Share

Bab 14

Author: Hargai
Jovita menjawab, "Adik perempuanku ...."

Olivia tiba-tiba mencium bau parfum Jovita yang menyengat dan mulai muntah-muntah.

Pelayan yang melihat hal ini langsung mendorong Jovita untuk menyingkir. "Pergilah! Nona kami nggak punya waktu untuk meladenimu!"

"Apa nona baik-baik saja?"

Para pelayan dengan hati-hati membantu Olivia yang muntah hingga lemas untuk masuk ke dalam.

Jovita sangat kesal karena dia didorong dan diusir seperti pengemis.

Namun, dia tidak berani macam-macam dengan orang-orang yang bisa tinggal di sini.

Sopir Keluarga Dirgantara menurunkan jendela mobil dan menasihati dengan ramah, "Keluar dari sini. Ini bukan tempat di mana kamu bisa tanya-tanya."

Jovita menoleh dan bertanya, "Kamu sopir rumah ini? Katakan padaku, siapa sebenarnya yang tinggal di sini?"

Sopir itu menjawab dengan sangat berhati-hati, "Aku nggak bisa bilang siapa yang tinggal di sini. Tapi aku dengar kalau mereka baru merekrut beberapa pelayan baru. Adik yang kamu cari mungkin ada di antara mereka!"

Pelayan?

Pamela datang ke sini sebagai pelayan?

Bukankah dia sedang magang di Perusahaan Quentin?

Jovita baru saja akan menanyakan sesuatu yang lain, tetapi sopir itu sudah mengemudikan mobilnya ke garasi.

Makin Jovita memikirkannya, rasanya makin mencurigakan. Dia menelepon seorang teman kuliahnya yang bekerja di Perusahaan Quentin dan mengetahui kalau Pamela sudah dipecat.

Dipecat?

Jadi, Pamela benar-benar bekerja di rumah ini sebagai pelayan?

Katanya dia sudah menemukan rumah sewa, tetapi dia malah pindah ke sini karena dia harus bekerja 24 jam sehari sebagai pelayan?

Hanya itu yang bisa Pamela lakukan. Dia mungkin mencuri jas mahal itu dari pria yang tinggal di rumah ini.

Dengan mengingat hal ini, Jovita merasa kembali bersemangat dan siap untuk pulang ke rumah ayahnya untuk mengadu.

...

Kediaman Keluarga Dirgantara, lantai dua.

Pamela bersandar dengan malas di jendela yang membentang dari lantai ke langit-langit dan melihat Jovita melenggang keluar.

Keesokan harinya.

Pada tengah hari, seorang wanita tua dengan penampilan anggun dibantu turun dari mobil Hummer dan memasuki kediaman Keluarga Dirgantara.

Olivia melihat wanita tua itu dan menyapanya, "Nenek sudah datang!"

"Saat menerima telepon darimu, nenek langsung memesan tiket pesawat untuk pagi ini!" Nyonya Frida menatap cucunya dengan cemas, lalu menambahkan, "Olivia, sudah berapa lama kamu nggak ketemu nenek. Kenapa sepertinya kamu makin kurus?"

Olivia mengeluh, "Nek, istri baru kakak membuatku menderita setelah dia datang kemari. Dia membuatku muntah-muntah sampai dirawat di rumah sakit."

Nyonya Frida tampak tenang dan hangat, tetapi setelah mendengar itu, matanya yang tajam melotot tidak terima.

"Aku ingin melihat menantu sehebat apa yang datang ke rumah ini, sampai berani menggertak cucu perempuanku yang berharga! Pelayan, panggilkan Pamela kemari!"

Olivia membantu Nyonya Frida duduk di sofa, meringkuk di samping neneknya dan berbicara dengan penuh perhatian.

Pamela pasti akan mati hari ini. Lihat saja apa yang akan dilakukan nenek padanya!

Beberapa saat kemudian, Pamela dibawa turun oleh pelayan.

"Apa kamu yang bernama Pamela?"

Nyonya Frida menatapnya dari atas ke bawah.

Pamela mengangguk, lalu menjawab, "Ya. Nyonya ingin bertemu denganku?"

Tatapan Nyonya Frida tidak ramah. "Aku dengar kamu menyiksa cucuku sampai masuk rumah sakit? Kenapa? Baru menjadi bagian dari keluarga ini, kamu pikir kamu adalah nyonya dari Keluarga Dirgantara?"

Pamela menyimpulkan identitas wanita tua itu dan menebak-nebak bagaimana Olivia telah membalikkan permasalahan antara mereka berdua.

Dia menjelaskan tanpa merendahkan diri, "Nyonya, apa nyonya pernah mendengar pepatah yang mengatakan, jangan menyimpulkan sesuatu sebelum mengetahui kebenarannya? Kemarin, Nona Olivia menyiram air kotor ke tubuhku. Aku hanya ingin melindungi diriku sendiri dan membalas perbuatannya. Tindakanku nggak bisa dikatakan menyiksanya."

Nyonya Frida memalingkan wajahnya untuk menatap cucunya, lalu mengatakan, "Olivia, apa itu benar?"

Olivia menggelengkan kepalanya sambil berlinang air mata, "Nek, jangan dengarkan omong kosongnya. Dia menuduhku! Ada banyak pelayan di rumah. Mereka semua bisa bersaksi untukku!"

Melihat kedipan mata Olivia, beberapa pelayan melangkah maju.

"Saya bisa bersaksi bahwa nona nggak bersikap seperti itu kepadanya."

"Saya juga bisa bersaksi!"

"Saya juga!"

Tatapan lekat Nyonya Frida beralih ke Pamela. "Apa lagi yang ingin kamu katakan sekarang?"

Pamela memandang beberapa pelayan yang telah melangkah maju dan mengerutkan kening tanpa daya.

Hanya orang-orang Olivia yang ada di sini. Dia tidak bisa mengelak.

"Nyonya, aku sudah mengatakan semua yang perlu dikatakan. Kalau nyonya nggak percaya, nggak ada lagi yang bisa aku katakan."

Nyonya Frida yang mendengar itu menimpali dengan suara berat, "Kamu nggak sadar dengan kesalahanmu? Sepertinya keluargamu nggak mengajarimu untuk bersikap baik. Jadi, Keluarga Dirgantara yang akan melakukannya! Pelayan, bawakan peraturan Keluarga Dirgantara dan suruh dia menyalinnya seratus kali. Jangan biarkan dia makan kalau belum selesai. Biarkan dia memahami aturan Keluarga Dirgantara."

Pamela kehabisan kata-kata, "..."

Kenapa nenek dan cucunya ini sama-sama suka membuatnya mengingat aturan?

"Nenek, aku senang Nenek ada di sini untuk menemaniku!" Olivia membungkuk dengan bangga di hadapan Nyonya Frida dan mengambil sebuah kue kering dari meja di depannya. Setelah itu, dia mengatakan, "Nenek belum makan sejak turun dari pesawat, 'kan? Makanlah kue ini dulu. Aku akan ke dapur untuk menyiapkan makan siang kesukaan Nenek."

Pamela menghentikannya, "Tunggu! Nyonya nggak boleh makan itu!"

Olivia menimpali ketus, "Pamela, ini Keluarga Dirgantara, apa yang nggak boleh dimakan oleh nenekku? Makan saja, Nek. Abaikan dia!"

Nyonya Frida menggigit kue yang disuapi cucunya dan sudah terlambat bagi Pamela untuk menghentikannya.

Olivia menatap Pamela dengan tatapan provokatif, "Masih nggak pergi buat tulis aturan keluarga? Cepat tulis seratus kali!"

Saat itu, wajah Nyonya Frida tiba-tiba memucat. Matanya melotot dan mulutnya terbuka lebar, tidak bisa bernapas.

Olivia terkejut, "Nenek? Nenek ... ada apa, Nek?"

Pamela melihat terjadi sesuatu pada Nyonya Frida dan dengan cepat melangkah maju untuk memeriksa keadaannya.

Olivia mendorongnya dengan kesal, lalu mengatakan, "Pergilah! Jangan sentuh Nenek!"

"Nyonya dalam bahaya, jangan menghalangi!"

"Bahaya apa! Apa yang ingin kamu lakukan pada nenekku?"

Olivia berdiri di depannya dan terus mendorongnya, tidak membiarkan Pamela mendekat.

Dalam keputusasaannya, Pamela menampar wajah Olivia, membuatnya tersungkur ke belakang.

Segera setelah itu, Pamela menghampiri dan mengangkat Nyonya Frida ke atas sofa, memegang perutnya dan melompat ke atasnya tanpa menunda waktu satu detik pun.

Olivia beranjak dengan wajah yang ditutupi tangan. Melihat Pamela menyiksa neneknya, dia berteriak, "Pamela gila! Dia akan membunuh nenek! Kenapa kalian diam saja! Cepat singkirkan dia!"

Anak buah Keluarga Dirgantara mengepung Pamela, tetapi karena Nyonya Frida ada di tangannya, tidak ada yang berani melakukan apa pun kepadanya.

"Jangan mendekat!" Pamela mundur beberapa langkah, memeluk Nyonya Frida.

"Nyonya!"

"Cepat lepaskan nyonya!"

"Jangan macam-macam!"

Tiba-tiba, sebuah suara dingin dan tegas terdengar.

"Ada apa ribut-ribut begini!"

Agam masuk dan tekanan udara pun menurun drastis.

Olivia berhambur ke dalam pelukan Agam seolah-olah dia telah melihat seorang penyelamat. Dia mulai mengadu, "Kak, selamatkan nenek. Nenek bisa meninggal di tangan Pamela!"

Alis Agam berkerut. Dia menatap Pamela yang bersama neneknya dan bertanya dengan suara dingin, "Apa yang kamu lakukan?"

Pamela baru saja akan menjelaskan, tiba-tiba Olivia berkata, "Dia membuat nenek marah. Nenek menghukumnya untuk menulis peraturan keluarga, tapi dia nggak terima. Jadi, dia membalas dendam pada nenek! Kak, wanita ini gila, ceraikan dia sekarang juga!"

Agam mendorong Olivia ke samping dan menyerahkannya pada Ervin. Tatapan matanya yang berbahaya tertuju pada Pamela. "Kalau kamu nggak mau mati, lepaskan nenekku sekarang juga!"

Pamela berkata, "Tunggu sebentar lagi!"

Agam makin tidak sabar, "Tunggu apa?"

Nyonya Frida mulai batuk-batuk.

Pamela melepaskan Nyonya Frida dan orang-orang Keluarga Dirgantara segera berkumpul untuk membantu melancarkan pernapasan Nyonya Frida.

Sambil melihat neneknya batuk-batuk, Agam mencengkeram leher Pamela.

"Siapa yang memberimu keberanian untuk melakukan itu pada nenekku?"

"Aku ... uhuk ...."

Kaki Pamela tiba-tiba menggantung di udara, wajahnya sampai memerah.

Dalam mata merah Agam, dia merasakan niat membunuh yang sangat kuat!
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Just Rara
semoga setelah ditolong pamela nenek si agam sadar siapa yg benar dan jujur
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hari-hari Dimanjakan Paman   Bab 2938

    Ketakutan masih melanda Phillip ketika dia membayangkan situasi saat itu, Dian meratakan alis pria itu, "Aku tahu kamu pasti akan datang untuk menyelamatkanku, sama seperti sebelumnya.""Aku mencintaimu, Phillip."Sebelumnya Dian sudah menyatakan cintanya, tapi dia mengatakannya dalam keadaan tidak sadar. Sekarang dia sudah sadar, pikirannya jernih, bahkan sambil tersenyum tipis. Ucapannya membuat Phillip tersipu sejenak."Aku juga mencintaimu," balas Phillip.Dian hanya dirawat sebentar di rumah sakit, tak lama kemudian dia kembali ke Kediaman Sanders.Seperti yang mereka katakan, kondisi Dian tidak serius, dirawat di rumah sakit hanya akan memperlambat pemulihannya.Lebih baik dia dirawat di rumah.Phillip tidak pernah menyinggung pekerjaan Dian. Sebaliknya, Dian langsung pergi ke Surat Kabar Sino untuk mengundurkan diri.Kondisinya saat ini tidak sesuai untuk menyelidiki kasus terkait, lagi pula Phillip langsung menyerahkan barang bukti ke kantor polisi, pihak kepolisian yang akan m

  • Hari-hari Dimanjakan Paman   Bab 2937

    "Phillip, aku menyukaimu, aku mencintaimu."Phillip memeluk Dian dengan perasaan sakit yang tiada tara, "Ini salahku, seharusnya aku lebih cepat.""Aku nggak pernah menyalahkanmu. Aku hanya ingin melihatmu tersenyum. Selama kamu bersedia membiarkanku tetap di sisimu, aku nggak meminta pengakuanmu.""Aku tahu keluargamu menyulitkanmu, aku bisa melihatnya ...."Para pengawal yang ikut menerobos masuk merasa canggung ketika melihat CEO mereka menangis.Namun, yang terpenting saat ini adalah membawa Dian ke rumah sakit untuk pemeriksaan fisik. Setelah lama terikat, aliran darahnya surut, menyebabkan mati rasa yang akan menjadi masalah serius jika tidak bisa pulih.Akhirnya, para pengawal mendorong bos mereka yang sangat pemberani untuk menasihati Phillip. Phillip menundukkan kepala, menyeka air matanya, dia menggendong Dian dengan mudah, tidak membiarkan orang lain turun tangan. Gerakannya sangat lembut, seolah-olah sedang menggendong tuan putri.Untungnya, hasil pemeriksaan menyatakan kon

  • Hari-hari Dimanjakan Paman   Bab 2936

    Setelah itu, Lesti pergi tanpa menoleh, sama sekali tidak menunjukkan keraguan.Masa depan dirinya dan Fabian ada dalam kandungannya, tidak mungkin dia menyerahkan semua hartanya pada Ririn.Karena putrinya tidak menurut, maka dia akan mengandalkan putra dalam kandungannya.Bukankah Ririn senang menemui Juko? Kalau begitu, biarkan saja mereka hidup bersama.Lagi pula dia sudah menghabiskan banyak usaha untuk membesarkan putrinya itu.Ririn menghabiskan paruh pertama hidupnya bersama Lesti, paruh kedua hidupnya sudah seharusnya menjadi giliran Juko.Satu-satunya hal yang membuat Phillip bersyukur adalah Juko tidak mempermainkannya, tampaknya dia masih peduli pada putrinya.Phillip bersama para pengawalnya berhasil menemukan rumah bobrok itu.Pelaku cukup waspada, mereka memilih rumah bobrok di pinggiran desa.Setelah pintu didobrak, Phillip menemukan Dian terbaring sendirian di lantai, tanpa ada yang menghiraukannya.Penjahat yang berjaga menunggu instruksi Juko, tanpa perintah darinya,

  • Hari-hari Dimanjakan Paman   Bab 2935

    Lesti meneteskan air mata, duduk bersila dan terdiam, tidak ingin membela diri.Ririn satu-satunya orang yang masih berusaha memberikan penjelasan, tapi apa pun yang dia katakan, Fabian tidak lagi memercayainya.Hal seperti ini sudah terjadi berkali-kali dan setiap kali Fabian selalu memilih memercayai Lesti dan putrinya.Namun kini dia menyadari bahwa dia sepenuhnya salah.Dian dulunya sangat perhatian dan berperilaku baik, tetapi setelah Lesti dan Ririn memasuki hidup mereka, dia merasa putrinya mulai bermulut tajam dan selalu bertingkah di hadapannya.Sekarang dia baru menyadari, semua itu Dian lakukan untuk mendapatkan lebih banyak perhatian darinya atau setidaknya hanya ingin dia memperlakukan dirinya dan Ririn secara adil.Hanya saja dia tidak pernah menyadarinya. Sebaliknya, dia merasa Dian harus mengalah pada Ririn karena lebih tua."Karena kamu begitu menyukai ayah kandungmu, mulai sekarang kamu bisa hidup bersamanya.""Jangan pernah datang lagi ke rumah ini. Sedangkan ibumu,

  • Hari-hari Dimanjakan Paman   Bab 2934

    Ririn buru-buru bertanya, "Ibu tertipu?""Kenapa Ibu menghubungi Juko?""Sekarang mereka tahu keberadaan Dian, Ibu mengacaukan rencanaku, apa yang ada di kepala Ibu?"Namun Lesti tidak menggubris, dia menangis dan menampar Ririn, "Kamu membuat Ibu takut setengah mati. Kalau terjadi sesuatu padamu, Ibu harus bagaimana? Susah payah Ibu membesarkanmu, apa Ibu harus melihatmu mati?""Ibu 'kan sudah bilang, jangan menemui Juko Sanders, kenapa kamu masih diam-diam menemuinya, bahkan menyuruhnya melakukan hal seperti ini, apa kamu sudah gila?""Ibu hanya ingin menjalani sisa hidup dengan damai bersamamu, kenapa kamu nggak mau mendengarkan Ibu?"Ririn sangat kecewa pada ibunya. Sejak hamil, Lesti tidak pernah lagi memberi pelajaran pada Dian.Namun, Ririn tidak terima, Dian bagaikan duri yang menancap di matanya, duri itu harus disingkirkan agar dia merasa lega."Apa Ibu nggak tahu aku menyukai Phillip?""Aku yang duluan menyukai Phillip, tapi Dian merampasnya. Mana mungkin aku melepaskannya.

  • Hari-hari Dimanjakan Paman   Bab 2933

    Ingin sekali Lesti menamparnya, untuk apa dia bicara seperti itu?Jika dulu pria itu tidak melakukan tindak kekerasan padanya, hubungan mereka tidak mungkin jadi seburuk ini.Sekarang beraninya dia mengatakan berbuat seperti ini demi putrinya, dia kira nyawa Dian bisa diambil semudah itu?Dian adalah Nona Besar Keluarga Sandiga, belum lagi dia sudah menikah dengan Phillip Sanders, sekarang dia adalah istri dari pemilik Perusahaan Sanders. Juko kira siapa dirinya? Beraninya dia menculik Dian!Napas Lesti tidak teratur, dia tersentak, "Kalau kamu nggak percaya, dengarkan saja teriakan putrimu.""Aku nggak bisa menyelamatkannya, nyawanya ada di tanganmu. Lagi pula aku sedang mengandung anak Fabian. Tanpa Ririn sekalipun, aku masih punya anak yang lain, tapi nggak denganmu!"Phillip sangat mengagumi Lesti. Di saat seperti ini, dia tidak lupa mengungkapkan kesetiaannya pada Fabian, secara tidak langsung memberi tahu Fabian bahwa dia selalu berpihak padanya, sungguh hebat.Di ujung telepon,

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status