Home / Romansa / Hasrat Cinta Tuan William / 9. Aku Merindukanmu Sejak Dulu

Share

9. Aku Merindukanmu Sejak Dulu

last update Last Updated: 2025-10-19 13:24:59

Pukul 18.34, Lira terbangun di kamarnya sendiri, dengan suasana hati buruk.

Dia ingat jelas apa yang terjadi pagi tadi. Setelah Annalise membawanya keluar dari rumah kaca, Lira tidak berhenti menangis sampai satu jam lamanya. Perasaan jijik, terhina, dan amarah, bergelora lebih kuat daripada yang pernah dirasakannya saat pertama kali datang kemari. Lira pikir pria dewasa seperti William tidak akan memiliki nafsu kepada bocah sepertinya, tetapi itu semua keliru.

Sekarang hanya ciuman bibir, bagaimana dengan di masa mendatang kelak? Apakah William akan memperkosanya?

Suara ketukan dari pintu memecah ratapan Lira. Gadis itu bangun dengan lesu dari kasur tepat ketika Annalise masuk, kali ini memberitahu bahwa makan malam telah siap.

“Aku tidak mau makan,” kata Lira tanpa repot-repot memandang mata Annalise.

“Nona, ini perintah. Anda punya target untuk menaikkan berat—”

“AKU TIDAK PEDULI, KAU DENGAR TIDAK!” bentak Lira. Annalise nyaris melompat terkejut mendengar teriakan itu, sementara Lira melanjutkan lebih ganas, “AKU TIDAK LAPAR! AKU TIDAK MAU BERADA SATU MEJA DENGAN BAJINGAN ITU! KALAU PERLU, BIARKAN AKU MATI SEKALIAN!”

“Nona,” Annalise berujar sabar. “Tuan William tidak ikut makan malam kali ini. Jadi, Anda bisa makan dengan bebas.”

Napas Lira terengah-engah. Kesadaran menyergapnya dengan cepat. Baru saja dia membentak Annalise, padahal orang ini tidak bersalah apa-apa. Mengapa dia sampai sekasar itu? Apakah emosinya masih tidak stabil setelah kejadian pagi tadi?

“Aku … aku minta maaf,” kata Lira, nada berlumur penyesalan dan kecemasan. “Aku hanya … tidak bermaksud membentak Anda … tidak tahu mengapa bisa begini ….”

Annalise mendekati Lira dan mengusap bahunya pelan. “Tenang, Nona. Saya mengerti. Sekarang, ayo saya antar ke bawah.”

“Tidak mau! Aku takut dia tiba-tiba muncul!”

“Tidak, Nona. Saya akan duduk di samping Nona terus agar Nona merasa tenang. Bagaimana?”

Annalise tersenyum keibuan, yang membuat hati Lira menjadi sedikit lebih rileks. Gadis itu akhirnya turun dari kasur, karena perutnya memang sangat lapar setelah tidur selama setengah hari penuh.

Mereka keluar kamar dan menuju ruang makan, yang kini sudah lengkap dengan berbagai sajian enak. Sesuai janji Annalise, wanita itu duduk di sampingnya untuk memastikan Lira memakan semua menu dengan cukup.

Beberapa saat kemudian, sebuah pertanyaan meluncur dari bibir Lira, “Ke mana orang itu?”

“Maksud Anda Tuan William, kan? Beliau sedang tidak enak badan,” kata Annalise sambil menuangkan sesendok pasta lagi di piring Lira.

“Tidak enak badan?”

Mata Lira menyipit tidak percaya. Setelah melakukan perbuatan itu, kini dia pura-pura sakit? Busuk sekali!

“Ya, beliau meminta waktu istirahat. Kalau sudah seperti itu, biasanya selama beberapa hari ke depan, beliau tidak akan keluar kamar, jadi Anda tidak perlu khawatir.”

“Tunggu,” Lira mengunyah dengan pelan. “Anda sepertinya sudah terbiasa dengan hal ini. Jangan-jangan ini bukan pertama kalinya terjadi. Apa dia sering seperti itu? Setelah berbuat cabul pada seseorang, tiba-tiba melarikan diri dan pura-pura sakit?”

Annalise terlihat seolah menyesal karena telah salah bicara. Lira menatapnya dengan sorot menuntut.

“Pertama-tama, Nona, beliau tidak berpura-pura sakit.” Annalise memberitahu. “Beliau memang memiliki masalah kesehatan, tapi Anda belum perlu tahu apa itu. Yang pasti, perbuatannya tadi pagi saya yakin adalah sesuatu yang spontan dan tidak disangka—ah, bukannya saya mengecilkan perasaan Nona!” Annalise buru-buru menyampaikan ketika menangkap raut tersinggung Lira. “Suatu saat Nona akan memahaminya, tapi untuk sementara waktu ini, mohon bersabarlah. Beliau juga pasti punya penjelasannya.”

Lira membuang napas dalam-dalam. Dia ingin membantah, tetapi tidak dilakukan karena Annalise pasti punya kata-kata untuk menyangkalnya.

Daripada begitu, Lira malah semakin tergoda untuk mencaritahunya sendiri. Mungkin bila malam ini dia menyelinap ke kamar William, dia bisa membuktikan apakah pria itu sungguhan sakit seperti yang diberitakan Annalise.

Maka setelah makan malam, Lira segera pamit kepada Annalise untuk tidur, dengan alasan kepalanya pusing sehingga perlu tidur lebih awal. Dia memang berdiam di kamarnya selama beberapa jam, setidaknya sampai dia yakin keadaan di luar sana sudah cukup sepi untuk melakukan penyelidikan mandiri.

Pada tengah malam, akhirnya gadis itu menyelinap keluar.

Kamar William terletak di lantai ketiga. Lira bergegas ke sana dengan langkah mengendap-endap. Dia sudah kepikiran hendak mencuri selongsong kunci duplikat mansion yang selalu dibawa ke mana-mana oleh Annalise, tetapi saat dengan iseng memutar kenop pintu William, kamar itu ternyata tidak terkunci.

Dia sungguh beruntung.

Lira mendorong pintu ke dalam, lalu masuk dengan hati-hati.

Keadaan di dalam kamar William gelap. Syukurnya, ada sedikit bantuan cahaya rembulan dari pintu balkon yang lupa ditutup.

Gadis itu melangkah ke kasur lebih dekat, menatap William yang sedang tertidur di atas ranjang. Wajahnya memang pucat. Rambut William terlihat berantakan, menempel di dahinya yang lengas oleh keringat. Lira menahan diri untuk tidak menyingkirkan rambut William yang menutupi matanya, karena untuk apa? Dia datang kemari bukan untuk menikmati pesona William yang sedang tidur!

Ya, lalu buat apa dia kemari?

Lira termenung sejenak. Dia hanya ingin memastikan William sakit atau tidak, dan sepertinya yang dikatakan Annalise benar adanya. Setelah itu, apa? Apakah Lira harus keluar lagi?

Tentu saja!

Maka Lira berbalik untuk pergi dari kamar itu.

Namun baru beberapa langkah menuju pintu, terdengar erangan tipis dari belakangnya.

Lira berputar lagi untuk memastikan sesuatu. Rupanya, William-lah yang melenguh di atas ranjang. Peluh dingin lebih banyak keluar dari pelipis ke pipinya. Keningnya berkerut tidak tenang. Apakah dia sedang bermimpi buruk?

Bibir William terbuka lemas, mengigaukan sesuatu.

“Maafkan aku ….”

Lira mematung di tempat. Benarkah apa yang dia dengar barusan?

Ditelan penasaran, Lira melangkah lebih dekat ke ranjang. Mimpi buruk William tampak semakin parah. Napasnya mulai tersengal-sengal seakan dia berusaha keluar dari jerat alam bawah sadar. Jemari William meremas selimut dengan erat sampai nadi biru terlihat di punggung tangannya yang pucat.

Lira terpikir untuk segera kabur sebelum William terbangun dan menangkap basah dirinya, tetapi saat dia hendak berbalik, sesuatu yang lebih mengejutkan terjadi.

William membuka matanya, dan menatap Lira yang berdiri di sampingnya.

Celaka!

Kepanikan menyelubungi benak Lira. Belum sempat Lira melangkah pergi, William tiba-tiba menarik tubuh gadis itu hingga membuatnya jatuh ke dalam pelukannya.

Terkejut, Lira berusaha melepaskan diri, akan tetapi cengkeraman William di kedua lengannya begitu erat. Pria itu menggulingkan Lira sehingga gadis itu kini berada di bawah kungkungannya. Dia tidak berkutik meskipun Lira menendang-nendang kakinya. Kenapa pria ini kuat sekali, sih?

‘Dasar anjing gila! Perbuatan pagi tadi pasti akan berlanjut ke fase yang lebih memalukan!’

Saat Lira menatap William untuk memohon agar melepaskannya, gadis itu menyadari sesuatu.

Mata William memang terbuka, tetapi sorotnya tampak kosong. Seperti orang teler karena demam. Dia terlihat tidak fokus, linglung … tidak menyadari perbuatannya.

“Tuan? Tuan! Sadarlah! Ini saya!”

Bibir William membuka, tetapi bukan erangan yang keluar dari sana, melainkan sebuah kata-kata.

“Aku merindukanmu … sejak dulu….”

“Tuan! Lepaskan!”

Kemudian, kepala William merunduk, mengecup dan menyusuri leher Lira, seperti serigala kelaparan yang mengendusi mangsa buruannya. Ciuman itu terus berlabuh, semakin lama semakin ke bawah ….[]

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Cinta Tuan William   73. Tawa di Dalam Kamar Rumah Sakit

    Koridor rumah sakit masih berbau alkohol dan disinfektan ketika Lira kembali dari mesin kopi otomatis. Gelas kertas yang ia genggam berembun hangat di telapak tangan—aroma kopi instan tercium samar. Ia menahan napas sejenak di depan pintu ruang rawat, mencoba menenangkan degup jantungnya yang sejak tadi tak bisa tenang.Ia membuka pintu perlahan.Dan dunia berhenti.“T-Tuan William…?”William duduk bersandar di ranjang, mata cokelatnya terbuka, tenang… hidup. Walau wajahnya pucat dan bibirnya kering, dia tersenyum kecil saat melihat Lira.“Lira.”Gelas kopi hampir terjatuh dari tangan gadis itu.“Ya Tuhan—Tuan!! Tuan bangun?! Kenapa bangun sekarang?! Maksudnya bukan kenapa—tapi—Tuan sadar?! Apakah Tuan merasa pusing? Apa Tuan haus? Apa saya harus panggil dokter? Atau—”“Lira.”William mengangkat tangan lemah, matanya mengerjap geli.“Pelan-pelan bicaranya. Aku hanya bangun dari pingsan, bukan kembali setelah diculik mesin waktu.”Lira memelototinya, kemudian tersenyum gemetar. “Saya…

  • Hasrat Cinta Tuan William   72. Berikan Aku Seorang Cucu

    Ruang rawat itu sunyi, hanya sesekali berbunyi pelan: beep… beep… beep… dari monitor detak jantung. Lampu redup membuat seluruh ruangan tampak lembut, namun tidak menenangkan. Lira duduk di kursi samping ranjang, kedua tangannya saling menggenggam erat seolah itu satu-satunya hal yang bisa menahan dirinya tetap utuh.William masih tidak sadarkan diri. Napasnya naik turun pelan melalui selang oksigen, wajahnya pucat namun tetap… luar biasa tampan.Lira mengembuskan napas yang tidak ia sadari sedang ia tahan. Tatapannya menelusuri garis rahang William yang tegas, turun ke leher, lalu kembali ke wajahnya. Untuk pertama kalinya sejak tragedi itu, ia memperhatikan William bukan sebagai korban luka… tetapi sebagai seseorang yang begitu—luar biasa tampan.Perasaan bersalah langsung menusuk dadanya.Namun ia tetap tidak bisa mengalihkan pandangannya.“Kalau Anda sadar… pasti Anda akan mentertawakan saya,” bisiknya lirih.Karena tidak ada siapa pun di ruangan itu, dan karena ia telah menangis

  • Hasrat Cinta Tuan William   71. Berjuang Kembali Hidup

    Sirene meraung dari kejauhan. Cahaya merah-biru menembus ventilasi ruang bawah tanah yang kelam sebelum akhirnya polisi menyerbu masuk melalui pintu sempit di ujung ruangan. “ANGKAT TANGAN! SEMUA BERHENTI DI TEMPAT!” Para kroni Darren yang tersisa langsung dikunci geraknya. Dua di antaranya mencoba kabur, namun ditangkap dengan cepat. Sementara itu, Darren—yang terhuyung-huyung dan juga merembeskan darah dari lengannya—melompat ke sisi ruangan, dengan gerakan gesit, menabrak polisi dengan keras dan langsung berlari naik ke pintu. “HEI! JANGAN BIARKAN DIA LARI!” Beberapa polisi mengejarnya seraya mengacungkan pistol, namun lorong sempit itu dipenuhi perkakas dan juga cukup gelap. Darren menghilang begitu cepat seperti bayangan yang menelan dirinya sendiri. “Target kabur!” salah satu polisi mengumpat, kemudian melapor pada perangkat komunikasinya, "Cegah dia di gang utama. Jangan sampai lolos!"Sementara kekacauan itu melebur menjadi sebentuk suara berisik, untuk Lira, semua suar

  • Hasrat Cinta Tuan William   70. Gelap Menelan Semuanya

    Begitu Darren ambruk di atasnya, Lira langsung meraup napas banyak. Gadis itu buru-buru bangkit seraya menendang Darren agar menyingkir dari tubuhnya, kemudian dia mendongak—di antara cengkeraman kegelapan, menatap seorang pria berdiri menjulang di hadapannya. Pria itu mengulurkan tangan pada Lira. "Akhirnya kau ketemu." "Tuan William!" Lira senang tidak terkira, kemudian segera memeluk William begitu erat. Tangisannya pecah seperti kembang api; gadis itu meraung di dada William sampai dadanya sakit. "Kau baik-baik saja? Apa orang-orang ini melukaimu?" William mengusap punggung Lira dengan tekanan lembut, seperti sedang menenangkan bayi. Lira akhirnya melepas pelukannya dan menatap William. "Saya lelah, Tuan.... saya...." "Ya, ya, maafkan aku. Jangan bicara dulu," William mengusap pundak Lira, kemudian menatap memicing pada bayangan gelap di ambang pintu bawah tanah. Sekelompok pria bersetelan hitam tahu-tahu membekuk mereka di tengah kegelapan. "Beraninya kau menyusup

  • Hasrat Cinta Tuan William   69. Lebih Baik Kau Mati

    "Sialan, si bajingan itu memakai jaketku tanpa izin!" Darren menyimpan serapah setelah membuang jaket miliknya yang tergantung di sofa ruang tengah. Olivia yang datang dari arah dapur menghampirinya sambil bergelayut manja di lengan Darren. "Siapa bajingan yang kau maksud, Sayang?" tanya Olivia. "Kemal. Siapa lagi? Jaketku bau busuk! Seperti bau badannya yang tidak mandi berhari-hari! Aku tidak sudi menggunakan pakaian itu lagi!"Olivia terkekeh, lalu memungut jaket itu dari lantai. "Sudah kubilang, bukan? Kalau kau datang kemari, jangan sesekali mengenakan pakaian bagus dan mahal. Kau menampung satu gelandangan dan satu orang kampung di sini. Aromamu yang mahal tidak cocok bersatu dengan mereka.""Yeah, tapi kau tahu aku harus berpakaian sempurna di mana pun. Lagi pula tempat ini adalah rumahku—markas rahasiaku! Aku bebas keluar masuk di dalamnya!" Darren mendekati Olivia dan mengusap pipi kekasihnya dengan lembut, kemudian dia menciumi bibir Olivia berkali-kali, membuat gadis itu

  • Hasrat Cinta Tuan William   68. Kita Temukan Bajingan Itu

    Mobil William memasuki halaman luas kediaman Archen. Pria itu turun dan melenggang menaiki undakan teras yang megah, dan begitu sampai tepat di depan ambang, pintu ganda yang terbuat dari kayu mahoni itu terbuka dari dalam. "Will, tidak kusangka kau akan datang menemuiku lagi." Tuan Archen menatap William dengan pandangan bingung sekaligus resah. Ada yang tidak beres dengan putranya kali ini. "Kau baik-baik saja, Will? Wajahmu pucat.""Ayah sudah mendapat kabar di mana Lira?" William tidak menanggapi segala pertanyaan yang menyinggung kondisinya. Saat ini ada urusan yang lebih penting: keberadaan Lira. Tuan Archen berdeham, kemudian mempersilakan William masuk. Selagi mereka berdua melangkah menuju ruang tamu, sang tuan besar menjawab, "Ada petunjuk kecil yang ditemukan salah satu anak buah, tapi itu belum cukup untuk mengetahui di mana Lira.""Petunjuk yang seperti apa?"Tuan Archen berbalik menghadap putranya. "Hari Kamis, sekitar tiga hari lalu, kami menangkap rekaman CCTV yang m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status