Tepat pukul sebelas siang, Erlangga pun meluncur ke sebuah Resto milik teman Tiara yang bernama Erwin. Di sepanjang jalan menuju tempat resto tersebut, ia masih saja memikirkan anak yang berada di dalam kandungan Elena.
“Gue harus bagaimana untuk ambil darah daging gue di Elena? Kalau ingat semua kejadiannya, nyesel banget gue ke Singapura waktu itu. Kalau aja ... udahlah, kalau emang si Lena kagak suka juga kagak mungkin kejadian.”Erlangga berbicara pada dirinya sendiri, saat perasaan benci timbul di hatinya mengingat perbuatan Herlambang bersama Elena di belakangnya. Tak lama kemudian, mobil yang dikendarai pun sampai pada sebuah resto milik teman Tiara.Seorang pelayan menyambut kedatangan Erlangga, ketika lelaki tampan itu akan memasuki pintu masuk restoran.“Silakan Kak ... untuk berapa orang? Apa kakak sudah boking meja sebelumnya?” tanya seorang pelayan seraya membukakan pintu dan berhadapan dengan Erlangga.“Belum sih, Mbak. Mungkin mami saya udah pesan meja, kata mami saya sih ... om Erwin pemilik resto ini, teman baik mami saya,” ujar Erlangga membuka kaca mata hitam yang dikenakannya.“Oh, silakan ... Kak, ikuti saya. Nyonya Tiara dan Tuan Erwin sudah menunggu,” ucap pelayan tersebut memberitahukannya. Erlangga pun masuk dan mengikuti langkah dari pelayan tersebut.Sekitar lima langkah dari meja yang di duduki, Tiara telah melihat putranya dan melambaikan tangan ke Erlangga dengan tersenyum lebar. Tampak seorang lelaki paruh baya duduk di hadapan Tiara menoleh ke arahnya pula.“Win, kenalin anakku, Erlangga,” ucap Tiara memperkenalkan Erlangga pada lelaki paruh baya itu.“Halo, apa kabar? Mami kamu sering cerita tentang kamu,” sapa Erwin menyambut uluran tangan Erlangga.“Wah, cerita apa aja nih, Om ... bukan cerita kenakalan Er, kan? Hehehehe,” tawa kecil Erlangga menghiasi bibirnya saat membalas celoteh Erwin dan ia pun duduk diantara Tiara dan Erwin.Setelah itu, seorang pramusaji datang dan mereka pun memesan makanan dan minuman. Tak lama kemudian mereka pun menikmati makan siang bersama dan berbicara beberapa hal mengenai Sakti, Elena dan Herlambang.Sekitar lima belas menit kemudian, Erwin yang diketahui sebagai pengacara juga memberikan saran pada Erlangga, terkait dengan properti miliknya dan anak yang dikandung Elena.“Er, Om sebagai teman mami dan almarhum papi kamu, cuma ingin memberi saran dari semua yang sudah Om sampaikan tentang pentingnya seorang penerus dalam keluarga dan hukum yang berlaku tentang anak serta warisan atas anak kandungmu, Jadi, cobalah temui Elena. Justru kalau kamu bisa menguasai wanita itu, kamu juga bisa kuasai anak-anaknya. Habis itu, kamu bisa urus pula masalah anakmu dan anak Herlambang. Semua itu untuk kebaikan bersama."Erlangga hanya mangut-mangut dan Tiara pun ikut menambahkan,, “Er, benar kata Om Erwin. Kebetulan besok papi Her akan ke Surabaya. Apa sebaiknya kamu temui Elena. Bicarakan tentang anak yang di kandungnya. Enam bulan lagi aja, bayi itu akan lahir. Kalau kamu nggak percaya anak yang dilahirkan Elena itu anakmu, lebih baik sedini mungkin kamu ajak Elena untuk lakukan test DNA."“Berapa hari papi Her ke Surabaya?” tanya Erlangga.“Katanya tiga hari. Karena selain bertemu koleganya, dia juga mau rapat internal. Jadi menurut Mami, kamu menginap di rumah aja barang satu atau dua hari,” usul Tiara memegang tangan putranya dan berharap Erlangga akan kembali dan tinggal di rumah.“Ya nanti Er pikirkan lagi, Mii. Soalnya Er masih males ketemu Elena,” tolak Erlangga atas usul Tiara.“Ayolah, pulang barang satu malam. Kamu nggak kangen sama Mami? Besok pagi aja papi Her udah jalan dari rumah, pulanglah. Apalagi, udah satu bulan kamu nggak pulang. Kalau emang kamu nggak mau nginap, kamu mampir ke rumah aja ... dan tanya Elena, bayi siapa yang di kandungannya. Er ... Mami mohon, untuk kali ini aja ... ikuti keinginan Mami.”Tiara menatap lekat netra Erlangga seraya mengusap lembut lengannya. Ia berharap Erlangga luluh atas permintaannya. Sementara, Erlangga yang melihat Tiara semakin tampak tua karena pengobatan yang diikutinya mau tidak mau harus menghilangkan ego dan menyisihkan rasa kesal, benci dan dendam pada Elena yang telah mengkhianatinya.“Er ... bisa ya kamu besok ke rumah, biar Mami tenang. Sekarang ini Mami hanya memikirkan bayi yang ada di kandungan Elena. Makanya, selama ini Mami terus berusaha mengalah. Karena, Mami nggak mau sampai Elena stress disaat hamil bayi itu. Tolong, maafkan Elena demi bayi itu.”Erlangga hanya terdiam dengan beberapa kali menarik napas panjang dan memandang ke arah Tiara yang terus merayunya untuk pulang ke rumah. Erwin yang kasihan melihat Tiara, berupaya meminta Erlangga untuk pulang dengan ikut menasihati anak muda tersebut.“Er ...! Jadi lelaki itu harus tahan rasa sakit. Nggak ada rumus laki-laki itu sakit hati. Justru kita yang harus buat perempuan itu sakit hati. Hehehehe. Jangan perlihatkan kelemahan hati kamu ke papi Her. Tunjukan kalau kamu baik-baik aja. Kamu itu muda, tampan dan kaya. Harusnya kamu bisa merebut Elena atau balas sakit hati hatimu dengan permainkan perasaannya. Syukur-syukur kalau tuh perempuan masih suka sama kamu. Jadi kan, kamu bisa buat Herlambang ikut sakit hati juga. Begitu kan, Tia? Anggap impas urusan kamu sama Herlambang,” saran Erwin seraya tersenyum lebar dan menepuk-nepuk bahu Erlangga.“Mami udah cerita masalah Bella sama Om Erwin?” tanya Erlangga memandang Tiara.“Semua udah Mami ceritakan ke om Erwin,” jawab Tiara sambil menganggukkan kepala dan melihat ke arah Erwin yang tampak ikut menganggukkan kepalanya.“Er, untuk masalah Bella, kamu kan, belum sepenuhnya melamar perempuan itu. Keluarga besar juga belum saling berkenalan. Terlebih, kamu masih punya istri yang hamil. Saran Om satu lagi! Jadi lelaki jangan mau di tekan oleh pihak calon istrimu. Kamu yang harus bisa kendalikan dia. Apalagi, perempuan itu cinta mati sama kamu. Manfaatkan! Dimana-mana lelaki baik akan dicari banyak wanita, tapi setidaknya belajar nakal dikit bolehlah ... yang penting jangan sampai bablas dan pegang kendali! Itu lelaki namanya.”Terlihat Erlangga antusias sekali mendengarkan saran dan nasihat dari Erwin yang pintar mengolah kata dan membujuk lawan bicaranya untuk bisa satu pikiran dengan mendoktrin atas apa yang dikatakannya untuk bisa dijalankannya.Erlangga pun terlihat mangut-mangut dan sesekali menelan salivanya dengan memandang serius ke arah Erwin yang terus mendoktrin dirinya tentang cara menjadi lelaki sesungguhnya dengan menempatkan perasaan 30%, tindakan 30% dan logika 40%.“Gimana ... kamu setuju dengan saran Om, kan? Tunjukan kalau kamu lelaki! Lelaki harus menang dari perempuan yang disukainya. Apalagi model Bella yang cinta mati sama kamu. Manfaatkan dia untuk meraih semuanya ... Hahahhahaha,” gelak tawa Erwin diikuti oleh tawa kecil Erlangga dan senyum lebar Tiara.“Ya, Om ... Er akan mulai terapkan ke diri Er. Memang Er sering emosi dan agak kaku kalau udah marah sama orang lain. Kayak udah males ketemu dan berhubungan sama orang itu. Tapi, mulai hari ini akan coba untuk lebih relax dan mulai atur siasat buat mereka yang udah buat Er terpuruk,” tutur Erlangga penuh semangat.Tiara yang kembali melihat raut wajah putranya penuh semangat seperti dulu, membuat netranya berkaca-kaca. Diusap air mata bahagia yang mengalir membasahi pipinya.“Makasih Er, kamu buat Mami bahagia. Mami akan selalu menunggu kepulangan kamu. Secepatnya ya, sayang,” ucap Tiara dengan air mata mengalir dari pipinya dan Erlangga pun menghapus air mata kebahagiaan Tiara atas keputusannya yang akan pulang ke rumah.Kebahagiaan terpancar dari wajah Tiara yang siap menerima putranya kembali ke rumah dan bersiap memperlihatkan kekuatannya sebagai lelaki. Putra tunggal yang selama ini menjadi curahan cinta dan kasih sayang darinya. Dan bagi Tiara, hanya Erlangga lah yang berhak mengatur semuanya, termasuk perusahaan yang kini di pegang oleh Herlambang.Erlangga yang mengetahui kedatangan Herlambang, membuat lelaki tampan itu uring-uringan. Di rumah, Erlangga yang tak pernah membentak Bella atas kesalahan kecil yang diperbuatnya, di pagi hari itu saat lelaki tampan itu akan ke kantor, membuat Bella menangis atas hal kecil yang tak diduganya.“Lain kali, kamu itu mikir! Masa iya aku ke kantor pakai pakaian ini? Apa kamu pikir ini cocok aku pakai? Padahal sejak awal kamu pilihkan pakaian ini, aku sudah ngomong..., singkirkan dari lemari pakaianku! Dasar perempuan nggak bisa buat suami bahagia!” teriak Erlangga pada Bella kala wanita cantik itu mengambilkan pakaian yang tak disuka oleh Erlangga.Elizabeth yang mendengar putrinya dibentak oleh Erlangga pun masuk ke dalam kamar itu dan menegur menantunya, “Ada apa sih sama kamu? Masalah pakaian saja sampai memaki-maki Bella! Apa putriku kurang baik mengurus putramu?!” Erlangga yang terkejut dengan kehadiran Elizabeth yang datang ke kamar mereka pun melirik ke arah wanita yang telah cukup
Perselingkuhan yang dimulai oleh libido yang tak tersalurkan oleh Elena, membawanya dalam pusaran ketakutan dan hasrat yang kian tak terbendungkan. Karena sejak saat itu, mereka sering melakukan hubungan intim di ruang kerja Erlangga. Terlebih, Bella kini sudah sangat percaya pada Erlangga sejak sang suami mempunyai sekretaris seorang lelaki.Seperti pagi ini, Erlangga berpamitan di pagi hari dengan alasan akan ada kunjungan dari investor sehingga ia harus mengecek seluruh data yang diminta oleh investor tersebut. Dan Erlangga juga meminta pada Elena untuk datang pukul 7 pagi, dengan alasan yang sama. Maka, saat Erlangga telah berada di ruangan kerjanya, lelaki tampan yang telah mempersiapkan diri dengan meminum vitamin dan suplemen serta obat kuat pun, menunggu kedatangan Elena.Tok ... Tok ... Tok ...“Ya masuk,” ucap Erlangga seraya tersenyum lebar kala melihat jam baru menunjukkan pukul 7 kurang sepuluh menit.Lelaki tampan itu beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Elena y
Kepergian Herlambang dalam menjajaki pembukaan perusahaan baru atas nama putranya Sakti, membuat Elena merasa kesepian saat berada di rumah. Wanita cantik itu lebih suka menghabiskan waktu di kantor, karena lebih cepat waktu berlalu dibandingkan saat ia berada di rumah. Terlebih saat ini, Sakti yang kini telah berusia 9 tahun, lebih banyak kegiatan ekstra di sekolah atau pun di tempat bimbel serta tempat olah raga.Seperti saat ini, setelah dua minggu berlalu, Elena yang merasa kesepian karena sang putra harus melakukan kegiatan olah raga memilih untuk ke rumah Herlina. Di rumah Herlina, Elena biasanya mengobrol banyak hal pada sang mama yang telah semakin menua.“Lena..., mama kangen sekali sama Jamila. Apa kamu bisa menghubungi Jamila?” tanya Herlina.“Ya Maa.., sekarang Lena hubungi Mila,” jawab Elena.Satu jam kemudian, Jamila yang diminta datang ke rumah Herlina pun, menyambangi wanita yang telah dianggap mamanya pula. Mereka bercengkerama dan bercerita pada masa tinggal di sebua
Sejak Erlangga mengajak makan siang Elena, hubungan mereka kian akrab. Keakraban mereka tanpa diketahui pasangan masing-masing telah terjalin selama 2 tahun sejak Elena menjadi kepala cabang dari perusahaan EDC tersebut. Namun, selama ini keakraban mereka hanya sebagai atasan dan bawahan, ayah dan ibu dari seorang pewaris utama. Dan mereka juga sering bercerita tentang rumah tangga masing-masing dengan kebahagiaan masing-masing serta membicarakan tumbuh kembang Satrya di bawah pengawasan Bella, ketika mereka makan bersama di saat Herlambang keluar kota. Hal ini mereka lakukan, agar tidak adanya kesalahpahaman atas hubungan yang kini terjalin di antara mereka. Seperti saat ini usai mereka mengikuti rapat di sebuah Bank Swasta, mereka pun makan bersama pada sebuah restoran. Di momen ini, Elena mulai mengeluhkan perihal diri Herlambang pada Erlangga. Dan hal itu jelas membuat Erlangga terkejut. Karena selama ini, Elena sangat bersemangat jika membicarakan tentang Herlambang yang sering
Erlangga yang sejak awal ingin memutuskan hubungan dengan Anggun akhirnya dapat dengan mudah melempar wanita yang semakin ingin memilikinya. Sementara, Elena yang telah dua kali ditolong Erlangga saat menghadapi kendala di tempatnya bekerja merasa berhutang budi atas segala tindakan yang telah dilakukan oleh Erlangga pada dirinya. Maka, usai pemecatan yang dilakukan langsung oleh HRD, Erlangga memanfaatkan kejadian itu dengan mengajak Elena untuk keluar makan bersama, kala wanita nan cantik jelita itu sedang menghadap di ruang kerjanya. “Terima kasih Pak, sudah menolong saya dari kekasaran sekretaris Bapak,” ucap Elena tersenyum samar.“Sama-sama. Memang selama ini, aku sempat dengar beberapa staf komplain ke HRD perihal perangai Anggun yang arogan dan kurang bisa diajak kerja sama. Finalnya ya tadi itu. Berarti dia itu orang yang nggak bisa menghormati orang lain, terlebih orang baru seperti kamu,” tutur Erlangga basa-basi dengan memikirkan siasat agar Elena bisa diajak makan bersam
Sejak Elena bekerja di perusahaan milik keluarga Erlangga dan Herlambang, lelaki tampan itu sudah membuka percakapan untuk memberitahukan istrinya perihal Elena. Namun, setiap kali Erlangga membuka percakapan tentang Elena. Bella selalu menolaknya dan hal itu telah dilakukan beberapa kali, hingga akhirnya Elena telah bekerja di bawah kepemimpinan Erlangga selama tiga bulan.Erlangga kembali memberitahukan Bella perihal Elena pada pagi hari sebelum lelaki tampan itu berangkat ke kantornya di sebuah meja makan saat mereka sarapan pagi. “Sayang, aku ingin memberitahu kamu tentang Elena,” ucap Erlangga saat menyelesaikan suapan terakhir sarapannya.“Aku nggak mau tau!” ujarnya sembari meletakkan gelas usai ia meneguk air mineral yang ada dalam gelas panjang bening miliknya.“Sayang ... Mau nggak mau kamu harus mendengar penjelasanku sebelum kamu menuduhku macam-macam,” ujar Erlangga menyeka bibirnya dengan serbet putih.“Menuduh...? Maksudnya menuduh siapa?” tanya Bella menghentikan sua
Tiga bulan setelah Elena menyandang gelar sarjana manajemen and Business, wanita cantik itu pun mulai memberanikan diri untuk terjun langsung dalam bisnis yang digeluti oleh Herlambang setelah suami tercintanya menjelaskan secara rinci perusahaan yang selama ini dimiliki oleh Erlangga dan dirinya. Dimana, perusahaan tersebut telah bekerja sama dengan beberapa Bank yang menawarkan jasa dalam pengembangan digital seperti mesin EDC.Selama ini, perusahaan tersebut telah menjadi distributor utama mesin EDC, sebuah mesin yang digunakan untuk bertransaksi di beberapa merchant seperti resto, butik, swalayan termasuk hotel-hotel. Kalau selama ini, perusahaan ini hanya sebagai pemasok mesin EDC atau mesin gesek untuk transaksi yang dilakukan beberapa merchant terkait, kini sejak kehadiran Erlangga dan menyandang sebagai CEO, lelaki tampan itu melakukan terobosan baru dengan mendirikan anak perusahaan yang mengelola mesin EDC berikut System IT yang dikembangkan sebagai inovasi dari mesin EDC ya
Bella yang telah kesal dengan Elena tak mampu melampiaskan kemarahannya pada wanita cantik itu. Untuk melampiaskan kekesalannya pada Erlangga pun, bukan suatu yang bisa ia lampiaskan. Apa lagi mengikuti cara Elizabeth. Kalau saja dirinya tidak mandul, mungkin ia sudah memaki-maki dan melampiaskan kekesalannya pada Erlangga dan Elena. “Sekarang, Bella harus gimana Maa?” tanya wanita cantik nan judes itu sembari memegang dan memijat-mijat dahinya.“Kasih aja foto ini, tanya baik-baik pada Erlangga. Kenapa dia harus bohong jika harus bertemu dengan Elena? Dengan begitu, Erlangga akan semakin menghormati dan menganggap dirimu memang berkelas. Jangan marah-marah ... Pakai akalmu,” nasihat Elizabeth.“Mama sih, gampang. Pakai akal ... Mama aja yang tahu Papa nikah sama sekretarisnya langsung labrak dan buat Papa malu di kantornya dan lebih memilih wanita itu...,” cibir Bella yang kesal atas nasihat Elizabeth.“Bella, kenapa Mama minta cerai? Karena untuk apa juga Mama urus Papa kamu yang u
Bella yang penasaran atas cerita Elizabeth atas diri Erlangga sedikitnya merasa penasaran atas apa yang dikatakan mamanya. Karena itu, usai ia melakukan Nail pada kuku jemari tangan dan kakinya, wanita cantik itu dengan keraguan di hatinya beberapa kali meraih ponselnya dan meletakkannya kembali dengan bermonolog.“Aku nggak bisa curiga seperti itu terus menerus sama Erlangga. Kalau ternyata kecurigaanku salah dan apa yang dituduhkan mamaku hanya berita kebohongan, bagaimana cara aku mempertahankan mama tinggal disini?” tanyanya pada diri sendiri.Bella yang ragu untuk menghubungi Erlangga, kembali meletakkan ponselnya untuk ke sekian kalinya. Hingga akhirnya, wanita cantik itu memanggil Indah yang biasanya sedang menonton televisi di kamar Satrya.“Indah...! Indah...!” panggil Bella setengah berteriak hingga membuat beberapa pelayan di rumah itu, berlari ke ruang keluarga.Melihat dua orang pelayan di rumah itu tergopoh-gopoh berlari ke arah Bella yang ada di ruang keluarga, membuat