Share

Melarikan Diri

Author: Mommykai22
last update Huling Na-update: 2025-06-14 12:57:29

"Mengapa kau membunuh Yusak? Apa salahnya padamu?" 

Laura tidak bisa menahan dirinya. Ia yang tadinya mundur mendadak butuh penjelasan. Tanpa peduli apa pun, ia menyerbu masuk ke ruang kerja Darren dan menyambar kerah kemeja pria itu. 

"Mengapa kau membunuh Yusak? Mengapa kau membunuhnya?" ulang Laura dengan wajah memerah. 

Darren membelalak kaget. "Apa yang kau katakan, Laura?" 

"Aku mendengar semuanya! Aku dengar kau bilang kalian bertengkar, dia memukulmu, lalu kau membunuhnya!" 

"Kau menguping?" 

"Cukup beritahu aku kebenarannya! Mengapa kau membunuhnya?" geram Laura lagi.  

"Aku tidak pernah bilang aku membunuhnya kan? Kami memang bertengkar, dia memukulku, tapi aku bahkan tidak balas memukulnya!" 

"Lalu apa yang kau lakukan padanya sampai dia meninggal?" 

"Aku tidak tahu bagaimana dia meninggal!" 

"Kau bohong, Darren! Apa maksudnya dia meninggal karena kau?"

"Kami bertengkar, aku menyesal pertemuan terakhir kami dihiasi pertengkaran." 

"Kau tidak bilang begitu tadi! Dia memukulmu, lalu kau membunuhnya? Tidak hanya itu, kau sengaja balas dendam dengan cara meniduri istrinya? Lalu akhirnya menjadikan aku istrimu! Kau brengsek, Darren!" 

Darren menggeram dan akhirnya menggenggam kedua tangan Laura, melepaskan cengkeraman tangan wanita itu dari kerah kemejanya. 

"Sudah kubilang kau berpikir terlalu jauh, Laura! Dengarkan aku, posisi kita sama-sama sulit sekarang, jadi bekerja samalah! Jangan membuat ini makin sulit!" 

"Tidak! Aku tidak mau bekerja sama dengan pembunuh suamiku!" pekik Laura. 

"Tenangkan dirimu, Laura! Tenangkan dirimu!" 

Dengan sangat terpaksa, Darren akhirnya mengunci Laura di kamarnya, mengabaikan teriakan wanita itu dan suara pecahan barang yang entah apa dari dalam kamar. 

*

Suara ketukan pintu terdengar pelan setelah suasana lebih tenang, diikuti suara kunci pintu yang terbuka. Seorang pelayan wanita paruh baya bernama Bik Erna pun masuk ke kamar Laura dengan hati-hati, membawa nampan berisi makanan.

Langkahnya terhenti begitu melihat beberapa barang pecah yang berserakan di lantai. Namun, wajahnya tetap tenang, dan ia berusaha tersenyum.

"Selamat siang, Bu Laura," sapanya lembut. "Aku membawakan makan siang untuk Anda." 

Laura hanya meliriknya sekilas tanpa minat. "Letakkan saja di meja, aku tidak lapar."

"Tapi Anda belum makan apa-apa sejak pagi, Bu."

Laura berdiri menatap jendela, masih membelakangi Bik Erna. Namun, alih-alih menjawab, ia malah bertanya hal lain. 

"Apa pembunuh itu sudah pergi?" 

"Eh, siapa maksudnya, Bu?" 

"Darren! Siapa lagi? Di mana dia sekarang?" 

"Ah, Pak Darren baru saja kembali ke kantornya. Tapi apa ada pesan untuk Pak Darren? Anda mau aku meneleponnya?" 

"Tidak! Jangan!"

Laura berbalik cepat, suaranya meninggi. Perlahan, ia menenangkan dirinya dan kembali bertanya. 

"Oh ya, ada berapa pintu di rumah ini?" 

"Iya?" 

"Bukan apa-apa. Aku hanya … misalnya, kalau aku bosan, aku bisa jalan-jalan sendiri," dusta Laura. 

"Ah, itu ... ada pintu utama, pintu samping, dan satu lagi yang ke taman belakang. Tapi jangan khawatir, rumah ini aman, Bu." 

Laura mengangguk pelan tanpa banyak bicara lagi. Namun di kepalanya, mendadak tersusun rencana melarikan diri dari sana. 

Di sisi lain, Darren baru saja tiba di kantornya, Luxterra Developments, salah satu perusahaan properti dan konstruksi yang sedang sangat berkembang. 

Darren baru saja turun dari mobilnya ketika beberapa wartawan menyerbunya. Mikrofon dan kamera nyaris menabrak wajahnya.

"Pak Darren, benarkah karyawan yang meninggal itu karena bunuh diri atau overdosis obat?"

"Ada desas-desus bahwa pesta Luxterra malam itu diisi obat-obatan terlarang, komentar Anda?" 

Darren mengatup rahangnya. Matanya tajam menyapu kerumunan itu, tapi ia tidak bicara satu patah kata pun dan terus melangkah bersama Oscar sampai mereka masuk ke dalam lift. 

"Para wartawan itu tidak bosan-bosannya berdiri di depan sana! Tapi apa kau yakin tidak apa meninggalkan Laura di rumah dalam kondisi seperti ini?" 

"Lalu apa yang harus kulakukan? Membawanya ke mana pun aku pergi?" 

"Hmm, entahlah! Dia mengamuk dan membuatku terkejut, kukira dia wanita melow yang pasrah, ternyata dia mengaum seperti singa!"

"Dan kondisinya makin kacau karena dia menuduhku membunuh Yusak! Sial!" 

"Itu di luar dugaan!" 

Oscar terus mengembuskan napas panjangnya. Tidak ada yang membahasnya lagi setelahnya karena mereka langsung sibuk menyiapkan rapat untuk konferensi pers. 

Darren pun baru saja masuk ke ruang rapat malam itu saat ponselnya berdering. Nama Bik Erna muncul di layar dan Darren segera mengangkatnya. 

"Halo? Ada apa, Bik?"

"Pak, maaf, tapi … Bu Laura tidak ada di kamarnya."

Darren langsung menegang. "Tidak ada bagaimana maksudmu, Bik?" 

"Aku membawakan makan siang dan tidak mengunci pintunya lagi seperti perintah Anda. Bu Laura sudah tenang tadi, tapi saat aku mengetuk pintu kamarnya barusan, dia sudah tidak ada. CCTV menunjukkan Bu Laura keluar melalui pintu belakang, Pak."

Darren mengumpat pelan, wajahnya berubah serius. "Pimpin rapatnya, Oscar! Aku harus mencari Laura sekarang!" 

Tanpa ia ketahui, Laura sudah tiba di sebuah rumah yang sebenarnya tidak ingin ia datangi lagi, tapi ia tidak punya pilihan. 

Ia tidak punya rumah lagi setelah diusir dari rumah Wanda. Ia juga tidak punya cukup uang untuk tinggal di hotel dan pilihan terakhirnya adalah pulang ke rumah keluarganya sendiri. 

Jantung Laura masih berdebar kencang setelah melarikan diri dari rumah Darren. Beberapa kali Laura menoleh ke belakang saat ia naik taksi tadi dan untungnya, tidak ada yang menyadari kepergiannya. Semoga Darren juga tidak bisa menemukannya.

Sungguh, Laura berharap ia bisa pulang ke rumahnya dengan damai. Walaupun mungkin ia tidak akan disambut dengan hangat, ia berharap keluarganya masih bersimpati padanya yang baru saja menjadi janda.  

Namun, alih-alih simpati, Laura malah disambut oleh bentakan sinis. 

"Mau apa kau kembali ke sini? Kau bawa uang atau tidak, hah? Apa gunanya menjadi istri orang kaya selama dua tahun kalau kau tidak mendapat apa-apa setelah dia meninggal?"

**

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hasrat Liar Suami Wasiatku   Mimpi yang Menjadi Nyata

    Laura menggeliat gelisah saat merasakan bibir Darren menciumi lehernya. Tubuhnya terasa hangat seperti ada yang menimpanya. Tiupan juga terasa di telinganya, begitu dekat, begitu nyata, sampai Laura menahan napasnya sejenak merasakan sensasi yang membuat tubuhnya merinding. Hingga perlahan, kesadaran menyentaknya. Kelopak matanya terbuka nyalang, dan jantungnya langsung menghentak keras.Itu bukan mimpi.Darren sedang berada di atasnya. Satu tangannya menopang tubuh di samping kepala Laura, sementara tangan satunya membelai pipi dan leher Laura. Bibir pria itu bergerak, menciumi telinga, pipi, hingga dagu Laura dengan intensitas yang membuat napas Laura tercekat."D-Darren ...." Laura terkejut, ingin mendorong dada bidang pria itu, tapi tangannya malah tertahan di sana. Darren berhenti sejenak, menatap matanya dalam-dalam."Kau memimpikan ini, Laura? Kau memimpikan sentuhanku sampai kau mendesah dalam tidurmu?" bisiknya, suaranya rendah dan bergetar karena hasratnya. Laura panik,

  • Hasrat Liar Suami Wasiatku   Desahan dalam Tidurnya

    Darren mengguyur kepalanya dengan shower sambil memejamkan matanya. Entah apa ia akan sanggup menahan hasratnya berada satu kamar dengan istri yang sangat diinginkannya. Bayangan Laura dengan piyamanya menari-nari di otak Darren. Bukan piyama yang seksi. Laura tidak pernah berusaha terlihat seksi, tapi sialnya, bagaimanapun penampilan Laura, wanita itu selalu terlihat seksi di mata Darren. Cukup lama, ia mengguyur dirinya, sebelum ia menyelesaikan mandinya, mengeringkan tubuhnya, dan melilitkan handuk di pinggangnya begitu saja karena ia tidak membawa baju apa pun ke kamar mandi. Darren segera keluar dan berusaha meredam hasratnya, tapi apa yang menyambutnya di kamar membuat hasratnya makin menyentak. Suara desahan dan erangan wanita terdengar begitu keras sedang melakukan aktivitas ranjangnya dengan menggebu.Seketika Darren menegang dan menatap layar TV dengan tidak percaya. Darren pun mengalihkan tatapannya pada Laura yang sedang begitu sibuk menatap sekelilingnya mencari sesu

  • Hasrat Liar Suami Wasiatku   Menonton Film Panas

    Laura melangkahkan kakinya dengan enggan mengikuti Darren. Otaknya masih memikirkan cara agar ia tidak perlu sekamar dengan pria itu. Namun, begitu ia masuk ke kamar, mendadak ia melupakan segalanya. Ia langsung mematung melihat kamar yang begitu rapi. Kamar itu langsung menyambut dengan aroma segar khas hotel bintang lima, lembut dan menenangkan. Lantainya dilapisi karpet tebal berwarna krem yang terasa empuk di bawah kaki.Di tengah ruangan, sebuah ranjang king size berdiri megah dengan sprei putih bersih dan empat bantal besar yang tersusun rapi.Di sisi kanan, ada sofa single berbalut kulit krem dengan meja kaca kecil di depannya, sedangkan di seberang ranjang, televisi layar datar besar menempel di dinding. Kamar mandinya pun dindingnya dilapisi marmer putih dengan urat emas samar. Bathtub besar terletak di sudut, menghadap kaca besar yang bisa dibuka tutup tirainya dan langsung menghadap ke arah ranjang. Laura sampai merinding sejenak membayangkan hal absurd, ia berendam dan

  • Hasrat Liar Suami Wasiatku   Terpaksa Sekamar Berdua

    Siang itu, Darren dan Laura akhirnya berangkat ke luar kota dengan menggunakan mobil. Mereka akan menempuh perjalanan selama tiga jam dan Laura tidak tahu harus melakukan apa selama berada di dalam mobil berdua dengan Darren. "Kau sudah membawa semua dokumen yang tadi kuminta kan?" tanya Darren memecah keheningan. "Sudah.""Bagus! Begitu tiba di sana kita akan langsung bertemu klien sekaligus makan malam." "Aku tahu." Darren mengangguk dan kembali menyetir sambil mengangkat teleponnya yang berdering. Oscar meneleponnya. Mereka membicarakan bisnis dengan begitu serius dan Laura pun bernapas lega karena ia tidak harus berbasa-basi dengan pria itu. Laura sendiri memilih memalingkan wajahnya ke jendela, sampai sebuah pesan masuk ke ponselnya. Itu pesan dari Darwis. Darwis: "Aku tidak melihatmu di kantor, katanya kau pergi perjalanan dinas dengan Darren." Laura melirik Darren yang masih sibuk menelepon dan ia pun membalas pesan Darwis. Laura: "Iya, aku pergi dengan Darren." Darwis:

  • Hasrat Liar Suami Wasiatku   Hanya Pergi Berdua

    "Pangsit rebusnya sebanyak apa? Aku akan menambahkan setengah porsi pangsitnya di setiap mangkuknya ya. Mie ayamnya segera datang. Tunggu sebentar!" seru sang penjual dengan antusias. Namun, Laura tidak mendengarnya karena tatapannya masih terpaku pada Darren. "K-kau ...." Laura menelan saliva dan menghapus air matanya. "Bagaimana kau tahu ...." Darren hanya diam menatap Laura, menunggu apa yang akan wanita itu katakan. Namun, mendadak Laura menggeleng, mengurungkan niatnya untuk bicara. "Bagaimana aku tahu apa?" tanya Darren hati-hati. Laura kembali menggeleng. "Tidak. Lupakan saja! Aku ... aku hanya sedang lapar. Aku sangat ingin makan mie ayam." Darren terdiam, menatap ekspresi Laura sedikit lebih lama, sebelum penjual mie ayam datang dengan cepat dan memecah keheningan di antara mereka. "Mie ayamnya datang! Silakan makan!"Satu mangkuk mie ayam favoritnya tersaji di hadapan Laura dan aromanya membuatnya terharu. Perlahan ia mengambil sumpitnya dan saat ia merasakan mie aya

  • Hasrat Liar Suami Wasiatku   Mie Ayam Favoritnya

    Seorang wanita paruh baya berkacamata hitam melangkah masuk ke gedung perusahaan. Penampilannya cukup anggun dan gayanya modis, tapi tatapannya begitu waspada mencari ke sekelilingnya. Dan wanita itu adalah Ayudia yang sengaja ke Luxterra untuk menemui anak tirinya. Ayudia pun langsung duduk di lobby sambil menelepon Claudia. "Ibu sudah di lobby. Mana dia, Claudia?" "Tunggu saja! Saat jam pulang kantor tiba, Ibu akan melihatnya." Ayudia menyeringai. "Akhirnya kita menemukan wanita sialan itu dan kita bisa segera menyerahkannya pada Pak Bono." "Tapi Ibu harus hati-hati! Jangan sampai Pak Darren tahu aku terlibat atau dia akan memecatku." "Ibu bukan pemain amatiran, Claudia. Kau tenang saja! Tapi cepat kau turun duluan dan arahkan Laura pada Ibu." "Baiklah, tunggu di sana, Ibu!" Claudia langsung bergerak untuk mengintip ke ruangan Laura, tapi ia baru tahu kalau Laura pergi menemani Darren bertemu klien sejak sore. "Apa? Laura tidak ada? Lalu mengapa kau menyuruh Ibu ke sini, h

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status