Home / Romansa / Hasrat Cinta Abang Tiri / Bab 04. Melanggar Pesan

Share

Bab 04. Melanggar Pesan

Author: kamiya san
last update Huling Na-update: 2024-01-19 00:29:01

"Tidak. Ini saja, Kak. Sungguh," tolak Jeta setelah menentukan satu pilihan dengan cepat. Sepasang baju modis dengan kerudung dan satu set baju dalam pun telah dikemaskan. Meski butik itu kecil, pegawainya sangat cekatan.

"Baiklah. Terima kasih. Semua ini akan dilunasi oleh Mr. Batam sebentar lagi," jelas wanita itu sambil mengulur paper bag berisi baju yang Jeta ingin.

Si gadis beorpamitan setelah mendapat pencerahan jika Mr. Batam adalah pengunjung tetap di penginapan yang datang dari Pulau Batam. Lelaki itu tidak pernah menyebut nama sesungguhnya dan hanya mengatakan dari mana asal datangnya.

Baju sopan yang dipilih tanpa tahu berapa berbandrol, sebab wanita itu juga tidak mau menyebut, tersemat pas menutup tubuh Jeta yang berlekuk indah dan sempurna.

Memandang lama diri di cermin, membuat bersyukur dengan satu kelebihan yang sudah Tuhan bekalkan sejak lahir. Merasa hanya perlu merawat dan menjaga sebaik mungkin. Tanpa perlu tambah permak atau memoles yang berlebihan. Apalagi dengan jalur operasi plastik.

Jeta membuka pintu dengan rasa ingin tahu. Namun, seseorang yang diduga di depan pintu, ternyata bukanlah orang itu. Bukan Mr. Batam!

"Nona, ini makan malam Anda. Silahkan dinikmati. Semoga Anda puas dengan menu sajian dari kami," ucap seorang pria yang ternyata seorang pegawai layanan kamar.

"Terima kasih, Bang," ucap Jeta saat akan menutup pintu kamar. Pegawai penginapan telah meletak baki sajian di atas meja dalam kamar.

Jeta melihat secarik kertas di atas baki makan. Terselip di bawah dua sumpit yang masih tersegel plastik tebal. Menu makan malam yang diantar adalah spaghetti dan steak. Serta irisan wortel sangat lebar dan sebiji pisang hijau yang panjang. Sebotol mineral dan segelas kecil jus apel pun menyertai di baki.

Selembar kertas berisi tulisan tangan yang rapi itu telah membentang di antara jemari Jeta yang lentik.

*Aku sedang ada urusan kerja dan sangat sibuk. Akan kembali lusa dan langsung membawamu pulang ke Batam. Ingat, jangan coba berkhianat!*

*Banyak spot menarik di belakang penginapan. Juga mushola yang bisa kamu singgahi. Tidak perlu keluyuran!*

*Penyelamatmu di Kinabalu*

Jeta meletak secarik kertas di meja tanpa perlu meremasnya. Entah, dalam hati meyakini jika lelaki itu cukup baik dan bertanggung jawab. Ketakutan akan kebenaran ancaman lelaki itu perlahan memudar. Merasa tidak mungkin dirinya akan dijahati oleh lelaki Mr. Batam. Meskipun dengan bebarapa rekaman video aib mengancam yang dibuat padanya.

Jeta menghabiskan waktu kurang lebih dua hari dengan kegiatan sepi sendirian. Juga terpaksa menerima tawaran wanita butik yang mendatangi kamarnya untuk menambah lagi pembelian set pakaian. Jeta menambah dua set baju lagi denganmenentukan dari katalog. Demi empatinya pada wanita butik yang mendatangi hingga ke kamar.

Sehari kemudian di saat siang. Jeta melanggar pesan dan keluar dari penginapan sebab sangat bosan ….

"Mas …!" Jeta memekik terkejut. Sungguh tak percaya jika lelaki yang berkuasa di kepala siang dan malam berada tepat di depannya.

"Jeta, kamu masih di sini? Dengan siapa? Kamu baik-baik saja?" Lelaki cerah rupawan itu juga berekspresi terkejut. Mereka sama-sama sedang mendatangi dan antri di etalase sajian pada sebuah rumah makan khas menu dari Indonesia. Agak jauh dari penginapan yang Jeta tempati.

"Aku … aku bersama orang yang menyelamatkanku di puncak. Semua dokumen dan ponselku tidak ada. Tertimbun dan hilang, aku ilegal sekarang, Mas." Jeta terlihat bingung dan sedih. Merasa tidak perlu menutupi dari Azrul, kekasihnya.

"Kenapa tidak segera kembali ke agensi travelmu? Atau melapor pada kedutaan dan imigrasi? Kupikir kamu sudah kembali ke Jawa. Bahkan aku baru melihat datamu sebagai korban selamat dan sudah berada aman di agensimu, Jeta," ucap lelaki dengan nama Azrul, terlihat bingung. Berasal dari keluarga besar pemilik pesantren ternama di Pulau Jawa.

"Apa tim rombonganku sudah dalam perjalanan pulang, Mas?" Jeta tercekat bertanya. Merasa diri jauh lebih kecil dan tidak bermakna tanpa selembar pun identitas dan dokumen.

"Sudah Jeta. Siapa tim penyelamatmu? Bagaimana bisa kamu tertinggal sendiri di negeri orang tanpa identitas? Sehebat apa tim penyelamatmu? Kenapa kamu tidak dicari? Negara Malaysia sangat ketat dalam urusan deportasi dan dokumentasi, Jeta."

Azrul menatap Jeta yang berwajah cemas dan bingung. Ada senyum samar di wajah tampannya yang cerah dan bersih.

"Sebaiknya ikut saja denganku, Jeta. Akan kubawa kamu melapor di bagian imigrasi. Bukankah kita sama-sama jadi korban pengunjung wisata mancanegara? Ini tidak akan menyulitkan." Azrul berkata tergesa. Berharap Jeta segera mau mengikutinya. Merasa risau dengan ekspresi gadisnya kerapkali tampak bingung.

"Iya, itu memang benar, Mas Azrul. Tapi …," ucap Jeta menggantung. Ancaman lelaki aneh itu akan menyebar video aib mereka kembali tergaung.

"Ada apa, Jeta?" Azul bertaut alis akan keraguan si gadis.

"Sebenarnya ... pria yang menyelamatkanku sedang mengurusi dokumenku sekarang. Dia menyewakan penginapan dan melarangku pergi sebelum dia datang. Kurasa dia sambil membawakan dokumen baru saat datang. Daripada mubadzir, lebih baik menunggu dia saja. Maaf, Mas," ucap Jeta berkesimpulan sendiri tiba-tiba. Ancaman lelaki itu masih sangat membimbangkan. Takut dan tidak tega membuat aib bagi lelaki terhormat di depannya.

"Begitukah? Apa kamu tidak curiga pada lelaki itu, Jeta? Bagaimana jika berkunjung ke penginapanku dahulu?" Azrul bertanya lembut penuh harap.

"Tetapi akan hujan, Mas …." Jeta menjawab bimbang. Resah jika terjebak hujan dan terhalang untuk kembali ke penginapan.

"Ada payung lebar yang akan kupakai untuk mengantarmu kembali ke penginapanmu. Ayolah, Jeta. Sebenarnya kamu lebih aman denganku. Aku ini siapamu, kan? Kelak kita akan menikah, Jeta." Azrul membujuk dengan wajah yang cerah.

"Tapi …," ucap Jeta kian bingung.

Menatap Azrul yang terlihat tenang dan meyakinkan. Gadis yang sedang penuh rasa cinta itu pun akhirnya luluh dan setuju mengikuti. Menimbang jika Azrul adalah lelaki pilihan dan terbaik setahun belakangan. Sedang lelaki asing itu adalah pengancam yang datang tiba-tiba, meresahkan dan pasti merugikan.

Azrul pergi bersama beberapa orang anggota keluarga besar pesantren menggunakan tiga mobil besar yang mampu mengangkut dari Indonesia menuju Gunung Kinabalu di Malaysia. Tentu saja dengan berbekal dokumen lengkap serta uang saku sangat cukup.

Azrul dari keluarga besar yang terhormat dan terpandang. Itulah sebab Jeta sangat segan dan menjaga apa pun demi nama baiknya tetap terjaga dan bersih. Mereka pergi ke Kinabalu pun bukan demi melancong melulu, melainkan karena misi dakwah dan undangan.

Sedang Jeta, melewati agensi dan travel bersama teman-teman. Namun, gadis itu tidak tahu jika agensi yang mengurus pelancongannya adalah kepunyaan Mr. Batam!

Jeta yang mengikuti Azrul ke penginapan miliknya, resah sebab tiba-tiba mendung kian tebal dan hembus angin sangat dingin. Juga gelisah andai lelaki asing penyelamat mendadak kembali ke penginapan dan mencarinya. Jeta bimbang, benarkah dia sungguh-sungguh dengan ancamannya saat marah?

"Mas, sebaiknya aku pulang sekarang. Sudah lewat Ashar. Sudah akan turun hujan." Jeta berdiri dari kursi. Mereka sedang makan di teras kamar tempat Azrul menginap.

"Nah, benar, Mas! Hujan! Antar aku sekarang, Mas …!" Jeta merasa panik. Hujan telah mengguyur bumi tiba-tiba yang kian lama semakin deras. Azrul terlihat tenang dan terus menghabiskan makannannya.

"Masuk ke dalam saja Jeta. Di sini air hujan bisa masuk. Kamu akan masuk angin," ucap Azrul berekspresi abai dan menolak. Bersama hembus angin yang datang sangat kencang.

"Aku takut, Mas. Nanti keluarga besar dan tim kamu melihat. Akan jadi fitnah yang parah!" Jeta keras menolak.

"Tenang, Jeta. Mereka semua mendapat kamar yang jauh dari sini. Kita tidak akan terlihat siapa pun dan orang-orangku," bujuk Azrul. Juga berdiri dari kursi teras kamar dan mendekati Jeta yang gundah.

"Ayo, ikut ke dalam saja, Jeta," ucap Azrul seraya menarik lembut tangan Jeta.

"Kita di sini saja, Mas."

Jeta menolak meski dadanya berdebar. Tentu saja, sebab Azrul adalah kekasih pilihan hati yang kini dicinta sepenuh jiwa. Bahkan lelaki bersahaja itulah yang pertama menyentuhnya, meski sebatas di bibir dan di pipi.

Dadanya kian bertalu saat Azrul terus menarik dan sedang membuka pintu kamar. Jeta merasa susah menolak pesona paten seorang Gus Pes**tren bernama Azrul Farhan!

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Dina0505
jeta kyknya suka sm Gus Azrul
goodnovel comment avatar
MyMelody
waduh, siapa lagi tuh gus pesantren? tambah seru nih
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 104 Kembali

    Tangis bayi riuh bersahutan pagi ini. Terdengar dari kamar di luar yang berlainan. Entah di mana ibu para bayi masing-masing. Yang jelas tangis lolong pilu mereka terus membahana dan lama. “Bayi-bayi konser itu, pada ke mana mominya masing-masing?” bisik Faqih di telinga Jeta yang sedang dalam dekapan dadanya. “Aku tidak tahu. Lagi shalat subuh mungkin …,” sahut Jeta menebak asal. Sisa napas masih menderu di dadanya. Faqih baru saja selesai menyentuhnya kembali pagi-pagi. “Ini belum datang waktu subuh, belum adzan, Sayang. Apa jangan-jangan lagi ehem ehem juga kayak kita …?” Faqih tersenyum menggoda. Rambut di pucuk kepala sang istri diciuminya ulang-ulang. “Bisa jadi, ya …,” sahut Jeta membenarkan, lalu menggigiti kecil dada suaminya dengan gemas. Faqih menahan suara pekiknya dan mengaduh lirih kegelian. “Jangan nakal, Jeta. Aku bisa berteriak.” Faqih menjauhkan sedikit kepala istrinya. “Jeta, itu yang sudah kita kasih angpau di dapur semalam, yang siapa? Aku nggak bisa b

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 103. Tanpa Ada Malu

    Setelah merasa malas untuk beranjak dan pergi ke kamar mandi, Jeta terpaksa bersedia saat diajak untuk menemani. Mereka berdua pun mandi bersama dengan penuh kebisingan. Entah apa saja yang dimainkan dan dilakukan di dalam sana, yang jelas waktu yang diperlukan jauh lebih lama dari pada mandi biasanya. “Mak Mah belum datang?” tanya Faqih sambil merebah lagi di ranjang. Masih dengan baju koko dan sarungnya. Mereka sambung shalat subuh berjamaah setelah mandi pun bersama.“Belum, ini kepagian. Biasanya habis anak bungsunya pergi ke sekolah,” sahut Jeta sambil melipat mukena dan sajadah. Ingin hati menyusul suami ke pembaringan. Tetapi ingat jika melahirkan konon butuh ekstra perjuangan, Jeta memilih gerak keluar kamar. Seperti biasa, mencabut kotak salad buah dari kulkas. Seleranya benar-benar tidak peduli waktu dan kondisi.“Jeta, ayo ikut ke Hotel Tugu! Aku lupa, Ahmad akan pergi ke Juanda pagi ini!” Ajakan Faqih yang tiba-tiba sangat mengejutkan. Untung Jeta tidak tersedak. “Sebent

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 102. Unboxing

    Faqih dan Jeta meninggalkan masjid besar di ujung gang yang buka hingga dua puluh empat jam sepanjang hari dan tanpa dijaga satpam. Beberapa pengurus dan jamaah masih terlihat duduk i'tikaf di sana, baik di dalam maupun di serambi. Meski malam sudah merangkak, mereka terlihat nyaman dan tenang di sana. “Ada apa …?” Faqih yang dari kamar mandi dan kini menutup pintu berpapasan dengan Jeta. Sudah berganti baju tidur dan tidak lagi berkerudung. Namun, tampak terkejut memandang Faqih.“Aku … Ingin makan salad dulu. Apa keberatan?” Suara Jeta terdengar kikuk. Faqih berjalan mendekati.“Meski tidak sabar lagi untuk jenguk anak, aku tetap tidak keberatan. Daripada nanti di atas ranjang yang kamu pandang aku, tetapi yang kamu pikir dan sebut justru salad buah,” jawab Faqih tersenyum menggoda sang istri.“Gombal …!” seru Jeta dengan raut yang malu. Faqih hanya diam dan tersenyum. Diikutinya Jeta keluar kamar dan berjalan ke dapur.“Sebenarnya aku pun ingin sesuatu darimu, Jeta,” ucap Faqih sa

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 101. Tidak Nyaman

    Setelah dari klinik kandungan, mereka bukan lantas langsung pulang. Melainkan pergi ke arah berlawanan dari jalur jalan pulang. Jeta membawa Faqih ke Ramayana Mall di depan alun-alun Kota Malang. Berbalanja berbagai makanan dan barang. Oleh-oleh Faqih untuk seseorang yang harus dikunjungi. Sebab memang sudah janji ingin silaturahim dan berkenalan saat dirinya bertandang ke Malang di Jawa. Yang mana niat itu sudah dia sampaikan pada Jeta jauh-jauh hari sebelumnya. “Ayo di makan dulu, ngapain pulang cepet-cepet?” Seorang wanita berdaster longgar dengan menggendong bayi, menyuruh Faqih dan Jeta untuk lekas makan. Ada satu panci besar berisi bakso berkuah yang masih panas dan berkebul asap di meja makan. Juga ada sayur daun katu serta ikan sambal yang tidak lagi tampak panas. Meski sangat suka, Jeta mengambil sayur daun katu yang tampak hijau dan segar itu sedikit. Ingat jika Riri sedang masa menyusui. Daun katu sangat bagus untuk memperlancar produksi air susu ibu. Dan Jeta merasa

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 100. Jenguk Anak

    Batu nisan bentuk persegi dari keramik dengan nama Ny Arlita tertulis di sana, diusap tangan saat awal datang dengan sebuah salam. Faqih mengakhiri doa ziarah kubur pada makam almarhum ibu mertua pun dengan usapan tangan di batu nisan. Serta sebuah salam kembali di akhirnya.Jeta juga berdiri mengikuti gerak suaminya. Berpamit lirih dengan caranya dan kemudian mengulur tangannya pada Faqih. Mereka berdua bergandeng tangan meninggalkan lokasi makam sang ibu dengan berjalan hati-hati dan lurus. Mengikuti tapak jalan sempit di antara makam-makam. “Angkatlah, Jeta,” ucap Faqih. Ponsel Jeta sudah banyak kali berdering di dalam tasnya sejak masih di dalam lokasi makam. Kini mereka sudah di luar dan Faqih sedang mencuci kaki, tangan dan membasuh wajah. Sambil menyimak tenang percakapan sang istri yang terdengar seru di panggilan.“Ada apa?” Faqih mengelap wajah dengan sapu tangan dan Jeta pun menatapnya, panggilan ponsel telah ditutup beberapa detik yang lalu.“Aku ada undangan pesta nikaha

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 99. Feel Good

    Pria tampan itu tampak frustasi meski akur dengan penolakan halus sang istri. Meski sama-sama penuh desir dengan gelombang meninggi, keduanya bersepakat menunda.“Faqih, apa kamu marah?” Jeta bertanya segan dengan ekspresi khawatir. Mendongak menatap Faqih yang masih menata napas memburu dan terengah. Menutup mata rapat sambil memeluk Jeta dengan pakaian yang sama-sama lepas berantakan. “Faqih, maaf, bukan aku tidak mau. Tapi aku sangat takut. Bukan aku tidak percaya padamu, tapi aku akan menanyakan pada dokter kandungan, apa kondisiku baik dan tidak bermasalah untuk menerima servis apa pun dari suamiku. Apa kamu mau mengerti?” Jeta kembali bertanya segan dengan menahan rasa malu. Tapi bukan rasa waswas dan cemas, sangat percaya jika Faqih adalah lelaki berwawasan dan bijak. Bukan melulu nafsu dan hasrat yang dikejar.“Faqih …,” panggil Jeta lagi yang mulai tidak sabar dengan kebungkaman pria yang sedang memeluk eratnya. “Hemm … tetapi aku tidak puas, Jeta. Aku sangat ingin membuat

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 98. Rindu

    Jeta membawa Faqih mendekati pintu kamar dengan jantung berdebum keras jumpalitan. Segala khayal dan bayang dalam kepala silih berganti meresahkan. Menduga apa yang akan dilakukan Faqih dalam kamar membuat hati jadi liar berdebar. Lelaki itu bersikeras meminta ditemani hingga ke dalam saat Jeta hanya menunjukkan daun pintu kamarnya dari jauh.“Sudah masuklah. Akan tetapi, di dalam tidak ada kamar mandi. Di situ kamar mandinya,” ucap Jeta menunjuk kamar mandi di pojok ruangan. Faqih hanya sekilas melihat. Mereka sudah berhenti tepat di depan pintu kamar.“Aku ingin kamu juga masuk ke dalam kamar denganku. Apa masih kurang paham juga?" ucap Faqih dengan berdiri tegak di depan Jeta. “Aku ingin kembali ke meja makan, masih ingin makan salad sekotak lagi. Mak Mah pun belum pulang, Faqih,” ucap Jeta menolak halus dengan mencoba beralasan.“Dia pulang? Apa dia tidak menginap juga di sini?” tanya Faqih yang merasa salah terka. “Tidak. Rumah kontraknya ada di belakang masjid. Anak-anaknya ma

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 97. Berjumpa

    Shalat maghrib bahkan dilakukan dengan lebih cepat. Juga tidak mengenakan apa pun di kulit wajah polosnya. Namun, sedikit pengorbanan itu seperti tanpa arti saat salad buah di atas meja makan sudah sangat sempurna tersajikan.“Bang Ahmad cepat sekali buatnya,” ucap Jeta sambil duduk dengan pandangan yang takjub. Tetapi, ada nada kecewa pada ucapannya.Telah menunggu dua kotak salad siap eksekusi di atas meja. Desta tidak sungkan-sungkan mendekapnya. Lelaki itu masih sibuk mengemas irisan salad buah di panci besar ke dalam wadah kotak untuk di taburi parutan keju dengan cepat. Mengabaikan keinginan Jeta untuk mengamatinya. Ahmad tidak ingin kehilangan waktu maghrib.“Dia sudah terlatih, Jeta. Kamu lihat pun juga sama cara buatnya. Tetapi hasilnya ya pasti saja jauh beda. Sudah, kamu sekarang tinggal makan saja,” ucap Mak Mah yang paham arti ucapan dan ekspresi Jeta. Mengerti jika wanita hamil itu sangat ingin melihat proses pembuatannya.“Iya, Mak Mah. Aku akan makan saja banyak-banyak

  • Hasrat Cinta Abang Tiri   Bab 96. Kejutan

    Mak Mah baru saja selesai menyiapkan makan malam dan sedang mengepel basah lantai dapur. Sangat fokus akan kerjanya dan tampak berjalan mundur mengepel dengan langkah hati-hati. Blak! “Ah …!” Suara mengejutkan diikuti jerit kaget, membuat Mak Mah seketika menoleh. “Jeta …!” Mak Mah mendekat sangat panik. “Aku tidak apa-apa, Mak. Hanya terpeleset sedikit. Nggak jatuh, kok!” Jeta menjelaskan dengan terengah dan masih merasa terkejut. Mak Mah sudah mengelusi punggung Jeta yang berposisi melengkung jongkok.“Tapi kan kaget. Perutnya, apa terasa sakit?” tanya Mak Mah cemas.“Alhamdulillah enggak, Mak. Aku sempat pegangan meja. Cuma kursinya saja yang jatuh ketendang kakiku, Mak,” terang Jeta.Kemudian bergeser dan menghenyak pantatnya di kursi. Mak Mah membungkuk meraih kursi yang ambruk ke lantai menjadi ke posisi berdiri semula.“Maaf, Jeta. Mak pikir kamu tidak akan keluar kalo nggak dipanggil.” Mak Mah memang selalu memanggil Jeta untuk keluar kamar jika meja makan sudah siap.“Tap

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status