Share

Masih Cemburu

“Karin! Pendek sekali rambut kamu Nak? Kamu nggak papa potong rambut jadi segitu pendek?” tanya Bu Riya yang terkejut saat melihat putrinya yang sudah pulang dari salon dekat rumah mereka. 

Mendengar neneknya berisik di depan teras. Azka yang tadinya sedang mewarnai, dan sesaat sempat mendengar bunyi motor ibunya, sontak bangun dan bergerak ke arah teras. Ia kaget sampai matanya membulat sempurna tidak berkedip melihat penampilan baru ibunya. “Lho, rambut ibu kemana?”

“Rambut ibu dipotong Sayang!” ucap Karina sambil menatap wajah putranya yang terlihat muram. 

“Dipotong! Kenapa?” tanya Azka, tampaknya pria kecil tersebut terlihat kecewa. Ia sedih melihat penampilan baru ibunya siang ini.

“Ehm ….” Kirana sedang mencari penjelasan tepat, rasanya sampai harus berhenti bernafas. Ia yang sudah turun dari motor, kemudian bergerak perlahan mendekati Azka.

“Nak, ibu harus potong rambut, biar ibu bisa menghemat pemakaian shampo di rumah kita! Ibu rasa sejak rambut Ibu panjang, shampo di rumah jadi cepat abis. Jadi, ibu ganti aja model rambut ibu!”

“Oh gitu!”

“Iya Sayang! Ya udah kita masuk rumah dulu yuk!” Kirana mengusap pucuk kepala Azka. 

Sayangnya, baik Azka dan juga Bu Riya masih belum bisa menerima alasan dari Karina. Ini mengejutkan karena sejak dulu hingga memiliki Azka, Kirana tidak pernah mengizinkan rambutnya dipotong pendek. Apalagi sependek itu. 

“Kamu mungkin bisa berbohong sama Azka. Tapi tidak sama Ibu!” ucap Bu Riya. Saat itu, dirinya tengah berdua saja di dapur dengan Karina pada malam harinya. 

Karina menegang, ada keringat dingin membasahi telapak tangan yang sengaja disembunyikan di bawah kolong meja makannya.

“Kenapa diam Karina? Kamu nggak lagi menyembunyikan sesuatu ‘kan?”

Karina coba tenang. Satu hal yang sejak tadi dilupakan adalah, kalau dirinya paling tidak bisa berbohong kepada ibunya. 

“Enggak kok Bu. Aku nggak menyembunyikan sesuatu. Cuma emang kalau lagi bahas rambut suka sedih aja. Ibu tau lah, kalau aku nggak pernah potong rambutku sependek ini. Soalnya si Jonathan ‘kan, suka kalau aku rambut panjang.”

Bu Riya memutar bola mata malas karena mendengar nama itu disebut. “Jo lagi! Ya udahlah, itung-itung potong rambut buat melupakan Jo. Ibu rasa itu keputusan baik!” Lantas Bu Riya kemudian berlalu pergi meninggalkan Karina. 

Karina bisa bernafas lega sekarang. Mungkin saat ini, dirinya masih bisa menyembunyikan perihal Jonathan yang ternyata jadi bosnya. Tapi, sampai kapan. Stres rasanya Karina. berpikir mengapa jalan hidu jadi begini.

“Kamu itu jodohku atau bukan sih Jo! kalau bukan jodoh, kenapa kita selalu dipertemukan.’ Karina berbicara dengan hatinya. Merasa kesal dengan jalan hidupnya saat ini. Sudah seperti benang layangan kusut.

Pagi pun menjelma dengan cahaya hangat yang menyilaukan mata. Karina telah siap. Ia sudah mengantar Azka ke sekolah, dan tinggal berangkat ke perusahaan tempatnya bekerja. 

Sepanjang perjalanan menuju tempat bekerja. Karina selalu berusaha berpikir baik. Sambil terus fokus berkendara dengan motornya, dirinya juga berdoa, agar pekerjaan hari ini lancar tanpa ada pertemuan dengan Jonathan.

Sampai di gedung produksi berlantai dua, Karina bergegas ke ruang ganti. Memakai seragam standar dan kembali mendengar obrolan mengenai Jonathan algibran dari teman-teman kerja yang kebetulan sedang menggunakan ruang ganti juga. 

“Ah segitu populernya jadi duda kamu Jo. sayang aja aku nggak bisa ngaku sebagai jandamu!’ oceh karina dalam hati. Rasanya kesal, emosi, menyebalkan. menyesal mengapa hidup jadi begini. tapi, ya sudahlah, semua sudah berjalan sesuai ketentuan takdir.

“Karina, udah mau masuk proses?” tanya seorang temannya.

“Iya!’

“Eh jangan lupa isi perut dulu, biar kuat!”

“Iya, udah kok, porsi besar malah!” jawab Karina sambil tersenyum. 

karina pun keluar dari ruang ganti dan berjalan santai menuju tempat sanitasi. Melewati bagian depan ruang kesehatan, tempat para karyawan beristirahat jika terjadi sesuatu. Juga kalau sedang sakit dan butuh obat. Semua itu bisa dilakukan disana.

Namun, saat sedang fokus berjalan, tanpa sengaja, Karina melihat Jonathan sedang berdiri di samping sebuah tempat tidur. 

Dinding ruang kesehatan itu terbuat dari kaca. Sehingga, setiap orang yang lewat nisa melihat dari luar. Kecuali kalau tirainya ditutup dari dalam. 

“itu. itukan Jo! Dia ngapain disitu, apa dia lagi sakit. tai, dia kayaknya dia yang cemas.”Karena Penasaran, karina pun menggeser larah langkah kakinya. 

Bukannya semakin mendekat ke arah sanitasi. Akan tetapi, malah mendekat Ke arah ruang kesehatan. Sepasang matanya berpura-pura sedang membaca informasi di mading ruangan tersebut. 

Perlahan, Karina MengiNtip, memicingkan mata dan mulai mencari tahu apa yang terjadi. Ternyata Jonathan sedang memberikan perhatian pada staff wanitanya. Mungkin staffnya sedang sakit. 

‘Perasaan dulu Jonathan nggak pernah secemas itu kalau aku lagi sakit. Atau jangan-jangan dia emang begitu, Selama ini kan aku juga nggak pernah sakit kalau lagi sama dia. Tapi, kan ya jangan sok perhatian gitulah! Emang dia nggak takut kalau aku beneran jadi arwah terus menghantui dia. Karena saking cintanya. atau jangan-jangan Jo, emang lagi cari istri baru lagi! apa! Secepat itu!” mendendam hati Karina. Tapi, dirinya hanya  bisa bicara dalam hati, sambil menahan kesal. Karina pun dengan cepat mengcopy wajah perempuan yang sedang didampingi oleh Jonathan, akan dirinya ingat wajah itu dan mungkin mencari tahu namanya juga.

Bersamaan dengan itu, Bu Riska juga akan masuk ke dalam ruang proses. Ketua divisi termuda di PT Internusa itu men`coba mengenali Karina. 

‘Dia bukannya ….” Sesaat u Roak berikir du;u. Ia sedikit agak ragu untuk emnegur Karina. Karena rambut arina yang sudah sangat pendek.

“Karin, kamu Karina kan? Anak baru di divisi saya?”

Mengagetkan teguran dari Bu Riska untuk Karina barusan. “I-iya Bu!”

“Wah, kamu jadi semakin cantik ya ganti model rambut begini. Jadi pangling. Oh iya, kamu nggak mau masuk?”

“Iya Bu saya mau masuk!”

“Barengan sama saya yuk, kebetulan ada yang mau saya omongin sama kamu!”

Karina mengangguk dan berjalan mengikuti Bu Riska. Bersamaan dengan itu, Jonathan melihat ke arah luar. Tanpa sengaja, dirinya juga bisa melihat siapa saja yang berdiri di sekitar ruang kesehatan perusahaannya. 

Sekilas sempat melihat wajah Karina. Hanya sekilas, tapi hatinya sudah begitu penasaran.

Spontan kakinya berjalan mendekat ke arah dinding yang terbuat dari kaca itu. Mencoba melihat ke arah luar. “Mana cewek tadi?’ tanya Jo dalam hati.

Jonathan coba mengingat. Gadis tadi terlihat mirip Karina. Namun, Jo tadi melihatnya memiliki rambut yang terlihat pendek. 

‘Ya ampun Karin, mana mungkin itu kamu! Sampai kapan sih, kamu akan gentayangin aku begini!’ batin Jonathan.

***

Karina memang terlihat lebih menarik dalam bertutur kata dan pintar. Andai dulu tidak hamil dengan Jo. Mungkin masa depannya juga lebih baik. Tidak berada di pabrik dengan posisi hanya sebagai karyawan produksi.

Semenjak kejadian kemarin, saat Karina dituduh mencuri waktu kerja dan berani melakukan pembelaan diri. Bu Riska menjadi begitu tertarik dengan Karina. Hingga bu Riska memberi kesempatan Karina untuk belajar sistem administrasi produksi.

"Tuh kan kamu pinter, masukin datanya. Abis ini tolong ke kantor atas ya. Kamu minta tanda tangan kepala bagian."

"Apa, kantor atas Bu."

"Iya! Kantor atas. Kalau semua kepala bagian masih meeting. Sebagai gantinya, kamu minta tanda tangannya Pak Jo yang kemarin sempet kesini itu juga bisa.”

“Hah …!” 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status