Beberapa Jam Sebelumnya...
"Hah? Putus??"Gaffandra mengangguk pelan tanpa melepaskan pandangannya ke arah jalanan melalui kaca depan mobil.Baru saja ia menjawab sebuah pertanyaan yang dilontarkan oleh Cia, tentang dimana Olivia kekasihnya berada.Seharusnya hari ini mereka double date sambil menonton film di bioskop, yang dilanjut makan malam bersama.Namun Cia pun terheran-heran ketika melihat Gaffandra yang hanya seorang diri menjemputnya di rumah."Kok bisa?? Padahal kalian berdua kan mesra dan saling menyayangi. Memangnya kenapa bisa putus sih??" cetus Cia yang semakin merasa penasaran.Selama ini keponakan 'tua'nya itu selalu terlihat harmonis bersama Tante Olivia di setiap acara keluarga besar Adhyatama yang memang cukup sering diadakan.Gaffandra hanya mengedikkan bahu, terlihat sangat tenang bahkan seolah tidak terlalu peduli."Kalau ternyata memang tidak cocok ya buat apa juga dipaksakan?" cetus Gaffandra sembari menaikkan alisnya yang lebat dan tersenyum kepada tante mungilnya itu.Cia pun seketika bersidekap dan memicingkan maniknya ke arah keponakannya."Tunggu. Jangan bilang deh kalau kamu yang putusin Tante Olivia! Bener kan? Dan juga jangan-jangan karena... karena Tante Olivia minta dinikahin ya??" tebak anak perempuan itu dengan tepatnya.Cia sangat tahu jika Gaffandra sangat alergi dengan pernikahan. Sangat berbanding terbalik dengan ayah dan kakeknya yang justru seolah tak pernah merasa kapok menikah berkali-kali, meski juga harus mengalami perceraian juga berkali-kali."Ck. Dasar wanita dewasa! Kenapa sih mereka suka sekali memaksakan kehendak?? Sudah tau pria macam apa si Gaffandra!!" Gerutu Cia."Tante Olivia seharusnya tuh 'main cantik' deh. Si Gaffandra ini kan makin lama makin tua, pasti lama-lama juga mikir tentang hidupnya dan akhirnya kepengen punya istri!" Cetusnya lagi menambahkan, yang membuat Gaffandra seketika melirik ke arah tante kecilnya itu sambil menghela napas pelan."Cia, usia kamu kan baru 10 tahun. Please, berucap dan bersikaplah sesuai umur," pinta pria itu sambil menggelenglan kepala tak habis pikir mendengar cara otak anak kecil ini bekerja."Apaan sih, minggu depan kan umurku sudah 11 tahun," protes Cia tak terima. Anak perempuan itu pun merogoh saku kecil di gaun pink-nya, untuk meraih ponsel yang juga berwarna pink di sana."Jangan telepon Oliv, Cia."Cia berdecak pelan mendengar nada peringatan pada kalimat Gaffandra, yang ternyata telah bisa menebak maksudnya."Kalau begitu kamu harus mencari teman menonton!" Ketus Cia kesal. "Aku nggak mau kencan pertamaku dengan Jayden jadi berantakan gara-gara keponakan jomlo yang rese.""Aku nggak akan ganggu kencan kamu dan Jayden kok," tukas Gaffandra kalem. "Tapi aku juga nggak bisa membiarkan kamu berduaan dengan Jayden, Cia. Kalian masih usia anak-anak yang perlu diawasi oleh orang dewasa."Pernyataan tegas dari Gaffandra itu membuat Cia terdiam dengan bibir cemberut. Ah, kenapa harus Gaffandra putus dengan Tante Olivia tepat di hari kencan pertamanya dengan Jayden, sih?Cia takut jika Gaffandra iseng dan malah menjadi pengganggu di acara kencan nanti.BMW yang membawa tante muda dan keponakan tua itu pun berhenti tepat di lampu merah yang menyala.Beberapa manusia terlihat tengah sibuk berjalan menyebrangi zebra cross di depan mereka. Di antara orang-orang itu, ada seorang laki-laki paruh baya yang terlihat susah payah melangkah menggunakan kruk di kedua tangannya.Ada perban di kaki kirinya, menjadi alasan keberadaan kruk dan langkahnya yang tertatih.Dari arah belakang, tiba-tiba muncul seorang gadis yang kemudian membantu si bapak untuk menyeberang.Gadis itu juga memberi kode kepada mobil yang berhenti, karena lampu lalu lintas yang sesungguhnya telah berubah menjadi hijau.Suara klakson yang melengking saling bersahutan tak sabar, sama sekali tak membuat is gadis takut atau pun segan.Gaffandra tertawa geli melihat ekspresi wajah gadis itu yang melemparkan tatapan galak ke arah mobil-mobil yang membunyikan klakson."SABAR! NGGAK LIHAT ADA YANG SEDANG NYEBRANG?! DASAR NGGAK PUNYA HATI!!"Teriakan si gadis yang sedang memelototi mobil yang mengklaksonnya, membuat Cia yang semula asyik bermain ponsel pun ikut mendongak untuk melihat apa yang terjadi.Anak perempuan itu melihat seorang gadis manis bersurai panjang coklat kemerahan yang mengenakan celana jeans dan kaus hijau polos oversized, sedang menuntun lelaki paruh baya yang berjalan di penyebrangan sambil terpincang-pincang dengan kruknya.Lalu Cia menatap ke sampingnya, ke arah Gaffandra yang ternyata memandangi si gadis kaus hijau dengan lekat dan senyum tipis yang terlukis di bibirnya.***Siapa yang sangka jika ternyata Cia kembali bertemu dengan si gadis berkaus hijau di bioskop?Anak perempuan itu seperti tak percaya dengan kebetulan seperti ini. Ia masih sangat ingat bagaimana Gaffandra memandangi gadis itu dengan senyum dari dalam mobil.Dan pikiran Cia yang masih sangat polos pun menerjemahkan hal itu sebagai perasaan 'suka'.Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Di saat Cia merasa buntu ide bagaimana agar Gaffandra tidak mengganggu kencannya, kemunculan si gadis manis kaus hijau memberinya ide cemerlang.Ia percaya kakak itu pastilah gadis yang baik hati, melihat bagaimana sikapnya menolong orang terluka yang menyeberang jalan.Meskipun penampilannya sederhana hanya dengan kaus dan jeans, wajahnya cantik juga saat dilihat sejelas ini.Kulitnya putih sangat bersih. Rambutnya yang terurai sepunggung ternyata memiliki warna coklat kemerahan yang asli, bukan sengaja diwarna.Pun dengan bola mata yang sewarna rambutnya. Cia sangat yakin jika kakak ini pastilah memiliki darah keturunan dari negeri lain.Cantik dan juga baik hatinya.Jadi dia sangat pantas untuk bersanding dengan Gaffandra, kan?Tanpa berpikir lagi, anak perempuan itu pun segera mengayunkan kakinya untuk menghampiri si kakak yang sedang mengantri.Dan Cia pun menarik tangannya untuk keluar dari antrian barisan, lalu membawanya kepada Gaffandra.***"Cantik-cantik kok pelor. Nempel langsung molor."Gaffandra mendengus dan berguman sendiri, ketika melihat Katya yang malah ketiduran di kursi bioskop yang sengaja ia rebahkan.Padahal awalnya Katya terlihat keberatan jika kursinya diatur se-horizontal itu seperti ranjang, tapi malah sekarang dia yang keenakan dan ketiduran!AC yang dingin, kursi dan bantal yang empuk, serta selimut hangat yang halus menjadi alasan gadis itu merasakan kenyamanan dan berakhir dengan ketiduran."Heran. Padahal sound system seberisik ini kok bisa-bisanya dia tidur sih?"Mereka sedang menonton film horor, jadi bisa dibayangkan musik pengiringnya yang sangat tidak santai pada adegan-adegan jumpscare.Gaffandra mendekatkan wajahnya ke wajah Katya yang terlelap dengan sangat pulas. Ia memandangi kulit putih nyaris pucat yang halus, bulu mata lentik, hidung mancung mungil dan bibir penuh alami sewarna ceri."Cantik juga," guman pria itu sembari menyeringai miring. "Tapi sepertinya masih sangat muda. Sayang. Bukan tipeku."Gaffandra bermaksud untuk menarik wajahnya agar kembali menonton film, atau mengawasi Cia dan pacarnya.Tapi entah kenapa, seolah ada efek magnet tak kasat mata yang membuatnya enggan untuk menjauh."Berapa sebenarnya usiamu, hm?" Gaffandra kembali mengguman sambil menjentik pelan hidung bangir Katya.Ia tertawa pelan saat gadis itu menggaruk hidungnya, lalu meracau dengan ucapan yang tak jelas.Gaffandra pun kemudian mengubah posisi duduknya menjadi berbaring miring dan menghadap Katya. Satu tangannya terjulur untuk menarik pinggang gadis itu, hingga kepala Katya kini menempel di dadanya."Jangan salahkan aku, Katya," cetus pria itu sambil nyengir seolah tak berdosa."Salah kamu sendiri yang malah ketiduran dengan wajah semanis ini."***"Good job, Katya. Yang kamu lakukan tadi di jalan raya patut dipuji," bisik Gaffandra sambil mengusap surai panjang coklat kemerahan Katya, dengan bagian bawahnya yang mengikal lembut.Gaffandra ingat saat Katya membantu bapak yang menggunakan kruk untuk menyeberang, dan benar-benar terkejut ketika ternyata Cia menarik tangan gadis yang sama ke hadapannya.Katya. Nama yang manis.Pria itu menunduk untuk menatap seraut wajah yang masih saja terlelap meski Gaffandra telah memeluknya, mengusap rambutnya, dan berbisik di wajahnya."Dasar kebo," ledek pria itu sambil mendengus geli. "Bisa-bisanya masih tidur saja. Memangnya kamu selelah apa sih?"Tiba-tiba terdengar suara denting pelan yang berasal dari tas selempang kecil milik Katya. Suara yang tidak keras, namun terus menerus berbunyi dan lumayan mengganggu.Sambil berdecak pelan, Gaffandra pun perlahan melepaskan pelukannya untuk meraih tas yang terletak di atas meja di depan kursi mereka.Ia membuka tas dari bahan kanvas itu, untuk me
Tepuk tangan yang membahana di udara menjadi bentuk apresiasi atas isi pidato yang barusan saja disampaikan oleh Ketua Yayasan yang baru dilantik.Gaffandra Adhyatama.Katya baru menyadari kebodohannya sendiri, yang bahkan baru tahu nama belakang dari Gaffandra. Adhyatama adalah salah satu keluarga konglomerat pemilik beberapa perusahaan raksasa di Indonesia, sekaligus juga pemilik Yayasan Lentera Ilmu. Yaitu yayasan yang bergerak di bidang pendidikan sekaligus yang mengelola Universitas tempat Katya menimba Ilmu."Kalau Ketua Yayasan-nya gorgeous begini, mana rela sih lulus duluan, coba?" Keluh seorang alumni yang duduk di depan Katya kepada temannya."Iya ih. Memang boleh ya seganteng itu?" sahut temannya lagi, yang sama seperti 99% cewek di sana, menatap kagum ke arah Gaffandra."Denger-denger katanya Ketua Yayasan yang baru ini juga diam-diam kasih dana bantuan 'spesial' untuk seluruh mahasiswa beasiswa. Karena nggak ditanggung Dinas Pendidikan, Yayasan malah menggratiskan semua
"Ini tuh bukan berarti aku setuju menjadi kekasih Bapak, ya!" Gaffandra mengulum senyum simpul mendengar nada kesal dari kalimat Katya barusan. Sejak ia iseng menggoda gadis berkulit seputih salju kemarin, Katya kelihatannya jadi takut jika ternyata ia sungguh-sungguh. Yah, Gaffandra sebenarnya hanya iseng saja mengajukan diri menjadi kekasih Katya, namun ia juga tidak akan menolak jika seandainya Katya menerima usul itu.Sayang sekali, gadis itu malah menolak mentah-mentah. Bukan hanya menolak, Katya pun juga marah-marah dan mengomelinya. Haha.Tapi untung saja gadis ini tidak menolak untuk datang pada perayaan ulang tahun Cia. Saat Gaffandra menjemputnya sesuai janji tepat jam 7 malam, Katya ternyata telah siap di depan pintu menunggunya.Sangat menyenangkan tidak perlu menunggu seorang gadis yang berdandan terlalu lama, hal yang sering rasakan bersama Olivia ataupun mantan kekasihnya sebelumnya.Gaffandra melirik Katya yang mengenakan jeans, sepatu kets, dan blus putih bunga-bun
"Selamat, Katya Andriani. Mulai besok kamu akan menjadi karyawan trainee. Setelah pelatihan selama 6 bulan dan dinyatakan lulus, kamu akan resmi menjadi karyawan tetap di kantor ini." "Terima kasih banyak, Pak." Katya menyalami karyawan bagian personalia itu sambil tersenyum, walaupun sebenarnya hatinya sama sekali tak tenang.Seharusnya dia bahagia karena telah lulus dalam tes penerimaan kerja, tapi ia tak bisa menampik rasa cemas yang masih menggelayut di benaknya.Meski sekarang Katya sudah lebih tenang karena hutang Bu Sadna sebesar 50 juta sudah dibayar oleh Gaffandra dengan bunga hingga 200 juta, justru hal itu membuat Katya merasa tidak enak kepada pria itu.Sudah beberapa hari berlalu, tapi hingga sekarang Gaffandra masih belum juga nenghubunginya masalah pembayaran uang 200 juta. Padahal jelaa sekali pria itu menegaskan bahwa bantuannya kali ini tidak gratis, dan dia akan menghubungi Katya untuk membahas masalah pelunasannya.Belum lagi masalah atap asrama panti asuhan yan
"Akan semakin hangat, semakin basah, dan semakin lengket jika kita melanjutkannya lebih dari ini, Katya." Gaffandra berbisik lembut di telinga Katya, setelah tawanya mereda."Bagaimana, apa kamu tertarik untuk mencobanya lebih jauh?"Katya mengerjap-kerjapkan matanya berkali-kali, demi untuk mengusir efek perpaduan dari suara maskulin yang serak menggoda, serta tatapan Gaffandra yang akan membuat gadis normal mana pun jatuh terpikat.Gawat. Pria ini sungguh jauh lebih berbahaya dari gas bocor, dan Katya yang polos hampir saja menganggukkan kepala untuk ajakan Gaffandra."Mau kemana?" Tanya Gaffandra lembut, ketika merasakan Katya yang seperti berusaha melepaskan diri dari pelukan pria itu. "Uung... sudah kan? Satu ciuman untuk seratus jutanya?" balas Katya mengalihkan pembicaraan.Tawa kecil yang keluar dari bibir Gaffandra membuat wajah pria itu semakin mempesona dan membuat Katya semakin waspada. Entahlah, Katya hanya merasa baik Gaffandra maupun Cia itu sangat serupa, memiliki ta
Katya melamun sambil mengusap perlahan bibirnya yang terasa bengkak dan perih, setelah sesi "pelunasan hutang"-nya yang pertama kepada Gaffandra."Aarrghh!! Bodoh!!" Gadis itu menggeram kesal sembari mengacak-acak rambutnya, membuat semua orang yang berada di dalam lift menatapnya heran. Suara denting pelan itu diiringi dengan terbukanya pintu ganda yang bergeser ke samping, dan Katya pun cepat-cepat melangkah keluar.Ia bahkan setengah berlari menuju ke arah lobby depan, ingin segera keluar dari gedung Adhyatama Corp. dan mengayuh sepedanya sejauh mungkin dari sana."Ini baru satu kali, gimana nanti-nanti?" gumannya risau, ketika mengambil sepeda yang ia titipkan pada petugas parkir gedung.Sambil mengayuh, Katya kembali memikirkan semua masalah keuangan yang ujung-ujungnya malah ia harus membayar dengan cara yang tidak biasa. Satu sisi kata hatinya seolah menolak dengan tegas pelunasan hutang dengan cara "satu ciuman untuk seratus' juta ala Gaffandra, namun satu sisi logikanya se
"Dan sebagai info, ciuman ini tidak masuk dalam hitungan pelunasan hutang, Katya. Jadi jangan salahkan kalau durasinya akan sangaat panjang, dan tidak menutup kemungkinan... malah membuat kamu jadi menginginkan lebih," bisik Gaffandra di telinga Katya dengan nada seduktif, dan dengan sengaja pria itu meniup telinga Katya hingga membuat gadis itu merinding.Katya pun serta merta menjauhkan telinganya dari bibir Gaffandra. Sial. Hembusan napas pria itu yang segar dan beraroma mint menerpa satu sisi wajahnya, membuat kinerja jantung Katya tiba-tiba bergejolak tak terkendali.Kedekatan ini kembali mengingatkannya akan ciuman-ciuman mereka yang sebelumnya, dan wajahnya pun tak bisa berbohong karena sontak merona tanpa diminta."Sampai merah gini." Gaffandra menyentuh pipi Katya dengan usapan ringan menggunakan punggung tangannya."Memangnya kamu seingin itu aku ciium ya?" Suara tawa kecil pria itu pun terdengar menggoda."Nggak!!" Katya menjawab cepat dengan gelengan kepala kuat sambil me
**Beberapa saat sebelumnya**Gaffandra mengekori Olivia yang berjalan lebih dulu di depannya. Sesampainya di sebuah pintu berwarna kuning, wanita itu pun membukanya dan mempersilahkan Gaffandra masuk terlebih dahulu. Ternyata wanita itu membawanya ke sebuah ruangan yang lebih kecil mirip untuk jamuan yang lebih privasi dengan sofa-sofa panjang untuk enam orang. "Apa hal penting yang mau kamu bicarakan?" ujar Gaffandra sembari melirik jam tangannya dengan malas. Ia tidak terlalu tertarik bicara dengan Olivia, dan sejujurnya ia agak cemas memikirkan Katya yang berada di luar sana sendirian.Gaffandra sangat terkejut ketika merasakan sebuah pelukan dari arah belakangnya, dengan dua buah tangan ramping yang terlulur melingkari hingga ke depan tubuhnya. "Oliv, lepas.""Tidak, sebelum kamu cium aku." Gaffandra menggeram gusar dan menarik kedua tangan Olivia dari tubuhnya, lalu ia pun berbalik dan berhadapan dengan wanita itu.Namun betapa terkejutnya Gaffandra, ketika melihat Olivia yan