Seorang wanita yang menggenakan jubah tidur memeluk tubuh Lucian dari belakang. "Sayang, kenapa kau akan pergi? Kita bahkan baru saja mulai."
Lucian menepis tangan itu dengan kasar bahkan mendorong wanita itu menjauh. "Aku sedang tidak memiliki mood untuk melanjutkannya." "Kenapa? Apa kau memiliki wanita baru? Siapa wanita yang dapat memuaskanmu lebih dari--" Lucian dengan marah mencengkeram dagu wanita itu. "Diamlah! Apa aku perlu membungkam mulutmu dan membuatmu tidak bisa bicara lagi untuk selamanya?" Wanita itu menatap dengan takut. Lucian melepaskan wanitanya itu dan melemparkan uang. "Mulai seterusnya, aku tidak akan melakukannya denganmu. Jangan muncul lagi di hadapanku!" "Maafkan aku, Tuan Muda. Aku salah." Wanita itu berlutut dan memegang kaki Lucian. Namun, Lucian justru menendangnya. "Jangan merengek! Aku benci wanita melakukan itu." Lucian meninggalkan wanita itu begitu saja. Pria tampan dengan perawakan tinggi melangkahkan kaki masuk ke mobil, melaju ke sebuah tempat yang sunyi. Lucian keluar dari mobil dan mengambil sebatang rokok dari sakunya. "Ada apa denganku? Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya bahkan para wanita sexy tidak mampu untuk menghilangkan masalah di pikiranku." Lucian terus saja berusaha menepisnya saat pemikirannya terarah pada ciuman polos dari seorang gadis yang usianya terpaut 10 tahun darinya. Tatapan matanya yang tajam terlihat begitu rumit. Ponselnya berdering menganggu lamunannya. Lucian menekan tombol, "Hallo!" *** Leanna dengan posisi telungkup, tangannya masih merah berlumur darah. Tubuhnya lemas dan bibirnya kering. Di udara yang dingin dengan mudah menembus pakaian yang tipis membuatnya megigil. "Paman....paman Lucian," Leanna bergumah di sela-sela alam bawah sadarnya memanggil nama yang selalu menjadi kekuatannya. "Paman, jangan buang aku!" Air mata berlinang keluar dari kelopak mata yang tertutup. Leanna tidak memiliki tenaga untuk dapat membuka matanya. Tubuhnya sudah kehabisa tenaga, dia belum makan ataupun minum. Rasa nyeri dari luka-lukanya semakin terasa menyakitkan saat menyentuh lantai dingin. Leanna mulai kehilangan kesadarannya, tetapi samar-samar dia mendengar teriakan yang memanggil namanya dengan penuh kecemasan. Kesadaran Leanna menghilang sepenuhnya tanpa mengetahui apa yang berikutnya terjadi. *** "Jawab aku, siapa yang berani menguncinya?" Lucian berteriak dengan marah.Lucian mengumpulkan semua pelayan wanita ataupun pria di ruang tengah. Tidak adaseorangpun yang menjawab pertanyaan Lucian, semua orang menundukkan kepala mereka.
Lucian menjadi lebih marah. “Apa tidak ada yang mau mengaku? Haruskah aku meminta seseorang untuk memukuli kalian semua sampai mengaku?”
Seorang pelayan maju ke depan, dengan gugup mengatakan, "Tuan, saya yang melakukannya. “ Pelayan itu melanjutkan penjelasannya, “Tapi, saya punya alasan masuk akal untuk menghukumnya. Saat Tuan Muda pergi, wanita itu merusak barang berharga di kamar jadi saya--" "Wanita itu? Tidak hanya kau berani menghukum keponakanku, tapi kau juga berani memanggil keponakanku dengan panggilan kasar itu? Kau adalah pekerja di sini, tapi kau memperlakukan tamuku dengan buruk bahkan tidak merasa bersalah. " Lucian memotong ucapan pelayan itu dengan tajam "Tuan Muda, Anda seharusnya berterima kasih pada saya. Jika saya tidak menghentikannya barang-barang mahal milik Anda akan hancur." Pelayan itu masih mencoba membela diri. Wajah Lucian berubah gelap. Lucian menumjukkan seringai, " Aku akan perlihatkan bagaimana caraku berterima kasih.” Lucian menatap para penjaga keamanan, tangannya menunjuk seorang pelayan yang menjadi tersangka. “Kurung pelayan ini di ruangan kosong itu dan pukuli dia sampai wajahnya tidak lagi berbentuk!" Para penjaga keamanan itu terlihat ragu melakukannya karena mereka Para pelayan dan penjaga keamanan dengan cepat langsung memegang lengan tangan pelayan jahat itu dengan erat. Pelayan itu berteriak. “Tidak, tolong jangan pelakukan saya seperti ini. Saya aalah pelayan setia anda, Tuan Muda. Bagaimana bisa anda membuang saya hanya untuk wanita gila itu!’“Tunggu apalagi? Cepat seret wanita itu dan buat dia tidak akan bisa menggunakan mulutnya!” Lucian menaikkan nada bicaranya. Penjaga keamanan itu dengan cepat menyeret pelayan jahat yang memberontak.
Lucian beralih kearah para pelayan yang tersisa. “Kalian bisa kembali melakukan pekejaan, kecuali kau!” Lucian menghentikan seorang pelayan wanita.
Pelayan itu ditinggalkan sendirian untuk berhadapan langsung dengan Lucian. "Ya, Tuan. Ada apa?" tanya pelayan itu dengan gugup. "Kau yang melapor tadi, kan? Ikut denganku!" ucap Lucian menatap dingin pelayan itu. Pelayan wanita itu dengan cemas berjalan mengikuti Lucian. Pria itu membawanya ke sebuah kamar. "Aku ingin kau bersihkan semua kekacauan ini dan juga jangan ada satu barangpun yang mudah dipecahkan. Ganti cermin menjadi bahan selain kaca jika perlu pesan ke pengrajin dan buat dalam sehari, tidak peduli berapa biayanya." Pelayan itu mengangguk, wajahnya menujukkan ekpresi lega. "Saya akan melakukannya." "Satu hal lagi, aku memilihmu untuk menjadi pelayan pribadi Leanna. Dia akan menjadi tangung jawabmu. Jangan khawatir tentang bayaran, jika kau melakukan tugasmu dengan baik. Aku akan memberikanmu bonus." Pelayan itu menunjukkan senyum bahagia. "Tentu saja, Tuan Muda. Saya pasti dapat melayani Nona Leanna dengan baik." Lucian meninggalkan pelayan yang mulai membersihkan pecahan kaca itu. Kakinya melangkah menuju ke kamarnya. Seorang gadis dengan tangan yang di balut perban sedang berbaring di tempat tidur luas. Ekspresi wajah yang penuh kecemasan tergambar dari kening yang berkerut. Lucian menghela nafas, "Maafkan aku, Leanna. Aku justru membuatmu mengalami hal buruk lagi. Seharusnya aku tidak pergi meninggalkanmu dengan kasar." Lucian mengulurkan tangannya mengusap pipinya yang lembut itu. Dia duduk di pinggir tempat tidur dan memandanginya tanpa berkedip. "Haus," ucap Leanna dengan suara serak. Matanya juga perlahan mulai membuka matanya. "Leanna, kau sudah bangun. Ini, minumlah!" Leanna memandang Lucian sebentar, lalu mengulurkan tangan dengan wajah tertunduk. "Biarkan aku membantumu minum." Lucian memegangi gelas untuk Leanna dan mengarahkannya ke bibir yang mengering. Leanna menghabiskan satu gelas penuh. "Kau sangat haus ya? Apa kau mau aku mengambilkanmu minum?" Leanna menggeleng. "Aku tidak ingin merepotkan Paman. Besok, aku akan keluar dari rumah agar Paman tidak terganggu." "Aku tidak pernah merasa terganggu dengan keberadaan mu.” Lucian menatap Leanna, dengan lembut dan menyesal. “Apa kau marah padaku dengan apa yang terjadi? Aku minta maaf karena meninggalkanmu dan membuatmu mengalami pengalaman pahit ini. Kau bisa memukulku atau menamparku, aku dapat menerima semua kemarahanmu." Leanna justru hanya diam saja. Lucian menunjukkan ekspresi kecewa. Dia bangun dari duduknya. "Kalau begitu, aku akan keluar dan membiarkanmu beristirahat. Kau bisa menggunakan kamar ini selama yang kau mau. Aku akan tidur di kamar tamu." Leanna meraih tangan Lucian. "Bisakah, Paman tidur di sini juga?" Lucian menatap Leanna dengan ekspresi rumit, tetapi dia masih menanggapi dengan lembut, "Tentu, Leanna. Aku akan tidur di sofa itu. Jika ada sesuatu, kau bisa berteriak memanggilku." "Tidak. Bukan di sofa, tapi di tempat tidur ini. Aku ingin paman tidur bersamaku dan memelukku." Lucian menelan ludah mendengar perkataan yang bisa dengan mudah di salah pahami. "Leanna, kita tidak bisa melakukannya." "Kenapa tidak bisa? Apa paman begitu membenciku?" Ekspresi wajahnya menunjukkan kesedihan. Lucian mengerti pemikiran polos Leanna bukan seperti apa yang dia pikirkan, tapi perkataannya terlalu provokatif dan mengundang. Lucian meletakkan gelasnya. Tubuhnya bergerak mendekat dan mendorong tubuh Leanna yang sebelumnya duduk. Kedua mata mereka saling bertemu, dengan jarak tubuh yang begitu dekat. "Leanna, kau seharusnya tidak mengatakan itu ataupun menginginkan ini, karena....." Lucian menatap wajah yang begitu menggoda ini, perlahan dia memiringkan wajahnya begitu dekat dengan leher putih yang terlihat begitu lembut."Tumben sekali Luca tidak datang. biasanya dia tidak pernah melewatkan kelas, tapi selama dua hari ini, aku tidak melihatnya." Leanna mendengar dua orang gadis yang duduk di belakangnya sedang bergosip. Leanna sebenarnya ingin mengabaikannya, tapi rasa penasarannya terlalu besar. "Apa kau tidak melihat forum kampus? Video itu sudah tersebar?" "Video tentang apa?" "Tontonlah ini! Video ini sudah beredar sejak kemarin." Leanna menunggu untuk mendengar suara dari video yang mereka tonton. Namun, dia tidak mendengar suara lain selain percakapan kedua orang wanita itu. "Ini sungguhan? Aku tidak menyangka dia akan melakukan hal seperti itu dengan dosen?" Suara wanita yang tadi bertanya, menujukkan keheranan. "Dan kau tahu apa yang lebih buruk? Luca menghilang dan tidak bisa dihubungi. Tidak ada yang tahu keberadaannya bahkan seorang mahasiswa yang tinggal di kawasan yang sama." "Apa? Apa dia melarikan diri ataukah...?." Leanna merasakan tatapan yang terarah padanya. L
"Mereka membatalkan pertemuan dengan keponakan anda," ucap Asistennya. "Apa? Apa mereka sedang menantangku? Beraninya mereka menolak!" Lucian menujukan amarahnya. "Catat nama mereka semua dan hancurkan perusahaan mereka!" "Tidak bisa. Mereka partner penting perusahaan. Jika perusahaan mereka berantakan maka perusahaan kita juga akan merugi, " ucap Asistennya menolak. "Bos, berhentilah bertindak seperti pemeran utama dalam novel CEO Sombong!" "Diam kau! Jangan mengolok-olokku! Kau harus hubungi pria lainnya dan kali ini bukanlah orang yang akan membatalkan janji secara mendadak. Aku akan memberimu waktu--" "Paman, tidak perlu memaksa mereka. Aku yakin tidak ada diantara mereka yang mau bertemu denganku. Aku akan kembali ke kamarku," Leanna menundukkan ekspresi kecewa, tetapi hatinya bersorak gembira. Dia tidak perlu bersusah payah untuk mengacau. "Leanna, lupakan orang-orang bodoh yang tidak mau menemuimu. Aku yakin para pria yang tersisa akan berebut untuk bersamamu." Luci
Lucian memegang kedua bahu Leanna untuk menghentikannya dan mendorongnya untuk duduk . "Pilih dengan benar! Mereka bersekolah di universitas yang sama denganmu." Lucian berdiri di samping Leanna, melihat ke arah foto-foto para pria muda. "Bagaimana dengan pria ini? Dia akan menjadi pewaris tunggal!" Leanna menoleh ke arah Lucian. "Tapi, dia tidak seperti paman." Lucian menoleh ke arah Leanna. Mereka berdua saling bertatapan. "Fokus saja dengan foto-foto itu dan carilah yang lebih dariku." "Tapi, tidak ada yang lebih dari paman," suara Leanna begitu lembut dan pelan hampir seperti sebuah bisikan yang hanya di dengar oleh keduanya dengan jelas. Lucian tidak menunjukkan reaksi yang Leanna inginkan. Justru terlihat seperti, Lucian sedang mengabaikan pengakuan Leanna sebagai omong kosong. "Leanna, bersikaplah serius! Kau harus mendapatkan pasangan yang bisa membuatmu menjauh dari pria bernama Luca itu." Lucian memegang kepala Leanna dan memutarnya untuk melihat ke arah daftar fo
"Aku akan memblokirnya!" ucap Lucian memindahkan nomer Luca ke daftar hitam. "Jangan pernah menghubunginya lagi!" Leanna mengerutkan keningnya, "Paman Lucian, apa biasanya seorang paman akan bersikap posesif seperti ini? Apakah ini sungguh wajar?" Lucian membeku dengan pertanyaan yang tiba-tiba. Dia merenungkan tentang apa yang dia lakukan. "Ini....tentu saja. Aku menjauhkanmu darinya karena dia orang yang tidak baik. Jadi, ini hal wajar!" Lucian memberikan alasan yang masuk akal untuk Leanna dan juga dirinya sendiri. "Kau harus istirahat. Aku akan pergi ke ruanganku untuk bekerja. "Paman, maaf aku selalu merepotkanmu. Pekerjaanmu juga selalu tertunda karena aku." "Jangan mengatakan itu. Aku tidak suka kau selalu merasa bersalah saat aku membantumu. Ini sudah tugasku!" Leanna memandang Lucian yang menghilang dari balik pintu. "Paman, kenapa kau tidak jujur dengan perasaanmu padaku?" *** Lucian tidak bisa fokus bekerja. Pertanyaan Leanna telah menganggu konsentrasinya. "T
"Leanna!" Luca yang telah berhasil masuk, memanggil nama Leanna. Leanna membuka matanya karena terganggu dengan suara yang memanggilnya. "Luca, kenapa kau di sini?" "Kau sungguh keras kepala ya!" Lucian menarik tangan Luca. "Keluar dari sini!" Lucian menarik tangan Luca dengan kasar. Kekuatan mereka berbeda jauh, meskipun Luca berusaha untuk menepis tangannya, tapi tidak bisa melepaskan diri. Tubuh Luca terlempar keluar ruang rawat. Lucian memberikan ancaman, "Berani kau masuk, aku akan mematahkan kakimu!" "Anda bisa melakukan itu, asalkan saya diizinkan untuk bicara dengan Leanna!" ucap Luca tanpa menunjukkan ekspresi takut. "Kau benar-benar ya!" Lucian mengambil ponselnya-menelepon seseorang. "Cepat bawa orang ini keluar sekarang juga!" Tidak lama setelah Lucian mengakhiri panggilan, dua orang bodyguard datang dan langsung menarik Luca keluar. Lucian menghela nafas lega, meskipun hanya sementara. Dia yakin orang itu akan melakukan cara lain untuk bisa mendekat
Lucian mendaratkan tinju langsung ke wajah Luca. "Apa yang kau lakukan pada Leanna? Kau hanya menjadi pengacau dalam kehidupan Leanna." Luca hanya diam saja. Wajahnya tertunduk menujukkan ekspresi penyesalan. Dia tidak peduli dengan rasa sakit dan lebam di wajahnya. Dokter membuka pintu. Lucian mendekat ke arahnya. "Bagaimana kondisinya?" "Apa anda keluarga pasien? Pasien mengalami tanda-tanda alergi. Apa dia makan sesuatu sebelumnya?" "Dia makan cake berisi kacang merah," jawab Luca saat Lucian menoleh ke arahnya. Dokter memberikan beberapa informasi sebelum akhirnya meninggalkan mereka berdua. Lucian menarik kerah Luca. "Kau! Apa kau sengaja ingin mencelakai keponakanku?" "Tidak mungkin aku akan melakukan hal buruk pada Leanna," ucap Luca dengan tegas melepaskan tangan Lucian dari lengannya. "Seandainya saya tahu Leanna milik alergi terhadap kacang merah, aku tidak akan memesankan untuknnya!" "Kau lebih baik tinggalkan Leanna dan kau dipecat! Aku tidak bisa membiar