Share

Chapter 5 Paman, Aku Ingin Kau Tidur Denganku

Seorang wanita yang menggenakan jubah tidur memeluk tubuh Lucian dari belakang. "Sayang, kenapa kau tiba-tiba pergi? Kita bahkan baru saja mulai."

Lucian menepis tangan itu dengan kasar bahkan mendorong wanita itu menjauh. "Aku sedang tidak memiliki mood untuk melanjutkannya."

"Kenapa? Apa kau memiliki wanita baru? Siapa wanita yang dapat memuaskanmu lebih dari--"

Lucian dengan marah mencengkeram dagu wanita itu. "Diamlah! Apa aku perlu membungkam mulutmu dan membuatmu tidak bisa bicara lagi untuk selamanya?"

Wanita itu menatap dengan takut. Lucian melepaskan wanitanya itu dan melemparkan uang. "Mulai seterusnya, aku tidak akan melakukannya denganmu. Jangan muncul lagi di hadapanku!"

"Maafkan aku, Tuan Muda. Aku salah." Wanita itu berlutut dan memegang kaki Lucian. Namun, Lucian justru menendangnya.

"Jangan merengek! Aku benci wanita melakukan itu." Lucian meninggalkan wanita itu begitu saja.

Pria tampan dengan perawakan tinggi melangkahkan kaki masuk ke mobil lalu melakukannya di sebuah tempat yang sunyi. Pria itu keluar dari mobil dan mengambil sebatang rokok dari sakunya.

"Ada apa denganku? Aku tidak pernah seperti ini sebelumnya bahkan para wanita sexy tidak mampu untuk menghilangkan masalah di pikiranku." Lucian terus saja berusaha menepisnya saat pemikirannya terarah pada ciuman polos dari seorang gadis yang usianya terpaut 10 tahun darinya.

Tatapan matanya yang tajam terlihat begitu rumit. Ponselnya berdering menganggu lamunannya. Lucian menekan tombol, "Hallo,"

***

Leanna dengan posisi telungkup, tangannya masih merah berlumur darah. Tubuhnya lemas dan bibirnya kering. Di udara yang dingin dengan pakaian tipis membuat udara dingin dengan mudah menyerap ke dalam kulitnya.

"Paman....paman Lucian," Leanna bergumah di sela-sela alam bawah sadarnya memanggil nama yang selalu menjadi kekuatannya. "Paman, jangan buang aku!"

Air mata berlinang keluar dari kelopak mata yang tertutup itu. Gadis itu tidak memiliki tenaga untuk dapat membuka matanya. Dia belum makan dan bahkan minum. Di tambah darah yang keluar dari tangannya itu.

Bahkan suara keras itu tidak dapat membuatnya terjaga. Hanya satu yang ditangkap dari telinganya. Suara familier yang memanggil namanya dengan penuh kecemasan.

***

"Jawab aku, siapa yang berani menguncinya?" Lucian berteriak dengan marah.

"Tuan, saya yang melakukannya. Saat Tuan Muda pergi, wanita itu merusak barang-barang di kamar jadi saya--" Wanita bertubuh besar itu bicara dengan penuh percaya diri dan tanpa bersalah.

"Wanita itu? Kau berani memanggil keponakanku dengan panggilan kasar itu? Kau adalah pekerja di sini, tapi kau memperlakukan tamuku dengan buruk bahkan tidak merasa bersalah. " Lucian memotong ucapan pelayan itu dengan tajam

"Tuan Muda, Anda seharusnya berterima kasih pada saya. Jika saya tidak menghentikannya barang-barang mahal milik Anda akan hancur." Pelayan itu masih tidak mau mengakui kesalahannya.

Wajah Lucian berubah gelap. " Aku akan perlihatkan bagaimana caramu berterima kasih. Kurung dia di ruangan kosong itu dan jangan beri makan atau minum. Selain itu, pukuli dia sampai wajahnya tidak lagi berbentuk!"

Para pelayan terlihat ragu-ragu karena pelayan itu adalah seorang senior.

Pelayan bertubuh besar itu memanfaatkan situasi ini. "Tuan Muda, Saya--"

"Apa kalian semua yang ada di sini tuli atau aku perlu mengusir kalian semua dan memastikan tidak ada yang menerima kalian bekerja di semua tempat!" Lucian meneriaki mereka.

Para pelayan dan penjaga keamanan dengan cepat langsung menyeret wanita itu dan membawanya ke ruangan tempat Leanna di kurung.

"Kau, tetap di sini!" Lucian menghentikan seorang pelayan wanita.

Pelayan itu dengan gugup bertanya. "Ya, Tuan. Ada apa?"

"Kau yang melapor tadi, kan? Ikut denganku?"

Pelayan wanita itu menunjukkan ekspresi cemas saat berjalan mengikuti Lucian. Pria itu membawanya ke sebuah kamar. "Aku ingin kau bersihkan semua kekacauan ini dan juga jangan ada satu barangpun yang mudah dipecahkan. Ganti cermin menjadi bahan selain kaca jika perlu pesan ke pengrajin dan buat dalam sehari, tidak peduli berapa biayanya."

Pelayan itu mengangguk. "Saya akan melakukannya."

"Satu hal lagi, aku memilihmu untuk menjadi pelayan pribadi Leanna. Dia akan menjadi tangung jawabmu. Jangan khawatir tentang bayaran, jika kau melakukan tugasmu dengan baik. Aku akan memberikanmu bonus."

Wajah cemas pelayan itu berubah menjadi bahagia. "Tentu saja, Tuan Muda. Saya pasti dapat melayani Nona Leanna dengan baik."

Lucian meninggalkan pelayan yang mulai membersihkan pecahan kaca itu. Kakinya melangkah menuju ke kamarnya. Seorang gadis dengan tangan yang di balut berbaring di tempat tidur luas.

Ekspresi wajah yang penuh kecemasan tergambar dari kening yang berkerut. Lucian menghela nafas, "Maafkan aku, Leanna. Aku justru membuatmu mengalami hal buruk lagi. Seharusnya aku tidak pergi meninggalkanmu dengan kasar."

Lucian mengulurkan tangannya mengusap pipinya yang lembut itu. Dia duduk di pinggir tempat tidur dan memandanginya tanpa berkedip.

"Haus," ucap Leanna dengan pelan. Dia juga mulai membuka matanya.

"Leanna, kau sudah bangun. Ini, minumlah!"

Leanna memandang Lucian sebentar, lalu mengulurkan tangan dengan wajah tertunduk.

"Biarkan aku membantumu minum." Lucian memegangi gelas untuk Leanna dan mengarahkannya ke bibir yang mengering.

Leanna menghabiskan satu gelas penuh. "Kau sangat haus ya? Apa kau mau aku mengambilkanmu minum?"

Leanna menggeleng. "Aku tidak ingin merepotkan Paman. Besok, aku akan keluar dari rumah agar Paman tidak terganggu."

"Aku tidak pernah merasa terganggu dengan keberadaan mu. Leanna, apa kau marah padaku dengan apa yang terjadi? Aku minta maaf karena meninggalkanmu dan membuatmu mengalami pengalaman pahit ini. Kau bisa memukulku atau menamparku, aku dapat menerima semua kemarahanmu."

Leanna justru hanya diam saja. Lucian menunjukkan ekspresi kecewa. Dia bangun dari duduknya. "Kalau begitu, aku akan keluar dan membiarkanmu beristirahat. Kau bisa menggunakan kamar ini selama yang kau mau. Aku akan tidur di kamar tamu."

Leanna meraih tangan Lucian. "Bisakah, Paman tidur di sini juga?"

Lucian menatap Leanna dengan ekspresi rumit, tetapi dia masih menanggapi dengan lembut, "Tentu, Leanna. Aku akan tidur di sofa itu. Jika ada sesuatu, kau bisa berteriak memanggilku."

"Tidak. Bukan di sofa, tapi di tempat tidur ini. Aku ingin paman tidur bersamaku dan memelukku."

Lucian menelan ludah mendengar perkataan yang bisa dengan mudah di salah pahami. "Leanna, kita tidak bisa melakukannya."

"Kenapa tidak bisa? Apa paman begitu membenciku?" Ekspresi wajahnya menunjukkan kesedihan.

Lucian mengerti pemikiran polos Leanna bukan seperti apa yang dia pikirkan, tapi perkataannya terlalu provokatif dan mengundang.

Lucian meletakkan gelasnya. Tubuhnya bergerak mendekat dan mendorong tubuh Leanna yang sebelumnya duduk. Kedua mata mereka saling bertemu, dengan jarak tubuh yang begitu dekat.

"Leanna, kau seharusnya tidak mengatakan itu ataupun menginginkan ini, karena....." Lucian menatap wajah yang begitu menggoda ini, perlahan dia memiringkan wajahnya begitu dekat dengan leher putih yang terlihat begitu lembut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status