"Tuan, saya mendapat informasi kalau Nona Sherren kini berada di Paris," ucap Davino.
Pria itu menghentikan kegiatannya yang tengah sibuk membaca buku."Bagaimana dengan Lea, apa dia sudah ditemukan?""Belum, Tuan." jawaban itu membuat emosi Bara meledak sampai ke ubun-ubun. "Saya masih melanjutkan mencari informasi tentang Nona Sherren."Brak!Tak tahan mendengar ucapan Vino, Bara menggebrak meja kerjanya dengan keras. Tangannya terulur menarik kerah kemeja asistennya itu. Wajahnya memerah dengan gigi menggertak. Raut kemurkaan sangat jelas terlihat karena ia berani menyebut nama wanita yang sudah berani mempermainkannya."Berapa tahun kau bekerja denganku, Vin?" tanya Bara membuat pria itu menunduk diam.Seorang Bara Melviano kalau sedang emosi, jawaban apapun pasti akan salah di matanya. Menjawab pun tak ada gunanya."Aku menyuruhmu untuk mencari Lea sampai ketemu dan membawa ke hadapanku, bukan malah memberi informasi wanita itu. Kau tahu, dia mau di manapun, dia matipun aku tak peduli! Jangan pernah menyebut namanya lagi di hadapanku!"Bara melepaskan cengkraman tangannya dengan kasar."Maaf, Tuan. Saya pikir Anda akan mencari Nona ..." Davino tidak melanjutkan ucapannya saat tatapan tajam itu menusuk jantungnya."Pergilah, jangan menggangguku!" Bara mengibaskan tangannya, yang kemudian pria itu berlalu pergi.Bara mengusap wajahnya kasar. Pikirinnya melayang entah kemana. Sekarang ia paham mengapa orang-orang berkata hidup itu ibarat cermin. Apa yang kamu berikan ke orang lain, itulah yang kamu terima dari mereka. Agaknya itulah yang terjadi saat ini. Ketika ia memberikan cinta palsu ke Sherren, wanita itu membalasnya dengan pengkhianatan. Ketika ia meminta hak, wanita itu pun membalas dengan meminta hak. Betapa jelas hukum alam bekerja dalam hubungannya."Belum saatnya aku membunuhmu wanita murahan! Kau telah menjatuhkan harga diriku dengan berselingkuh. Tunggu pembalasanku!" giginya gemeretak dengan tangan yang terus terkepal.Yang ada dipikirannya saat ini hanya Lea. Gadis pengganti utang itu. Entah mengapa semenjak gadis itu pergi, Bara merasa aneh dengan dirinya sendiri.Malam hariBara baru saja keluar dari kamar mandi. Ketika akan memakai piyama, ada suara notifikasi yang masuk ke dalam ponselnya. Bara langsung meraih benda pipih itu dan membukanya. Sebuah pesan teks dari nomor tak dikenal membuatnya mengernyitkan dahi.Ia pun membacanya. Dalam hitungan detik pria itu terkejut. Betapa tidak, isi pesan tersebut ternyata dari gadis yang beberapa hari ini membuatnya uring-uringan."Tuan Bara, tanpa mengurangi rasa hormat. Saya mohon, Anda tidak mencari saya lagi. Biarkan saya dan Kakak saya hidup bebas. Masalah utang itu, saya janji akan menyicilnya. Saya tidak akan menuntut apapun karena Anda telah merenggut kesucian saya. Tapi, Jangan cari saya lagi. Terima kasih."Pesan panjang yang membuat Bara marah ke ubun-ubun.Ia menelpon nomor itu berkali-kali, namun tidak aktif. Karena kesal, Bara pun membanting ponselnya ke lantai hingga hancur berkeping-keping."Kau telah bermain-main denganku, Leandra!" Jangan harap aku akan membiarkanmu bebas di luar sana!""Davino!""Siap Tuan, saya di sini." Pria itu selalu siaga di balik pintu."Cari gadis itu sampai ke ujung dunia sekalipun dan seret ke hadapanku! Jangan pulang sebelum kalian membawanya ke sini!" tegas Bara dengan wajah merah padam."Siap, Tuan." Davino langsung bergegas menjalankan perintah.Sudah hampir 24 jam gadis itu tak ditemukan. Davino sudah mencari info kepada temannya Randy, dan siapapun itu yang berhubungan dengannya. Akan tetapi, tak satupun jawaban mereka yang memuaskan. Davino mulai mencemaskan hidupnya. Apakah akan berakhir sampai di sini? Tuannya pasti marah besar dan akan membunuhnya.Disaat kecemasan datang, Davino melihat seorang gadis yang turun dari sebuah angkot menuju Cafe. Dari postur tubuh itu, tidak salah lagi gadis itu adalah Lea. Davino langsung memarkirkan mobilnya ke dalam Cafe tersebut. Ia mengikuti langkah Lea sampai ke dalam, namun langkahnya terhenti saat Lea berbicara dengan temannya."Aku ganti baju dulu," ucap Lea pada temannya.Davin menyadari bahwa Lea tengah bekerja di Cafe itu."Tuan, mau memesan apa?" tanya seorang pelayan menghampiri dirinya yang sedang berdiri."Es jeruk," jawab Vino tanpa menoleh. Pandangan nya fokus pada Lea yang menghilang dibalik pintu.Lima menit kemudian, Lea sudah berganti baju menggunakan seragam pelayan. Lea masih tak menyadari adanya Davino. Dia fokus melayani customer yang datang."Lea, sepertinya ada orang yang memata-matai mu." ucapan Lastri membuat Lea menghentikan kegiatannya. "Coba kau liat pria dekat jendela sana!"Seketika mata Lea melotot lebar menatap Davino, orang kepercayaan si Tuan kejam."Astaga, bagaimana dia bisa tahu aku ada di sini." Lea terkejut. "Lastri, dia itu asisten Tuan kejam yang ku ceritakan padamu. Dia pasti ingin menangkap aku lagi." tubuh Lea gemetar ketakutan. Ia bersembunyi di belakang punggung Lastri."Waduh, bagaimana ini." Lastri tak kalah takut. Lea sudah menceritakan semuanya tentang si Tuan kejam itu. Hanya dari ceritanya saja membuat Lastri bergidik ngeri."Lea, lebih baik kau pergi sekarang!" Lastri pun membantu Lea agar cepat keluar. Tapi, dua orang berbadan besar keburu datang menghampirinya."Nona, mari ikut kami sekarang!" ucap Pria itu."Tidak! Aku tidak mau!" Lea menggeleng ketakutan. Lastri langsung menggenggam tangan sahabatnya dengan erat."Pergi kalian dari sini! Kalian tidak punya hak atas Lea!" tegas Lastri."Jangan coba-coba menghalangi kami, Nona. Atau Anda akan menanggung akibatnya!" Bodyguard pun menarik tangan Lea dan membawa ke belakang punggungnya!""Tolong ... ada penculik!" teriak Lastri membuat semua pengunjung Cafe berdiri hendak menolongnya. Akan tetapi, Davino mengeluarkan pistolnya dan menembak ke sembarang arah, membuat semuanya ketakutan dan mereka berlari dari cafe itu."Hey, pria sialan apa yang kau lakukan di Cafe ini? Kau membuat kegaduhan tau!" caci Lastri pada Vino. Pria itu hanya tersenyum getir."Bawa gadis itu ke hadapan Tuan!" titah Vino.Lastri pun menghalangi mereka yang hendak membawa Lea, namun Davino langsung mencekal pergelangan tangannya."Jangan ikut campur urusan kami!" ucap Vino membuat Lastri menelan salivanya.Sementara Lea kini sudah dimasukkan ke dalam mobil. Lea menangis pasrah meratapi nasibnya yang akan menjadi budak Bara seumur hidup. Lea membodohi dirinya sendiri seharusnya ia mendengarkan apa kata Kakaknya. Saat Lea berhasil kabur, Randy bersorak bahagia memeluk Adik tercintanya. Ia menyuruh Lea jangan kemana-mana dulu sampai situasi aman. Mereka pun sampai pindah kontrakan yang jauh dari kota itu. Tapi, Lea tidak bisa berdiam diri. Jika ia di rumah dan tak bekerja dari mana ia bisa menghasilkan uang untuk membantu menyicil utang Kakaknya? Mungkin jika utang Kakaknya lunas Tuan kejam itu tak akan menggangu kehidupannya lagi. Namun Lea salah besar. Kalaupun ia berhasil melunaskan semua utang Kakaknya, Bara tetap tidak akan melepaskannya begitu saja.Kini mobil sampai di depan gerbang. Melintasi air mancur yang terpampang jelas di halaman depan. Tubuh Lea langsung berkeringat membayangkan wajah kejam Pria itu. Baru saja hidupnya bebas beberapa hari, sekarang dia sudah masuk lagi ke dalam rumah ini. Rumah mewah bak istana namun membuatnya hidup seperti di neraka.Davino menyuruhnya masuk. Lea hanya pasrah mengikuti langkah mereka. Ia membawa ke taman belakang di mana Bara tengah menghisap sebatang rokok sambil menikmati pemandangan siang itu."Tuan, saya punya kejutan untuk Anda," ucap Vino membuat Bara menoleh ke belakang di mana ia membawa seorang gadis dengan wajah ketakutannya menunduk sambil meremas jemarinya."Matilah aku," batin Lea bergumam.Brakk!!Bara melempar kasar semua bukti di tangannya ke hadapan Davino. Betapa tidak, bertahun-tahun menjadi asisten kepercayaannya baru inilah Davino tidak becus memberi informasi. Bagaimana mungkin ia bisa salah sasaran. Jelas dalam cctv tersebut, Randy masuk ke dalam kamar dengan membawa alat kebersihan. Sedangkan setelah Randy masuk, tak lama kemudian sepasang pria dan wanita mengintainya dan mereka mengikuti Randy masuk ke dalam kamar yang sama. Dari bukti cctv itu sang pria membawa sebuah pentungan yang diyakini alat itu untuk memukul Randy.Pria itu menggunakan masker dan juga penutup kepala. Namun, dari tubuh pria itu Bara bisa mengenalinya."Kau pikir kau bisa bebas dengan menjadikan orang lain sebagai kambing hitam atas perbuatan mu!" Bara menggeram, tangannya mengepal erat, wajahnya merah padam."Tuan, apa yang harus saya lakukan?" ucap Vino membuat Bara menatap asistennya itu dengan mata menyala."Diam kau bodoh! Kerjamu tidak becus akhir-akhir ini! Kau sadar tidak apa ke
"Kita tidak bisa diam saja, Ka. Kita harus lapor polisi!" ucap Lastri. Beberapa hari ini ia memikirkan sahabatnya itu. "Tidak semudah itu, Lastri. Tuan Bara bukan orang sembarangan." Randy memijat pelipisnya beberapa kali, memikirkan sang Adik yang kini berada di rumah Bara. Randy sudah meminta bukti cctv malam itu, namun satu pun dari mereka tak ada yang memberikannya. Bukannya dia diam saja, dia pun berusaha mati-matian untuk menyelamatkan Adiknya. "Ponsel Lea tidak aktiv. Bagaimana aku bisa tenang kalau Lea di sana baik-baik saja atau tidak." Keduanya nampak frustrasi. Apalagi Lastri adalah Sabahat Lea sejak kecil. Mana mungkin dia diam saja melihat sahabatnya yang mungkin menderita di sana. Sementara Lea kini tengah meminum teh ditemani Oliv. Oliv, baginya seperti manekin. Ia tidak bisa diajak bercanda seperti Lastri. Oliv hanya menjawab apapun yang Lea butuhkan. "Aku bosan membaca majalah ini. Adakah yang lain, Oliv?" tanya Lea. "Ada, Nona?" Oliv pun memberikan majalah yang
Lea menyipitkan mata saat cahaya pagi menerpa matanya. "Bodoh, kenapa aku bisa ketiduran." padahal Lea sudah menyiapkan cara bagaimana ia bisa keluar dari istana ini dengan memanfaatkan Oliv. Perlahan Lea bangun dan duduk di tepi pembaringan. Saat tak sengaja melihat dirinya di pantulan kaca, Lea pun terkejut karena dirinya sudah berganti pakaian. Padahal semalem Lea masih memakai dress dan belum menggantinya. Di tengah kebingungannya, Oliv datang entah dari mana. "Saya yang mengganti pakaian Anda semalem, Nona." Dengan senyum mengembang, Oliv berdiri di hadapan Lea sambil membungkuk hormat. "Kalau Nona butuh sesuatu jangan sungkan beritahu saya. Untuk sarapan pagi, chef profesional sudah menyiapkan sarapan untuk Nona di meja makan."Tidak! Ini sungguh berlebihan. Bara tidak mungkin memerintah Oliv memperlakukannya seperti Ratu di mansion ini. Mengingat perlakuan Bara waktu itu, mana mungkin dia berubah dalam sekejap. Atau mungkin pria itu punya maksud terselubung untuk mengelabu
Bara berdiri merapihkan kemejanya yang sedikit berantakan, lalu melangkah maju menatap wajah Lea yang terus menunduk. "Davino?" panggil Bara. "Iya, Tuan." "Kira-kira hukuman apa yang pantas kuberikan pada gadis tak tahu diri ini?" ucap Bara, membuat Lea mengangkat wajahnya ke atas dan menggeleng cepat. Lea tak mau dihukum apapun. "Sebaiknya ..." "Aaaaaaa ... lepaskan!" baru saja Vino akan menjawab, Bara sudah menggendong gadis itu ala bridal style. Bara membawanya ke dalam kamar dan menghempaskan tubuh Lea ke atas ranjang. Brakkk "Kau bermain-main denganku, Lea! Kau melupakan sesuatu yang sudah menjadi kesepakatan kita berdua." Bara mengepalkan tangannya erat-erat dan sedikit menggeram. "Maafkan aku, Tuan. Aku rasa kau tidak berhak mengurungku seperti ini! Tolong lepaskan aku!" Lea hendak berdiri, tapi Bara langsung menahan pergelangan tangannya dan kembali menghempaskan tubuh Lea ke atas ranjang. Tangan Lea mendorong kuat-kuat dada Bara, namun pria sialan itu malah mengapi
"Tuan, saya mendapat informasi kalau Nona Sherren kini berada di Paris," ucap Davino. Pria itu menghentikan kegiatannya yang tengah sibuk membaca buku. "Bagaimana dengan Lea, apa dia sudah ditemukan?" "Belum, Tuan." jawaban itu membuat emosi Bara meledak sampai ke ubun-ubun. "Saya masih melanjutkan mencari informasi tentang Nona Sherren."Brak!Tak tahan mendengar ucapan Vino, Bara menggebrak meja kerjanya dengan keras. Tangannya terulur menarik kerah kemeja asistennya itu. Wajahnya memerah dengan gigi menggertak. Raut kemurkaan sangat jelas terlihat karena ia berani menyebut nama wanita yang sudah berani mempermainkannya. "Berapa tahun kau bekerja denganku, Vin?" tanya Bara membuat pria itu menunduk diam. Seorang Bara Melviano kalau sedang emosi, jawaban apapun pasti akan salah di matanya. Menjawab pun tak ada gunanya."Aku menyuruhmu untuk mencari Lea sampai ketemu dan membawa ke hadapanku, bukan malah memberi informasi wanita itu. Kau tahu, dia mau di manapun, dia matipun aku
Flashback On"Randy, tolong bersihkan kamar 205. Sebentar lagi mau ada yang masuk!" titah Manager Hotel malam itu.Dengan penuh semangat, Randy menjalankan perintah tersebut. Tetapi, hari itu nasib sial menimpanya. Tiba-tiba pintu Hotel terkunci rapat, Randy tidak menyadari ada orang yang masuk ke dalam kamar. Brak!Randy terjatuh sambil memegangi kepalanya yang sakit akibat pukulan benda tumpul. Ia hendak menoleh ke belakang, namun rasa pusing yang menjalar di kepalanya seolah tubuhnya terasa berputar. Detik kemudian, Randy pun jatuh pingsan."Maxim, apa yang kamu lakukan?" ucap seorang wanita berambut pirang dengan panik. "Aku tidak mau masuk penjara!" "Aku tak punya banyak waktu, Sherren. Aku belum siap ketahuan Kak Bara. Jika dia tahu tentang hubungan kita aku akan dibunuh."Maxim langsung memapah tubuh Randy dan menidurkannya di atas kasur. Ia juga melepas kaos yang Randy kenakan, hingga pria itu bertelanjang dada."Kenapa kau egois, Maxim? Kau menyelamatkan dirimu sendiri, sem