Share

Bab 5

Author: Reg Eryn
last update Last Updated: 2023-06-25 15:45:41

'PLAK!'

Aku menamp*r pipi lelaki itu tanpa perasaan. 

"Ya, ampun. Maaf, Mas. Itu tadi ada nyamuk yang hinggap di pipi, kamu."  Aku pura-pura menyesal. karena sudah men*mp*rnya.

Padahal, hatiku rasanya puas sekali sudah meluapkan emosi dengan cara menempelkan pisang goreng pada pipinya. Itu sebagai pelajaran untuknya, agar tidak sembarangan bersuara. 

"Kau!" Mas Adi menggeram seraya mengacungkan jarinya padaku. 

Aku tahu, jika dia pasti sangat emosi karena terkena tamp*r*nku.

"Berani sekali kau men*mpar anakku!" sungut wanita itu dengan wajah memerah. Marah. 

'PLAK!'

Tamp*ran kembali mendarat di pipi Mas Adi. Tapi, kali ini bukan aku pelakunya, melainkan sang Ibu. 

Wanita dengan penuh uban di kepalanya itu, sebenarnya hendak menyerangku. Namun aku dengan sigap mengelak. Sehingga Mas Adi lah, yang terkena akibatnya.

"Sakit, Bu," keluh Mas Adi sambil memegangi kedua pipinya. 

Jika aku mendaratkan tangan kapalanku ini di pipi kanannya, sang Ibu sebaliknya. Ia mendaratkan tangan keriputnya pada pipi kiri Mas Adi. 

"Kamu, sih, kenapa di situ!" omel sang Ibu, yang menatap anaknya Iba.

"Ini semua, gara-gara kamu!" hardiknya seraya menunjukku lagi.

"Gara-gara aku?" Aku menunjuk diriku sendiri. 

"Hahahah. Yang memang ini semua gara-gara aku. Tapi, semua ini juga karena mulut Ibu dan Mas Adi yang sudah terlebih dulu mengataiku. Aku tahu, jika janda sepertiku, memang tidak akan mendapatkan suami seperti dirimu. Janda sepertiku, pasti bisa mendapatkan lelaki yang jauh lebih baik dari, kamu. Bahkan lenih berkali-kali lipat baiknya." Aku berkata dengan sangat tegas. 

Aku tidak bisa langsung pergi begitu saja, tanpa membalas semua penghinaan darinya.

Aku jelas tidak terima dengan semua ucapan yang keluar dari mulut busuknya bersama ibunya itu. 

Mantan suamiku, memang meninggalkanku karena lebih memilih pelakor. Tapi, itu semua bukan karena keegoisanku. Tapi, karena sebagai laki-laki, dia kurang bersyukur. 

Jika manusia yang pintar mensyukuri apa yang sudah diberi Tuhan. Pasti dia tau bagaimana caranya menghargai wanita dan tidak akan tergoda dengan wanita lain. Tidak ada manusia yang sempurna di bumi ini. Setiap ada kelebihan, pasti ada kekurangannya juga. Jika kita bisa menerima kekurangan serta kelebihan itu dengan lapang dada. Mungkin saja rumah tangga akan bertahan. Intinya dalam berumah tangga adalah saling mengerti dan memahami satu sama lain saja.

Sedangkan aku dan mantan suamiku tidak saling mengerti satu sama lain. Dia terlalu banyak menuntut, agar aku menjadi wanita yang sempurna. Hingga akhirnya dia menemukan wanita yang dianggapnya sempurna di luaran sana.

Banyak wanita sudah cantik, kaya raya, pintar cari duit. Tapi tetap saja diselingkuhi suaminya, dengan berbagai alasan yang mereka lontarkan. Merasa istri terlalu banyak kekurangannya sampai lupa diri, bahwa diri mereka pun memiliki banyak kekurangan. 

"Dan Ingat! Kau bukan sepupu Tuhan yang bisa menentukanku untuk masuk surga atau pun neraka. Kita lihat saja kedepannya. Wanita seperti apa yang bersedia menjadi istrimu nanti. Anak sama Ibu, sama saja! Sama-sama g*la!" sungutku, seraya tersenyum miring 

"Yang pasti, bukan wanita sepertimu, yang tidak tahu diri. Sudah janda, tapi banyak tingkah!" sungutnya. 

"Ya, jelas dong! Wanita cerdas seperti diriku ini. Tidak akan mungkin mau dengan laki-laki seperti kamu! Sudah tidak bertanggung jawab, tidak tau bersyukur lagi. Ngasih gaji dua juta untuk semua keperluan, sudah seperti ngasih gaji ratusan juta. Terlalu banyak mengatur, harus begini dan begitu!" Aku memutar bola mata, jengah. 

"Sudah lah, ya! Malas pula, meladeni kalian. Kalau begitu, aku pulang dulu. Bye!" ucapku ketus seraya melangkahkan kaki ke luar rumah.

"Hey, wanita tidak tahu diri! Jangan lupa, kembalikan pulsa yang pernah aku belikan untukmu. Pulsa seratus ribu, yang baru dua minggu lalu aku kirimkan padamu. Karena kamu mengeluh tidak punya paket data!" teriaknya dan membuatku menghentikan langkah tepat di depan pintu pagar.

Apa? Nggak salah dengar aku? Dia meminta pulsa yang dirimkannya padaku dua minggu yang lalu? 

Bukannya dia yang memaksa untuk membelikan pulsa tersebut? 

Saat aku menolaknya, dia dengan tegas mengatakan tidak apa-apa. Bahkan dia tetap mengirimkannya secara diam-diam. Saat pulsa tersebut sudah masuk, baru lah dia memberi kabar jika sudah mengisikanku pulsa. 

"Dasar kismin! Pulsa seratus ribu saja diminta kembali! Katanya karyawan di salah satu pabrik terbesar di kota ini dengan gaji yang besar pula. Tapi hanya gara-gara batal menikah, pulsa seratus ribu pun diminta. Hahahahah. Tidak tahu malu!" Aku tertawa terbahak-bahak sambil merogoh tas yang aku bawa. 

"Uuppsss. Aku sampai lupa. Lelaki seperti dirimu, kan nggak mau rugi, ya! Maunya untung besar dan tak mau keluar modal!" ejekku, seraya menarik satu lembar uang dari dalam tas.

"Nih, untuk beli pulsa!" Aku mengepalkan uang lembaran seratus ribu serta dua puluh ribu yang kudapat dari saku baju, menjadi satu. Lalu melemparkannya begitu saja.

"Dasar lelaki kikir, pelit, medit. Kelaut aja sana loh!" ejekku seraya berlalu. 

Mas Adi berjalan dengan cepat. Ia hendak memungut uang tersebut. 

'BRUK!'

Namun naas, dia berjalan dengan tidak memperhatikan langkahnya. Kedua kakinya beradu hingga dia terjatuh ke depan dan wajahnya mencium kotoran sapi, yang kebetulan berada di sana.

Saat Mas Adi mengangkat wajahnya, aku tidak dapat lagi menahan tawa.

Seketika, tawaku pecah melihat wajahnya yang belepotan dengan tai sapi. 

"DIIITTTAAAAA!" teriaknya sangat marah. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 17

    "Heh, bocah! Aku belum menikah. Kenpa kamu bilang sudah banyak anak? Tadi, kan, sudah Paman belikan jajan. Kenapa sekarang nggak bisa kerja sama?" tanya Pandu kesal."Kalau kakek-kakek, kan, anaknya sudah banyak. Buktinya aja, kakek Bapak anaknya, juga udah banyak," jelas Dara dengan sangat polos. Kakek Bapak adalah sebutan untuk Bapakku. Dia selalu memanggilnya dengan kakek Bapak karena terlalu banyak kakeknya. Untuk membedakan, dia selalu punya cara sendiri untuk memanggilnya. "Huuhhh. Susah memang ngejelaskan sama bocah ingusan begini!" Pandu mengacak-acak rambutnya sampai berantakan. Frustasi sekali dia gara-gara tak jadi berkenalan dengan Afifah. Hmmm, dasar lelaki! Lihat yang kinclong sedikit, aja. Langsung hijau matanya. "Kek, lihat tuh rambutnya, kayak singa bangun tidur!" Dara menunjuk kepala Pandu dan membuat lelaki itu menatap Dara dengan tajam. Kenapa sekarang ada tom and jerry di sini. Dara adalah penggantiku yang suka adu mulut dengan pandu. Hahahaha Ternyata memang

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 16

    "Nggak bisa, Dit! Aku nggak mau dipanggil kakek. Aku masih muda, masih perjaka ting-ting pula. Dengar ya, anak-anak. Kalian harus panggil saya Paman Pandu. Nanti, Paman kasih uang untuk beli jajan." Pandu merayu kedua anakku yang masih berdiri sambil bersedekap tangan di teras. "Anda mau nyuap kami? Nggak ingat dosa, tah? Maaf, ya, Kek. Aku tidak mau makan uang haram," ucap Dara tegas. Gadisku satu ini. Apa yang diajarkan oleh gurunya, selalu meresap di otaknya. Dia akan selalu menerapkan apa yang menurut gurunya baik. Dia selalu patuh bahkan kadang mempraktikkan apa saja yang sudah diajarkan gurunya. "Ini bukan uang haram sayang. Ini uang halal. Yakin deh sama Paman," ucap Pandu meyakinkan Dara."Suap itu hukumnya haram. Jadi itu uang haram. Lagian, udah cocok kok di panggil Kakek, tuh rambutnya sudah banyak yang putih!" Dara menahan tawanya. Ia menunjuk ke arah kepala Pandu. Lelaki dengan postur tinggi tegap itu langsung memegangi kepalanya. Ingin kacahan, tapi tak. ada kaca. "

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 15

    Pov Dita"Apaan sih, kamu bekap-bekap mulutku!" gerutu Pandu setelah berhasil melepaskan tanganku dari mulutnya. Aku sengaja membekap mulutnya agar dia tidak menjawab pertanyaan Mas Adi. Biarkan saja dia semakin kebakaran mendengar jawabanku yang mengatakan jika Pandu adalah kekasihku. Aku tau dia sangat marah padaku saat melihat aku berboncengan dengan laki-laki, makanya dia sampai berani mengataiku gatal.Dia juga pasti masih merasa cemburu melihatku jalan dengan lelaki lain, sampai-sampai dia kehilangan fokus dan nyebur ke parit. Untung saja bukan sungai. Kalau sungai, kurasa sudah hilang dia terbawa arus. Mas Adi belum tau jika aku memiliki Paman yang usianya masih sangat muda. Aku belum mengenalkan padanya semua anggota saudaraku. Yang dia tau hanyalah Bapak dan Ibu."Elah! Cuma gitu doang marah!" Aku memutar bola mata malas seraya nersedekap. Pandu sudah menaiki sepeda motornya sementara aku masih setia berdiri di sampingnya. "Kamu pikir, nggak engap tu tangan juga menutup

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 14

    Pov Adi"Dasar, gatal!" teriakku pada Dita yang sedang dibonceng oleh seorang laki-laki. Dasar, murahan sekali dia! Baru saja lepas dariku, sudah dapat pengganti.Ternyata, dia menolakku karena sudah mendapatkan penggangiku. Awas, saja kau Dita! Tunggu karma untukmu! 'GRRUUSSAAKK!'Karena terlalu fokus melihat Dita bersama kekasihnya, aku sampai masuk parit seperti ini. Air di dalam parit lumayan dalam. Jika diukur, mungkin air tersebut sedalam betisborang dewasa. "Bangs*t!" Makiku, saat kaki ini terasa terjepit sepeda motor. Ini semua gara-gara Dita. Untuk apa coba dia bertemu denganku di jalan ini? Pasti dia sengaja melewati jalan ini karena ingin membuatku cemburu. Dia ingin memamerkan kekasih barunya itu. Aku kembali menoleh ke belakang untuk melihat Dita. Ternyata dia berhenti, dan terlihat sedang berdebat dengan lelaki itu. Huh, malas sekali melihat mereka berdua. Aku membuang muka, dan tak lagi peduli dengan mereka berdua. Aku mencoba berdiri tapi, gagal dikarenakan posis

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 13

    "Iya, Paman. Dita tau. Makanya Dita tidak mau asal-asalan memilih pasangan lagi. Takutnya malah menjanda dua kali. Biarpun status Dita janda, Dita harus selektif memilih pasangan. Biarlah lama prosesnya. Yang terpenting, Dita tidak akan menjadi janda lagi." Aku mengucapkan isi hatiku yang sudah lama terpendam. Aku tidak mau terus menerus dipaksa menikah oleh Paman. Apalagi pilihan paman tidaklah sesuai dengan keinginanku. Paman membuang napas kasar. Aku tau dia sedikit kecewa denganku. Tapi aku harus bagaimana? Aku benar-benar tidak bisa menerima pilihanhya, yang menurutku tidak sesuai dengan pilihanku. Aku benar-benar tidak mau mendapatkan suami yang hanya bermalas-malasan, dan hanya mau menerimaku saja. Aku inginnya dia juga bisa menerima anakku, dan dia juga rajin bekerja.Mungkin bagi sebagian orang, keinginanku ini terlalu berlebihan. Mengingat statusku sebagai janda. Tapi, menurutku, saat kita sudah menjadi janda, maka kita harus pintar-pintar memilih pasangan. Jangan sembar

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 12

    Pandu tertawa setelah Luki pergi. Dia sampai memegangi perutnya. "Ada yang lucu?" tanyaku sewot."Ahm. Nggak ada," jawabnya seraya menahan tawanya. "Senang sekali ya, kamu melihatku menyedihkan begini!" sungutku. "Siapa yang senang? Jangan su'udzon, kamu itu!" sahutnya seraya tersenyum. Senyum yang membuatku semakin jengkel. Sudah bertahun-tahun tidak bertemu, dia masih saja menjengkelkan."Hiish!" Aku menyandarkan tubuhku ke sandaran sofa. "Jangan marah-marah, nanti cepat tua!" Pandu menatapku sambil mengulum senyum. "Memang sudah tua. Puas kamu!""Kamu itu, sama Pamannya kok galak banget. Kuwalat nanti kamu sama orang tua!"Awas saja. Tunggu pembalasan dariku. Aku tau, dia sangat suka melihatku terlihat menyedihkan begini. Dia itu, suka banget menggangguku dari dulu. Bahkan dia pernah berpura-pura menjadi Abang yang galak saat ada teman lelakiku yang datang ke rumah ingin PDKT. Dia akan memarahi lelaki itu habis-habisan. Ceramah panjang lebar juga ia lontarkan. Yang katanya

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status