Adira tertegun. Entah asli atau hanya sebuah akting. Namun kalimat itu mampu membuatnya begitu bahagia.Wanita cantik dengan beberapa selang infus di tangannya nampak menerima suapan dari tangan Aksa dengan riang gembira. Wajahnya berbinar kala merasakan sensasi makanan yang sejak lama ingin ia rasakan. "Terima kasih, ini enak sekali." Adira mengembangkan senyum sempurna yang mampu menghipnotis siapa saja yang melihatnya."Cih! Dasar kampungan!" Gumaman dari mulut seorang wanita yang tengah berdiri di ambang pintu, tak sengaja terdengar oleh telinga Aksa yang langsung melayangkan tatapan nyalang padanya.Mayang nampak langsung tertunduk dengan wajah ketakutan. Sorot tajam mengiris seolah mengulitinya tipis-tipis. Hingga membuatnya tak mampu mengimbangi tatapan itu."Apa kamu masih tidak mengerti akibat dari menyentuh orang-orangku?" lirih Aksa tanpa menatap lawan bicaranya. Kalimat itu ia ucapkan dengan dingin dan penuh penekanan di akhir kalimat. Membuat lawan bicaranya tertegun deng
Kediaman Carlos Ducan. Pukul sepuluh malam.Dalam ruangan dengan cahaya redup, nampak seorang pria paruh baya tengah terduduk di sebuah kursi singgasana dengan begitu angkuh. Menatap lelaki muda yang tengah berlutut di bawah kakinya dengan tajam."Apakah rencanamu untuk membunuh pria itu sudah terlaksana?" tanya pria yang lebih akrab disapa dengan Carlos Ducan, pemilik perusahaan properti terbesar nomor dua setelah perusahaan di bawah naungan Adhitama group."Belum, Tuan. Saya tidak berhasil menjalankan rencana. Bisakah Anda memberikan saran lain selain menghabisi nyawa Aksa Adhitama?" Pria muda dengan penutup hoodie berwarna gelap pada kepalanya itu, mulai mengangkat wajahnya menghadap sang atasan."Cih! Tidak berguna! Menurutmu apa rencana lain yang bisa membuatku mengambil alih perusahaan Adhitama kecuali menghabisi nyawa pemiliknya?!" Carlos Ducan menghempaskan kuat kakinya ke arah Sean yang langsung tersungkur di atas lantai."Aishh ...." Sean meringis kesakitan dengan satu tanga
Gavin yang sebelumnya fokus pada layar laptop pun ikut memutar kepala kala mendengar teriakkan Aksa.Pria tampan dengan rambut setengah basah berkucur peluh itu seketika berlari ke arah balkon."Tuan? Apakah sedang mencariku?" Wanita cantik dengan balutan piyama tidur nampak memperhatikan kepanikan sang suami dari pojok balkon."Tuan, apakah Nyonya diculik?" Gavin yang ikut panik segera berlari menghampiri atasannya. Namun, langkah itu langsung berhenti kala melihat seorang wanita cantik yang berdiri di ujung kanan balkon.Aksa menghela nafas kasar lalu meremas rambutnya dengan kedua tangan. Lututnya seketika terasa lemas hingga tak mampu menopang berat tubuhnya. Ia terduduk lemas di atas lantai dengan wajah menangis tanpa suara. "Astaga, jantungku hampir berhenti berdetak," gumamnya lirih."Pffttt!" Gavin menahan tawa, seraya menutupi mulutnya dengan satu tangan."Untuk apa kamu berdiri di sana? Bukankah aku sebelumnya menyuruhmu untuk tidur?" hardik Aksa dengan frustasi. Ia kembali
'Tidak mungkin. Bayiku masih belum memiliki nyawa.'"Ada apa? Apa kamu sakit?" Aksa seketika menyadari ada yang tidak beres dengan istrinya."Ti-tidak, Tuan. Saya hanya lapar," jawab Adira beralasan. Ia tak ingin lagi membuat repot orang lain sebab kondisinya yang tak kunjung membaik."Gavin, segera perintahkan para Koki untuk memasak. Makan malam hari ini dipercepat." Titah Aksa pada sang asisten.Pria berperawakan tinggi dengan setelan jas hitam itu seketika membungkukkan sedikit tubuhnya. "Baik, Tuan. Segera saya laksanakan."Aksa menatap punggung sang asisten yang semakin menjauh dari tempatnya semula. Sebelum pandangannya beralih pada Adira yang mencengkeram kuat pegangan kursi yang tengah ia duduki.Aksa segera mendekat. Ia menyenderkan kepala Adira untuk mempermudahnya meredakan sedikit rasa sakit yang diderita istrinya. "Jangan berbohong padaku, karena itu tidak akan berhasil."Tangan kekar pria itu mengusap lembut perut dan punggung Adira yang terasa kaku. Membuat Adira mengg
Aksa yang telah di bawah pengaruh obat perangsang tak bisa mengendalikan diri. Ia meraih pinggang Helen dan mendekatkan ke tubuhnya.Wanita cantik dengan riasan tips itu seketika memejamkan mata, kala menyadari wajah sang tunangan yang semakin mendekat ke arah wajahnya.Bibir keduanya hanya berjarak satu senti, sebelum pandangan mata Aksa kembali buyar dan menampakkan kembali wujud asli wanita di hadapannya.Aksa terbelalak dengan tubuh terkesiap. 'Ke-kenapa jadi Helen?' pria tampan dengan rambut setengah basah itu seketika mendorong kuat tubuh wanita di hadapannya, hingga jatuh tersungkur di atas lantai."Akh!" Helen memekik kala pantatnya membentur lantai dengan keras.Terlihat jelas seorang pria tampan yang tengah terhuyung, menjambaki rambutnya dengan kedua tangan untuk mendapatkan kembali kesadarannya. "Dasar Jalang! Apa yang kamu taruh dalam minumanku?!" geram Aksa dengan teriakkan lantang.Hal itu seketika memicu sorot mata penuh tanda tanya dari pengunjung di sekitar mereka ya
Wanita cantik itu berbicara penuh keyakinan. Membuat Aksa seketika memicingkan mata dengan kening berkerut. "Apa maksudmu?" tanyanya tidak mengerti."Saya bersedia menggunakan tubuh saya untuk membantu Anda," tegasnya.Wajah tampan berkucur peluh itu seketika memalingkan wajah. "Tidak! Aku tidak akan melakukan hal itu karena keterpaksaan.""Tuan, saya bersedia, saya tidak terpaksa." Adira mencoba meyakinkan sang suami dengan ucapannya.Namun, Aksa masih bersikukuh terhadap pendiriannya sendiri. "Aku tahu kamu sedang berbohong!"Dengan segenap keberanian yang ia kumpulkan dari dalam diri. Adira menghembuskan nafas kasar sebelum kembali merendahkan dirinya. "Sebenarnya, saya juga menginginkan hal itu sejak lama, Tuan," jelasnya dengan tangis yang menggema dalam hati.Ia tahu, setelah ini dirinya akan kembali dipandang sebelah mata sebagai seorang Jalang. Namun tidak ada salahnya. Dari pada dirinya harus menanggung hutang budi yang tak kunjung ia lunasi suatu saat nanti.Aksa terperangah
***Perusahaan Adhitama group. Pukul sepuluh lebih empat puluh tujuh menit."Tuan, kapan rapat akan segera dimulai?" Pertanyaan itu hampir ke sekian kali Gavin ucapkan. Namun tak kunjung mendapatkan respon apa pun dari sang atasan.Gavin menghela nafas panjang untuk melonggarkan dadanya yang terasa sesak sebab kehabisan kesabaran.Matanya menatap bingung, pada sang atasan yang tak berhenti tersenyum sejak pagi, dengan memainkan bulpoin di tangannya. 'Sebenarnya apa yang membuat Tuan Aksa sebahagia ini?'"Tuan ...." Gavin yang hendak kembali mengulangi pertanyaannya, seketika mengurungkan niat kala tatapan tajam dari sang atasan mendadak melayang ke arahnya. "Tidakkah kamu merasa lelah mengulangi kalimat yang sama terus menerus? Aku tidak tuli!" geramnya.'Tidak tuli? Apa itu artinya Anda bisu?' Kalimat itu hanya mampu Gavin ucapkan dalam hati. Ia tertunduk dengan gigi bergemeretak. Kini waktunya terbuang sia-sia karena terlalu lama menunggu jawaban dari atasannya. Sementara para klien
Suara langkah kaki yang semakin mendekat, membuat Adira buru-buru kembali duduk di meja makan dengan perasaan harap-harap cemas.Adira memalingkan wajahnya kala pria tampan itu mulai menghampirinya di meja makan.Manik tajamnya mengedar. Mencari pelayan wanita yang biasa berdiri di belakang meja ketika mereka makan. "Kenapa kamu sendirian di sini? Ke mana semua pelayan? Apa mereka tidak melayanimu dengan baik?" Rentetan pertanyaan itu terucap begitu Aksa menghentikan langkah kakinya di depan meja makan.Wajah cantik itu sontak mendongak. Berdiri dengan panik dan mencoba menjelaskan situasi yang sebenarnya. Ia tak ingin para penghuni dapur yang begitu baik terhadapnya mendapatkan masalah hanya karena hal kecil. "Ti-tidak, Tuan. Bukan begitu. Saya yang meminta mereka untuk tidak menunggu ketika saya makan. Sa-saya hanya merasa risih," jelas Adira.Kini manik tajam itu beralih pada hidangan nasi goreng yang teronggok di atas meja. Matanya seketika memicing, dengan dahi yang mulai berkeru