Share

Harga Suamiku
Harga Suamiku
Penulis: BlackJoe

Lamaran dari wanita lain

"Mbak, bolehkah saya meminta ijin untuk menikah dengan suamimu?" tanya seorang wanita yang baru saja datang bertamu ke rumahku.

"Maksudnya apa, ya, Bu?" tanyaku bingung.

Baru dua kali ini aku bertemu dengannya, bahkan berbicara langsung dengannya baru saat ini.

"Selama dua tahun saya mengenal Pak Yunus, saya jatuh cinta dengan kebiasaannya." Aku tertawa mendengar ucapannya yang sungguh absurd menurutku.

"Bercandamu tidak lucu, Bu." Sungguh aku tidak suka dengan gaya bicaranya.

Aku menatap kesal ke arahnya, dan dia hanya tersenyum simpul. Dengan santai dia mengubah cara duduknya, menghadap ke arahku.

"Saya tidak bercanda, Mbak. Saya sungguh-sungguh mencintai Pak Yunus dan sudah dua kali saya memintanya menikahi saya dan saya rela memberikan apa saja untuk mendapatkannya!" ujarnya dengan bangga, "tapi sepertinya Pak Yunus takut dengan mbak, sehingga menolak saya!" ujarnya dengan nada mengejek.

Mataku terbelalak mendengarnya, tidak menyangka jika aku harus berhadapan dengan pelakor. Wanita yang kastanya lebih tinggi dariku, bahkan jika dibandingkan, aku bukan siapa-siapa. Wajah cantik, tubuh sintal, kulit terawat dengan baik dan tutur kata yang sangat sopan, sanggat jauh berbanding terbalik denganku.

"Lebih baik ibu keluar dari rumah saya! Jangan sampai saya teriaki ibu sebagai pelakor!" ancamku.

"Saya bukan pelakor! Saya mencintai Pak Yunus tulus, dan ingin menikah dengannya dan atas persetujuan Mbak Gita!" ucapnya pongah.

"Keluar dari rumah saya!" bentakku.

Aku berdiri dan berjalan ke depan pintu, mempersilahkan tamu yang ingin merusak rumah tanggaku pergi dari rumah ini. Tidak ingin memberinya kesempatan, sekecil apapun. Wanita itu mendekatiku, bibirnya membentuk lengkungan yang membuatku sedikit terpana.

"Jangan sampai aku merebutnya darimu, Mbak!" bisiknya.

Aku mengangkat dagu, merasa hal itu tidak mungkin. Aku terlalu mengenal suamiku, dia sangat mencintaku dan anak-anakku. Mana mungkin bisa mencintai wanita lain,

"Kamu pikir suamimu tidak memiliki perasaan yang sama sepertiku, Mbak?"lanjutnya, yang membuatku bergeming, "dia hanya tidak ingin kalian tersakiti, setelah memilihku!" imbuhnya yang membuatku hampir saja limbung.

'Tidak ... Tidak mungkin! Mas Yunus bukan lelaki seperti itu!' batinku mulai bergejolak.

Wanita di depanku menatap penuh kemenangan, senyumnya mulai terkembang sempurna. Tentu saja membuat darah dalam tubuhku mendidih, ketika melihatnya.

"Keluar!" usirku.

Wanita itu melangkah pergi, dengan gaya yang anggun. Lalu, dia mengatakan akan datang lagi ketika Mas Yunus sudah kembali dari bekerja. Tentu saja aku menola kedatangannya lagi, tapi ucapannya kali ini membuatku sungguh kecewa dan merasa tida ada harga diri.

Suaraku yang tinggi rupanya mengundang rasa penasaran para tetangga julid yang sedang nongkrong di depan rumah salah satu tatangga, mereka memasang telinga dengan seksama. Tidak ingin ketinggalan satu beritapun, agar apa yang mereka sebarkan menjadi gosip yang akurat.

"Saya akan kembali lagi, setelah Pak Yunus pulang!" ujar wanita itu ketika akaan membuka pintu mobilnya.

"Saya yang akan keluar dari rumah ini, jika Mas Yunus menerimamu!" balasku penuh emosi.

"Jangan begitu, ah! Sebentar lagi 'kan kita akan jadi satu keluarga." Dengan santai dia mengucapkan kata-kata yang menusuk hati.

"Pergii!" teriakku.

Kututup pintu dengan kasar, lalu terduduk lemas. Tidak menyangka ada wanita yang melirik suamiku. Berulang kali kupikir, apa kelebihan suamiku, sehingga dia mencintai lelaki beristri. Kepala ini terasa sakit dan beputar, dan aku menangis sejadi-jadinya. Tidak peduli pada tetangga yang mengetuk pintu berulang kali. Rasanya masih sangat sakit, teramat sakit. Rumah tangga yang adem ayem selama tujuh tahun, kini terusik oleh wanita yang telah membantu kami.

Suara tangisku membangunkan tidur lelap anakku yang masih berusia tiga tahun. Tangan mungilnya menyentuh pipiku, memelukku dalam diam, perbuatannya malah membuatku makin terisak.

"Yaya enggak nakal, Ma!" ujarnya lirih.

"Iya, sayang." Aku menangkup wajahnya yang imut, dan mendaratkan satu kecupan di keningnya.

Rasa haru, kesal dan sedih makin menjadi, terlintas ketika Mas Yunus memandang kagum pada wanita lain, selain diriku. Segera kutepis pikiran buruk yang hadir untuk suamiku. Kuajak jagoanku masuk ke dalam kamar, karena matanya masih terlihat mengantuk. Pelukan erat mengakhiri tangisku, larut dalam buaian angin.

Cukup lama aku terpejam, hingga tidak menyadari kehadiran Mas Yunus. Tangannya menggenggam tanganku erat, dan dikecupnya berkali-kali. Hal yang sering dia lakukan jika dia merasa bersalah. Kutepis tangannya dengan kasar, lalu beringsut turun dari ranjang.

"Dek, tunggu!" panggilnya ketika aku membuka pintu.

Mas Yunus menggapai tangan dan langsung menarikku untuk duduk di sofa, menatapku dengan pandangan bersalah. Bibirnya bergetar, seakan-akan ragu untuk berbicara. Mengatur napasnya yang terasa berat.

"Ceraikan aku, Mas!" ucapku pasti.

"Dek!" Bentaknya.

Kutarik tangan yang dia genggam, ada rasa curiga yang tidak bisa kuredam. Ucapan wanita itu benar-benar mempengaruhi alam bawah sadarku secara tidak langsung.

"Dek, semua bisa kita bicarakan! Mas bisa jelaskan," ujarnya.

Kubingkai senyuman mengejek untuknya, dan pandanganku berpaling darinya. Saat ini rasanya sangat sulit untuk mempercainya, mendengar suara napasnya saja membuat hatiku sakit.

"Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan di belakangku?" tanyaaku sinis.

"Dek, bukan seperti itu!" sanggahnya tanpa menjawaab tanyaku.

Kutatap wajah tampannya yang selama ini menghiasi hari-hariku, janggut tipis, alis tebal, dan matanya yang sipit, belumlah berubah. Dia masih sama seperti dulu, bahkan perlakuannya tidak berubah sama sekali. Dia kekasih hatiku, tapi kenapa dia menghianatiku?

Setitik demi setitik, cairan bening keluar dari kelopak mataku. Tidak mampu lagi menyembunyikan kepedihan yang datang secara tiba-tiba. Mas Yunus mencoba mendekatkan tubuhnya ke arahku, lalu menarik tubuhku ke dalam pelukannya yang masih sama hangatnya.

"Maaf, Dek. Maaf karena kamu tahu darinya, maaf karena mas menyimpan sendiri semuanya. Bukan tidak ingin kamu mengetahuinya, tapi aku takut reaksimu seperti ini!" ujarnya lirih.

Aku berusaha melepaskan diri dari pelukannya namun, dia lebih mengeratkan tangannya yang melingkar di tubuh.

"Sudah dua kali dia melamar mas, tapi selalu mas tolak. Selain karena mas sudah memiliki kalian, mas tidak sanggup melihat kamu menangis!" ujarnya dengan suara berat.

Jari tanganku dia perhatikaan satu persatu, lalu dia kecup secara bergantian.

Helaan napasnya menandakan ada sesuatu yang dia sembunyikan, apakah benar jika Mas Yunus memiliki perasaan yang sama seperti ucapan wanita tadi.

Kudekatkan telingaku pada dadanya, sebelum bertanya padanya.

"Mas, seberapa besar cintamu padaku?" tanyaku dengan santai.

"Sama seperti dulu, dan tidak akan pernah berubah!" jawabnya.

Jantungnya berdetak seperti biasanya, membuatku lega.

"Lalu, apa kamu mencintai wanita itu juga?" tanyaku.

Pelukannya terasa longgar dan jantungnya berdebar sangat kencang. Sungguh di luar dugaanku.

"Mas! Jangan pernah bohongi aku!" ujarku dengan nada tinggi dan melepaskan diri dari pelukannya.

Wajahnya tampak pias, dan berkeringat. berkali-kali menghembuskan napas beratnya. Tangannya kembali mencoba meraihku namun, aku menjauh darinya. Aku beranjak dan masuk ke kamar anakku.

"Aku akan mengajukan cerai! Cerai!"

Ketika aku masuk ke dalam kamar, pintu depan ada yang mengetuk. Terdengar suara orang berbincang dan salah satu suara itu, milik Mas Yunus.

"Tolong ... Tolong!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
ceritanya menarik padahal baru awal2.. pengen aku share ke sosmed trs tag akun author tp akunnya ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status