Share

Bab 113

Author: Rina Safitri
Nenek Yanti mengusap lembut kepala Puspa, suaranya penuh kasih. “Kalau pekerjaanmu sibuk, nggak perlu sering-sering datang. Aku akan selalu di sini tungguin kamu.”

Puspa menggesekkan kepalanya manja di telapak tangan sang nenek, seolah mencari kehangatan yang hanya bisa ia dapatkan dari orang tua ini.

Hari itu, karena perawat sedang izin keluar sebentar, Puspa gantikan tugas temani neneknya berjalan-jalan keluar kamar.

Kadang, Puspa merasa heran. Kota Ubetu begitu luas, tapi kenapa dunia terasa sempit sekali?

Baru saja mereka turun ke lantai bawah, belum juga mulai berjalan, ia sudah lihat sosok yang sangat dikenalnya, Indra baru saja menutup telepon.

Sejak malam terakhir mereka bertemu, waktu telah berlalu hampir setengah bulan. Dalam rentang itu, nggak ada satu pun telepon, bahkan sekadar pesan singkat.

"Indra."

Nenek Yanti lebih dulu menyapanya dengan ramah.

Indra menyimpan HP-nya, lalu menunduk hormat. “Nenek.”

Senyum hangat muncul di wajah Nenek Yanti. “Kenapa kamu ada di si
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
just4fun
masih saja menderita Puspa
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 224

    Orang yang datang itu nggak lain adalah Jimmy. Dengan kedua tangan dimasukkan ke dalam saku, ia melangkah masuk dengan sikap cuek seenaknya, penuh rasa nggak peduli. Kakek Budi langsung mengernyitkan dahi. “Kamu ngapain datang ke sini?”Jimmy menyunggingkan senyum tipis. “Masalah kakak sudah buat gempar di luar. Tentu saja aku harus pulang untuk ‘tunjukkan perhatian’.” Meski bibirnya menyebut kata ‘perhatian’, namun ekspresi wajahnya jelas sekali tunjukkan kalau ia cuma datang untuk nonton keributan. Sifat dan kelakuannya, Kakek Budi mana mungkin nggak tahu? “Ini bukan urusanmu. Pulang saja.” Namun, orang sudah datang, mana mungkin ia mau pergi begitu saja? Tatapannya pun beralih ke Indra dan Puspa. “Kakak, sejak kapan kamu suka main paksa seperti gini? Kakak ipar sudah bilang mau cerai, kamu masih maksa nggak mau lepas. Apa kamu nggak malu? Di mana harga dirimu?”Lalu ia mengalihkan pandangan ke Puspa, seakan makin perkeruh suasana. “Kakak ipar, kalau kamu butuh bantuan, bilang

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 223

    Ruang tamu seketika sunyi senyap. Nggak seorang pun bicara, semua mata hanya terarah padanya. Puspa kembali buka suara lirih tapi tegas, “Aku nggak ingin hidup dengan dia lagi.”Endah segera menekan nada suaranya, penuh teguran, “Puspa, kamu ngomong apa? Jangan sembarangan!”Baru saja sang kakek nutup persoalan ini, mengapa menantunya justru ungkit itu lagi? Sang kakek menarik napas, lalu berkata, “Puspa, Indra sudah jelaskan. Dia dan Wulan nggak ada hubungan apa-apa. Aku akan pastikan perempuan itu dikirim jauh-jauh, nggak akan muncul lagi di depanmu. Suami-istri mana bisa dengan mudah bilang cerai hanya karena satu dua masalah kecil?”“Kakek, mungkin memang dia nggak punya hubungan dengan Wulan, tapi di hatinya, selalu ada kakak Wulan. Aku cuma hancurkan sesuatu yang paling dia sayangi, dan dia hampir cekik aku sampai mati. Aku nggak tahu, mungkin lain waktu kalau nyinggung dia lagi, apa dia akan langsung bunuh aku.” Puspa balas dengan getir.“Omong kosong! Indra bukan orang sekeja

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 222

    “Puspa, ada masalah besar.”Tania mengguncang tubuh Puspa hingga ia terbangun. Puspa yang masih mabuk, berusaha bangun dengan setengah sadar. Matanya hanya setengah terbuka, suara seraknya masih berat karena baru bangun tidur. “Kenapa?” Tania kasih HP-nya ke Puspa. “Kalian masuk berita.”Di posisi teratas trending berita, judul besar mencolok: [Indra Selingkuh Saat Masih Menikah.] Di bawah berita itu, terpampang jelas foto Indra dan Wulan masuk hotel bersama, keluar-masuk komplek berdua. Lebih parah lagi di jam yang sama saat mereka berdua terlihat, media juga pajang foto Puspa yang sedang hadiri acara di Vila Asri. Hanya saja wajahnya dibuat kabur. Puspa menatap semuanya dengan tenang, tanpa ekspresi. “Kenapa kamu sama sekali nggak ada reaksi?” tanya Tania bingung.“Aku yang suruh orang sebarkan itu,” jawab Puspa datar.Tania terdiam.Belum sempat ia tanya lebih jauh, HP Puspa berdering. Tania lihat sekilas, lalu serahkan kembali pada pemiliknya. “Telepon dari Kakek Budi.”Begit

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 221

    Sepanjang jalan, Puspa nggak bicara sepatah kata pun. Ia seperti boneka kayu yang dikendalikan benang, cuma biarkan Tania bawa dia pulang. Begitu sampai di rumah, hal pertama yang dilakukan Tania adalah robek pakaiannya, ingin pastikan apa ada luka atau jejak lain di tubuhnya. Dengan suara serak, Puspa berkata pelan, “Aku nggak diperkosa.”Dengar itu, hati Tania yang tadinya sangat cemas akhirnya sedikit tenang. Nggak salah ia pikir berlebihan, tatapan kosong Puspa yang tanpa harapan itu benar-benar buat dia tampak seperti sudah kehilangan semangat hidup. Tania tanya hati-hati, “Jadi, sebenarnya kenapa?”Alih-alih jawab, Puspa malah balik tanya, “Di rumah ada alkohol nggak?”"Bir, mau nggak?"Puspa mengangguk. Begitu botol bir dibawakan, ia langsung buka botol itu dengan tangan gemetar, meneguk setengah botol sekaligus. Terlalu cepat. Cairan memicu rasa perih di tenggorokannya hingga ia tersedak hebat. “Uhuk…uhuk…” Bir muncrat keluar, basahi bajunya. Tania cepat-cepat ambil tisu,

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 220

    Cakra menatap Puspa yang wajahnya sudah biru keunguan, nyaris tercekik. Kepalanya semakin sakit. Lihat bosnya yang kehilangan kendali, ia benar-benar takut akan ada tragedi. “Bos, lepaskan! Nyonya nggak bisa napas lagi!” Dengan nekat, meski sadar bisa saja kena pukul, Cakra beranikan diri maju untuk melerai. Namun Indra hanya mengibaskannya dengan kasar, seolah lempar sampah. Tubuh Puspa terhempas, jatuh ke tanah seperti layang-layang yang putus benangnya. Meski hanya lihat, Cakra pun merasa ngilu. Puspa terbaring di lantai, terbatuk hebat. Kulit lehernya merah menyala. Ia mendongakkan kepala, senyumnya masih bertahan di wajah yang pucat. “Kamu sama sekali nggak penasaran, kenapa aku bisa nemukan tempat ini?” Sambil berkata begitu, matanya melirik ke arah Wulan. Jantung gadis itu seketika berdebar kencang. Puspa lanjutkan, seolah jawab pertanyaan untuk dirinya sendiri, “Tentu saja, semua ini berkat adikmu yang baik hati. Kalau bukan karena dia, aku nggak akan tahu tentang ‘markas

  • Hari Aku Kehilangan, Dia Merayakan   Bab 219

    “Sonya, adikmu bilang kamu sudah meninggal. Tapi aku nggak percaya, pasti dia bohong ke aku.”"Ini salahku, aku kehilangan kamu."“Aku akhirnya nikah, tapi dengan wanita yang aku sama sekali nggak cinta.”“Kamu pernah bilang, setelah nikah mau punya dua anak. Karena kamu nggak bisa wujudkan itu, maka aku yang akan gantikan kamu wujudkan itu.”Mata Puspa memerah, air mata membanjiri pandangan hingga kabur. “Aku sangat kangen kamu.”Baca sampai sini, Puspa nggak sanggup lagi intip lebih jauh. Dengan gerakan keras, ia nutup buku harian itu. Seluruh tubuhnya gemetar hebat. Butiran air mata sebesar kacang hijau menetes satu per satu, jatuh basahi karpet, lenyap tanpa suara. Ia menangis terisak, namun nggak ada suara sedikit pun. Perlahan berdiri, Puspa menatap sekeliling. Setiap sudut ruangan ini jelas ditata penuh perhatian. Bisa dilihat betapa banyak tenaga dan hati yang Indra curahkan di sini. Ia tiba-tiba teringat ke Vila Asri, tempat yang katanya adalah rumah pernikahan mereka. Tap

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status