Share

78. Rani dan Fabio

last update Last Updated: 2025-12-18 23:43:13

Merasakan ciuman sang kekasih, Fabio tentu tak menghindar. Ia justru membalasnya dengan lebih dalam, lebih menuntut. Tangannya merengkuh tubuh Rani erat, seolah takut wanita itu akan kembali menjauh. Dalam satu gerakan refleks, Fabio mengangkat Rani dan menekannya ke dinding rumah sakit, menahan jarak di antara mereka.

Saat napas keduanya mulai terengah dan dada mereka naik turun tak seirama, Fabio akhirnya melepaskan ciuman itu. Ia menatap Rani—yang kini menangis tanpa suara, air mata mengalir di pipinya.

“Aku—” Rani tercekat. Suaranya pecah, matanya penuh luka saat menatap Fabio.

Fabio tak langsung menjawab. Ia hanya memandang Rani dalam diam, seolah mencoba membaca seluruh isi hati wanita itu. Keseriusan mengeras di wajahnya. Rani tahu—Fabio menunggu jawaban.

Sambil menenangkan, Fabio memeluknya kembali, lebih lembut kali ini. Bibirnya mendekat ke telinga Rani.

“Jujur saja padaku, Rani. Aku siap menerima apa pun jawabanmu,” bisiknya sabar.

Rani tetap terdiam. Dadanya sesak, jantung
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   95. Makan siang dengan sang ibu

    “Loh, Mira? Kok kamu di sini?” Rani terkejut melihat Mira muncul dari balik mobil setelah wanita itu menurunkan kaca dan menyapa.“Pak Fabio menyuruh saya untuk menjemput ibu di sini,” jawab Mira dengan ekspresi datar, nyaris tanpa perubahan raut wajah.Ibunya memandang Mira dengan heran. Sejak tadi ia tersenyum ramah, namun Mira sama sekali tak membalas senyum itu. Kebingungan jelas tergambar di wajah wanita tua tersebut. Ia tampak ragu—apakah wajar ia diantar oleh perempuan yang asing dan bersikap sedingin itu?Rani menghela napas berat. Ah, bukankah sudah ia katakan pada Fabio bahwa ia ingin menjemput ibunya sendiri?“Kata Bapak, kalau-kalau Anda ingin menolak, ingatlah bahwa saya yang menjemput Anda, bukan Pak Fabio,” lanjut Mira, menjelaskan dengan gamblang tanpa sedikit pun basa-basi.Statusnya yang berselingkuh dengan Fabio membuat dada Rani terasa mengencang. Ia bergidik pelan. Sekilas pikirannya melayang pada ibunya—pada apa yang mungkin wanita tua itu pikirkan jika tahu kebe

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   94. Saling melepaskan rindu

    “Kak Fabio?” Rani memandang kaget laki-laki yang berdiri di hadapannya, menatapnya dengan sorot mata penuh kerinduan yang tak sempat ia sembunyikan.Tanpa basa-basi, Fabio langsung melangkah maju dan memeluk Rani dengan erat, seolah takut wanita itu akan menghilang jika ia melonggarkan pelukannya sedikit saja. Pelukan itu hangat, kuat, dan terlalu familiar—membuat jantung Rani berdegup tak karuan.Rani sendiri masih terkejut dengan kehadiran sang kekasih. Bagaimana bisa Fabio ada di sini? Di saat yang sama, di tempat yang sama, ketika hidupnya sedang terasa begitu sempit.“Kok Kakak ke sini? Bukannya Kakak sibuk?” tanya Rani di sela-sela pelukan Fabio. Kali ini ia tak menolak seperti biasanya. Rasa rindu telah menghapus kewarasannya sendiri.Fabio tersenyum, lalu perlahan melepas pelukannya meski jelas ia belum puas. Dengan tangan kanannya, ia menyibakkan rambut Rani yang jatuh ke wajahnya, menyelipkannya ke belakang telinga dengan gerakan lembut.“Aku berhasil dapat waktu kosong. Kam

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   93. Kedatangan sang ibu

    Rani memandang bengong hasil tes yang sudah menunjukkan jawabannya. Matanya ia kerjap-kerjapkan berulang kali, seolah berharap penglihatannya keliru, seolah dua garis itu akan lenyap jika ia cukup lama menatapnya.Ini sungguh gila. Garisnya ada dua. Napas Rani tercekat, tubuhnya mendadak melemas hingga ia harus berpegangan pada wastafel. Benarkah apa yang ia lihat? Ataukah pikirannya hanya mempermainkannya karena lelah dan cemas?“Rani!” teriak Bima dari luar, suaranya terdengar kasar dan tak sabar.Rani yang masih seperti melayang tak menyangka harus segera kembali ke dunia nyata. Dengan tangan sedikit gemetar, ia buru-buru mengumpulkan kesadarannya. Hasil tes itu diselipkannya ke dalam saku, lalu ia keluar dari kamar kecil dengan langkah yang terasa jauh lebih berat dari sebelumnya.“Iya, Kak,” jawab Rani lirih, suaranya terdengar lemah bahkan di telinganya sendiri.“Kenapa suara kamu lemah begitu, hah? Kamu sudah bosan melayani suami kamu? Dasar gak becus! Kamu gak pernah becus!” b

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   92. Mencoba mengeceknya sendiri

    “Tespek?” tanya pelayan apotek itu dengan suara yang cukup besar, membuat Rani seketika panik dan gugup mendengarnya.Padahal Rani sengaja memelankan suaranya karena malu, namun perempuan itu justru mengucapkannya dengan lantang tanpa ragu. Beberapa pasang mata di sekitar seakan bergerak ke arah Rani, membuat tengkuknya terasa panas.Rani menelan ludah, wajahnya memerah. “I—iya, Kak. Ada?” tanyanya pelan dan berhati-hati, nyaris seperti berbisik.Melihat sikap Rani yang canggung dan tertutup, pelayan itu memandangnya agak lama. Ada ekspresi heran di wajahnya, namun tak berlangsung lama—barangkali ia sudah terlalu sering menemui pelanggan dengan ekspresi serupa.“Ada. Sebentar ya, saya ambilkan. Mau yang jenis apa?” tanyanya kemudian, kali ini dengan nada lebih rendah dan hati-hati.Rani justru tampak bengong. Dalam kepalanya muncul pertanyaan polos: memangnya ada berapa jenis tespek di dunia ini? “Apa saja, Kak,” jawabnya sopan, pasrah.“Baik, Bu. Sebentar ya,” kata pelayan itu ramah

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   91. Diantara harapan dan takut

    “Ah, ibu. Masa aku tiba-tiba hamil!” Rani menolak mentah-mentah pernyataan ibunya. Baginya, kemungkinan itu terasa nyaris mustahil—terlalu mendadak dan sangat tidak masuk akal dengan kondisi rumah tangganya saat ini.“Memangnya kamu sudah cek?” tanya ibunya penasaran. Ada nada cerah yang sulit disembunyikan dari suaranya, seolah harapan itu sudah tumbuh lebih dulu.Rani menggigit bibirnya, ragu. Ia memang belum pernah mengecek kemungkinan itu. Bukan karena tidak mau, melainkan karena ia merasa kecil kemungkinan harapan itu nyata.“Belum,” jawabnya jujur, suaranya pelan.“Ya ampun, nak! Kalau begitu mendingan kamu cek dulu, deh. Ibu yakin itu kamu hamil,” kata ibunya antusias, berusaha menanamkan keyakinan.Rani terdiam. Di balik keraguannya, ada secercah harapan yang perlahan menyelinap ke dalam hati. Jujur saja, jika ia benar-benar hamil, itu akan menjadi kebahagiaan besar—setidaknya baginya. Ia dan Bima sudah lama menantikan hal itu. Namun entah kenapa, perasaannya campur aduk antar

  • Hasrat Liar Sahabat Suami   90. Aroma parfum yang tak tertahankan

    “Masuk,” ucap Fabio singkat ketika mendengar ketukan di pintu ruang kerjanya.Mira membuka pintu dan melangkah masuk dengan tenang. Fabio masih menunduk di balik meja kerjanya, jari-jarinya bergerak cepat di atas papan ketik. Tumpukan dokumen di samping laptop dan lingkar gelap di bawah matanya menunjukkan betapa lelahnya ia.“Ada apa?” tanyanya tanpa menoleh, suaranya terdengar datar namun tegas ketika Mira sudah berdiri di hadapannya.“Ada laporan dari aktivitas terbaru nyonya, Tuan,” kata Mira lugas, menyampaikan penemuan terbarunya dengan sikap profesional.Fabio menghentikan ketikannya. Ia menarik napas pendek, lalu mengangkat wajahnya menatap Mira dengan serius, menunggu penjelasan lebih lanjut.“Nyonya bertemu dengan beberapa orang yang memiliki status dan jabatan cukup penting,” lapor Mira sambil melirik tablet di tangannya. “Mereka tampaknya sedang merencanakan sesuatu.”“Kapan?” Fabio langsung memotong, tak ingin membuang waktu pada penjelasan bertele-tele.“Beberapa hari te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status