Share

Chapter 4 Pergi dengan Marah

Wajah tampan Lucian hanya menujukkan ekspresi datar, matanya begitu tajam menatap wanita yang berusaha mempermalukannya itu. "Apa yang ingin kau beritahu pada keponakanku? Kau ingin mengarang cerita seperti kau melakukannya pada para pria yang menjadi targetmu?"

"Lucian, kali ini aku serius bahwa aku--" ucapan wanita itu terpotong saat mendengar sesuatu.

"Aku benar-benar hamil anakmu. Aku sungguh-sungguh. Jika perlu kita lakukan tes!" Suara rekaman yang sama persis seperti wanita itu terdengar dari speaker ponsel milik Lucian. Wanita itu langsung terdiam.

Seringai terukir di bibir Lucian saat melihat kulit wanita itu membuat. "Kau mengatakan ini juga pada Tuan Muda lain dan ternyata kau hanya menipu untuk mendapatkan uangnya! Aku bukanlah orang yang bisa kau tipu dengan mudah. Jika kau tidak ingin mendapatkan hukuman berat dariku, maka pergilah!"

Wanita itu tertawa pahit dengan kegagalan ini. "Baiklah. Aku mengaku bahwa aku menjebakmu. Namun, bukan berarti tidak akan ada wanita lain yang seperti ini, bukan? Haruskah aku memberitahu keponakanmu itu seperti apa kelakuan pamannya yang sebenarnya?"

"Kenapa kalian hanya diam saja? Cepat bungkam mulut wanita itu dan bawa dia pergi!" teriak Lucian dengan tegas berteriak memberi perintah pada para pegawainya.

Wanita itu langsung di bawa keluar. Lucian dengan cepat menarik Leanna masuk ke dalam rumah .

"Paman, apa yang wanita itu maksud? Apa paman sebenarnya memiliki anak yang lain walau bukan dengan wanita tadi?" tanya Leanna dengan polos menatap Lucian dengan rasa ingin tahu.

"Jangan dengarkan wanita itu!Aku bukan pria yang sembarangan memiliki anak dengan wanita random," bantah Lucian.

Leanna merasa ada sesuatu yang coba Lucian sembunyikan saat melihat ekspresi wajah datar itu.

"Kenapa kau menatapku? Apa Leanna tidak mempercayai Paman? Aku merasa sedih jika kau merindukanku!" ucap Lucian dengan ekspresi sedih.

Leanna dengan cepat membantah. "Tidak. Aku selalu percaya pada paman!"

"Duduklah, aku akan memeriksa kakimu. Bukankah kau tadi sempat terkilir karena dorongan wanita itu tadi?" Lucian memaksa tubuh Lyla untuk duduk.

"Tidak apa-apa, Paman. Ini akan sembuh dengan sendirinya! Aku tidak merasa sakit sama sekali," ucap Leanna mencoba untuk menyembuhkan rasa sakitnya. Dia merasa tidak nyaman karena Lucian kembali memperlakukannya seperti anak kecil.

"Kau bahkan berjalan dengan pincang, bagaimana bisa tidak sakit. Jangan menyembunyikan rasa sakit dari Pamanmu ini!" Lucian menoleh ke arah pelayan. "Ambilkan air es, perban dan salep!" Para pelayan dengan cepat memenuhi perintah Tuannya.

Lucian berjongkok secara perlahan dia membuat kakinya menjadikan topangan telapak kaki Leanna. Namun, gadis muda itu menarik kakinya. "Kakiku kotor, aku tidak ingin mengotorinya celana mahal paman Lucian."

"Aku bisa membeli celana yang baru jika memang kotor. Jangan banyak bergerak, aku tidak ingin kau merasa semakin sakit," Lucian berbicara dengan begitu lembut dan penuh perhatian.

"Paman, kenapa kau begitu baik padaku? Aku tidak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya, bahkan ketika kakiku terluka."

Lucian yang awalnya menundukkan wajahnya, perlahan mendongak menatap gadis muda yang menunjukkan ekspresi sedih. "Apa tidak ada yang membalut kakimu saat terkilir?"

Leanna tidak menjawab. Gadis berambut panjang berwarna gelap justru mengalihkan pembicaraan. "Paman, apa masih ingat saat aku jatuh dan menangis begitu keras dan saat itu kau datang untuk menghibur dan mengobatiku. Apa Paman tahu bahwa aku menangis saat itu hanya untuk mendapatkan perhatianmu?"

"Lalu, kenapa kau tidak menangis sekarang ini? Aku yakin ini juga menyakitkan."

Lea terdiam sejenak, wajahnya terlihat begitu sendu. "Karena aku tidak ingin dibenci dan dianggap pengganggu yang akan membuatmu merasa kesal. Bukankah Paman pergi saat itu karena merasa kesal dengan tingkahku."

"Siapa yang mengatakan itu padamu?"

Lagi-lagi Lea kembali diam seribu bahasa. Lucian mencoba untuk memancingnya, "Apa mamamu yang mengatakannya?"

Leanna langsung bereaksi, mata bulatnya melebar, tubuhnya gemetar bahkan kakinya yang saat ini ada di pangkuan Lucian. Suara yang begitu pelan terdengar samar-samar, "Tidak. Mama, tidak!"

Namun, bagi Lucian itu sebagai sebuah jawaban yang terbalik dengan perkataan Leanna. "Aku tidak akan membencimu. Aku tidak akan pernah bisa membencimu."

"Bahkan walau aku membuat paman kesal, kau tidak akan membenciku?" Leanna bertanya dengan ragu.

"Bagaimana aku bisa merasa kesal melihat wajahmu yang seperti malaikat ini?"

Leanna tersenyum senang. "Paman, mendekatlah padaku!"

Lucian dengan patuh menurut. Mata pria itu melebar saat merasakan kehangatan di bibirnya. Dia dengan cepat mendorongnya dengan kasar.

"Leanna, kau!"

"Apa paman marah?"

Lucian menghela nafas berulang kali. "Aku harus pergi. Pelayan akan membantumu ke kamar."

Lucian langsung pergi begitu saja dengan wajah yang begitu merah. Leanna mencoba mengejarnya tanpa mempedulikan kakinya yang terbalut. "Paman, jangan tinggalkan aku! Paman bilang tidak akan marah padaku, tapi...."

"Leanna! Aku tidak ingin marah padamu. Tetaplah di rumah, aku memilki hal lain yang harus aku lakukan!"

Lucian meninggalkan Leanna setelah berhasil melepaskan genggaman tangan ramping itu dari tangannya yang kekar.

"Nona Leanna, ikut dengan saya. Saya akan membantu memapah Anda." Pelayan itu mengulurkan tangannya.

Dia membantu Leanna untuk naik ke tangga dengan perlahan. Namun, saat sampai di kamar, pelayan itu langsung mendorong Leanna.

"Dasar gadis tidak tahu diri. Kau sudah di tampung, tapi masih mencoba untuk merayu Tuan Muda kami. Keponakan yang memiliki pikiran kotor sepertimu tidak pantas ada!" Pelayan itu mengulurkan tangan untuk menampar Leanna.

Leanna menahan tangan wanita itu, tapi bagaimana tangannya yang kecil dan kurus itu dapat menahan pelayan bertubuh penuh lemak ini? Dia kalah dalam pertahanan diri dan menghadapi pukulan keras di wajahnya cantik gadis muda itu.

"Aku yakin pasti Tuan Muda akan segera mengusir mu. Nikmati saja tidur sebentar di kasur empuk ini. Besok, kau pasti akan diusir oleh Tuan Muda!" Pelayan itu mengejeknya.

Leanna hanya diam tertunduk. Dia baru saja bahagia karena terbebas dari siksaan dan akhirnya bersama dengan seseorang yang begitu perhatian padanya, tapi karena keserakahannya ini?

"Kenapa? Kenapa aku tidak bisa mendapatkan apa yang aku mau? Semua hal yang aku inginkan selalu saja tidak menginginkanku!" Leanna meluapkan kesedihannya.

"Paman, kenapa paman membawaku jika akhirnya hanya akan meninggalkanku ketika aku berharap banyak padamu? Semua orang sama saja. Tidak ada yang menginginkanku. Apa gunanya, aku hidup?"

Leanna melihat sekeliling ruangan, dia terlihat mencari sesuatu. Leanna mendekat ke arah cermin. Leanna terus memukul cermin itu dengan penuh emosi, meluapkan kekecewaan dan kesedihannya. Serpihan-serpihan kaca hancur berserakan di lantai, mencerminkan keadaan hatinya yang terluka.

Leanna mengambil serpihan kaca yang berserakan di lantai itu. Dia menatap dengan pandangan kosong.

"Kau! Apa yang kau lakukan?" Seseorang tiba-tiba saja datang.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status