Share

Chapter 6 Paman, Bantu Aku Mandi

Penulis: Tya Prajana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-08 05:18:02

Leanna menunggu apa yang akan terjadi. Jantungnya berdebar dengan kencang, tangannya mengenggam kain sprei dengan erat. Matanya terpejam dengan sudut mata yang sedikit bergetar. Dia sangat gugup dan takut, tapi ini adalah cara untuk  menjadi milik Lucian.

Beberapa detik berlalu, Leanna mengerutkan keningnya karena tidak merasakan apapun.

Leanna perlahan membuka menatap ke arah Lucian. "Paman, kenapa paman tidak….?"

Lucian menarik tubuhnya  menjauhkan diri dari Leanna. "Tidurlah. Aku tidak akan melakukan hal yang seperti ini lagi."

"Tidak! Paman, aku ingin kau melanjutkannya?" Leanna meraih tangan Lucian dengan erat sebelum pria itu pergi.

"Kau ketakutan. Aku menyadari jika kau hanya melakukan tindakan kekanakan, tetapi bukan ini yang kau inginkan, bukan? Lain kali jangan lakukan lagi." Lucian melepaskan tangan itu dengan lembut.

"Paman, aku tidak takut. Sungguh, kau bisa--"

"Jangan katakan itu Leanna. Kau adalah keponakanku yang berharga. Aku ingin menghancurkanmu!" Lucian dengan cepat meninggalkan kamar Leanna.

Setelah Lucian menutup pintu dengan rapat. Tangannya mengusap rambutnya dengan kasar. "Hampir saja!" Lucian meninggalkan ruangan itu.

Leanna menatap pintu yang tertutup dengan wajah datar. Senyum pahit terukir di bibirnya, jari-jarinya mengepal dengan erat. Tatapan matanya emosi yang rumit.

Leanna mengarahkan menarik selimutnya. Dia menghirup aroma yang masih tertinggal. Membuat hatinya sedikit tenang meskipun ada perasaan marah.

 

***

"Di mana Paman?" Leanna mengedarkan pandangannya ke arah meja makan. Namun, hanya ada para pelayan yang mengelilingi meja.

Para pelayan menatap Leanna dengan ekspresi takut. Salah satu diantara mereka menjawab, "Tuan sudah berangkat kerja. Nona, silahkan duduk."

Leanna menunjukkan ekspresi kecewa. Dia duduk dengan tenang dan mulai makan. "Nona, apa Anda ingin teh?" Pelayan itu tidak menunggu jawaban Leanna dan langsung menuangkannya.

Pelayan itu menyeringai dan mengarahkan teko itu di dekat jari-jari Leanna yang dekat dengan cangkir.

Leanna secara refleks langsung menjatuhkan cangkir itu dengan gerakan refleksnya karena panas. Suara pecahan terdengar diikuti dengan teriakan pelayan yang lebih keras daripada rintihan Leanna.

"Nona Leanna, jika Anda tidak menyukainya, katakan saja. Kenapa harus melempar cangkir." Pelayan itu berteriak dengan keras.

Beberapa pelayan datang menghampiri pelayan itu. "Kakimu terluka parah, ayo aku akan membantumu mengobatinya."

"Tunggu! Kau yang sebelumnya berteriak!" Seorang pria tiba-tiba datang mendekat. "Jika saja aku tidak kembali karena suatu hal, kalian akan memrundung keponakanku lagi. Apa kemarin tidak cukup untuk sebagai peringatan untuk kalian?"

"Tuan, maafkan saya. Namun, Nona sudah keterlaluan. Lihat, dia tidak melukai kaki saya hanya karena tidak menginginkan teh." Pelayan itu mengeluh.

Leanna menatap ke arah Lucian. "Paman, pelayan ini yang melukai tanganku. Aku tidak bermaksud menjatuhkannya, hanya saja aku tidak sengaja membuat gelas itu tersenggol dan pecah mengenai kakinya. Jika ini bisa menebusnya, aku akan membiarkan kakiku terkena pecahan juga!"

"Hentikan! Leanna, jangan melukai dirimu sendiri!” Lucian  menggendong Leanna secara tiba-tiba- menjauhkannya dari pecahayan cangkir teh itu.

"Paman?" Leanna terkejut. Dia secara refleks merangkul leher Lucian.

Lucian menatap tajam ke arah pelayan itu. "Obati lukamu setelah itu angkat kaki dari sini!"

"Tapi, Tuan--"

"Dan untuk kalian semua, ini peringatanku yang terakhir. Jika ada yang berani untuk menganggu keponakanku, tidak hanya akan aku usir saja, tetapi ada hukuman yang lebih buruk dari itu menanti kalian!" ancam Lucian.

***

Lucian membawa Leanna ke kamar mandi. Keran dibiarkan mengalir membasahi tangan jari lentik Leanna yang tertuang the panas. Tidak ada ekspresi atau keluhan tentang rasa sakit seperti sebelumnya. "Bukankah ini menyakitkan?"

Leanna mengangguk. "Ya,tapi ini bukan masalah bagiku. Paman tidak perlu khawatir!"

Lucian menghela nafas. "Jangan katakan itu. Aku sudah bilang padamu, tidak masalah jika kau mengeluh sakit atau memarahi mereka. Aku akan selalu mendukungmu."

Leanna memandang Lucian lalu air mata mulai mengalir. "Paman, aku merasa sakit. Rasanya menyengat sangat menyakitkan. Namun, aku tidak bisa menyalahkan pelayan itu. Aku takut pada mereka. Bagaimanapun, aku hanyalah orang asing berbeda dengan mereka yang sudah lama disini."

Lucian mendekap tubuh Leanna. "Para pelayan itu sudah keterlaluan sehingga membuatmu semakin ketakutan. Apa kau ingin tinggal di hotel saja? Aku akan membayar pelayan hotel dengan uang ekstra agar mereka melayanimu dengan baik."

"Tidak, paman. Aku tidak ingin meninggalkan rumah ini. Seberapa nyaman tempat baru, tanpa Paman, aku tidak akan merasa bahagia. Aku tidak suka sendirian seperti sebelumnya."

Lucian memeluknya lebih erat. "Tapi, aku tidak bisa meninggalkanmu dalam situasi seperti ini."

"Paman, bagaimana jika kita tinggal berdua saja? Pindah ke tempat lain yang hanya ada kita berdua. Meskipun tidak terlalu baik, tetapi aku juga bisa memasak."

"Bukankah kau akan kesepian jika aku pergi bekerja juga?" Lucian melepaskan pelukannya dari Leanna.

"Paman benar, tetapi aku akan merasa lebih nyaman," ucap Leanna menatap Lucian dengan tatapan mata berkaca-kaca. "Maaf, aku membuat permintaan yang berlebihan ya? Aku tidak seharusnya merepotkan Paman dan bertindak menyebalkan."

"Tidak apa-apa. Jika kau memang ingin kita tinggal bersama. Kita akan pergi hari ini juga. Sekarang, lebih baik kau mandi. Aku akan meminta pelayan menyiapkan pakaian untukmu."

Leanna menahan tangan Lucian. "Tidak. Aku tidak ingin pelayan melakukannya. Mungkin saja mereka merencanakan hal buruk lainnya dan Paman, bagaimana jika mereka tiba-tiba masuk dan menbullyku?"

"Aku akan mengambilkan pakaianmu dan akan cepat kembali," ucap Lucian mencoba menenangkan keponakannya. Leanna masih tidak melepaskan tangan Lucian.

"Tapi, aku masih takut. Paman, bisakah kau tetap di sini dan membantuku mandi? Aku ingat, saat kecil kita pernah mandi bersama." Leanna mengucapkan dengan ekspresi polos membuat Lucian sulit untuk menganggapnya sebagai tindakan provokasi yang disengaja.

Tanpa sadar pandangan matanya menelusuri tubuh keponakannya ini. Kulitnya yang putih, tubuhnya yang ramping. Lucian dengan cepat menghela nafas, membuang pemikiran yang tidak seharusnya.

"Leanna, kau sudah dewasa sekarang. Kita tidak bisa mandi bersama. Aku akan menunggumu di luar. Aku akan mengunci pintu sehingga tidak ada yang masuk."

Lucian dengan segera menutup pintu kamar mandi. Baru berapa langkah Lucian menuju ke arah pintu. Suara teriakan keras terdengar. Secara Refleks, dia langsung masuk ke kamar mandi.

Betapa terkejutnya dia melihat pemandangan yang tidak seharusnya. Tubuh Leanna yang terekspos menunjukkan pakaian dalamnya. Wajah Lucian mengarahkan pandangan ke arah lain. "Leanna, kenapa kau berteriak?"

"Paman, aku kesulitan melepaskan pakaianku karena tanganku sakit dan juga punggungku yang terluka terasa perih." Leanna berjalan mendekat ke arah Lucian. "Paman, bisakah kau membantuku melepaskan pakaianku dan membantu membersihkan tubuhku? Aku sungguh tidak bisa melakukannya. "

Lucian benar-benar tidak paham bagaimana menghadapi kepolosan keponakannya yang berbahaya ini. Tangan Leanna meraih tangan Lucian yang membuat pandangan Lucian terarah pada keponakannya. "Paman! Apa paman tidak bisa?" ucap Leanna.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 66 Wanita yang Menggila

    "Tuan Lucian, kenapa kau memperlakukanku sekejam ini? Kau memutuskan pertunangan saat hubungan kita baik-baik saja dan sekarang kau mengusirku saat aku ingin--" "Cukup! Aku sudah bilang padamu untuk membahas ini di luar," ucap Lucian menghentikan keluhan dari tamu yang tidak dia harapkan-Luna. "Kenapa kita tidak bisa membicarakan di sini? Apa kekasih barumu ada di sini?" Luna tiba-tiba saja menerobos masuk. Lucian mendorongnya keluar. "Jangan membuat keributan!" "Biarkan aku masuk! Aku harus bertemu dengan wanita yang tidak tahu malu itu." "Tidak ada gunanya kau marah padanya! Akulah yang memilihnya. Lebih baik kau pergi, mulai saat ini tidak adalagi yang perlu dibahas dari kita." "Apa yang terjadi?" Leanna tiba-tiba saja datang. Luna menerobos masuk ke dalam tanpa sempat dicegah oleh Lucian. Dia memegang kedua tangan Leanna. "Leanna, kau tahukan bagaimana baiknya aku padamu dan kau pasti tidak menerima Lucian punya pasangan baru yang akan merebut perhatiannya dari

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 65 Perintah Lucian

    "Anda ingin saya melakukannya? Kenapa Anda tiba-tiba ingin membatalkan pertunangan?" Asistennya terkejut dan menatapnya dengan tatapan curiga. "Kau tidak perlu tahu. Hanya lakukan saja apa yang aku perintahkan!" ucap Lucian dengan dingin. "Bos, bagaimana bisa kau mengatalkan acara yang hanya tinggal beberapa hari lagi? Apa kau sudah mendiskusikan ini dengan Nona Luna?"tanya Asistennya. Lucian melipat tangannya di depan dada. "Cepat lakukan sekarang dan kau yang akan bertanggung jawab urusan kantor selama 3 hari!" Asistennya hanya menghela nafas pasrah. Dia hendak pergi, tetapi berhenti saat melihat Leanna yang hanya menggunakan kemeja Lucian. Asistennya sebenarnya meragukan tentang pikirannya, tetapi saat dia melihat Leanna duduk di pangkuan Lucian dan mereka saling berciuman di bibir, semua menjadi lebih jelas. Asistennya memegang kepalanya yang merasa pusing karena memelihat kelakuan Bosnya. Lucian melihat keberadaan Asistennya. "Kenapa kau masih berada di sini? Cepat pe

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 64 Malam Tak Terlupakan

    Malam harinya, Leanna tidur dalam keadaan resah. Tubuhnya bergerak dengan tidak nyaman, keningnya berkeringat. Leanna membuka matanya, "Tidak!" Nafasnya masih tidak beraturan. Leanna melempar selimutnya dan langsung berlari keluar. Leanna menuju ke kamar Lucian. Saat pintu sedikit terbuka, Leanna mendengar suara Lucian yang sedang mengobrol dengan seseorang di telepon. "Jangan khawatir, lebih baik kau fokus saja urusanmu di sana, kau kirim saja ukuran dan model cincin yang kau inginkan, aku akan membelinya. " Leanna mengepalkan telapak tangannya. Dia teringat mimpi yang dia alami. Leanna yang mengalami penyiksaan seperti yang terjadi tadi siang, tetapi yang berbeda, Lucian justru memunggunginya dan meraih tangan wanita itu. "Tidak. Aku tidak boleh membiarkan mereka menikah. Aku harus melakukan apa yang telah aku rencanakan, tidak ada waktu untuk menundanya lagi. " Leanna masuk ke kamar Lucian. "Paman!" Lucian dengan cepat mengakhiri panggilan. Dia menoleh ke arah Leanna yang

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 63 Kembali Tersiksa

    Lucian masuk ke dalam mobil, diikuti dengan Luna diam-diam tersenyum. "Semoga gadis itu tidak pernah muncul lagi dalam hidup Lucian," ucapnya dalam hati. Lucian melajukan mobilnya melewati Leanna. Cengkeraman tangannya pada kemudi begitu erat saat meliriknya dari kaca mobil. "Lucian, jangan khawatir. Bukankah kau bilang dia akan kembali ke apartemen?" Lucian tidak mengatakan apapun. Pandangannya fokus me depan dengan tatapan dingin. *** Leanna menatap mobil yang semakin menjauh dari pandangnya. Dia tidak menyangka bahwa Lucian akan benar-benar meninggalkannya seperti ini. Leanna menatap dengan sedih Dia menghadang taksi dan masuk ke dalam. "Nona, kemana kita akan pergi." Leanna terdiam sejenak. Dia merogoh tas kecilnya dan melihat uang yang ada disana. Leanna dengan terpaksa menyebutkan alamat rumah besar keluarganya. Taksi itu melaju menyusuri jalanan. Leanna hanya diam sepanjang jalan. Jujur, dia merasa takut bertemu orang-orang itu lagi, khususnya jika ibunya

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 62 Dia Hanya Mengancam

    "Jadi, kau sebenarnya sengaja terus menerus untuk berpihak pada Nona Luna untuk membuat keponakanmu menyerah pada perasaannya padamu, tapi kau takut dia akan membencimu?" ucap Asistennya setelah mendengar curhatan Lucian. "Menurutku kau harus segera menikahi Nona Luna atau setidaknya mengatur pertunangan lebih dulu." "Saranmu sungguh tidak membantu. Aku mulai ragu untuk memilihnya sebagai pasangan." "Bos, tidak mudah menemukan orang yang bisa mengendalikan keponakanmu itu. Selain itu, jika kau memilih yang lain maka keponakanmu pasti akan bertentangan dengannya juga karena dia ingin memilikimu. Bukankah sama saja?" Lucian mulai memikirkan apa yang dikatakan oleh asistennya. "Jika kau mempercepat peresmian hubungan dengan ikatan yang kuat dengan Nona Luna, maka dia pasti akan menyerah, dan jika kau tidak puas setelah menikah dengan Nona Luna maka kau bisa berpisah dengannya di saat keponakanmu sudah move on darimu." Asisten itu kembali memberikan penjelasan. "Selain itu, Tuan

  • Hasrat Cinta: Paman, Aku Tidak Bisa Berhenti    Chapter 61 Penyelamat

    Lucian melajukan mobilnya dengan cepat. Melalui jarak Mobilnya berhenti di tempat parkir sebuah rumah sakit. Lucian masuk ke dalam dengan terburu-buru. Dia masuk ke dalam sebuah bangsal, dia melihat Luna berada di sana. "Bagaimana kondisi Leanna?" "Dia sedang tertidur setelah mendapatkan suntikan." Lucian hendak masuk ke ruangan. Namun, Luna menghentikannya. "Lucian, maafkan aku. Seandainya aku tetap memaksa Leanna sebelumnya, ini pasti tidak akan terjadi." "Tidak apa-apa. Bukankah kau juga telah bertanggung jawab dengan membawanya ke rumah sakit ini? Leanna pasti akan mengerti." Lucian melepaskan tangan Luna. "Aku akan melihat Leanna." "Lucian, aku akan masuk bersamamu." Lucian membuka pintu. Saat itu, Leanna sudah bangun. "Paman, kenapa kau membawa wanita itu?" "Leanna, jangan seperti itu. Luna telah menolongmu saat pingsan," ucap Lucian. "Menolongku? Meskipun kesadaranku sedikit memudar, tapi aku yakin bukan dia yang menolongku! Paman, kau telah diberdaya olehny

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status