Share

Bab 5~Merasa Terasing~

Penulis: Giana
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-13 18:13:33

Aryan yang memperhatikan dari ruang tamu segera menghampiri Nadira. “Sayang, keluar sebentar, yuk,” ajaknya sambil menyentuh pelan punggung istrinya.

Nadira mengerutkan dahi. “Ke mana?”

“Jalan-jalan sebentar. Anginnya enak, lumayan buat santai setelah perjalanan.”

Tanpa memberi waktu Nadira membantah, Aryan menggandengnya keluar lewat pintu samping. Begitu udara malam menyapa kulit, langkah Nadira terasa lebih ringan, tapi hatinya masih menyisakan ganjalan.

Aryan tersenyum kecil, mencoba menenangkan. “Jangan dipikirin, ya. Ibu mungkin belum terbiasa sama kamu, jadi mohon maklum dulu. Lagi pula, bisa jadi ibu bersikap begitu karena emang nggak mau bikin kamu capek, kita habis dari perjalanan lumayan jauh.”

Nadira menatapnya lama. “Aku ngrasa ibu emang nggak mau dekat denganku. Aku lihat sendiri giliran sama Erlina terlihat sangat akrab, padahal dia cuma kerabat jauh. Sedangkan sama aku yang jelas-jelas istrimu, ibumu terlihat dingin.”

Aryan terdiam sejenak, seperti menimbang jawabannya.

Nadira menatap Aryan dengan tatapan penuh keraguan. “Yan, aku mau tanya. Mau sampai kapan Erlina tinggal di rumah ibumu? Masa kita harus satu atap selama sebulan? Aku jujur, itu membuatku merasa tak nyaman. Bagaimanapun, meski dia kerabat jauh, tidak baik kalian berada di rumah yang sama terlalu lama.”

Aryan menghela napas, lalu menatapnya sabar. “Sayang, aku paham kekhawatiranmu. Tapi Erlina juga pasti mengupayakan untuk segera dapat kerja dan pindah. Dia ingin mandiri di kota ini, cuma ya itu butuh waktu. Lagi pula, dia bukan orang asli sini, jadi memang belum bisa adaptasi.”

Nadira mengerutkan dahi merasa belum puas dengan penjelasan itu. “Tetap saja—”

Aryan memotong pelan. “Dengar, aku kerja dari pagi sampai sore. Malamnya, aku hanya akan langsung mencari kamu. Tidak akan ada celah untukku dekat-dekat sama Erlina. Kamu yang akan selalu jadi satu-satunya untukku.”

Kata-kata itu terdengar tulus, namun rasa tak nyaman di hati Nadira belum sepenuhnya sirna. Ia hendak menyanggah lagi, tapi Aryan lebih dulu tersenyum kecil. “Sudahlah, kita kembali ke rumah. Pasti makanannya sudah siap.”

Dengan enggan, Nadira mengangguk. Aryan kembali meraih tangannya, menggenggam erat saat melangkah putar balik menuju rumah.

Namun, sebelum sempat memasuki halaman rumah, sosok Erlina keluar dari pintu rumah. Ia berlari kecil mendekati keduanya yang tampak termangu melihatnya.

“Kalian habis dari mana saja? Ibu menyuruhku mencari, untung saja kalian sudah kembali,” ujar Erlina dengan senyum tipis.

Aryan terkekeh, meski sedikit canggung. “Ah, maaf. Kami cuma jalan sebentar di sekitar sini. Ayo, masuk.”

Ia kemudian melangkah lebih cepat ke dalam, seperti merasa tak enak pada ibunya karena membuatnya menunggu. Dalam hitungan detik, Aryan menghilang di balik pintu, meninggalkan Nadira dan Erlina berdua di luar.

Keheningan sejenak menyelimuti. Erlina menatap Nadira, seolah menunggu ia bicara lebih dulu.

Nadira mengangkat dagunya sedikit. “Mau sampai kapan kamu tinggal di sini? Bukankah harusnya kamu segera cari kerja dan kontrakan? Apalagi aku dan Aryan sepertinya akan sering berkunjung. Kuakui, rasanya tak nyaman jika di rumah ini malah melihatmu.” Nada suaranya tenang, namun tegas.

Erlina tampak terkejut mendengar ucapan Nadira. Matanya membesar sesaat sebelum ia menghembuskan napas panjang, mencoba tetap tenang.

“Aku sebenarnya sudah melamar kerja di beberapa tempat, Nadira. Cuma, memang belum ada satu pun kabar kalau aku diterima. Lagipula, Ibu sendiri yang memintaku tinggal di sini. Katanya, daripada aku buang-buang uang buat kontrakan, lebih baik sekalian di rumah ini.  Toh, Ibu senang ada temannya di rumah,” ujarnya, nada suaranya mulai terdengar sedikit defensif.

Nadira mengerutkan kening. “Teman di rumah?” ucapnya dengan nada penuh sindiran. “Lucu sekali. Jadi selama ini kamu menganggap tinggal di rumah ini itu hakmu, ya?”

Erlina menahan senyum tipis, namun matanya menyiratkan rasa kesal. “Kamu sepertinya terlalu jauh curiga padaku. Aku di sini cuma numpang, Nadira. Tidak lebih.”

“Terlalu mencurigai?” Nadira mendengus pelan. “Kalau begitu, coba jelaskan. Kenapa kamu memanggil ibunya Aryan dengan sebutan ‘Ibu’? Padahal harusnya tante atau bibi. Aku risih mendengarnya.”

Senyum Erlina melebar, kali ini penuh ketidakpercayaan. “Astaga, jadi masalahnya cuma itu? Nadira ... panggilanku pada Tante Mala itu biasa. Dia sendiri yang menyuruhku untuk memanggilnya ibu. Lagi pula, keluarga kita adalah kerabat dan sudah saling kenal jauh sebelum kamu bergabung sebagai anggota baru, yaitu istrinya Aryan. Itu kebiasaan yang normal, bukan karena aku ingin merebut tempatmu.”

Nada tawanya membuat dada Nadira semakin panas. “Kebiasaan atau tidak, kamu harus tahu diri. Sekarang aku istrinya Aryan, dan—”

Belum sempat Nadira menyelesaikan kalimatnya, suara pintu terbuka terdengar. Aryan muncul, pandangannya bergantian menatap kedua perempuan itu yang berdiri hanya beberapa langkah berhadapan.

“Kalian kenapa? Kok seperti ... tegang begini?” tanyanya sambil berjalan mendekat.

Nadira terdiam, bibirnya terkatup rapat. Erlina hanya menunduk sekilas, mencoba menyembunyikan ekspresinya.

Aryan menatap keduanya dengan raut bingung. “Ayo masuk. Makan malam sudah siap. Aku nggak mau lihat kalian saling dingin begini.”

Ia lalu meraih tangan Nadira, seolah ingin mengajaknya menjauh dari situ. Namun, Nadira masih bisa merasakan tatapan Erlina di punggungnya. Tatapan yang bukan sekadar basa-basi ramah seperti di depan orang lain.

***

Mala terlihat begitu bersemangat saat Aryan dan Nadira bergabung di meja makan. Namun, dari semua percakapan yang terjadi, hampir semuanya hanya berputar antara Mala dan Aryan.

“Ibu dengar proyek di kantormu sedang ramai, Yan?” tanya Mala sambil menambah lauk di piring anaknya.

Aryan tersenyum, mulai bercerita panjang lebar tentang pekerjaannya. Nadira hanya menunduk, sesekali mengunyah perlahan. Tak sekalipun Mala menoleh padanya, apalagi mengajak bicara.

Erlina duduk di seberang Aryan, ikut menyimak obrolan dengan sesekali menimpali. Semua terasa seperti adegan hangat keluarga. Hanya saja, Nadira berlakon seperti penonton yang tidak diundang.

Begitu makan malam selesai, Nadira bangkit lebih dulu. “Aku ke kamar, ya,” ucapnya singkat. Aryan hanya mengangguk.

Nadira berharap suaminya akan menyusul, namun beberapa menit kemudian pintu kamar terbuka, dan Aryan hanya masuk untuk berkata, “Sayang, Ibu mau ngobrol santai di teras. Aku temani sebentar, ya.”

Nadira mengangguk pelan. “Iya. Nggak apa-apa.” Dalam hatinya, ia menenangkan diri. Lagi pula itu hanya obrolan ibu dan anak.

Namun, setengah jam kemudian, rasa haus membuatnya keluar kamar untuk mengambil air di dapur. Saat melewati ruang tengah, samar-samar terdengar suara tawa Aryan bercampur Erlina dari arah teras.

Langkah Nadira otomatis melambat. Rasa penasaran menguasai dirinya. Ia mengintip dari balik pintu kaca—dan saat itu juga, napasnya tercekat.

Erlina duduk di sebelah Aryan, keduanya saling merapatkan lutut, seperti dua orang yang tengah berbagi cerita pribadi. Malam itu langit bertabur bintang, dan meraka sama-sama menatapnya seakan melupakan dunia di sekitarnya.”

Tawa kecil keluar dari bibir Erlina, lalu ia menepuk pelan lengan Aryan, berusaha menyembunyikan rona merah yang mekar di pipinya. Aryan hanya menggeleng sambil tersenyum tipis, jelas tidak menepis tepukan itu.

Di tempatnya berdiri, Nadira merasakan darahnya mengalir lebih cepat. Tangannya yang memegang gelas terasa dingin, sementara pikirannya dipenuhi tanda tanya. Apa yang sebenarnya sedang terjadi di hadapannya?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 6~Pecahan Kaca~

    Suara gelas pecah terdengar membuyarkan suasana malam. Gelas yang terlepas dari genggaman Nadira hancur berkeping-keping di lantai, membuat Aryan dan Erlina serentak menoleh.“Nadira!” seru Aryan refleks. Ia segera bangkit, wajahnya panik, lalu bergegas menghampiri istrinya.Aryan buru-buru meraih lengan Nadira, menariknya agar menjauh dari beling kaca yang berserakan. “Astaga, kamu kenapa? Apa kacanya mengenaimu?” tanyanya cemas. Kedua tangannya sibuk menyapu pergelangan, lengan, hingga jemari Nadira, memastikan tidak ada goresan sedikit pun.Tapi Nadira hanya bergeming. Matanya kosong, tatapannya jauh, seolah suara Aryan tidak benar-benar sampai kepadanya.“Sayang?” Aryan menunduk, mencoba menangkap sorot mata istrinya. Tetapi yang ia temukan hanyalah kebekuan. Seperti ada tembok tinggi yang baru saja berdiri di antara mereka.“Aku baik-baik saja,” jawab Nadira akhirnya, suaranya lirih, nyaris tanpa emosi.Aryan menghela napas lega, meski kebingungan masih tampak jelas di wajahnya.

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 5~Merasa Terasing~

    Aryan yang memperhatikan dari ruang tamu segera menghampiri Nadira. “Sayang, keluar sebentar, yuk,” ajaknya sambil menyentuh pelan punggung istrinya.Nadira mengerutkan dahi. “Ke mana?”“Jalan-jalan sebentar. Anginnya enak, lumayan buat santai setelah perjalanan.”Tanpa memberi waktu Nadira membantah, Aryan menggandengnya keluar lewat pintu samping. Begitu udara malam menyapa kulit, langkah Nadira terasa lebih ringan, tapi hatinya masih menyisakan ganjalan.Aryan tersenyum kecil, mencoba menenangkan. “Jangan dipikirin, ya. Ibu mungkin belum terbiasa sama kamu, jadi mohon maklum dulu. Lagi pula, bisa jadi ibu bersikap begitu karena emang nggak mau bikin kamu capek, kita habis dari perjalanan lumayan jauh.”Nadira menatapnya lama. “Aku ngrasa ibu emang nggak mau dekat denganku. Aku lihat sendiri giliran sama Erlina terlihat sangat akrab, padahal dia cuma kerabat jauh. Sedangkan sama aku yang jelas-jelas istrimu, ibumu terlihat dingin.”Aryan terdiam sejenak, seperti menimbang jawabannya

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 4~Ikrar yang Diresmikan~

    Seminggu berlalu tanpa terasa. Persiapan yang penuh ketegangan itu kini terbayar lunas dengan hari yang ditunggu-tunggu, yaitu hari sakral yang menyatukan Aryan dan Nadira dalam ikatan suci.Gaun putih sederhana yang membalut tubuh Nadira memantulkan cahaya lembut. Di hadapan penghulu, dengan tatapan mantap, Aryan mengucapkan ijab kabul yang hanya sekali ucap langsung dinyatakan sah. Tepuk tangan dan ucapan selamat mengalir dari para tamu. Nadira menunduk haru, sementara tangan Aryan menggenggamnya erat, seolah berjanji akan menjaga genggaman itu selamanya.Keluarga Nadira yang datang dari desa tampak begitu terharu. Ayahnya berkali-kali mengusap mata, ibunya tersenyum penuh syukur, dan adik lelakinya yang masih duduk di bangku sekolah tak berhenti memotret dengan ponselnya.“Akhirnya, kamu menemukan bahagiamu sendiri, Nak,” bisik sang ibu sambil memeluknya erat.“Terima kasih karena sudah menjagaku selama ini, Ibu,” balas Nadira membalas pelukannya tak kalah erat.*****Tiga hari set

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 3~Keretakan yang Tersusun Kembali~

    Aryan menarik napas pelan. Ia tahu, apapun yang keluar dari mulutnya saat ini tidak akan cukup untuk memadamkan bara api di hati Nadira. Maka ia memilih langkah lain.Perlahan, ia melepaskan pelukannya. Nadira menunduk, menyeka sisa air mata yang menggantung di pipinya. Aryan menoleh ke belakang, tepat ke arah Erlina yang sejak tadi berdiri membisu seperti patung. Matanya kosong, wajahnya pucat, dan jelas terlihat bahwa ia merasa tidak nyaman berada di tengah pertengkaran itu.“Erlina,” panggil Aryan, tenang namun tegas.Gadis itu mendongak cepat. “Iya?”“Kamu tunggu di mobil, ya. Aku ingin bicara dengan Nadira cukup lama. Kalau bosen di mobil, kamu juga bisa jalan-jalan sekitar kompeks sini, nanti kalau kita udah beres pasti aku telepon.”Ragu sesaat, Erlina akhirnya mengangguk. Ia melangkah mundur dengan pelan, kembali masuk ke dalam mobil seperti yang diperintahkan. Pintu tertutup rapat, menyisakan hanya Aryan dan Nadira di teras yang sepi.Tanpa berkata apa-apa, Aryan menggandeng

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 2~Mengendalikan Kecemburuan~

    Pagi itu, Nadira terbangun dengan mata bengkak dan kepala berat. Tidur tidak lelap, pikirannya terus dihantui adegan di taman malam tadi. Meski Aryan sudah menjelaskan, bayangan pelukan itu terus mengganggu benaknya seperti rekaman yang tak henti diputar ulang.Ia berjalan ke dapur dengan langkah malas, membuat secangkir susu cokelat seperti biasanya. Ia membawa mug nya menuju teras depan untuk duduk menenangkan pikiran. Hari ini ia ada jadwal dengan Aryan untuk fitting baju pernikahan, jadi keduanya memutuskan ambil cuti kerja.Udara masih segar dengan sisa-sisa embun yang belum sepenuhnya menguap. Nadira memejamkan mata sejenak, membiarkan ketenangan menyusup ke dalam benaknya. Aroma tanah basah dan kicauan burung jadi hiburan kecil yang ia nikmati di tengah hati yang masih kacau.Namun kedamaian itu seketika terusik oleh suara mesin mobil yang berhenti di pelataran rumahnya. Nadira membuka mata, menoleh pelan ke arah gerbang. Sebuah mobil hitam yang amat ia kenali—mobil Aryan.Seny

  • Harap Restu Seorang Menantu   Bab 1~Keraguan~

    Nadira berdiri terpaku di pinggir trotoar, matanya membelalak tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Jantungnya berdegup kencang, seakan ingin melompat keluar dari dada. Ia menggelengkan kepala berulang kali, mencoba menolak kenyataan yang terpampang jelas di hadapannya.Tidak mungkin.Itu bukan Aryan.Itu bukanlah lelaki yang sebentar lagi akan menjadi suaminya dalam hitungan hari.“Aryan nggak mungkin berselingkuh dariku. Kita sebentar lagi akan menikah, kan. Kita sudah menyiapkan semuanya dengan sempurna,” gumamnya lirih dengan suara tercekat, nyaris tak terdengar oleh dirinya sendiri.Air mata menggenang. Nadira menyeka pipinya yang basah, lalu berlari menyeberangi jalan tanpa memperhatikan keadaan sekitar. Kendaraan yang melintas membunyikan klakson dengan meraung-raung, namun tak dihiraukannya. Pandangannya hanya tertuju pada satu hal—lelaki yang sedang memeluk wanita lain di bangku taman kota.Sesampainya di depan Aryan, tanpa pikir panjang, Nadira langsung melayangkan tampara

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status