawa dia pul--""NGGAK! LEPAS SIALAN! SAYA NGGAK MAU IKUT. RAGAAA!""LIAT AJA NANTI, REYHAN PASTI AKAN MENJEMPUTMU KE NERAKA! DASAR LELAKI NGGAK BERGUNA!!""KAMU BAHKAN NGGAK PEDULI SAMA RAKA. DIA ANAK KITA, RAGA! RAKA ANAK KITA!"Suara ribut-ribut dari bawah menginterupsi kakak-beradik yang masih melepas rindu setelah bela

  • Hanya Istri Pelampiasan   Terulang Lagi?

    Kasus penculikan Melody dan Lyric yang pernah menggemparkan tanah air, tujuh belas tahun lalu akhirnya menemukan titik terang berkat kesaksian Ny. Luisa dan Oktaf alias Kala. Semuanya diperkuat dengan tertangkapnya dua orang komplotan yang membantu Harmoni untuk melancarkan aksinya. Beritanya tersebar nyaris di seluruh media dalam dan luar negeri. Kasus yang dulu sempat menggantung dan tak terpecahkan itu, belakangan ini menjadi buah bibir di mana-mana. Tak terasa sudah dua hari sejak penangkapan Harmoni di kediamannya. Oktaf yang masih terpukul dan mencoba menerima kenyataan yang ada, perlahan mulai bangkit. Dikumpulkanya serpihan harapan yang hancur di tangan ibu kandungnya sendiri. Sesak bercampur nyeri itu ia rasakan, saat potongan-potongan puzzle yang selama ini berserakan mulai tersusun kembali. Kilas balik kejadian masa kecilnya muncul perlahan, dimulai dengan pertengkarannya bersama Lyric, mendapatkan donor darah, sampai kejadian di gedung terbengkalai hingga divonis amnesi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status