Beranda / Romansa / Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti / Chapter 5 Paman, Aku Ingin Kau Tidur Denganku

Share

Chapter 5 Paman, Aku Ingin Kau Tidur Denganku

Penulis: Tya Prajana
last update Terakhir Diperbarui: 2023-12-01 04:31:54

Seorang wanita yang menggenakan jubah tidur memeluk tubuh Lucian dari belakang. "Sayang, kenapa kau akan pergi? Kita bahkan baru saja mulai."

Lucian menepis tangan itu dengan kasar bahkan mendorong wanita itu menjauh. "Aku sedang tidak memiliki mood untuk melanjutkannya."

"Kenapa? Apa kau memiliki wanita baru? Siapa wanita yang dapat memuaskanmu lebih dari--"

Lucian dengan marah mencengkeram dagu wanita itu. "Diamlah! Apa aku perlu membungkam mulutmu dan membuatmu tidak bisa bicara lagi untuk selamanya?"

Wanita itu menatap dengan takut. Lucian melepaskan wanitanya itu dan melemparkan uang. "Mulai seterusnya, aku tidak akan melakukannya denganmu. Jangan muncul lagi di hadapanku!"

"Maafkan aku, Tuan Muda. Aku salah." Wanita itu berlutut dan memegang kaki Lucian. Namun, Lucian justru menendangnya.

"Jangan merengek! Aku benci wanita melakukan itu." Lucian meninggalkan wanita itu begitu saja.

Pria tampan dengan perawakan tinggi melangkahkan kaki  masuk ke mobil,  melaju ke sebuah tempat yang sunyi. Lucian  keluar dari mobil dan mengambil sebatang rokok dari sakunya.

"Ada apa denganku? Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya bahkan para wanita sexy tidak mampu untuk menghilangkan masalah di pikiranku." Lucian terus saja berusaha menepisnya saat pemikirannya terarah pada ciuman polos dari seorang gadis yang usianya terpaut 10 tahun darinya.

Tatapan matanya yang tajam terlihat begitu rumit. Ponselnya berdering menganggu lamunannya. Lucian menekan tombol, "Hallo!"

***

Leanna dengan posisi telungkup, tangannya masih merah berlumur darah. Tubuhnya lemas dan bibirnya kering. Di udara yang dingin dengan mudah menembus  pakaian  yang tipis membuatnya  megigil.

"Paman....paman Lucian," Leanna bergumah di sela-sela alam bawah sadarnya memanggil nama yang selalu menjadi kekuatannya. "Paman, jangan buang aku!"

Air mata berlinang keluar dari kelopak mata yang tertutup. Leanna  tidak memiliki tenaga untuk dapat membuka matanya. Tubuhnya sudah kehabisa tenaga, dia belum makan ataupun minum.  Rasa nyeri dari luka-lukanya semakin terasa menyakitkan saat menyentuh lantai dingin.

Leanna mulai kehilangan kesadarannya, tetapi samar-samar  dia mendengar  teriakan yang memanggil namanya dengan penuh kecemasan. Kesadaran Leanna menghilang sepenuhnya tanpa mengetahui apa yang berikutnya terjadi.  

***

"Jawab aku, siapa yang berani menguncinya?" Lucian berteriak dengan marah.

Lucian mengumpulkan semua pelayan wanita ataupun pria  di  ruang tengah. Tidak adaseorangpun yang menjawab pertanyaan Lucian, semua orang  menundukkan kepala mereka.

Lucian menjadi lebih marah.  “Apa tidak ada yang mau mengaku? Haruskah aku meminta seseorang untuk memukuli kalian semua sampai mengaku?”

Seorang pelayan maju ke depan, dengan gugup mengatakan, "Tuan, saya yang melakukannya. “ Pelayan itu melanjutkan penjelasannya, “Tapi, saya punya alasan masuk akal untuk menghukumnya. Saat Tuan Muda pergi, wanita itu merusak barang berharga  di kamar jadi saya--"

"Wanita itu?  Tidak hanya kau berani menghukum keponakanku, tapi kau juga  berani memanggil keponakanku dengan panggilan kasar itu? Kau adalah pekerja di sini, tapi kau memperlakukan tamuku dengan buruk bahkan tidak merasa bersalah. " Lucian memotong ucapan pelayan itu dengan tajam

"Tuan Muda, Anda seharusnya berterima kasih pada saya. Jika saya tidak menghentikannya barang-barang mahal milik Anda akan hancur." Pelayan itu masih mencoba membela diri.  

Wajah Lucian berubah gelap. Lucian menumjukkan seringai, " Aku akan perlihatkan bagaimana caraku berterima kasih.” Lucian menatap para penjaga keamanan, tangannya menunjuk seorang pelayan yang menjadi tersangka. “Kurung pelayan  ini di ruangan kosong itu dan pukuli dia sampai wajahnya tidak lagi berbentuk!"

Para penjaga keamanan itu terlihat ragu melakukannya karena mereka  Para pelayan dan penjaga keamanan dengan cepat langsung  memegang lengan tangan  pelayan jahat itu dengan erat. Pelayan itu berteriak. “Tidak, tolong jangan pelakukan saya seperti ini. Saya aalah pelayan setia anda, Tuan Muda. Bagaimana bisa anda membuang saya hanya untuk wanita gila itu!’

“Tunggu apalagi? Cepat seret wanita itu dan buat dia tidak akan bisa menggunakan mulutnya!”  Lucian menaikkan nada bicaranya. Penjaga keamanan itu dengan cepat menyeret  pelayan jahat yang memberontak.

 Lucian beralih kearah para pelayan yang tersisa. “Kalian bisa kembali melakukan pekejaan, kecuali kau!” Lucian menghentikan seorang pelayan wanita.

Pelayan itu ditinggalkan sendirian untuk berhadapan langsung dengan Lucian. "Ya, Tuan. Ada apa?"  tanya pelayan itu dengan gugup.

"Kau yang melapor tadi, kan? Ikut denganku!" ucap Lucian menatap dingin pelayan itu.

Pelayan wanita itu dengan cemas berjalan mengikuti Lucian. Pria itu membawanya ke sebuah kamar. "Aku ingin kau bersihkan semua kekacauan ini dan juga jangan ada satu barangpun yang mudah dipecahkan. Ganti cermin menjadi bahan selain kaca jika perlu pesan ke pengrajin dan buat dalam sehari, tidak peduli berapa biayanya."

Pelayan itu mengangguk, wajahnya menujukkan ekpresi lega. "Saya akan melakukannya."

"Satu hal lagi, aku memilihmu untuk menjadi pelayan pribadi Leanna. Dia akan menjadi tangung jawabmu. Jangan khawatir tentang bayaran, jika kau melakukan tugasmu dengan baik. Aku akan memberikanmu bonus."

Pelayan itu menunjukkan senyum bahagia. "Tentu saja, Tuan Muda. Saya pasti dapat melayani Nona Leanna dengan baik."

Lucian meninggalkan pelayan yang mulai membersihkan pecahan kaca itu. Kakinya melangkah menuju ke kamarnya. Seorang gadis dengan tangan yang di balut perban sedang  berbaring di tempat tidur luas.

Ekspresi wajah yang penuh kecemasan tergambar dari kening yang berkerut. Lucian menghela nafas, "Maafkan aku, Leanna. Aku justru membuatmu mengalami hal buruk lagi. Seharusnya aku tidak pergi meninggalkanmu dengan kasar."

Lucian mengulurkan tangannya mengusap pipinya yang lembut itu. Dia duduk di pinggir tempat tidur dan memandanginya tanpa berkedip.

"Haus," ucap Leanna dengan suara serak. Matanya juga perlahan mulai membuka matanya.

"Leanna, kau sudah bangun. Ini, minumlah!"

Leanna memandang Lucian sebentar, lalu mengulurkan tangan dengan wajah tertunduk.

"Biarkan aku membantumu minum." Lucian memegangi gelas untuk Leanna dan mengarahkannya ke bibir yang mengering.

Leanna menghabiskan satu gelas penuh. "Kau sangat haus ya? Apa kau mau aku mengambilkanmu minum?"

Leanna menggeleng. "Aku tidak ingin merepotkan Paman. Besok, aku akan keluar dari rumah agar Paman tidak terganggu."

"Aku tidak pernah merasa terganggu dengan keberadaan mu.” Lucian menatap  Leanna, dengan lembut dan menyesal. “Apa kau marah padaku dengan apa yang terjadi? Aku minta maaf karena meninggalkanmu dan membuatmu mengalami pengalaman pahit ini. Kau bisa memukulku atau menamparku, aku dapat menerima semua kemarahanmu."

Leanna justru hanya diam saja. Lucian menunjukkan ekspresi kecewa. Dia bangun dari duduknya. "Kalau begitu, aku akan keluar dan membiarkanmu beristirahat. Kau bisa menggunakan kamar ini selama yang kau mau. Aku akan tidur di kamar tamu."

Leanna meraih tangan Lucian. "Bisakah, Paman tidur di sini juga?"

Lucian menatap Leanna dengan ekspresi rumit, tetapi dia masih menanggapi dengan lembut, "Tentu, Leanna. Aku akan tidur di sofa itu. Jika ada sesuatu, kau bisa berteriak memanggilku."

"Tidak. Bukan di sofa, tapi di tempat tidur ini. Aku ingin paman tidur bersamaku dan memelukku."

Lucian menelan ludah mendengar perkataan yang bisa dengan mudah di salah pahami. "Leanna, kita tidak bisa melakukannya."

"Kenapa tidak bisa? Apa paman begitu membenciku?" Ekspresi wajahnya menunjukkan kesedihan.

Lucian mengerti pemikiran polos Leanna bukan seperti apa yang dia pikirkan, tapi perkataannya terlalu provokatif dan mengundang.

Lucian meletakkan gelasnya. Tubuhnya bergerak mendekat dan mendorong tubuh Leanna yang sebelumnya duduk. Kedua mata mereka saling bertemu, dengan jarak tubuh yang begitu dekat.

"Leanna, kau seharusnya tidak mengatakan itu ataupun menginginkan ini, karena....." Lucian menatap wajah yang begitu menggoda ini, perlahan dia memiringkan wajahnya begitu dekat dengan leher putih yang terlihat begitu lembut.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 63 Kembali Tersiksa

    Lucian masuk ke dalam mobil, diikuti dengan Luna diam-diam tersenyum. "Semoga gadis itu tidak pernah muncul lagi dalam hidup Lucian," ucapnya dalam hati. Lucian melajukan mobilnya melewati Leanna. Cengkeraman tangannya pada kemudi begitu erat saat meliriknya dari kaca mobil. "Lucian, jangan khawatir. Bukankah kau bilang dia akan kembali ke apartemen?" Lucian tidak mengatakan apapun. Pandangannya fokus me depan dengan tatapan dingin. *** Leanna menatap mobil yang semakin menjauh dari pandangnya. Dia tidak menyangka bahwa Lucian akan benar-benar meninggalkannya seperti ini. Leanna menatap dengan sedih Dia menghadang taksi dan masuk ke dalam. "Nona, kemana kita akan pergi." Leanna terdiam sejenak. Dia merogoh tas kecilnya dan melihat uang yang ada disana. Leanna dengan terpaksa menyebutkan alamat rumah besar keluarganya. Taksi itu melaju menyusuri jalanan. Leanna hanya diam sepanjang jalan. Jujur, dia merasa takut bertemu orang-orang itu lagi, khususnya jika ibunya

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 62 Dia Hanya Mengancam

    "Jadi, kau sebenarnya sengaja terus menerus untuk berpihak pada Nona Luna untuk membuat keponakanmu menyerah pada perasaannya padamu, tapi kau takut dia akan membencimu?" ucap Asistennya setelah mendengar curhatan Lucian. "Menurutku kau harus segera menikahi Nona Luna atau setidaknya mengatur pertunangan lebih dulu." "Saranmu sungguh tidak membantu. Aku mulai ragu untuk memilihnya sebagai pasangan." "Bos, tidak mudah menemukan orang yang bisa mengendalikan keponakanmu itu. Selain itu, jika kau memilih yang lain maka keponakanmu pasti akan bertentangan dengannya juga karena dia ingin memilikimu. Bukankah sama saja?" Lucian mulai memikirkan apa yang dikatakan oleh asistennya. "Jika kau mempercepat peresmian hubungan dengan ikatan yang kuat dengan Nona Luna, maka dia pasti akan menyerah, dan jika kau tidak puas setelah menikah dengan Nona Luna maka kau bisa berpisah dengannya di saat keponakanmu sudah move on darimu." Asisten itu kembali memberikan penjelasan. "Selain itu, Tuan

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 61 Penyelamat

    Lucian melajukan mobilnya dengan cepat. Melalui jarak Mobilnya berhenti di tempat parkir sebuah rumah sakit. Lucian masuk ke dalam dengan terburu-buru. Dia masuk ke dalam sebuah bangsal, dia melihat Luna berada di sana. "Bagaimana kondisi Leanna?" "Dia sedang tertidur setelah mendapatkan suntikan." Lucian hendak masuk ke ruangan. Namun, Luna menghentikannya. "Lucian, maafkan aku. Seandainya aku tetap memaksa Leanna sebelumnya, ini pasti tidak akan terjadi." "Tidak apa-apa. Bukankah kau juga telah bertanggung jawab dengan membawanya ke rumah sakit ini? Leanna pasti akan mengerti." Lucian melepaskan tangan Luna. "Aku akan melihat Leanna." "Lucian, aku akan masuk bersamamu." Lucian membuka pintu. Saat itu, Leanna sudah bangun. "Paman, kenapa kau membawa wanita itu?" "Leanna, jangan seperti itu. Luna telah menolongmu saat pingsan," ucap Lucian. "Menolongku? Meskipun kesadaranku sedikit memudar, tapi aku yakin bukan dia yang menolongku! Paman, kau telah diberdaya olehny

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 60 Wanita yang Lebih Licik

    "Aku telah membumbuinya dengan beberapa takaran dan juga kematangan daging juga bermacam-macam. Kau bisa memilih mana yang kau sukai," ucap Luna. Leanna terkejut. Dia tidak menyangka Luna telah mempersiapkan ini. Luna mengeluarkan beberapa mangkuk lainnya. "Yang ini kematangan dagingnya pas," kata Luna sambil menunjuk satu mangkuk. "Yang ini bumbunya lebih kuat dari sebelumnya. Luna menjelaskan satu persatu dari isi mangkuk itu. "Jika kau menyukai bumbu yang tajam dan menyengat maka aku menyarankanmu sup yang ini. " Leanna mencicipi salah satunya, begitu juga dengan Lucian (yang tidak sempat Leanna cegah) Leanna hendak memberikan komentar, tetapi Lucian terlebih dahulu bicara, "Rasanya tidak buruk." "Tuan Lucian, apa kau menyukainya? Apa ini sesuai dengan seleramu?" ucap Luna dengan antusias. Leanna merasa kesal. Dia tidak suka ada wanita lain yang mendapatkan pujian dari Lucian. "Ini pemborosan. Kau membuat terlalu banyak makanan. Jika kau menikah dengan pamanku, maka

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 59 Lawan yang Tangguh

    "Leanna, aku akan tetap pada keputusanku. Aku harap kau akan menerima ini." Suara tangisan terdengar dari pintu kamar Leanna. Lucian kembali mengetuk pintu Leanna. "Leanna, apa kau menangis? Buka pintunya, biarkan aku masuk." "Paman egois! Aku benci paman!" Leanna berteriak dengan keras. "Pergi!" Lucien menghela nafas panjang dan menarik tangannya dari pintu. "Kita akan bicara nanti setelah kau tenang. Aku akan kembali ke kantor. Jika kau butuh sesuatu, telepon aku!" Tidak ada jawaban dari Leanna. Hanya ada suara tangisan yang semakin menyakitkan bagi Lucian. Lucian keluar dari apartemen, tetapi sesekali menoleh ke belakang. Dia merasa khawatir jika Leanna sampai melakukan sesuatu saat Lucian tidak berada bersamanya. Namun, jika dia masih di apartemen, dia tidak akan sanggup mendengar tangisan yang akan mengubah pikiran. Lucian berjalan menuju ke tempat parkir bawah tanah dengan banyak pemikiran rumit di otaknya. Tiba-tiba saja seseorang menepuk bahunya. Lucian meno

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 58 Kenapa Kau Menikahinya?

    "Apa kau akan membatalkan perjodohan ini jika aku memang seperti itu?" ucap Lucian dengan dingin. "Tidak. Namun, kenapa kau harus memantau wanita di rekaman itu? Apa dia keponakanmu?" ucap Luna dengan heran. "Apa kau begitu posesif dengannya?" "Kau terlalu banyak bicara. Kembalilah ke kursimu sendiri." Lucian menatapnya dengan tajam. Luna berbalik kembali ke kursinya. Namun, Lucian memanggilnya lagi. "Tunggu! Ada yang ingin aku diskusikan denganmu." "Ada apa?" "Setelah kita menikah, Leanna akan tinggal bersama dengan kita." Asistennya yang berada tidak jauh diantara mereka, menepuk kepalanya. "Bos, bukankah aku sudah memberitahumu sebelumnya jika--" "Diam! Aku tidak sedang bicara denganmu!" Lucian menegur Asistennya itu. "Lebih baik kau tidak ikut campur." Lucian kembali mengalihkan pandangan ke arah Luna. "Kau tidak keberatan, kan?" "Kenapa? Kenapa dia harus tinggal bersama kita? Bukankah keponakanmu sudah cukup dewasa?" Luna merasa keberatan. "Aku adalah w

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status