Share

Bab 4

"Dita, tolong jangan pergi!" Mas Adi berlari mengejarku.

Dia menarik tanganku dengan kasar. Sampai aku menghentikan langkah dengan terpaksa.

"Mas, mohon, jangan kita selesaikan semuanya secara baik-baik, Dit." Mas Adi berlutut di hadapanku. Aku sampai terkejut melihat aksinya. 

"Adi! Jangan bodoh kamu! Lepaskan dia! Biarkan saja dia pergi dari rumah ini masih banyak wanita lain!" sungut Ibunya seraya mendekat. 

"Tapi, Bu-"

"Kamu jangan takut, Nak. Tidak akan ada lelaki yang  mau dengan janda beranak dua seperti dia! Sudah lah tidak cantik, tidak kaya, ah, pokoknya tidak ada yang bisa dibanggakan dari dia. Syukur-syukur, masih ada yang mau memberi mahar seratus ribu, padanya!" ucap wanita itu dengan nada tinggi. 

Wanita paruh baya itu, seperti hendak meluapkan emosinya. Dadanya terlihat daik turun dengan napas yang sudah memburu.

"Janda, kok, minta mahar nggak pakai ot*k! Masih mending ada yang mau. Mikir kamu itu!" Mantan calon Ibu mertua menunjuk wajahku. 

Aku segera menepisnya dengan berani. Enak saja Ia main tunjuk-tunjuk wajahku. 

"Dari pada mengeluarkan uang banyak hanya untuk menikahi janda, lebih baik kamu kunikahkan dengan gadis ting-ting. Sudah jelas masih disegel. Lah, situ, sudah bolong, pernah bongkar mesin dua kali, pula. Minta mahar kok setinggi langit. Dasar, tidak punya malu!" ucap wanita itu dengan enteng dan tanpa rasa bersalah.

Aku dan dia sama-sama wanita. Tapi dia tega sekali berkata seperti itu. 

"Hey, orang tua! Seharusnya, sebagai orang tua dan sebagai perempuan. Anda itu tau bagaimana perasaan saya. Kenapa Anda tega sekali berkata seperti itu? Apakah anak Anda keluar dari punggung? Apakah Anda tidak pernah bongkar mesin? Dijaga, ucapan Anda! Ingat, karma tidak semanis kurma! Hari ini Anda merendahkan saya sebagai wanita, suatu saat nanti, giliran Anda yang akan direndahkan!" sahutku tegas. 

Kesabaranku benar-benar diuji kali ini. Ingin kabur, tapi kakiku masih dipegangi Mas Adi. 

"Dan Anda ingat, ya. Tidak akan ada yang mau menjadi Istri Mas Adi, jika Anda terus saja ikut campur urusan rumah tangga anak laki-laki Anda. Dan jika menikahi gadis, belum tentu mereka mau dengan status Mas Adi, sebagai duda beranak tiga."

Aku menatapnya dengan sinis. 

"Hey, jangan sepele kamu! Anakku ini, bisa mencari sepuluh gadis untuk dijadikan istrinya. Siapa coba yang nggak mau punya suami mapan seperti Adi. Gadis mana pun,pasti akan tergila-gila padanya," ucapnya sombong. 

"Yakin, Bu? Wanita sekarang, banyak yang cerdas. Tidak b*d*h seperti pemikiran Ibu. Jadi jangan sepele. Bisa saja Mas Adi menikah lagi dengan gadis. Tapi setelah beberapa hari, langsung ditinggal minggat! Nggak akan ada yang sanggup, punya suami seperti anakmu itu, Bu. Sudah bekerja mati-matian di rumah dan mengurus anak, uang belanja pun hanya dikasih pas-pasan. Eh maaf, ralat. Bisa dibilang, uang belanja pun, kurang." Aku mengucapkan semuanya dengan penuh penekanan. 

Aku mencoba menggoyangkan kakiku agar terlepas dari Mas Adi. Tapi tetap saja tidak bisa. 

"Hey, jaga mulutmu itu! Kau tidak tahu, kan, jika mantan istri Adi bisa cukup dengan uang segitu. Bahkan, dia masih bisa menabung dan mendirikan rumah yang saat ini dihuni oleh Adi dan anak-anaknya!" ucapnya seraya menarik tubuh Sang anak. 

"Oh, jadi rumah itu adalah milik istri Mas Adi Pantas saja ditinggal kabur. Sudah tidak tahan dia diperbudak oleh kalian." Aku kembali menyunggingkan senyum sinis padanya.

"Sudah, Bu, sudah, Dit. Jangan bertengkar lagi. Tolong lah, untuk saling memaafkan demi kelangsungan hubungan kita." Wajah Mas Adi terlihat sangat sedih. 

Tapi aku tidak akan termakan dengan wajah sedihnya itu.

"Maaf, Mas. Saya sudah tidak beminat untuk melanjutkan hubungan ini. Jadi sebaiknya, kau lepaskan aku!" sungutku seraya menghentakkan kaki. 

Ah, kenapa sih, tenaga laki-laki satu ini kuat sekali. Kakiku madih berada di dalam dekapannya. 

"Lepaskan dia, Adi! Jangan bodoh kamu, sampai harus memohon seperti itu!" bentak Ibunya dan membuat Mas Adi melepaskan kakiku. 

"Aku sudah memohon padamu. Tapi kamu tetap akan meninggalkanku. Baik lah. Aku kabulkan permintaanmu. Pergi lah! Aku masih bisa mencari wanita yang lebih dari kamu. Benar kata Ibu, janda sepertimu tidak akan pernah menemukan lelaki baik sepertiku. Yang selalu menurut pada surganya. Cari lah laki-laki pembangkang, agar kamu masuk neraka bersamanya. Pantas lah, suamimu pergi meninggalkanmu. Ternyata sifat egoismu itu yang membuatnya tidak tahan. Untung saja kita belum menikah, kalau sampai sudah menikah. Pasti aku akan menjadi duda untuk ke dua kalinya karena tidak tahan punya istri sepertimu!" Mas Adi tertawa sinis. 

Baru saja dia memohon, kini sudah tertawa seperti Ibl*s.

'PLAK!'

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status