Share

Minta Mahar

Penulis: Reg Eryn
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-25 15:42:09

"Nggak salah kamu, meminta mahar dan uang hantaran sebanyak itu?" tanya Ibu dengan suara naik beberapa oktaf. 

Wajahnya memerah, kedua tangannya mengepal sempurna. 

"Enggak, lah. Tapi tadi Ibu sendiri yang menyanggupi permintaanku!" ucapku menyindirnya. 

Ibu semakin melebarkan matanya. Bibirnya sudah miring ke kanan dan ke kiri. Kena mental, nggak tuh? 

"Ibu bayangkan saja, berapa uang yang akan saya hasilkan selama menjadi istri Mas Adi. Usia saya saat ini, tiga puluh tahun. Kalau menurut dengan umur nabi, berarti sisa tiga puluh tiga tahun lagi. Nah, selama itu pula, saya akan bekerja mencari uang dengan penghasilan dua juta sebulan, di kali setahun sudah tiga puluh juta, sepuluh tahun sudah berapa, dan tiga puluh tahun sudah berapa? Belum lagi, saya di rumah sudah bisa menjadi babu gratisan, yang bisa mencuci, memasak, menjaga anak, serta mengurus kebutuhan lahir batin Mas Adi.

Coba saja kalau Mas Adi menyewa pengasuh anak, sebulan gajinya saja sudah dua juta lebih, ART sebulan gajinya sudah setara dengan UMR, belum lagi jika kebutuhan mendesak Mas Adi sebagai laki-laki harus dipenuhi. Jika jajan diluar, paling murah 300 ribu sekali kencan, dikali saja sebulan sepuluh kali, sudah tiga juta. Bisa bayangkan, berapa uang yang harus dikeluarkan hanya untuk jajan saja selama setahun, dan sampai tiga puluh tahun ke depan kan? Belum lagi kebutuhan sehari-hari. Setidaknya, penghasilan Mas Adi, harus mencapai tiga puluh juta untuk memenuhi itu semua. Jika menikah denganku, gaji lima juta Mas Adi, sudah cukup untuk semuanya.

Jadi tidak rugi jika Mas Adi, dan Ibu memberikan saya mahar dan uang hantaran sebanyak itu." Aku mengukir senyum setelah selesai berkata panjang lebar. 

Pusing, pusing, lah situ! Merinci semuanya.

"Wahhh, memang sudah g*la, kamu!" Wanita itu menggelengkan kepalanya. "Dari pada mengeluarkan uang sebanyak itu hanya untuk melamar janda seperti dirimu. Lebih baik aku belikan Sapi uang sebanyak itu," sambungnya seraya tersenyum sinis padaku. 

"Bilang saja, tidak sanggup. Banyak sekali alasannya!" sungutku. 

"Jelas saja tidak sanggup. Uang sebanyak itu, kok dapatnya janda. Minimal gadis lah, kalau tidak janda kaya raya. Bukan janda kismin seperti kamu!" bentak Ibu.

hayalannya terlalu tinggi. Gadis mana yang mau menikah dengan duda yang rumah tangganya masih diatur oleh ibunya?

Janda kaya raya juga tidak akan mau jika mempunyai suami yang hanya numpang hidup padanya. Terlalu percaya diri, nih, manusia. 

"Hahahah. Makanya, Bu. Jadi manusia itu, harus sadar diri. Jika sudah tidak punya harga diri, setidaknya masih bisa tau diri saja lah. Mentang-mentang saya janda, kok mau seenaknya saja sama saya. Emang Ibu pikir saya bodoh? Emang Ibu pikir, saya sangat tergila-gila pada anak Ibu itu? Asal Ibu tau saja, ya! Saya tidak akan mengorbankan kedua anak saya hanya demi lelaki. Sudah susah payah saya melahirkan kedua anak saya sampai bertaruh nyawa. Eehh, seenaknya saja kalian meminta saya untuk menelantarkannya begitu saja. Belum tentu di hari tua saya nanti, anak Mas Adi mau mengurus dan menganggap saya sebagai Ibunya. Lebih baik, saya menjanda seumur hidup dari pada meninggalkan kedua anak saya.

Saya sudah memiliki penghasilan, jadi saya tidak terlalu butuh dengan pasangan. Untuk apa punya pasangan, jika hanya bisa menyusahkan. Saya menikah, untuk meringankan beban, bukan malah menambah beban." Aku bersiap hendak berdiri. Lama-lama di sini, bisa bikin Ibunya Mas Adi semakin naik darah karena semua ucapanku. 

"Mulutmu itu, tidak pernah diajarkan sopan santun? Berani sekali kamu mengatakan sata tidak punya harga diri!" teriaknya marah. 

"Saya, hanya diajarkan sopan santun kepada seseorang yang juga sopan ke pada saya!" Aku sudah berhasil berdiri. 

"Dit, jangan begitu, dong. Katanya kamu mau menjadi istrinya Mas, dan katanya kamu mau menganggap ketiga anak Mas, sebagai anakmu juga. Tolong jangan begini, Mas sangat membutuhkanmu. Sudah bosan rasanya selama dua tahun menjadi duda." Mas Adi mencekal pergelangan tanganku dan menahannya. 

"Nggak jadi, Mas! Aku sudah tak berminat menjadi istrimu. Cari saja wanita lain yang bisa kamu manfaatkan!" ucapku ketus, seraya melepaskan cekalannya. 

"Jangan gitu, dong, Dit. Apa kamu sudah lupa dengan semua janji-janji kita?" tanyanya masih berusaha menahanku. 

"Semua perjanjian kita, BATAL!" jawabku ketus, seraya menghentakkan tangan agar terlepas darinya. 

Ya, aku memang pernah berjanji padanya saat itu. Aku berjanji untuk hidup dan menua bersama, setelah sama-sama gagal dalam kehidupan rumah tangga.

Tapi ternyata, semua diluar ekspetasiku. Harapanku hancur sudah, mendengar ucapan Ibunya. Bukannya membela, Mas Adi malah menyetujui ucapan Ibunya yang tidak masuk akal itu. Setidaknya dia bisa mengatakan pada Ibunya jika kami akan membesarkan anak bersama-sama. Bukannya malah bertanya bagaimana pendapatku. 

Aku tidak masalah jika harus bekerja setelah menikah. Tapi, jangan pula aku diminta untuk meninggalkan kedua buah hatiku, permataku, belahan jiwaku.

Aku bisa hidup tanpa suami. Tapi tanpa anak, aku tidak akan bisa. Lebih baik sendiri daripada harus meninggalkan mereka. Anak baik hatiku, yang selalu tau bagaimana keadaan ibunya. Tidak banyak menuntut, dan selalu menurut.

"Kamu tidak bisa membatalkan secara sepihak dong, Dit. Kita berjanji bersama-sama. Jadi harus memutuskannya bersama juga," ucapnya dengan wajah memelas. 

"Sudah lah, Adi. Biarkan saja dia pergi. Untuk apa ditahan! Macam tidak ada perempuan lain saja!" sungut wanita paruh baya itu.

"Tuh, dengar kata Ibumu. Bukan kah surgamu ada pada Ibumu?" Aku tersenyum miring, melihat Mas Adi yang kebingungan. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 17

    "Heh, bocah! Aku belum menikah. Kenpa kamu bilang sudah banyak anak? Tadi, kan, sudah Paman belikan jajan. Kenapa sekarang nggak bisa kerja sama?" tanya Pandu kesal."Kalau kakek-kakek, kan, anaknya sudah banyak. Buktinya aja, kakek Bapak anaknya, juga udah banyak," jelas Dara dengan sangat polos. Kakek Bapak adalah sebutan untuk Bapakku. Dia selalu memanggilnya dengan kakek Bapak karena terlalu banyak kakeknya. Untuk membedakan, dia selalu punya cara sendiri untuk memanggilnya. "Huuhhh. Susah memang ngejelaskan sama bocah ingusan begini!" Pandu mengacak-acak rambutnya sampai berantakan. Frustasi sekali dia gara-gara tak jadi berkenalan dengan Afifah. Hmmm, dasar lelaki! Lihat yang kinclong sedikit, aja. Langsung hijau matanya. "Kek, lihat tuh rambutnya, kayak singa bangun tidur!" Dara menunjuk kepala Pandu dan membuat lelaki itu menatap Dara dengan tajam. Kenapa sekarang ada tom and jerry di sini. Dara adalah penggantiku yang suka adu mulut dengan pandu. Hahahaha Ternyata memang

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 16

    "Nggak bisa, Dit! Aku nggak mau dipanggil kakek. Aku masih muda, masih perjaka ting-ting pula. Dengar ya, anak-anak. Kalian harus panggil saya Paman Pandu. Nanti, Paman kasih uang untuk beli jajan." Pandu merayu kedua anakku yang masih berdiri sambil bersedekap tangan di teras. "Anda mau nyuap kami? Nggak ingat dosa, tah? Maaf, ya, Kek. Aku tidak mau makan uang haram," ucap Dara tegas. Gadisku satu ini. Apa yang diajarkan oleh gurunya, selalu meresap di otaknya. Dia akan selalu menerapkan apa yang menurut gurunya baik. Dia selalu patuh bahkan kadang mempraktikkan apa saja yang sudah diajarkan gurunya. "Ini bukan uang haram sayang. Ini uang halal. Yakin deh sama Paman," ucap Pandu meyakinkan Dara."Suap itu hukumnya haram. Jadi itu uang haram. Lagian, udah cocok kok di panggil Kakek, tuh rambutnya sudah banyak yang putih!" Dara menahan tawanya. Ia menunjuk ke arah kepala Pandu. Lelaki dengan postur tinggi tegap itu langsung memegangi kepalanya. Ingin kacahan, tapi tak. ada kaca. "

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 15

    Pov Dita"Apaan sih, kamu bekap-bekap mulutku!" gerutu Pandu setelah berhasil melepaskan tanganku dari mulutnya. Aku sengaja membekap mulutnya agar dia tidak menjawab pertanyaan Mas Adi. Biarkan saja dia semakin kebakaran mendengar jawabanku yang mengatakan jika Pandu adalah kekasihku. Aku tau dia sangat marah padaku saat melihat aku berboncengan dengan laki-laki, makanya dia sampai berani mengataiku gatal.Dia juga pasti masih merasa cemburu melihatku jalan dengan lelaki lain, sampai-sampai dia kehilangan fokus dan nyebur ke parit. Untung saja bukan sungai. Kalau sungai, kurasa sudah hilang dia terbawa arus. Mas Adi belum tau jika aku memiliki Paman yang usianya masih sangat muda. Aku belum mengenalkan padanya semua anggota saudaraku. Yang dia tau hanyalah Bapak dan Ibu."Elah! Cuma gitu doang marah!" Aku memutar bola mata malas seraya nersedekap. Pandu sudah menaiki sepeda motornya sementara aku masih setia berdiri di sampingnya. "Kamu pikir, nggak engap tu tangan juga menutup

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 14

    Pov Adi"Dasar, gatal!" teriakku pada Dita yang sedang dibonceng oleh seorang laki-laki. Dasar, murahan sekali dia! Baru saja lepas dariku, sudah dapat pengganti.Ternyata, dia menolakku karena sudah mendapatkan penggangiku. Awas, saja kau Dita! Tunggu karma untukmu! 'GRRUUSSAAKK!'Karena terlalu fokus melihat Dita bersama kekasihnya, aku sampai masuk parit seperti ini. Air di dalam parit lumayan dalam. Jika diukur, mungkin air tersebut sedalam betisborang dewasa. "Bangs*t!" Makiku, saat kaki ini terasa terjepit sepeda motor. Ini semua gara-gara Dita. Untuk apa coba dia bertemu denganku di jalan ini? Pasti dia sengaja melewati jalan ini karena ingin membuatku cemburu. Dia ingin memamerkan kekasih barunya itu. Aku kembali menoleh ke belakang untuk melihat Dita. Ternyata dia berhenti, dan terlihat sedang berdebat dengan lelaki itu. Huh, malas sekali melihat mereka berdua. Aku membuang muka, dan tak lagi peduli dengan mereka berdua. Aku mencoba berdiri tapi, gagal dikarenakan posis

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 13

    "Iya, Paman. Dita tau. Makanya Dita tidak mau asal-asalan memilih pasangan lagi. Takutnya malah menjanda dua kali. Biarpun status Dita janda, Dita harus selektif memilih pasangan. Biarlah lama prosesnya. Yang terpenting, Dita tidak akan menjadi janda lagi." Aku mengucapkan isi hatiku yang sudah lama terpendam. Aku tidak mau terus menerus dipaksa menikah oleh Paman. Apalagi pilihan paman tidaklah sesuai dengan keinginanku. Paman membuang napas kasar. Aku tau dia sedikit kecewa denganku. Tapi aku harus bagaimana? Aku benar-benar tidak bisa menerima pilihanhya, yang menurutku tidak sesuai dengan pilihanku. Aku benar-benar tidak mau mendapatkan suami yang hanya bermalas-malasan, dan hanya mau menerimaku saja. Aku inginnya dia juga bisa menerima anakku, dan dia juga rajin bekerja.Mungkin bagi sebagian orang, keinginanku ini terlalu berlebihan. Mengingat statusku sebagai janda. Tapi, menurutku, saat kita sudah menjadi janda, maka kita harus pintar-pintar memilih pasangan. Jangan sembar

  • Harga Diri Janda Cari Suami   Bab 12

    Pandu tertawa setelah Luki pergi. Dia sampai memegangi perutnya. "Ada yang lucu?" tanyaku sewot."Ahm. Nggak ada," jawabnya seraya menahan tawanya. "Senang sekali ya, kamu melihatku menyedihkan begini!" sungutku. "Siapa yang senang? Jangan su'udzon, kamu itu!" sahutnya seraya tersenyum. Senyum yang membuatku semakin jengkel. Sudah bertahun-tahun tidak bertemu, dia masih saja menjengkelkan."Hiish!" Aku menyandarkan tubuhku ke sandaran sofa. "Jangan marah-marah, nanti cepat tua!" Pandu menatapku sambil mengulum senyum. "Memang sudah tua. Puas kamu!""Kamu itu, sama Pamannya kok galak banget. Kuwalat nanti kamu sama orang tua!"Awas saja. Tunggu pembalasan dariku. Aku tau, dia sangat suka melihatku terlihat menyedihkan begini. Dia itu, suka banget menggangguku dari dulu. Bahkan dia pernah berpura-pura menjadi Abang yang galak saat ada teman lelakiku yang datang ke rumah ingin PDKT. Dia akan memarahi lelaki itu habis-habisan. Ceramah panjang lebar juga ia lontarkan. Yang katanya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status