Home / Romansa / Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti / Chapter 7 Bolehkan Aku Melewati Batas?

Share

Chapter 7 Bolehkan Aku Melewati Batas?

Author: Tya Prajana
last update Last Updated: 2024-05-08 12:15:52

Jika itu wanita lain, Lucian akan menariknya, mencium seluruh tubuhnya yang indah. Namun, ini keponakannya. Paman macam apa yang akan menodai tubuh keponakannya sendiri? Dia harus tetap tenang. Lucian menatap keponakannya dengan ekspresi datar untuk menyembunyikan hasrat yang bergejolak. Dia melepaskan kancing kemeja dengan tenang.

Leanna tiba-tiba saja memeluk Lucian yang membuat pria itu terkejut. "Ini memalukan." ucap Leanna.

Lucian melepaskan pelukan Leanna dengan paksa. "Sekarang kau merasa malu setelah memintaku melepaskan pakaianmu? Leanna, kau sudah tahu bahwa kau adalah wanita sekarang, kan? Jangan lagi memintaku melakukannya."

"Tapi, Paman. Aku sungguh kesulitan. Meskipun ini memalukan, tetapi aku hanya bisa bergantung pada Paman. Aku tidak bisa membasuh tubuhku sendirian. Lagipula, Paman juga pernah membasuh tubuhku ketika aku demam. Jadi, aku akan berpikir hal yang sama."

"Itu tidak sama, Leanna!" Lucian menekan nada suaranya. Lucian memandang lurus ke arah Leanna. "Kau tahu, aku mungkin bisa membuatmu lebih kesakitan jika kita meneruskan ini."

"Apa maksud Paman?" Leanna mengerutkan keningnya dengan bingung. "Apa Paman akan memukuliku?"

"Ya, aku bisa saja melakukan itu. Apa kau mau?" Lucian mengulurkan tangannya. Leanna menggunakan tangan untuk menutupi wajahnya.

Lucian mengusap rambutnya. "Kau sudah mengerti, sekarang? Aku akan keluar."

Leanna membuka matanya. Dia hanya menatap punggung yang semakin menjauh.

***

"Tuan, apa Anda yakin akan pergi? Saya berjanji akan mendisiplinkan para pelayan,' ucap Kepala Pelayan saat melihat Lucian dan Leanna menarik koper. "Jika Tuan tinggal sendiri, siapa yang akan menyiapkan makanan dan lainnya."

Lucian menatap pelayan dengan tegas. "Aku sudah membuat keputusan. Sebagai kepala pelayan, apa pantas bagimu mempertanyakan keputusanku?" Lucian menatap Leanna yang berada di belakangnya. "Kau juga melihat Leanna diperlakukan buruk, tetapi apa kau bertindak cepat saat itu? Leanna sudah cukup menderita. "

Kapala Pelayan menunjukkan penyesalan. "Maafkan saya, Tuan."

"Minggir, jangan menghalangi jalan kami." Lucian menatap tajam ke arah kepala pelayan. Pria itu dengan cepat menyingkir.

Lucian menarik tubuh Leanna untuk mendekat padanya. Dia melewati pelayan itu begitu saja. Leanna menoleh ke arah pelayan itu yang masih menatap mereka berdua seolah sedang mengawasi.

Saat mereka pergi, kepala pelayan mengambil ponselnya. "Tuan, ada yang harus saya laporkan pada Anda. Ini tentang Tuan Muda dan gadis yang dia bawa."

***

Leanna memandang ke arah Lucian. bibirnya terbuka, tetapi ragu untuk mengatakannya.

"Ada apa?" Lucian menoleh ke arahnya sekilas. "Apa kau ingin berhenti di suatu tempat? Kau belum sarapan, kan?"

Leanna menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku tidak terlalu peduli dengan sarapan. Paman, tidakkah kau berpikir jika Kepala Pelayan itu mencurigakan? Aku tahu aku telah bertindak paranoid, tetapi aku merasa dia punya niat yang buruk."

"Kau tidak perlu memikirkannya. Kita akan mencari restoran. Kau tidak boleh melewatkan makan" ucap Lucian dengan khawatir.

"Tapi, Paman bisa terlambat. "

"Aku tidak--" Suara ponsel berdering dengan keras.

"Paman, aku akan membantumu mengambilkan ponsel Apa di saku celanamu?" Leanna mencondongkan tubuhnya. Tangannya terulur ke celana Lucian. Menyentuh kakinya yang kuat.

Tangan Lucian dengan cepat menahannya. "Jangan lakukan itu!"

Leanna menarik tangannya secara terpaksa. "Maaf, aku hanya ingin membantu Paman. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu tidak nyaman."

Lucian menghela nafas. "Tidak apa-apa, Leanna. Kau tidak bisa melakukan hal seperti ini lagi. Ingatlah, ada batasan saat bersentuhan dengan seorang pria."

"Tetapi, Paman adalah Pamanku. Apa kita juga masih memiliki batasan?"

Lucian menepikan mobilnya. Dia menatap Leanna dengan serius. "Karena kita adalah paman dan keponakan, itulah kenapa kau tidak boleh sembarangan menyentuh. Kau harus mengingat itu."

Leanna mengangguk, meskipun terlihat agak kecewa. "Aku mengerti, Paman. Jika aku bukan keponakanmu, apa aku boleh melewati batas?"

Lucian tidak mengira Leanna akan menanyakan ini. Jika Leanna bukan keponakannya, sudah pasti Lucian akan...."Jika kau bukan keponakanku, aku mungkin tidak akan mempedulikan ataupun membiarkanmu tinggal bersamaku. Apa kau menginginkan hal itu?"

Leanna menggeleng. "Tidak, Paman. Aku tidak ingin berpisah denganmu, apalagi jika kau mengabaikan. Aku tidak akan sanggup."

"Aku juga tidak sanggup membayangkan jika kau bukan keponakanku. Jika tidak, hidupku mungkin akan berbeda dari sekarang."

Ponsel Lucian kembali bergetar. Dia mengambilnya. "Hallo, ada apa?"

"Apa kau tidak bisa menggantikanku?" Lucian menoleh ke arah Leanna dengan ekspresi bersalah. "Aku tahu. Aku akan segera kembali ke kantor." Lucian mengakhiri panggilan.

Leanna memandang Lucian dengan ekspresi campuran antara kebingungan dan kekecewaan. "Paman, apakah terjadi sesuatu?"

Lucian menggeleng, memberikan senyuman lembut. "Hanya ada sedikit masalah di perusahaan. Leanna, aku tidak bisa menemanimu makan. Tetapi aku akan memesankan makanan untukmu agar diantar ke rumah."

"Paman tidak perlu khawatir. Sebagai gantinya, bisakah Paman menemaniku makan siang?"

Lucian mengangguk. "Tentu saja. Aku akan menjemputmu setelah pekerjaan selesai."

***

Lucian langsung meninggalkannya ketika mereka sampai di apartemen baru. Leanna memegang ponsel yang diberikan oleh Lucian sebagai hiburan. Namun, gadis muda itu lebih tertarik dengan hal lain daripada menghabiskan waktu bermain dengan ponselnya.

Leanna masuk ke dalam sebuah ruangannya. Di sana, ada koper milik Lucian yang masih belum di bongkar. Dia mengedarkan pandangan ke sekitar lalu membuka almari, ada beberapa potong pakaian milik Lucian yang digantung. Leanna mengambil salah satu dan memeluknya. "Paman Lucian." Dia merasa aroma yang familiar seperti biasanya. Bagaimana pewangi pakaian miliki Lucian bisa membuatnya senyaman ini?

Leanna tahu tindakannya yang seperti ini terlihat seperti gadis mesum. Namun, dia selalu merindukan sentuhan dari Pamannya dan keberadaannya yang membuatnya tenang.

Leanna menuju ke tempat tidur. Sesuatu yang mencolok mencuri perhatian Leanna. "Apa ini? Sebuah anting? Kenapa bisa disini?"

Leanna mengerutkan keningnya dan sampai pada sebuah kesimpulan. Rasa sakit dan marah menyelimuti hatinya. Apalagi perkataan Lucian di dalam mobil masih terngiang di telinganya. Senyum pahit terukir di bibirnya. "Batas antara Paman dan Keponakan. Persetan dengan itu!"

Leanna merembahkan tubuhnya di tempat tidur itu. Dia memeluk kemeja yang dia pegang dan menciumnya. "Paman," panggil Leanna dengan nada sedih.

***

Lucian menutup rapat lalu kembali ke ruangannya. "Apa aku masih ada jadwal lagi setelah ini?"

"Ya, setelah makan siang masih ada jadwal inspeksi ke departemen store." Sekertaris itu berjalan mendekat ke arah Lucian. Dia sengaja berdiri di samping dan menyentuh lengannya. "CEO Gu, apa anda ingin sebuah hiburan selama jeda?"

Sekertaris itu duduk di pangkuannya tanpa Lucian izinkan. Lucian menunjukkan ekspresi dingin. "Siapa yang memintamu untuk duduk di pangkuanku?"Lucian mendorong tubuh wanita itu dan membuatnya terjatuh ke lantai.

“Jangan melakukan apapun yang tidak aku perintahkan. Jika kau ingin bermain denganku, kau harus patuhi syarat dariku!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 49 Habisi Dia!

    "Mereka membatalkan pertemuan dengan keponakan anda," ucap Asistennya. "Apa? Apa mereka sedang menantangku? Beraninya mereka menolak!" Lucian menujukan amarahnya. "Catat nama mereka semua dan hancurkan perusahaan mereka!" "Tidak bisa. Mereka partner penting perusahaan. Jika perusahaan mereka berantakan maka perusahaan kita juga akan merugi, " ucap Asistennya menolak. "Bos, berhentilah bertindak seperti pemeran utama dalam novel CEO Sombong!" "Diam kau! Jangan mengolok-olokku! Kau harus hubungi pria lainnya dan kali ini bukanlah orang yang akan membatalkan janji secara mendadak. Aku akan memberimu waktu--" "Paman, tidak perlu memaksa mereka. Aku yakin tidak ada diantara mereka yang mau bertemu denganku. Aku akan kembali ke kamarku," Leanna menundukkan ekspresi kecewa, tetapi hatinya bersorak gembira. Dia tidak perlu bersusah payah untuk mengacau. "Leanna, lupakan orang-orang bodoh yang tidak mau menemuimu. Aku yakin para pria yang tersisa akan berebut untuk bersamamu." Luci

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    chapter 48 Memilih Diantara Banyaknya Pria

    Lucian memegang kedua bahu Leanna untuk menghentikannya dan mendorongnya untuk duduk . "Pilih dengan benar! Mereka bersekolah di universitas yang sama denganmu." Lucian berdiri di samping Leanna, melihat ke arah foto-foto para pria muda. "Bagaimana dengan pria ini? Dia akan menjadi pewaris tunggal!" Leanna menoleh ke arah Lucian. "Tapi, dia tidak seperti paman." Lucian menoleh ke arah Leanna. Mereka berdua saling bertatapan. "Fokus saja dengan foto-foto itu dan carilah yang lebih dariku." "Tapi, tidak ada yang lebih dari paman," suara Leanna begitu lembut dan pelan hampir seperti sebuah bisikan yang hanya di dengar oleh keduanya dengan jelas. Lucian tidak menunjukkan reaksi yang Leanna inginkan. Justru terlihat seperti, Lucian sedang mengabaikan pengakuan Leanna sebagai omong kosong. "Leanna, bersikaplah serius! Kau harus mendapatkan pasangan yang bisa membuatmu menjauh dari pria bernama Luca itu." Lucian memegang kepala Leanna dan memutarnya untuk melihat ke arah daftar fo

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 47 Seorang Pria yang Berkualitas

    "Aku akan memblokirnya!" ucap Lucian memindahkan nomer Luca ke daftar hitam. "Jangan pernah menghubunginya lagi!" Leanna mengerutkan keningnya, "Paman Lucian, apa biasanya seorang paman akan bersikap posesif seperti ini? Apakah ini sungguh wajar?" Lucian membeku dengan pertanyaan yang tiba-tiba. Dia merenungkan tentang apa yang dia lakukan. "Ini....tentu saja. Aku menjauhkanmu darinya karena dia orang yang tidak baik. Jadi, ini hal wajar!" Lucian memberikan alasan yang masuk akal untuk Leanna dan juga dirinya sendiri. "Kau harus istirahat. Aku akan pergi ke ruanganku untuk bekerja. "Paman, maaf aku selalu merepotkanmu. Pekerjaanmu juga selalu tertunda karena aku." "Jangan mengatakan itu. Aku tidak suka kau selalu merasa bersalah saat aku membantumu. Ini sudah tugasku!" Leanna memandang Lucian yang menghilang dari balik pintu. "Paman, kenapa kau tidak jujur dengan perasaanmu padaku?" *** Lucian tidak bisa fokus bekerja. Pertanyaan Leanna telah menganggu konsentrasinya. "T

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 46 Sesuai dengan Seleranya

    "Leanna!" Luca yang telah berhasil masuk, memanggil nama Leanna. Leanna membuka matanya karena terganggu dengan suara yang memanggilnya. "Luca, kenapa kau di sini?" "Kau sungguh keras kepala ya!" Lucian menarik tangan Luca. "Keluar dari sini!" Lucian menarik tangan Luca dengan kasar. Kekuatan mereka berbeda jauh, meskipun Luca berusaha untuk menepis tangannya, tapi tidak bisa melepaskan diri. Tubuh Luca terlempar keluar ruang rawat. Lucian memberikan ancaman, "Berani kau masuk, aku akan mematahkan kakimu!" "Anda bisa melakukan itu, asalkan saya diizinkan untuk bicara dengan Leanna!" ucap Luca tanpa menunjukkan ekspresi takut. "Kau benar-benar ya!" Lucian mengambil ponselnya-menelepon seseorang. "Cepat bawa orang ini keluar sekarang juga!" Tidak lama setelah Lucian mengakhiri panggilan, dua orang bodyguard datang dan langsung menarik Luca keluar. Lucian menghela nafas lega, meskipun hanya sementara. Dia yakin orang itu akan melakukan cara lain untuk bisa mendekat

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 45 Tidak Perlu Membelanya

    Lucian mendaratkan tinju langsung ke wajah Luca. "Apa yang kau lakukan pada Leanna? Kau hanya menjadi pengacau dalam kehidupan Leanna." Luca hanya diam saja. Wajahnya tertunduk menujukkan ekspresi penyesalan. Dia tidak peduli dengan rasa sakit dan lebam di wajahnya. Dokter membuka pintu. Lucian mendekat ke arahnya. "Bagaimana kondisinya?" "Apa anda keluarga pasien? Pasien mengalami tanda-tanda alergi. Apa dia makan sesuatu sebelumnya?" "Dia makan cake berisi kacang merah," jawab Luca saat Lucian menoleh ke arahnya. Dokter memberikan beberapa informasi sebelum akhirnya meninggalkan mereka berdua. Lucian menarik kerah Luca. "Kau! Apa kau sengaja ingin mencelakai keponakanku?" "Tidak mungkin aku akan melakukan hal buruk pada Leanna," ucap Luca dengan tegas melepaskan tangan Lucian dari lengannya. "Seandainya saya tahu Leanna milik alergi terhadap kacang merah, aku tidak akan memesankan untuknnya!" "Kau lebih baik tinggalkan Leanna dan kau dipecat! Aku tidak bisa membiar

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 44 Kancan dengan Pria Lain

    Luca melepaskan tangannya. Yuna memegangi bagian lengannya yang merah. "Aku akan tetap melaporkan ini sebagai tindak kekerasan." Leanna berdiri dari tempat duduknya. "Aku akan membayar biaya perawatanmu, tidak perlu memperumit masalah!" "Kau! Apa kau merasa menjadi wanita kaya? Jika aku memintamu membayar 1 juta dolar, apa kau sanggup untuk membayar?" ucap Yuna menyeringai. "1 juta dolar? Kau terlalu berlebihan. Tanganmu bahkan tidak patah," ucap Leanna mencibir. "Memang tidak patah, tapi kerusakan mentalku sangat mahal. Namun...." Yura menunjukkan senyum liciknya. "Jika kau membiarkan aku menampar pipimu, aku akan melupakan masalah ini!" "Berani menamparnya maka jangan harap bisa kembali ke kota ini lagi!" Lucian melangkah mendekat dengan aura kuat yang mengintimidasi. Yuna langsung mematung saat Lucian mendekat ke arahnya. "Kenapa kau masih disini? Kau ingin aku--" "Tidak! Saya akan pergi." Yura berlari ketakutan. Lucian mengusap pipi Leanna. "Apa dia menyakit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status