Share

Seperti Pelacur Jalanan

“Apa maksudmu?” Laura kembali bertanya. Dia yang awalnya tak banyak bicara atau membantah, kali ini memperlihatkan reaksi berbeda. Terlebih, setelah dirinya menyaksikan perselisihan antara Christian dengan James. “Kau sudah bersikap sangat buruk pada ayahku.” 

“Tidak akan terjadi andai ayahmu tak banyak bicara,” sanggah Christian dingin, seraya mengalihkan pandangan ke depan. Pria tampan itu mengembuskan napas berat, lalu melepas dasi kupu-kupu yang menghiasi lehernya.

“Apa kita akan mampir ke kediaman Anda, Tuan?” tanya Alfred, seraya menoleh pada sang majikan. Dia duduk di jok depan. Alfred merupakan orang kepercayaan Christian. Selama ini, dialah yang disangka akan menikahi Laura karena Christian tak pernah menampakkan diri secara langsung, di hadapan James serta keluarganya.

“Tidak. Langsung saja ke Cotswolds,” sahut Christian datar. 

“Kau dengar itu, Wayne?” Alfred menoleh pada sang sopir, yang sepertinya memiliki rentang usia sama seperti Christian. 

“Baik, Tuan,” balas Wayne diiringi anggukan sopan, sebelum kembali fokus pada jalanan yang dilalui. 

Respon berbeda justru ditunjukkan Laura. Wanita muda yang baru melepas masa lajangnya tersebut melayangkan tatapan protes. “Kenapa harus ke sana?” tanyanya. 

Christian menoleh, tetapi tak mengatakan apa pun. Pria tampan itu tidak memedulikan pertanyaan istrinya. Hingga SUV putih tadi keluar dari Kota London dan tiba di daerah yang dimaksud, sang pengusaha muda tersebut tetap memilih diam. 

Kurang lebih sekitar satu jam, perjalanan mereka berakhir di depan rumah yang tampak sangat khas, dengan halaman berumput dihiasi beberapa tanaman hias. Suasana di sana begitu asri dan nyaman.

Christian turun terlebih dulu, barulah Laura mengikuti. Wanita muda berambut pirang itu tertegun beberapa saat, sambil memegangi gaun pengantin yang panjang dan membuat dia kesulitan berjalan. Hal tersebut membuat Christian beberapa kali mendelik tak suka padanya karena dinilai terlalu lamban.

Pintu rumah dua lantai yang dituju sudah terbuka lebar, dari sebelum mereka tiba. Seorang wanita paruh baya muncul terburu-buru. Wajahnya terlihat sangat bersahabat. Dia bahkan melayangkan senyum hangat, saat melihat Laura yang masih dalam balutan gaun pengantin. Namun, wanita itu tak tampaknya tidak berani bertanya apa-apa. 

“Bagaimana kabarmu, Delila?” sapa Alfred lembut. 

“Seperti yang kau lihat, Alfred,” balas wanita bernama Delila tadi. Dia lalu mengalihkan perhatian pada Christian yang sudah duduk di sofa. “Bagaimana kabar Anda, Tuan?” sapanya. 

“Tidak sebaik dirimu,” jawab Christian datar, lalu berdiri. “Apa kau sudah menyiapkan kamar seperti yang kupinta?” tanyanya. 

“Sudah, Tuan. Di lantai atas,” sahut Delila sopan. 

Setelah mendengar jawaban wanita paruh baya itu, Christian langsung meraih tangan Laura. Dia menuntun sang istri seperti tadi, saat membawa wanita muda tersebut dari pesta. Sikapnya membuat Delila dan Alfred hanya saling pandang. 

“Pelan-pelan, Christian. Aku memakai sepatu hak tinggi. Gaun ini juga ….” Laura tak melanjutkan kata-katanya. Dia sadar bahwa percuma mengeluhkan apa pun kepada pria itu. Christian tak akan menggubrisnya. Susah payah, Laura mengimbangi langkah Christian, hingga tiba di kamar yang dituju.

Setelah berada di dalam kamar, Christian langsung menutup serta mengunci pintu. Barulah dia kembali ke hadapan Laura, yang berdiri terpaku dengan ekspresi diliputi keresahan. 

Laura mundur perlahan, saat Christian makin mendekat. Dia baru berhenti, ketika dirinya menyentuh ujung ranjang. “Jangan macam-macam, Christian!” cegah Laura, berpura-pura berani. 

Akan tetapi, Christian tidak menggubrisnya. Pria itu justru melepas jas, lalu melemparkan sembarangan. 

Melihat apa yang Christian lakukan, membuat Laura makin tak karuan. Dia tahu apa yang akan pria itu perbuat padanya. Terlebih, saat si pemilik rambut gelap tadi mendorong cukup kasar hingga dirinya terjengkang ke tempat tidur. 

“Tidak, Christian!” tolak Laura, yang berusaha melepaskan diri dari kungkungan sang suami. 

Namun, tenaga Christian jauh lebih kuat. Dia setengah menindih Laura, sambil menahan kedua pergelangan tangan istrinya yang terus berontak. “Diam!” sentak Christian pelan, tetapi penuh penekanan. Gerakan pria itu sangat cekatan, saat melepas tiara yang menghiasi rambut pirang Laura. 

“Jangan sentuh aku! Kau pria jahat!” tolak Laura, yang sudah menyadari sejak tadi bahwa dia telah menikahi pria tak berperasaan seperti Christian. 

“Memohonlah, Sayang,” seringai pria tampan itu. 

Laura menatap Christian beberapa saat, sebelum kembali bersuara. “Kumohon,” ucapnya agak parau. 

Christian tersenyum sinis. “Kau memohon? Sayang sekali, aku tak akan mengabulkannya,” seringai pengusaha tampan tersebut, sambil menarik paksa tali pundak gaun pengantin Laura hingga terlepas. Christian menjadi sangat beringas, bagai seekor harimau yang tengah mengoyak mangsa. 

“Kau benar-benar keterlaluan! Aku menikahi pria yang salah.” Laura terus berontak. Dia tak terima diperlakukan tidak sopan seperti tadi. “Aku wanita terhormat, Christian! Walaupun kau adalah suamiku, tetapi dirimu tak berhak bersikap begini!”

Christian yang awalnya beringas, tiba-tiba terdiam. Pria tampan itu menatap tajam Laura, tanpa melepaskan cengkraman dari pergelangan tangan wanita yang telah menjadi istrinya tersebut. “Wanita terhormat?” ulang Christian dingin seraya bangkit. Dia berdiri di dekat tempat tidur, sambil terus menatap Laura yang juga ikut bangun dan duduk. Laura membetulkan tali pundak gaun pengantinnya. 

“Murahan!” cibir Christian tiba-tiba. “Kau tak jauh berbeda dengan pelacur jalanan, yang menjajakan tubuh pada setiap pria. Menyedihkan.” Dingin dan terdengar sangat keterlaluan. Entah apa maksud Christian berkata demikian. 

Laura sontak berdiri. Dia membalas tatapan tajam suaminya. Wanita muda itu tak percaya dengan semua yang didengar tadi. “Apa maksudmu, Christian?” tanya Laura dengan bibir bergetar. 

Christian menggeleng samar. “Kau pikir aku tidak tahu apa yang telah kau lakukan, Laura Pearson?” ucap pria itu tanpa mengalihkan pandangan dari wanita cantik di hadapannya. “Mudah sekali bagimu menghancurkan hidup seseorang. Kau tidak memikirkan karma atau pembalasan?” Christian memalingkan wajah, lalu memungut jas yang tergeletak di lantai. Pria itu membalikkan badan, bermaksud keluar kamar. 

“Tunggu, Christian!” cegah Laura.

Christian tertegun, lalu menoleh. Namun, dia tak mengatakan apa pun. 

“Bisakah kau memberikan penjelasan padaku?” pinta Laura. 

“Tentang apa?” Nada bicara Christian masih terdengar dingin. 

“Tentang yang kau katakan tadi. Aku sama sekali tidak memahaminya.” 

Christian kembali membalikkan badan. Dia menghadap sepenuhnya pada Laura, yang terlihat acak-acakan. Riasan serta rambut wanita muda itu sudah tak karuan.

“Apa yang tidak kau pahami? Penjelasan seperti apa yang kau inginkan? Jangan berpura-pura tak mengerti apa pun, Laura! Itu hanya akan membuatku makin membencimu. Kau sangat menjijikan. Pelacur!” Setelah berkata demikian, Christian kembali membalikkan badan. 

Namun, Laura lagi-lagi-lagi mencegah pria itu. “Tunggu! Kau tidak boleh pergi sebelum memberikan penjelasan padaku!” Laura memegangi lengan suaminya. “Lagi pula, kenapa kau membawaku kemari?” 

“Kenapa aku membawamu kemari? Jawabannya karena di sini kau akan menerima balasan atas perbuatanmu."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status