Lucian mendorong keponakannya sebelum sesuatu yang lebih buruk terjadi. "Leanna, kau menganggap dirimu sudah dewasa, bukan?"
Wajah Leanna yang awalnya suram berubah cerah. "Ya. Paman. Apa kau sudah melihatku sebagai gadis dewasa? Jadi, ayo kita--" "Jika kau adalah gadis dewasa maka kau harus tahu batasannya! Leanna, kau adalah keponakanku, tidak mungkin bagi kita untuk bersama!" "Tapi, kita tidak punya hubungan darah!" "Ya, tapi itu semua tidak mengubah kenyataan bahwa kau tetaplah bagian dari keluarga Gu. Leanna, jika keinginanmu untuk menikah denganku hanya karena ingin tinggal bersamaku dan mendapatkan perlindungan seperti saat kau masih kecil, selama aku jadi pamanmu kita bisa melakukannya. Kau mengerti sekarang?" Lucian memberikan penekanan yang tegas. Leanna tidak mengatakan apapun untuk menanggapinya dan memilih kembali ke tempat duduk. Pandangannya menatap ke arah luar kaca mengubur dalam keramaian jalanan yang sibuk. . Lucian merasa bersalah padanya, tetapi dia tidak tahu bagaimana membuat keponakannya ini mengerti tentang situasi mereka. "Leanna, kau pasti akan bertemu dengan seorang pria yang pantas untuk kau nikahi. Setelah itu kau akan mengerti kenapa aku mengatakan ini." "Bagaimana aku bisa bertemu dan menikahinya? Hanya Pama satu-satunya untukku. Aku sangat mencintaimu," ucap Leanna dengan suara pelan tanpa memandangi ke arah Lucian, tetapi jawaban itu masih bisa di dengar oleh Lucian. Lucian menghela nafas dalam-dalam. "Leanna, kau mungkin salah paham dengan perasaanmu padaku. Jangan mengatakan perkataan yang tidak masuk akal itu lagi padaku!" Lucian memberikan peringatan tegas. "Setelah kau menemukan pria lain, kau pasti akan tahu perasaan cinta yang kau rasakan padaku itu berbeda dengan perasaan cinta yang menjadi dasar pernikahan." Leanna hanya menunjukkan wajah cemberutnya. "Ok, aku akan mencari pria lain. Jika aku akhirnya mencintai pria itu, paman jangan menyesal!" "Aku akan senang jika kau punya pasangan yang baik." Lucian mengulurkan tangan untuk menyentuh rambut hitam milik Leanna, tetapi wanita itu menghindari sentuhannya. Pandangan matanya tidak lagi tertuju padanya. Lucian juga hanya diam saja. Suaranya di dalam mobil yang awalnya hangat telah berubah menjadi kekakuan. Supir yang ada di depan merasa tidak nyaman, tetapi harus tetap berkendara. Tanpa ada suara apapun selama lebih dari satu jam, Lucian menoleh ke arah gadis yang bersandar di sisi kaca mobil, matanya terpejam. Kepala gadis itu hampir terbentur ke arah jendela mobil. Tangan Lucian bergerak cepat menahan kepalanya, meletakkan di bahunya. Lucian memandang wajah tidur gadis yang terlihat resah. Keningnya berulang kali berkerut. Jari-jari Lucian yang besar mengusap lembut keningnya. "Jangan takut, apapun yang kau pikirkan saat ini. Aku akan melindungi mu dari hal buruk." Tangannya yang lain mengenggam erat tangan lentik yang basah berharap dapat memberinya kehangatan. Tanpa sadar Lucian ikut tertidur. *** Lucian membuka matanya perlahan. Wajah cantik bersemu merah di pipinya membuat Lucian terkejut, apalagi saat tangan gadis ini Menyentuh wajahnya. Bahkan duduk di pangkuannya. "Leanna, apa yang sedang kau lakukan? Tolong minggir sebentar!" "Paman, aku hanya ingin membangunkanmu. Kita sudah sampai, Ayo turun!" Lucian mengerutkan keningnya melihat perubahan suasana hati Leanna. "Apa kau tidak marah lagi padaku?" "Tidak. Paman sudah baik mau membawaku keluar dari rumah itu. Aku tidak mungkin marah padamu!" Leanna melangkah keluar. Dia mengucapkan sesuatu dengan suara pelan. "Aku juga sudah mendapatkan kompensasi yang aku inginkan, jadi tidak apa-apa." Lucian yang baru saja turun hanya mendengar suaranya gumahan yang tidak jelas. "Leanna, kau bicara apa? Aku tidak bisa mendengarmu." "Tidak. Ini bukan hal yang penting." Leanna dengan terbaru-buru melangkah menjauh. Lucian hanya mengerutkan keningnya. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh gadis itu. Lucian menoleh ke arah supirnya. "Apa yang Leanna lakukan tadi?" "Nona hanya membangunkan Tuan," jawab supir itu. Lucian masih menatapnya cukup lama. Supir itu kembali menjawab. "Tuan, saya bersungguh-sungguh." Lucian akhirnya membalikkan badan. Supir itu menghela nafas lega. Dia tidak menyangka akan menyembunyikan sesuatu dari Tuannya karena gadis malang itu. Lucian mengejar Leanna. "Jangan terlalu cepat! Kenapa kau begitu bersemangat?" "Baiklah. Aku akan mengenggam tangan Paman Lucian agar kau tidak tertinggal dariku!" Lucian memandang Leanna. Meskipun ekspresi Lyla masih datar, tetapi dia tidak terlihat begitu sedih seperti sebelumnya. Seolah semua yang terjadi dan mimpi buruknya bukan sebuah masalah. Namun, melihat dia berusaha untuk ceria dengan menyembunyikan rasa sakit, itu membuat Lucian merasa semakin Bersalah. "Lucian!" Lucian mengerakkan mata ke arah seseorang yang memanggilnya itu. Ekspresi wajahnya menunjukkan keterkejutan. Seorang wanita dengan pakaian sexy tiba-tiba berlari dan melemparkan diri padanya. "Sayang, aku merindukanmu!" Leanna menatapnya dengan alis terangkat. Kemarahan menyelimuti tubuhnya melihat seorang wanita "Hei, kau siapa?" Leanna menatap tidak senang saat melihat wanita ini memeluk Lucian. Wanita itu bahkan berusaha untuk melihat ke arah Leanna. Leanna menarik tubuh ramping wanita itu agar menjauh dari Lucian. "Menjauhkan dari Paman Lucian!" Wanita yang memeluk Lucian itu merasa terganggu. "Dasar kutu kecil pengganggu!" Langsung wanita itu langsung menepis dengan kasar. Jika saja Lucian tidak mengenggam tangannya, mungkin Leanna sudah terjatuh. Lucian menjauhkan tubuh wanita itu darinya. "Jangan bersikap kasar pada keponakanku! Minta maaf padanya!" "Keponakan?" Wanita itu memandangi Leanna dari bawah ke atas. Pakaian yang Leanna kenakan begitu lusuh apalagi di tambahan lebam yang dia dapatkan. Senyum ejekan terukir di bibirnya. "Apa kau memungutnya seorang anak di jalanan lalu mengangkat menjadi keponakan? Lucian, kau sangatlah baik. Aku jadi semakin mencintaimu!" Wanita itu hendak merangkul lengan Lucian, tetapi di tepis dengan kasar. "Beraninya kau menghina keponakanku! Pergilah! Aku tidak pernah mengizinkanmu untuk masuk ke rumah ini!" "Lucian, maafkan aku. Aku hanya bercanda. Adik kecil, jangan memasukan ucapanku dalam hati ya!" "Paman, aku sudah lelah! Ayo kita masuk saja." Leanna menyenderkan kepalanya di lengan Lucian dengan posesif. Wanita itu mengikuti mereka. Lucian menghentikan langkahnya. "Apa yang kau lakukan? Aku sudah bilang tidak mengizinkanmu untuk memasuki rumahku!" "Lu--" "Apa aku mengizinkanmu untuk memanggil nama depanku?" Lucian menujukkan tatapan dingin. "Pergilah dari sini dan jangan pernah muncul di hadapanku lagi!" "Tidak! Lucian, kenapa kau begitu tega padaku? Tunggu dulu, ada hal penting yang harus aku katakan padamu!" "Aku tidak mau mendengar apapun. Penjaga, bawa wanita ini keluar dan jangan biarkan wanita ini masuk lagi!" perintah Lucian. "Lucian, aku sedang hamil anakmu!" Wanita itu berbicara dengan lantang. Leanna terkejut dengan apa yang di katakan oleh wanita itu bahkan tanpa sadar Leanna melepaskan genggamannya tangan Lucian. "Paman, siapa sebenarnya wanita itu? Kenapa dia bisa hamil anak paman?" "Lucian, apa aku perlu memberitahu hubungan kita di depan keponakanmu itu?" ucap wanita itu."Mereka membatalkan pertemuan dengan keponakan anda," ucap Asistennya. "Apa? Apa mereka sedang menantangku? Beraninya mereka menolak!" Lucian menujukan amarahnya. "Catat nama mereka semua dan hancurkan perusahaan mereka!" "Tidak bisa. Mereka partner penting perusahaan. Jika perusahaan mereka berantakan maka perusahaan kita juga akan merugi, " ucap Asistennya menolak. "Bos, berhentilah bertindak seperti pemeran utama dalam novel CEO Sombong!" "Diam kau! Jangan mengolok-olokku! Kau harus hubungi pria lainnya dan kali ini bukanlah orang yang akan membatalkan janji secara mendadak. Aku akan memberimu waktu--" "Paman, tidak perlu memaksa mereka. Aku yakin tidak ada diantara mereka yang mau bertemu denganku. Aku akan kembali ke kamarku," Leanna menundukkan ekspresi kecewa, tetapi hatinya bersorak gembira. Dia tidak perlu bersusah payah untuk mengacau. "Leanna, lupakan orang-orang bodoh yang tidak mau menemuimu. Aku yakin para pria yang tersisa akan berebut untuk bersamamu." Luci
Lucian memegang kedua bahu Leanna untuk menghentikannya dan mendorongnya untuk duduk . "Pilih dengan benar! Mereka bersekolah di universitas yang sama denganmu." Lucian berdiri di samping Leanna, melihat ke arah foto-foto para pria muda. "Bagaimana dengan pria ini? Dia akan menjadi pewaris tunggal!" Leanna menoleh ke arah Lucian. "Tapi, dia tidak seperti paman." Lucian menoleh ke arah Leanna. Mereka berdua saling bertatapan. "Fokus saja dengan foto-foto itu dan carilah yang lebih dariku." "Tapi, tidak ada yang lebih dari paman," suara Leanna begitu lembut dan pelan hampir seperti sebuah bisikan yang hanya di dengar oleh keduanya dengan jelas. Lucian tidak menunjukkan reaksi yang Leanna inginkan. Justru terlihat seperti, Lucian sedang mengabaikan pengakuan Leanna sebagai omong kosong. "Leanna, bersikaplah serius! Kau harus mendapatkan pasangan yang bisa membuatmu menjauh dari pria bernama Luca itu." Lucian memegang kepala Leanna dan memutarnya untuk melihat ke arah daftar fo
"Aku akan memblokirnya!" ucap Lucian memindahkan nomer Luca ke daftar hitam. "Jangan pernah menghubunginya lagi!" Leanna mengerutkan keningnya, "Paman Lucian, apa biasanya seorang paman akan bersikap posesif seperti ini? Apakah ini sungguh wajar?" Lucian membeku dengan pertanyaan yang tiba-tiba. Dia merenungkan tentang apa yang dia lakukan. "Ini....tentu saja. Aku menjauhkanmu darinya karena dia orang yang tidak baik. Jadi, ini hal wajar!" Lucian memberikan alasan yang masuk akal untuk Leanna dan juga dirinya sendiri. "Kau harus istirahat. Aku akan pergi ke ruanganku untuk bekerja. "Paman, maaf aku selalu merepotkanmu. Pekerjaanmu juga selalu tertunda karena aku." "Jangan mengatakan itu. Aku tidak suka kau selalu merasa bersalah saat aku membantumu. Ini sudah tugasku!" Leanna memandang Lucian yang menghilang dari balik pintu. "Paman, kenapa kau tidak jujur dengan perasaanmu padaku?" *** Lucian tidak bisa fokus bekerja. Pertanyaan Leanna telah menganggu konsentrasinya. "T
"Leanna!" Luca yang telah berhasil masuk, memanggil nama Leanna. Leanna membuka matanya karena terganggu dengan suara yang memanggilnya. "Luca, kenapa kau di sini?" "Kau sungguh keras kepala ya!" Lucian menarik tangan Luca. "Keluar dari sini!" Lucian menarik tangan Luca dengan kasar. Kekuatan mereka berbeda jauh, meskipun Luca berusaha untuk menepis tangannya, tapi tidak bisa melepaskan diri. Tubuh Luca terlempar keluar ruang rawat. Lucian memberikan ancaman, "Berani kau masuk, aku akan mematahkan kakimu!" "Anda bisa melakukan itu, asalkan saya diizinkan untuk bicara dengan Leanna!" ucap Luca tanpa menunjukkan ekspresi takut. "Kau benar-benar ya!" Lucian mengambil ponselnya-menelepon seseorang. "Cepat bawa orang ini keluar sekarang juga!" Tidak lama setelah Lucian mengakhiri panggilan, dua orang bodyguard datang dan langsung menarik Luca keluar. Lucian menghela nafas lega, meskipun hanya sementara. Dia yakin orang itu akan melakukan cara lain untuk bisa mendekat
Lucian mendaratkan tinju langsung ke wajah Luca. "Apa yang kau lakukan pada Leanna? Kau hanya menjadi pengacau dalam kehidupan Leanna." Luca hanya diam saja. Wajahnya tertunduk menujukkan ekspresi penyesalan. Dia tidak peduli dengan rasa sakit dan lebam di wajahnya. Dokter membuka pintu. Lucian mendekat ke arahnya. "Bagaimana kondisinya?" "Apa anda keluarga pasien? Pasien mengalami tanda-tanda alergi. Apa dia makan sesuatu sebelumnya?" "Dia makan cake berisi kacang merah," jawab Luca saat Lucian menoleh ke arahnya. Dokter memberikan beberapa informasi sebelum akhirnya meninggalkan mereka berdua. Lucian menarik kerah Luca. "Kau! Apa kau sengaja ingin mencelakai keponakanku?" "Tidak mungkin aku akan melakukan hal buruk pada Leanna," ucap Luca dengan tegas melepaskan tangan Lucian dari lengannya. "Seandainya saya tahu Leanna milik alergi terhadap kacang merah, aku tidak akan memesankan untuknnya!" "Kau lebih baik tinggalkan Leanna dan kau dipecat! Aku tidak bisa membiar
Luca melepaskan tangannya. Yuna memegangi bagian lengannya yang merah. "Aku akan tetap melaporkan ini sebagai tindak kekerasan." Leanna berdiri dari tempat duduknya. "Aku akan membayar biaya perawatanmu, tidak perlu memperumit masalah!" "Kau! Apa kau merasa menjadi wanita kaya? Jika aku memintamu membayar 1 juta dolar, apa kau sanggup untuk membayar?" ucap Yuna menyeringai. "1 juta dolar? Kau terlalu berlebihan. Tanganmu bahkan tidak patah," ucap Leanna mencibir. "Memang tidak patah, tapi kerusakan mentalku sangat mahal. Namun...." Yura menunjukkan senyum liciknya. "Jika kau membiarkan aku menampar pipimu, aku akan melupakan masalah ini!" "Berani menamparnya maka jangan harap bisa kembali ke kota ini lagi!" Lucian melangkah mendekat dengan aura kuat yang mengintimidasi. Yuna langsung mematung saat Lucian mendekat ke arahnya. "Kenapa kau masih disini? Kau ingin aku--" "Tidak! Saya akan pergi." Yura berlari ketakutan. Lucian mengusap pipi Leanna. "Apa dia menyakit