Home / Rumah Tangga / Harap Restu Seorang Menantu / Bab 4~Ikrar yang Diresmikan~

Share

Bab 4~Ikrar yang Diresmikan~

Author: Giana
last update Last Updated: 2025-08-13 18:08:06

Seminggu berlalu tanpa terasa. Persiapan yang penuh ketegangan itu kini terbayar lunas dengan hari yang ditunggu-tunggu, yaitu hari sakral yang menyatukan Aryan dan Nadira dalam ikatan suci.

Gaun putih sederhana yang membalut tubuh Nadira memantulkan cahaya lembut. Di hadapan penghulu, dengan tatapan mantap, Aryan mengucapkan ijab kabul yang hanya sekali ucap langsung dinyatakan sah. Tepuk tangan dan ucapan selamat mengalir dari para tamu. Nadira menunduk haru, sementara tangan Aryan menggenggamnya erat, seolah berjanji akan menjaga genggaman itu selamanya.

Keluarga Nadira yang datang dari desa tampak begitu terharu. Ayahnya berkali-kali mengusap mata, ibunya tersenyum penuh syukur, dan adik lelakinya yang masih duduk di bangku sekolah tak berhenti memotret dengan ponselnya.

“Akhirnya, kamu menemukan bahagiamu sendiri, Nak,” bisik sang ibu sambil memeluknya erat.

“Terima kasih karena sudah menjagaku selama ini, Ibu,” balas Nadira membalas pelukannya tak kalah erat.

*****

Tiga hari setelah pernikahan, menjadi momen yang tak akan pernah dilupakan Nadira. Orang tuanya masih memperlakukannya seperti putri bahkan setelah ia resmi menjadi istri orang. Tidak ada bentakan, tidak ada paksaan untuk mengurus rumah. Semua dilakukan dengan hati yang lapang, seolah ingin memastikan putri mereka menikmati hari-hari awal pernikahan tanpa beban.

Namun kebahagiaan itu tak bisa berlangsung lama. Tepat di pagi hari yang keempat, keluarga Nadira harus kembali ke desa. Pekerjaan di ladang menunggu ayahnya, dan adiknya tidak bisa meninggalkan sekolah terlalu lama. Mereka berpamitan di depan kontrakan kecil Nadira dan Aryan, dengan pelukan hangat yang membuat Nadira terasa penuh.

“Jaga dirimu baik-baik, Nak. Ibu titip Nadira padamu ya, Aryan.” Ibunya berpesan sebelum menaiki mobil travel.

Aryan mengangguk, tersenyum tipis memastikan bahwa tak ada keraguan dari ucapannya. “Baik, Bu. Aku janji akan menjaga Nadira semampuku, jadi jangan khawatir. Nanti kalau sudah tiba, jangan lupa kabari kami.”

Setelah mobil travel itu menghilang di tikungan, Nadira berdiri lama di depan pagar. Hatinya hangat, tapi juga sedikit sepi. Aryan merangkul bahunya dari belakang.

“Kita akan sering pulang ke desa kalau kamu mau,” ucapnya lembut.

Nadira hanya mengangguk, mencoba mengabaikan kehangatan pelukan suaminya.

Sore harinya, suasana berubah. Ponsel Aryan berdering. Nadira yang tengah merapikan meja makan hanya melirik sekilas, lalu kembali ke pekerjaannya. Namun, ekspresi Aryan saat menjawab panggilan itu perlahan berubah.

“Iya, Bu ... besok? Selama sebulan?” Aryan menoleh sekilas pada Nadira yang kini menghentikan gerakannya. “Baik, nanti kami ke sana.”

Begitu telepon ditutup, Nadira sudah berdiri di hadapannya. “Selama sebulan di rumah ibumu?” tanyanya dengan nada datar.

Aryan menggaruk tengkuknya. “Iya, Ibu mau kita tinggal di sana dulu. Katanya biar lebih dekat dan ... ya, sekalian ada yang ingin beliau bicarakan.”

Nadira menatapnya tak percaya. “Kita bahkan belum seminggu menikah, Yan. Aku ingin kita menikmati waktu berdua di sini. Kenapa harus pindah ke rumah ibumu? Bahkan sampai sebulan lamanya.”

Aryan menarik napas, lalu menggenggam tangannya. “Sayang, aku tahu kamu khawatir. Tapi aku janji, Ibu tidak akan bersikap menyebalkan padamu. Aku akan ada di sisimu setiap saat.”

“Tapi—”

“Aku tidak akan membiarkanmu sendirian menghadapi beliau. Anggap saja ini kesempatan untuk membuktikan kalau hubungan kita kuat.”

Nadira menunduk, hatinya bimbang. Di satu sisi, ia ingin menjaga hubungan baik dengan mertuanya. Namun di sisi lain, bayangan tentang intervensi mertuanya memenuhi kepalanya.

Aryan mengusap punggungnya perlahan. “Percaya padaku, Nad. Kita akan baik-baik saja.”

Nadira terdiam lama sebelum akhirnya menghela napas. “Baiklah. Tapi kalau ada yang membuatku tidak nyaman, aku akan langsung bilang padamu.”

Aryan tersenyum lega. “Itu yang aku mau. Kita saling terbuka tentang semuanya.”

Namun di dalam hati Nadira, masih ada kegelisahan yang tak bisa ia redam. Ia hanya bisa berharap janji Aryan kali ini benar-benar ditepati.

*****

Sore itu, langit mulai meremang ketika mobil Aryan berhenti di depan rumah ibunya. Udara di halaman depan terasa lebih sejuk, dengan aroma bunga kamboja yang semerbak dari sudut taman.

Nadira duduk tenang di kursi penumpang sebelah Aryan, meski hatinya berdegup sedikit lebih cepat. Ia mencoba mengatur napas, meyakinkan dirinya bahwa semua akan baik-baik saja seperti janji Aryan.

Begitu mesin dimatikan, seorang perempuan berambut hitam sebahu mendekat dengan sapu di tangan. Nadira mengenali wajah itu, ya siapa lagi kalau bukan Erlina. Ternyata wanita itu masih ada di sini.

Erlina sempat terhenti di tengah langkahnya. Kedua matanya membulat, jelas kaget melihat siapa yang turun dari mobil. Sapu di tangannya ikut merosot sedikit.

“Kalian ...?” Erlina cepat-cepat memaksakan senyum, lalu meletakkan sapu ke badan mobil. “Astaga, aku tidak tahu kalian mau datang. Kenapa tidak kabari dulu?”

Aryan tersenyum tipis ketika keluar mobil. Ia berjalan pelan menuju bagasi belakang mobilnya. “Keputusan mendadak, Lin. Ibu ingin kami tinggal di sini dulu sebulan.”

Erlina mendekat, tangannya langsung terulur membantu menurunkan koper dari bagasi. “Tapi, bukankah kalian baru menikah? Harusnya masih menikmati waktu berdua.” Nada suaranya terdengar basa-basi, namun tatapan matanya cepat melirik ke arah Nadira.

Aryan terkekeh kecil, mencoba mencairkan suasana. “Justru ini kesempatan bagus. Nadira ingin lebih aku sama Ibu.”

“Oh, begitu. Kalau begitu, ayo masuk. Ibu ada di dalam.” Erlina mengangguk singkat, lalu mengangkat salah satu koper serta mengambil sapunya, kemudian melangkah ke teras.

Aryan mengangkat dua koper besar sekaligus, sementara Nadira hanya menenteng dua tas yang cukup berat. Langkahnya sedikit tertinggal di belakang, membiarkan Aryan dan Erlina berjalan lebih dulu.

Udara di halaman depan terasa kian pekat bagi Nadira. Tatapannya berkeliling, mengamati rumah yang sebentar lagi akan menjadi tempat tinggal sementaranya. Dalam hati, ia bertanya-tanya apakah ini sudah benar.

Begitu melangkah masuk, aroma masakan langsung menyambut dari arah dapur. Mala keluar dari sana dengan celemek masih terikat di pinggang. Senyum lebarnya langsung mengembang begitu melihat Aryan.

“Anakku! Akhirnya pulang juga,” ujarnya sambil meraih tangan Aryan dan menepuknya penuh sayang.

“Iya, Bu,” sahut Aryan, membalas pelukan singkat itu.

Tatapan Mala hanya sekilas beralih ke Nadira, lalu kembali memusatkan perhatiannya pada putranya.

“Aku sengaja masak banyak hari ini. Ada sup iga kesukaanmu, tumis buncis, dan ayam panggang bumbu asam pedas. Kamu pasti lapar, kan?” Mala berbicara cepat sambil menarik Aryan menuju meja makan yang sudah setengah penuh hidangan.

“Wah, terima kasih, Bu,” Aryan tersenyum.

“Nanti bantu ibu taruh hidangannya, ya, Lin,” panggil Mala ke arah Erlina yang sudah menaruh koper di sudut ruang tamu.

“Baik, Bu,” sahut Erlina cepat, lalu berjalan ke dapur.

Nadira yang berdiri di dekat sofa, merasa sungkan hanya diam. Ia melangkah pelan ke arah dapur. “Biar saya bantu, Bu,” ucapnya dengan nada sopan.

Namun, Mala hanya menoleh sekilas, suaranya hambar. “Tidak usah. Biarkan Erlina saja yang bantu.”

Ucapan itu menghentikan langkah Nadira. Ia berdiri canggung di ambang pintu dapur, melihat Erlina yang sibuk menata piring sambil berbincang akrab dengan Mala. Bahkan telinganya menangkap panggilan ‘Ibu’ yang meluncur dari bibir Erlina, seolah mereka sudah dekat sejak lama.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 37~Mendatanginya Secara Terbuka~

    Pagi harinya, cahaya matahari menembus tirai tipis kamar. Nadira terbangun lebih dulu, tubuhnya terasa sedikit pegal namun segar. Ia bangkit perlahan, menyalakan ponsel yang sejak malam diisi dayanya.Layar baru saja menyala dan langsung dipenuhi deretan notifikasi. Puluhan panggilan tak terjawab dari Aryan, disusul beberapa pesan yang tak sempat ia baca. Dada Nadira terasa bergemuruh, campuran antara senang karena suaminya kelimpungan mencarinya, namun juga bingung harus bersikap bagaimana.Belum sempat ia membuka satu pun pesan itu, suara langkah terdengar dari arah dapur. Paula muncul sambil menenteng dua gelas teh hangat. “Akhirnya hidup juga tuh ponselmu,” ujarnya sembari duduk di sebelah Nadira.“Iya, nih. Eh, ternyata dari semalam Mas Aryan nelpon berkali-kali dan juga spam pesan padaku,” gumam Nadira pelan, jemarinya masih ragu menyentuh layar.Paula menatapnya sesaat sebelum menaruh gelas di meja. “Kalau kamu nggak siap ngomong sekarang, kirim pesan aja dulu. Bilang ponselmu

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 36~Menghindar~

    Nadira menahan napas cukup lama sebelum berbalik dan berlari kecil menjauh dari rumah Paula. Suara langkahnya berpacu dengan detak jantung yang berisik di dada. Ia tak peduli lagi dengan dinginnya udara malam yang menusuk kulit. Pikirannya hanya satu, yaitu menjauh sebelum Aryan menyadari keberadaannya.Begitu mencapai jalan besar, matanya menatap liar ke segala arah, mencari tanda-tanda motor Paula. Rasa panik yang sejak tadi ia tekan, kini hampir meledak. Untung saja, dari kejauhan ia melihat cahaya lampu motor yang familiar tengah melaju cepat ke arah gerbang kompleks.“Paula!” serunya berteriak keras sambil melambaikan tangan agar Paula mendengarnya.Motor itu segera berhenti. Paula yang mengenakan jaket krem menurunkan kaca helmnya, terlihat terkejut sekaligus bingung. “Nad, ngapain kamu di sini? Bukannya harusnya udah di rumah duluan?”Nadira menghampiri, napasnya masih tersengal. “Paula, tolong kita jangan ke rumahmu dulu. Putar balik saja,” katanya cepat sambil menggenggam len

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 35~Diantar Pulang~

    Nadira berdiri di tepi jalan sambil menatap layar ponselnya yang menunjukkan waktu hampir pukul 6 malam. Angin sore yang mulai menusuk membuat tubuhnya menggigil pelan. Dari kejauhan, suara kendaraan lewat hanya sesekali terdengar, tapi tak satu pun di antaranya adalah bus yang ditunggunya sejak dua puluh menit lalu.Ia menoleh ke kanan dan kiri, mencoba mencari tanda-tanda kalau bus jurusan tempat tinggalnya Paula akan segera datang, tapi nihil. Waktu terus berjalan dan rasa gelisah mulai mengusik dadanya.“Sepertinya aku salah perhitungan,” gumamnya pelan sambil menggigit bibir bawah.Tangan kirinya meremas tali tas yang disampirkan di bahu, sementara tangan kanan menggenggam ponsel yang mulai menipis baterainya. Tak ada orang lain di sana, hanya dirinya dan suara jangkrik yang samar-samar terdengar dari balik semak.Beberapa kali ia mencoba melambaikan tangan ketika melihat lampu kendaraan mendekat, tapi ternyata itu bukan bus melainkan mobil pribadi yang melintas cepat tanpa mempe

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 34~Berjalan Normal~

    Cahaya pagi menyusup lembut lewat celah tirai. Udara dingin dari luar membuat Nadira menggeliat pelan, matanya terbuka separuh, menatap langit-langit kamar yang asing tapi terasa menenangkan. Di sampingnya, Paula sudah terbangun lebih dulu. Gadis itu duduk di tepi ranjang sambil merapikan rambutnya yang berantakan, sesekali melirik ke arah Nadira dengan senyum lembut.“Pagi, Nad. Gimana tidurmu? Nyenyak apa nggak?” sapa Paula ringan.Nadira mengerjap beberapa kali, lalu mengangguk kecil. “Lumayan,” jawabnya pelan. Suaranya serak karena terlalu banyak menangis semalam. Ia sempat mengusap matanya dengan punggung tangan, mencoba menyembunyikan bengkak di kelopak mata yang masih terlihat jelas.Paula berdiri dan berjalan ke meja kecil di sudut kamar, mengambil dua cangkir teh hangat yang sudah ia siapkan tadi. “Nih, minum dulu. Habis itu buruan mandi, lalu kita berangkat ke kantor, ya. Kamu harus optimis kalau hari ini akan berjalan baik.”Nadira menerima cangkir itu dengan hati-hati. Uap

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 33~Pulang Sendiri~

    Aryan menghembuskan napas kasar sambil merenggangkan dasinya. “Maaf, Nad ... aku terbawa emosi. Habis kamu duluan yang bikin aku panas, karena ucapanmu itu terlalu memojokkan Ibu. Aku tentu tak suka ada orang lain yang bicara buruk soal beliau,” ujarnya berat, menatap wajah istrinya yang tampak terluka.Nadira membeku. Matanya masih membulat lebar, menatap Aryan tak percaya.“Oh, jadi aku orang lain yang menjelekkan ibumu? Berarti istrimu ini masih terhitung sebagai orang lain di keluargamu, Mas? Begitu, ya?” suara Nadira bergetar, tapi nadanya tegas.Sekejap wajah Aryan pucat. Ia menggeleng cepat, matanya panik. “Bukan, bukan begitu maksudku, Nad. Aku cuman—”“Sudahlah, Mas. Aku sudah cukup mendengar omongan menyakitkan darimu malam ini.” Nadira memotong ucapan suaminya dengan dingin. Lalu ia berdiri, menarik napas panjang untuk menahan air mata yang sudah mendesak di pelupuk.Nadira sedikit melangkah menjauh dan tatapannya tertuju lurus ke arah pintu. Tangannya sempat terangkat, mem

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 32~Bicara Berdua~

    Suara tawa Paula perlahan mereda ketika ia dan Nadira akhirnya sampai di depan rumah sederhana itu. Di depan gerbang, sebuah mobil hitam sudah terparkir rapi.Aryan.Pria itu tampak berdiri menyender di kap mobil, kedua tangannya terlipat di dada, wajahnya sulit ditebak antara lega atau justru resah. Begitu melihat motor Paula mendekat, Aryan buru-buru menegakkan tubuhnya, sorot matanya langsung terarah pada Nadira yang duduk di jok belakang.Nadira terperangah, nyaris kehilangan kata. Jantungnya berdebar tak karuan, perasaan gugup tiba-tiba menyergap. Ia bahkan belum bersiap untuk menghadapi suaminya malam ini.“Mas Aryan ...” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar.Paula yang ikut menangkap situasi itu seketika paham. Tanpa banyak basa-basi, ia segera turun dari motor dan berusaha mencairkan suasana. “Masuk dulu saja, ya. Jangan ngobrol di depan gerbang, nanti malah jadi tontonan tetangga.”Paula lekas membuka pintu gerbang rumahnya, lalu menoleh sekilas kepada Nadira dan Aryan. Senyu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status