Wajah tampan Lucian hanya menujukkan ekspresi datar, matanya begitu tajam menatap wanita yang berusaha mempermalukannya itu. "Apa yang ingin kau beritahu pada keponakanku? Kau ingin mengarang cerita seperti kau melakukannya pada para pria yang menjadi targetmu?"
"Lucian, kali ini aku serius bahwa aku--" ucapan wanita itu terpotong saat mendengar sesuatu."Aku benar-benar hamil anakmu. Aku sungguh-sungguh. Jika perlu kita lakukan tes!" Suara rekaman yang sama persis seperti wanita itu terdengar dari speaker ponsel milik Lucian. Wanita itu langsung terdiam.Seringai terukir di bibir Lucian saat melihat kulit wanita itu membuat. "Kau mengatakan ini juga pada Tuan Muda lain dan ternyata kau hanya menipu untuk mendapatkan uangnya! Aku bukanlah orang yang bisa kau tipu dengan mudah. Jika kau tidak ingin mendapatkan hukuman berat dariku, maka pergilah!"Wanita itu tertawa pahit dengan kegagalan ini. "Baiklah. Aku mengaku bahwa aku menjebakmu. Namun, bukan berarti tidak akan ada wanita lain yang seperti ini, bukan? Haruskah aku memberitahu keponakanmu itu seperti apa kelakuan pamannya yang sebenarnya?""Kenapa kalian hanya diam saja? Cepat bungkam mulut wanita itu dan bawa dia pergi!" teriak Lucian dengan tegas berteriak memberi perintah pada para pegawainya.Wanita itu langsung di bawa keluar. Lucian dengan cepat menarik Leanna masuk ke dalam rumah ."Paman, apa yang wanita itu maksud? Apa paman sebenarnya memiliki anak yang lain walau bukan dengan wanita tadi?" tanya Leanna dengan polos menatap Lucian dengan rasa ingin tahu."Jangan dengarkan wanita itu!Aku bukan pria yang sembarangan memiliki anak dengan wanita random," bantah Lucian.Leanna merasa ada sesuatu yang coba Lucian sembunyikan saat melihat ekspresi wajah datar itu. "Kenapa kau menatapku? Apa Leanna tidak mempercayai Paman? Aku merasa sedih jika kau merindukanku!" ucap Lucian dengan ekspresi sedih.Leanna dengan cepat membantah. "Tidak. Aku selalu percaya pada paman!""Duduklah, aku akan memeriksa kakimu. Bukankah kau tadi sempat terkilir karena dorongan wanita itu tadi?" Lucian memaksa tubuh Lyla untuk duduk."Tidak apa-apa, Paman. Ini akan sembuh dengan sendirinya! Aku tidak merasa sakit sama sekali," ucap Leanna mencoba untuk menyembuhkan rasa sakitnya. Dia merasa tidak nyaman karena Lucian kembali memperlakukannya seperti anak kecil."Kau bahkan berjalan dengan pincang, bagaimana bisa tidak sakit. Jangan menyembunyikan rasa sakit dari Pamanmu ini!" Lucian menoleh ke arah pelayan. "Ambilkan air es, perban dan salep!" Para pelayan dengan cepat memenuhi perintah Tuannya.Lucian berjongkok secara perlahan dia membuat kakinya menjadikan topangan telapak kaki Leanna. Namun, gadis muda itu menarik kakinya. "Kakiku kotor, aku tidak ingin mengotorinya celana mahal paman Lucian.""Aku bisa membeli celana yang baru jika memang kotor. Jangan banyak bergerak, aku tidak ingin kau merasa semakin sakit," Lucian berbicara dengan begitu lembut dan penuh perhatian."Paman, kenapa kau begitu baik padaku? Aku tidak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya, bahkan ketika kakiku terluka."Lucian yang awalnya menundukkan wajahnya, perlahan mendongak menatap gadis muda yang menunjukkan ekspresi sedih. "Apa tidak ada yang membalut kakimu saat terkilir?"Leanna tidak menjawab. Gadis berambut panjang berwarna gelap justru mengalihkan pembicaraan. "Paman, apa masih ingat saat aku jatuh dan menangis begitu keras dan saat itu kau datang untuk menghibur dan mengobatiku. Apa Paman tahu bahwa aku menangis saat itu hanya untuk mendapatkan perhatianmu?""Lalu, kenapa kau tidak menangis sekarang ini? Aku yakin ini juga menyakitkan."Lea terdiam sejenak, wajahnya terlihat begitu sendu. "Karena aku tidak ingin dibenci dan dianggap pengganggu yang akan membuatmu merasa kesal. Bukankah Paman pergi saat itu karena merasa kesal dengan tingkahku.""Siapa yang mengatakan itu padamu?"Lagi-lagi Lea kembali diam seribu bahasa. Lucian mencoba untuk memancingnya, "Apa mamamu yang mengatakannya?"Leanna langsung bereaksi, mata bulatnya melebar, tubuhnya gemetar bahkan kakinya yang saat ini ada di pangkuan Lucian. Suara yang begitu pelan terdengar samar-samar, "Tidak. Mama, tidak!"Namun, bagi Lucian itu sebagai sebuah jawaban yang terbalik dengan perkataan Leanna. "Aku tidak akan membencimu. Aku tidak akan pernah bisa membencimu.""Bahkan walau aku membuat paman kesal, kau tidak akan membenciku?" Leanna bertanya dengan ragu."Bagaimana aku bisa merasa kesal melihat wajahmu yang seperti malaikat ini?"Leanna tersenyum senang. "Paman, mendekatlah padaku!"Lucian dengan patuh menurut. Mata pria itu melebar saat merasakan kehangatan di bibirnya. Dia dengan cepat mendorongnya dengan kasar."Leanna, kau!""Apa paman marah?"Lucian menghela nafas berulang kali. "Aku harus pergi. Pelayan akan membantumu ke kamar."Lucian langsung pergi begitu saja dengan wajah yang begitu merah. Leanna mencoba mengejarnya tanpa mempedulikan kakinya yang terbalut. "Paman, jangan tinggalkan aku! Paman bilang tidak akan marah padaku, tapi....""Leanna! Aku tidak ingin marah padamu. Tetaplah di rumah, aku memilki hal lain yang harus aku lakukan!"Lucian meninggalkan Leanna setelah berhasil melepaskan genggaman tangan ramping itu dari tangannya yang kekar."Nona Leanna, ikut dengan saya. Saya akan membantu memapah Anda." Pelayan itu mengulurkan tangannya.Dia membantu Leanna untuk naik ke tangga dengan perlahan. Namun, saat sampai di kamar, pelayan itu langsung mendorong Leanna."Dasar gadis tidak tahu diri. Kau sudah di tampung, tapi masih mencoba untuk merayu Tuan Muda kami. Keponakan yang memiliki pikiran kotor sepertimu tidak pantas ada!" Pelayan itu mengulurkan tangan untuk menampar Leanna.Leanna menahan tangan wanita itu, tapi bagaimana tangannya yang kecil dan kurus itu dapat menahan pelayan bertubuh penuh lemak ini? Dia kalah dalam pertahanan diri dan menghadapi pukulan keras di wajahnya cantik gadis muda itu."Aku yakin pasti Tuan Muda akan segera mengusir mu. Nikmati saja tidur sebentar di kasur empuk ini. Besok, kau pasti akan diusir oleh Tuan Muda!" Pelayan itu mengejeknya.Leanna hanya diam tertunduk. Dia baru saja bahagia karena terbebas dari siksaan dan akhirnya bersama dengan seseorang yang begitu perhatian padanya, tapi karena keserakahannya ini?"Kenapa? Kenapa aku tidak bisa mendapatkan apa yang aku mau? Semua hal yang aku inginkan selalu saja tidak menginginkanku!" Leanna meluapkan kesedihannya."Paman, kenapa paman membawaku jika akhirnya hanya akan meninggalkanku ketika aku berharap banyak padamu? Semua orang sama saja. Tidak ada yang menginginkanku. Apa gunanya, aku hidup?"Leanna melihat sekeliling ruangan, dia terlihat mencari sesuatu. Leanna mendekat ke arah cermin. Leanna terus memukul cermin itu dengan penuh emosi, meluapkan kekecewaan dan kesedihannya. Serpihan-serpihan kaca hancur berserakan di lantai, mencerminkan keadaan hatinya yang terluka.Leanna mengambil serpihan kaca yang berserakan di lantai itu. Dia menatap dengan pandangan kosong."Kau! Apa yang kau lakukan?" Seseorang tiba-tiba saja datang.Seorang wanita yang menggenakan jubah tidur memeluk tubuh Lucian dari belakang. "Sayang, kenapa kau tiba-tiba pergi? Kita bahkan baru saja mulai."Lucian menepis tangan itu dengan kasar bahkan mendorong wanita itu menjauh. "Aku sedang tidak memiliki mood untuk melanjutkannya.""Kenapa? Apa kau memiliki wanita baru? Siapa wanita yang dapat memuaskanmu lebih dari--" Lucian dengan marah mencengkeram dagu wanita itu. "Diamlah! Apa aku perlu membungkam mulutmu dan membuatmu tidak bisa bicara lagi untuk selamanya?" Wanita itu menatap dengan takut. Lucian melepaskan wanitanya itu dan melemparkan uang. "Mulai seterusnya, aku tidak akan melakukannya denganmu. Jangan muncul lagi di hadapanku!""Maafkan aku, Tuan Muda. Aku salah." Wanita itu berlutut dan memegang kaki Lucian. Namun, Lucian justru menendangnya. "Jangan merengek! Aku benci wanita melakukan itu." Lucian meninggalkan wanita itu begitu saja. Pria tampan dengan perawakan tinggi melangkahkan kaki masuk ke mobil lalu melakukannya di
Leanna menunggu apa yang akan terjadi. Jantungnya berdebar dengan kencang, tangannya mengenggam kain sprei dengan erat. Matanya terpejam dengan sudut mata yang bergetar. Dia sangat gugup dan takut, tapi dia ingin memiliki pamannya sepenuhnya. Leanna perlahan membuka matanya karena tidak ada apapun yang dirasakan kulitnya selain serangan awal. Dia menatap ke arah Lucian. "Paman?" "Tidurlah. Aku tidak akan melakukan hal yang seperti ini lagi." "Tidak! Paman, kenapa tidak melanjutkannya?" Leanna meraih tangan Lucian dengan erat sebelum pria itu pergi. "Kau ketakutan. Aku menyadari jika kau hanya melakukan tindakan kekanakan, tetapi bukan ini yang kau inginkan, bukan? Lain kali jangan lakukan lagi." Lucian melepaskan tangan itu dengan lembut. "Paman, aku tidak takut. Sungguh, kau bisa--" "Jangan katakan itu Leanna. Kau adalah keponakanku yang berharga. Aku ingin menghancurkanmu!" Lucian dengan cepat meninggalkan kamar Leanna.Setelah Lucian menurut pintu dengan rapat. Dia menghela n
Jika itu wanita lain, Lucian akan menariknya, mencium seluruh tubuhnya yang indah. Namun, ini keponakannya. Paman macam apa yang akan menodai tubuh keponakannya sendiri? Dia harus tetap tenang. Lucian menatap keponakannya dengan ekspresi datar untuk menyembunyikan hasrat yang bergejolak. "Dia melepaskan kemeja yang dikenakan Leanna dengan tenang."Leanna tiba-tiba saja memeluk Lucian yang membuat pria itu terkejut. "Ini memalukan." ucap Leanna. Lucian melepaskan pelukan Leanna dengan paksa. "Sekarang kau merasa malu setelah memintaku melepaskan pakaianmu? Leanna, kau sudah tahu bahwa kau adalah wanita sekarang, kan? Jangan lagi memintaku melakukannya." "Tapi, Paman. Aku sungguh kesulitan. Meskipun ini memalukan, tetapi aku hanya bisa bergantung pada Paman. Aku tidak bisa membasuh tubuhku sendirian. Lagipula, Paman juga pernah membasuh tubuhku ketika aku demam. Jadi, aku akan berpikir hal yang sama." "Itu tidak sama, Leanna!" Lucian menekan nada suaranya. Lucian memandang lurus ke ar
"Jangan beritahu Pamanku, aku ingin memberikan kejutan padanya," ucap Leanna pada resepsionis yang telah memberitahunya lokasi ruangan Lucian. "Tapi, Nona, bisakah Anda menunggu sebentar? Tuan sedang sibuk," ucap Resepsionis itu dengan gugup. "Tidak apa-apa. Aku tidak akan menganggu." "Tapi--"Leanna menyadari keanehan. "Kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi dan Paman coba sembunyikan dariku?" "Tidak, Nona. Hanya saja--" "Kalau begitu tidak masalah jika aku langsung datang, kan?" Leanna langsung melangkah menuju ke dalam Lift. Dia memandang pintu lift dengan resah. Feelingnya mengatakan ada sesuatu yang sebenarnya tidak diinginkan olehnya. Ketika Leanna tiba di depan ruangan, seorang wanita keluar, bibir di lipstiknya berantakan dimana-mana begitu juga dengan rambutnya. Tangannya mengepal dengan erat. Dia tidak ingin memikirkan hal yang akan menyakiti hatinya. Wanita itu tersenyum pada Leanna, tetapi tatapan matanya menunjukkan perasan jengkel. "Apa kau keponakan CEO Gu? Kau seh
Lucian menahan lengan Leanna. "Apa yang kau bicarakan? Kau bukan penghalang bagiku. Aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Leanna, aku tahu kau ingin bersamaku, tetapi kau juga harus memiliki sesuatu untuk menunjang masa depanmu." "Bukankah ada Paman yang dapat menunjang masa depanku? Atau suatu saat paman akan meninggalkanku sendirian?"Lucian menghela nafas. "Kita tidak tahu bagaimana takdir akan berjalan, kan? Saat ini mungkin aku masih bisa melindungimu, tetapi aku memiliki usia yang lebih tua darimu. Suatu saat aku akan pergi dan--"Leanna langsung memeluk Lucian. "Tolong jangan. Aku tidak akan sanggup tanpa Paman. Aku tidak ingin Paman pergi meninggalkanku. Aku akan menyusul Paman kemanapun itu."Lucian memeluk Leanna. "Kenapa kau begitu keras kepala. Baiklah, aku bisa memberimu pekerjaan yang kau inginkan. Datanglah ketika kau menginginkannya. Kau akan membantuku mengatur dokumen. Jangan sedih lagi, aki juga tidak akan memaksamu jika kau tidak ingin kuliah lagi."Leanna melepask
"Aku tidak ingat memilih pakaian seperti ini."Lucian memperhatikan penampilan Leanna. Dress tanpa lengan warna gelap dengan menampilkan leher yang rendah yang terlalu terbuka dan menonjolkan area yang membuat Lucian menelan ludah. "Pakaian ini, kau hanya boleh gunakan saat tidur."Leanna mengangguk dengan polos. "Ya, paman." "Ganti pakaianmu. Aku akan menunggu di luar. " Baru beberapa langkah Lucian keluar, Leanna kembali keluar masih dengan pakaian tadi. "Kenapa kau belum menggantinya?" "Paman, aku tidak bisa melepaskan resleting. Sepertinya tersangkut. Bisakah Paman membantuku?" ucap Leanna dengan semu merah. Lucian dengan ragu masuk ke ruang ganti. "Berbaliklah!" Leanna berbalik dan menatap cermin di depannya. Lucian agar tetap tenang, sementara tangan-tangannya bergerak dengan cepat menarik resleting itu. Dia segera mengalihkan setelah membantunya dan berjalan keluar dari ruang ganti, mencoba untuk menyembunyikan keinginan yang tidak seharusnya. "Leanna, aku pergi sebentar.
Lucian segera membuka berita online, dan matanya memperbesar ketika dia melihat headline besar yang dengan judul yang membuatnya sulit percaya."Kekuatan berita di internet benar-benar luar biasa. Bagaimana mereka bisa merilis dalam Waktu beberapa jam," ucap Lucian dengan suara tegang."Sepertinya apa yang di foto itu memang benar adanya ya. Kau juga pindah dan tinggal bersamanya. Ingatlah, walau tidak banyak orang yang mengetahuinya, tetapi dia tetep keponakanmu, jangan buat dia seperti wanita yang biasa kau kencani." Tuan Gu kembali berbicara di telepon. "Papa, tidak semua yang tertulis itu benar. Aku memang berada di mobil bersama dengan Leanna, tetapi kami tidak melakukan hubungan seperti yang diberitakan. Aku menyayangi Leanna sebagai keponakan, bagaimana bisa aku menghancurkan masa depan keponakanku?" Lucian mengelak. "Jika begitu maka pergilah kencan buta dan mulailah melakukan hubungan yang serius. Lucian, kau sudah tidak muda lagi."Lucian merasa tertekan. "Papa, aku bisa m
Leanna merasa cemburu dan kesal. Wanita itu tersenyum arogan. "Hallo, aku Sarah adalah teman masa kecil Lucian. Aku tidak sengaja bertemu dengannya di swalayan, dan dia menawariku makan malam, tapi Lucian, sepertinya pacar kecilmu tidak menyukai keberadaanku." Wanita itu menunjukkan ekspresi kecewa. Lucian menanggapinya. "Jangan salah paham, Keponakan hanya tidak menyukai kedatangan orang lain selain keluarga. " "Keponakan?Aku pikir dia adalah pacarmu. Sebenarnya aku sedikit tidak percaya saat berpikir kau berpacaran dengan seorang gadis ingusan yang tidak berpengalaman." "Cukup! Aku mengundangmu datang bukan untuk memberi komentar buruk." Lucian menegur Sarah. Dia beralih pada Leanna yang menatapnya dengan mata merah. "Leanna, maafkan aku karena mengundang seorang teman tanpa bertanya padamu, tapi kau tidak keberatan jika menyediakan tambahan 1 porsi lagi, kan?" Leanna menekuk tangannya. "Aku tidak mau memasak untuk orang lain selain Paman. Wanita itu biarkan dia tidak maka