Share

Lagi Dan Lagi

Author: CitraAurora
last update Last Updated: 2025-09-10 08:02:02

Di samping David, Laura nampak gugup. Degup jantungnya berpacu dengan cepat, sejurus dengan tatapan sang suami.

Tahu istri keponakannya ketakutan, David mencoba berbicara.

“Kamu sungguh suami kejam. Apa tidak ada pelayan di sini sehingga menyuruh istri mencuci piring?” katanya dengan nada sinis.

Rendra tampak terkejut dan memucat. Memang selama ini dia menyuruh Laura mengerjakan pekerjaan rumah. Dan ia punya alasan sendiri untuk itu.

“Aku hanya ingin istriku yang mengurus semua paman. Apakah salah?” Tatapan Rendra kini mengarah pada sang paman.

“Tidak salah. Tapi keluarga kita memiliki uang berlimpah, membayar ratusan pelayan pun sanggup, kenapa harus menyiksa istri?” Tangan David bersedekap di depan dada. Matanya memicing curiga. Mengapa keponakannya memperlakukan Laura seperti pembantu?

Rumah dua lantai bahkan hanya mempekerjakan satu pelayan. Apa tujuan keponakannya itu sebenarnya?

“Aku tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga kalian. Hanya saja aku sanggup menggaji pelayan, jadi mana mungkin aku mempekerjakan keluargaku sendiri.”

Kemudian David pergi meninggalkan Rendra dan Laura di dapur.

Selepas kepergian David, Rendra meminta Laura kembali ke kamar.

“Kembalilah ke kamar, Sayang,” katanya.

Di ruang tamu, mereka diskusi mengenai rencana perusahaan dan melupakan sejenak masalah di dapur tadi.

Perusahaan akan mengeluarkan perhiasan baru dalam waktu dekat. Oleh karenanya, David meminta Rendra untuk mengadakan pameran.

“Setidaknya, kita perlu sepuluh desain perhiasan terbaru,” kata David.

“Akan aku atur paman. Dua minggu lagi semua desain perhiasan itu akan Monica selesaikan,” sahut Rendra.

Mendengar itu, David tersenyum sinis. Setahunya Monica tidak memiliki keahlian dalam mendesain perhiasan. Tapi kenapa Rendra bilang kalau semua akan diselesaikan wanita itu?

Entah apa lagi yang Rendra sembunyikan darinya.

Setelah pembahasan mereka selesai, Rendra pergi ke kamar. Dia memeluk Laura yang tengah berbaring di tempat tidur.

“Sayang, maafkan aku. Sungguh aku tidak bermaksud menyakitimu. Aku sangat senang melihat wanita yang pintar mengurus…” Belum sempat melanjutkan kata-katanya, Laura membalikkan badan.

“Sst, jangan meminta maaf, Mas. Pekerjaan rumah adalah pekerjaan seorang istri, jadi kamu tidak salah memintaku mengurus rumah,” kata Laura sambil menyilangkan telunjuk di bibir suaminya.

Rendra lantas memeluk Laura kembali. “Aku sangat mencintaimu, Sayang.”

Mendengar kalimat cinta dari suaminya, hati Laura terasa perih. Dia sudah berkhianat. Apa pantas dirinya mendapatkan cinta sebesar itu dari suaminya? Sementara….

Ah, sudahlah.

Di atas tempat tidur, Renda dan Laura asyik mengobrol dan bercanda layaknya sepasang suami istri yang harmonis.

Hingga terdengar bunyi pesan masuk dari ponsel Rendra.

Ting!

Rendra terlihat panik saat membaca pesan di ponselnya.

“Sayang, maaf aku harus pergi.”

Rendra bangkit dan buru-buru mengambil jasnya.

Melihat sang suami, Laura ikut panik. “Ada apa, Mas?” tanyanya.

“Tiba-tiba ada urusan mendesak,” jawab Rendra singkat.

Laura menghela nafas panjang. Lagi-lagi Rendra membiarkannya sendirian demi urusan yang setiap hari datang tanpa ada hentinya.

Cup!

Rendra mengecup kening Laura. “Baik-baik di rumah ya,” katanya lalu keluar.

Netra Laura terus menatap pintu yang sedikit terbuka. Seperti inilah sikap Rendra, selalu meninggalkannya dengan alasan yang sama.

Wanita itu kembali membaringkan tubuh, air matanya mengalir sejurus dengan sakit hatinya.

Bukan seperti ini pernikahan yang dia inginkan….

Setiap hari selalu ada alasan untuk pergi. Hampir setiap malam Laura tidak sendiri.

Saat pikiran Laura melayang, dia merasakan sebuah tangan melingkar di perutnya.

“Mas, kamu balik lagi?” Laura buru-buru menghapus air matanya, kemudian memasang senyuman.

Ternyata pikirannya salah, Rendra pasti tidak tega meninggalkannya sendirian malam ini.

Namun, senyuman manisnya perlahan menghilang saat membalikkan badan. Bukan Rendra yang memeluknya, melainkan David.

“Paman! Apa yang kamu lakukan?” Laura segera melepaskan tubuhnya dari David.

David tersenyum menatap Laura yang panik dan menjauh. “Tentu saja minta jatah,” jawabnya santai.

“Jatah apa?!” sentak Laura dengan nada yang cukup tinggi.

David tidak tersulut. “Oh, jangan pura-pura bodoh, Laura. Kamu mengerti apa yang aku mau.”

Rahang kecil Laura tampak mengeras mendengar ucapan David. Apakah pria ini tidak tahu malu?!

Wanita itu menggeleng, tapi David tampaknya tidak peduli.

“Atau kamu mau Rendra tahu hubungan kita?”

Lagi-lagi ancaman itu yang David gunakan untuk menjeratnya.

Hati Laura mencelos. “Jangan, Paman….”

Sepasang matanya yang berkaca-kaca menatap David sambil memohon.

“Aku benci tatapanmu itu!” ujar David tiba-tiba.

Tanpa aba-aba, dia mengungkung tubuh Laura hingga berbaring di kasur, lalu menciumnya dengan kasar.

Laura memberontak. Ia berusaha mendorong dada bidang David yang menekan tubuhnya. Tangan pria itu menjelajahi kulitnya dengan sentuhan-sentuhan panas.

Kepala Laura terasa pening menerima perlakuan itu. Tubuhnya pun mulai berkhianat.

Bibir yang semula menutup rapat mulai terbuka. Tangan yang sedari tadi mendorong tubuh David kini mulai tenang. Bahkan bibirnya terus mendesah saat sentuhan David semakin intens.

“Mendesahlah, Sayang,” bisiknya sambil menggigit kecil daun telinga sang wanita.

Keduanya hanyut dalam rasa nikmat, melupakan segala kemungkinan yang akan terjadi.

“Ah, Paman….” desah Laura tanpa bisa ditahan.

Hal itu membuat David semakin bersemangat untuk memompa tubuhnya lebih cepat.

Beberapa saat kemudian, mereka mendapatkan pelepasan masing-masing.

Jantung Laura berdentum dengan cepat saat merasakan kenikmatan itu sekali lagi. Sekujur tubuhnya terasa panas. Namun, kenyataan langsung mengguyurnya saat itu juga.

Ini salah.

Mereka tidak seharusnya melakukan ini.

“Paman, kamu sudah mendapatkan apa yang kamu mau. Jadi… keluarlah,” pinta Laura dengan suara bergetar.

Sungguh, ia merasa hina karena terjebak permainan paman suaminya sendiri.

“Jangan buru-buru,” ujar David santai. “Lagipula Rendra tidak pulang malam ini.” David malah memejamkan mata.

“Paman!”

Wanita itu semakin kesal dengan David. Apa reaksi Rendra nanti jika masuk kamar lalu mendapati mereka telanjang seperti ini?

Laura segera memakai pakaiannya. Dia mendorong tubuh David untuk turun dari tempat tidur.

“Kumohon, Paman, jangan buat aku dalam masalah,” pintanya, terdengar begitu putus asa.

Tatapan Laura membuat David tak tega. Dia kemudian memakai pakaiannya kembali.

“Aku tidak membuatmu bermasalah. Justru aku ingin menyelamatkan kamu, Laura!”

Laura menatap pria itu bingung.

Menyelamatkan katanya?

Mana ada menyelamatkan dengan cara seperti ini!

Lagipula, dia dan Rendra baik-baik saja. Kenapa harus diselamatkan?

“Memangnya aku kenapa sampai Paman ingin menyelamatkan aku?” Tatapan sinis Laura terlempar ke David.

David menaikkan dagu Laura, “Kamu ingin tahu?” tanyanya dengan nada seolah menantang.

Laura mengangguk pelan.

David tersenyum miring. “Besok datang ke kantor, akan aku tunjukkan sesuatu padamu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Yuliana Bundanya Sheyla
pasti suaminya selingkuh sm sekretarisnya sendiri
goodnovel comment avatar
Thre L
lanjut kak Author
goodnovel comment avatar
CitraAurora
Ke part selanjitnya yuk kak
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Kenapa Kamu Sangat Kejam

    Raymond terdiam cukup lama. Dara bisa mendengar napas pria itu yang berat di seberang telepon."Kamu di rumah?" tanya Raymond akhirnya."Iya.""Aku akan kesana," ucap Raymond lalu menutup telepon sepihak.Dara menatap layar ponselnya yang sudah mati. Dadanya berdebar tidak karuan. Raymond akan datang. Apa yang harus dia katakan? Bagaimana dia harus menghadapi pria itu?Tiga puluh menit kemudian, bel rumah berbunyi. Dara yang sudah menunggu di ruang tamu langsung bangkit dan membukakan pintu sendiri.Raymond berdiri di depan pintu dengan penampilan yang berantakan. Rambutnya acak-acakan, matanya merah dan bengkak seperti habis menangis, kemejanya kusut."Masuk," ucap Dara pelan.Raymond masuk tanpa berkata apa-apa. Dia duduk di sofa dengan postur tubuh tegang. Dara duduk di sofa seberang, tidak berani duduk terlalu dekat.Keheningan menyelimuti mereka. Hanya terdengar suara jam dinding yang berdetak."Jadi," Raymond membuka suara dengan nada sarkastis. "Apa yang mau kamu bicarakan? Mau

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Terisak

    Raymond terdiam. Kata-kata tercekat di tenggorokannya, seolah ada batu besar yang menyumbat jalan keluar suaranya. Matanya menatap Dara dengan penuh harap, berharap gadis itu akan berubah pikiran. Berharap Dara akan bangkit dan berteriak, "Tidak! Jangan Raymond! Jangan terima!"Tapi yang dia lihat berbeda. Dara duduk dengan tubuh kaku, wajahnya pucat seperti mayat hidup. Mata gadis itu berkaca-kaca, bibirnya bergetar menahan tangis. Dan yang paling menyakitkan, tatapan mata Dara memohon padanya. Memohon agar Raymond menerima tawaran pertunangan dari Rara."Raymond?" suara Rania memecah lamunannya. "Kamu kenapa sayang? Kamu tidak mau?"Raymond mengalihkan pandangannya dari Dara. Dia menatap mamanya yang berdiri di sampingnya dengan tatapan penuh harap. Lalu pandangannya beralih ke Rara yang duduk di tepi ranjang Erik, menatapnya dengan mata berbinar penuh cinta. Cinta yang salah alamat. Cinta yang seharusnya tidak untuknya."Aku..." Raymond memulai lagi dengan suara serak. Tangannya te

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Ingin Bertunangan

    Setelah dari kafe, mereka bertiga berjalan menuju mobil Raymond yang terparkir di parkiran.Suasana masih terasa canggung, setidaknya bagi Dara dan Raymond. Sementara Rara terlihat sangat ceria, melangkah dengan ringan sambil sesekali bersenandung."Ayo kita ke rumah sakit sekarang. Aku pengen lihat Papa," ajak Rara sambil membuka pintu mobil bagian depan. Dia duduk di kursi penumpang, sementara Dara masuk ke kursi belakang.Raymond menghidupkan mesin mobil tanpa berkata apa-apa. Tangannya menggenggam setir dengan erat, rahangnya mengeras. Matanya menatap lurus ke depan, tidak berani melirik kaca spion untuk melihat Dara yang duduk di belakang.Mobil melaju keluar dari area parkir. Jalanan ibukota cukup ramai meskipun sudah lewat jam sibuk pagi. Rara menyalakan radio, lagu pop ceria mengalun pelan dari speaker."Ray," panggil Rara dengan suara manja. Tanpa menunggu jawaban, dia menyandarkan kepalanya di bahu Raymond.Raymond tersentak kaget. Tangannya hampir memutar setir terlalu taja

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Dua Hati Berdarah Dalam Diam

    Tangis Dara perlahan mereda. Air matanya mengering di pipi, meninggalkan bekas asin yang terasa kencang di kulit. Dia bangkit dari lantai dengan tubuh yang terasa berat, seolah seluruh beban dunia menimpa bahunya. Kakinya goyah saat berjalan menuju tempat tidur.Dara merebahkan tubuhnya di atas kasur empuk yang biasa dia pakai kalau menginap di rumah Rara. Sprei berbau lembut pelembut pakaian, tapi kali ini aroma itu tidak membawa kenyamanan seperti biasa. Matanya menatap kosong ke langit-langit kamar yang putih bersih."Ini yang terbaik," gumamnya pelan, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. "Rara harus bahagia. Dia sudah cukup menderita dengan sakit Papa. Aku tidak boleh menambah lukanya."Dara menarik selimut hingga menutupi tubuhnya sampai dagu. Mata sembabnya perlahan tertutup, meskipun dadanya masih terasa sesak. Tidur datang dengan lambat, diiringi bayangan wajah Raymond yang terus berputar di kepalanya.***Pagi datang dengan sinar matahari yang menembus celah tirai. Dara terban

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Hanya Teman

    Citra menangis melihat keadaan suaminya, rasa takut kehilangan mencuat, membuat dadanya semakin sesak. “Sayang cepatlah sembuh, nanti aku akan lebih menurut, berapapun yang kamu mau aku akan mengiyakan.” Ucap Citra. Rara melempar tatapan tajamnya pada sang Mama, heran. “Astaga Mama.” Batin Rara sambil menggelengkan kepala. Tiga hari berlalu sejak Erik dirawat di rumah sakit. Kabar baiknya, kondisi pria paruh baya itu kian hari kian membaik. Wajahnya yang tadinya pucat seperti mayat, perlahan mulai mendapat warna kembali. Dokter bilang, respons tubuhnya terhadap pengobatan sangat bagus. Meski begitu, Erik tetap harus dirawat untuk observasi lebih lanjut.Ruang inap nomor 304 selalu ramai pengunjung. Keluarga besar datang silih berganti. Bahkan anak buah Erik juga terus berdatangan guna menjenguk CEO mereka.Tapi yang paling setia menemani adalah Citra dan Laura. Kedua wanita itu bergantian merawat Erik dengan penuh perhatian. Citra, sebagai istri, tentu saja tidak pernah meninggalk

  • Hasrat Liar Paman Suamiku    Erik Sakit

    *** Mobil melaju kencang menuju rumah sakit. Jalanan Jakarta yang macet membuat perjalanan terasa semakin lama. Dara duduk dengan gelisah, tangannya tidak berhenti meremas-remas ujung bajunya. Akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Raymond parkir di area parkir dan mereka berdua bergegas turun. Mereka berlari menuju lobby, menanyakan nomor ruangan Om Erik pada petugas informasi. "Ruang 304, lantai tiga," jawab petugas. Mereka naik lift dengan tergesa-gesa. Di dalam lift, Dara berusaha mengatur nafasnya. Jantungnya berdegup sangat kencang. Sebentar lagi dia akan bertemu Rara. Sebentar lagi dia harus berpura-pura seolah tidak ada yang terjadi antara dia dan Raymond. Lift terbuka di lantai tiga. Koridor rumah sakit dipenuhi aroma antiseptik yang menyengat. Mereka berjalan cepat mengikuti petunjuk nomor ruangan. Di ujung koridor, mereka melihat kerumunan orang. Keluarga besar Raymond sudah berkumpul di sana. Rania dan Angga mama sedang duduk di kursi tunggu dengan wajah cemas. Davi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status