"Jangan ke mana-mana!" Ujar Krish yang kontan disambut kernyitan kening oleh Grisse."Kenapa?" Ada nada protes dalam suara Grisse."Kau harus tetap di sini sampai hari pemotretan ilustrasi tiba." Jawaban Krish mematik kebingungan lagi di wajah Grisse. Gadis itu hendak kembali membuka mulut, namun dengan cepat Krish menempelkan telunjuknya di bibir Grisse.“Sstt, jangan bertanya lagi. Ini semua demi kebaikanmu.” Krish kemudian melangkah mendekati tangga.“Apa susahnya memberi penjelasan, Krish!” Pekik Grisse kesal. Krish tetap menuruni anak tangga dan mengabaikan Grisse.Tepat ketika Krish mencapai lantai satu rumahnya, ponselnya berdering nyaring. Melihat nama Vidwan muncul dalam layar ponselnya membuat Krish terdiam. Ia menimbang sejenak, perlu atau tidakkah untuk menerima panggilan Vidwan. Nyatanya, Krish harus menerima panggilan itu karena ponselnya tidak mau berhenti mengeluarkan nada dering yang cukup nyaring.“Krish.” Sapa Vidwan di ujung lain panggilan. Krish hanya menjawab den
"Kau bisa membahayakan dirimu sendiri, Grisse." Desis Krish yang jelas terlihat sedang menahan amarah. "Bagaimana jika seandainya penculik yang sebenarnya membawamu kabur?" Imbuh Krish. Laki-laki itu terus menunjukkan kemungkinan demi kemungkinan buruk atau bahkan terburuk yang bisa menimpa Grisse. "Aku benar-benar mengkhawatirkanmu." Nada bicara Krish terdengar nelangsa. Setelahnya Krish meraih Grisse lalu membawa gadis itu ke dalam pelukannya. Krish memang tidak mengada-ada. Apa yang baru saja ia katakan bisa terjadi pada Grisse. Krish bersyukur karena rencananya berhasil. Kegelisahan akibat pikirannya yang tidak tenang kini benar-benar tidak terbukti. Grisse masih tetap bergeming. Gadis itu tahu bahwa Krish begitu mengkhawatirkannya. Jantung Krish yang berdetak cepat dapat Grisse rasakan dengan jelas. Grisse memilih diam, tidak menjawab apa pun. Hanya otak gadis itu yang sedari tadi membenarkan setiap ucapan Krish. "Kumohon jangan marah padaku." Bisik Krish lembut. Grisse masih
Krish memilih kursi meja makan sebagai tempat untuk mereka duduk berhadapan. Grisse langsung duduk sambil kembali memeluk lututnya. Sejak masuk ke dalam rumah sampai akhirnya kembali duduk mencangkung, Grisse memilih untuk menutup mulutnya rapat-rapat. Gadis itu juga tidak mengatakan apa pun. Ia lebih memilih menunggu klarifikasi Krish untuk pertanyaan juga pernyataannya mengenai Ola. “Aku tidak menyangka Ola akan datang.” Buka Krish yang duduk sambil mencondongkan tubuhnya. Kedua tangan Krish terjalin lalu ia letakkan di atas lutut. Grisse hanya menanggapi kalimat krish dengan senyum sinis. “Aku dan Ola, kami sudah selesai.” Lanjut Krish sambil tetap mempertahankan pandangannya pada Grisse. Gadis itu refleks menundukkan pandangan, seolah sengaja menghindari bertemu pandang dengan Krish. “Kumohon percaya padaku, Grisse.” Krish mengurai jalinan tangannya kemudian menyentuh tangan Grisse. “Aku tidak bohong dengan status single-ku. Aku memang tidak punya kekasih. Tidak ada gadis yang
"Krish, bisa kita bicara?" Tanya Vidwan begitu memastikan pintu di belakangnya tertutup rapat. Krish tidak menjawab. Ia hanya melihat Vidwan sekilas lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Dengan langkah ringan, Vidwan mendekati Krish. Laki-laki itu tidak terlihat canggung sedikit pun meskipun tubuhnya tanpa busana."Aku terpikir membuat video juga." Ujar Vidwan yang langsung terdiam karena Krish terlihat sengaja mengabaikan dirinya. Vidwan mencoba bersabar meskipun Krish tidak juga segera merespons apa yang baru saja ia katakan. Krish memang terlihat sibuk dengan kameranya juga beberapa peralatan penunjang pemotretan. Entah, laki-laki itu memang sibuk sungguhan atau hanya berpura-pura sibuk. "Krish, aku mengajakmu bicara! Dari tadi!" Musnah sudah kesabaran yang dipupuk Vidwan. Krish telah menjelma menjadi sosok yang sangat menyebalkan."Aku mendengarkan." Jawab Krish dingin. Ia kembali melanjutkan aktivitasnya, mengecek peralatan untuk pemotretan ilustrasi."Aku tidak hanya butuh dide
“Wow… wow…, apa-apaan ini?” Ola yang tetiba muncul dari balik pintu sukses mengejutkan Grisse, Vidwan, juga Krish. Sebagai ekspresi kesal karena adanya interupsi dari Ola, Krish dan Vidwan berdecak nyaris bersamaan. Sementara Grisse, tangan gadis itu sibuk menjangkau selimut untuk menutupi kembali tubuh polosnya.“Grisse?” Ola tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya begitu pandangannya menangkap sosok Grisse yang tengah duduk di atas ranjang. “Apa yang kau lakukan di sini?” Tanya Ola penuh rasa ingin tahu. Grisse tidak menjawab. Gadis itu justru menundukkan pandangannya, seolah malu karena tepergok Ola dalam kondisi telanjang di depan dua pria.“Siapa kamu?” Tanya Vidwan dengan suara keras. Ola kemudian mengalihkan pandangannya pada sosok Vidwan yang juga tanpa pakaian.“Bukankah kamu…” Ola tanpa sadar mengacungkan telunjuknya pada Vidwan. Ia sedang mencoba mengingat sosok laki-laki di hadapannya. Yang seolah tidak malu menunjukkan dirinya yang tanpa busana.“Ah, Anda Guru Vidwan y
"Aku ingin royalti diberikan selama bukumu dikontrak penerbit." Ola membuat keputusan sendiri karena Vidwan tak kunjung memberi kepastian."Penerbit tidak memberi batasan waktu.” Jawab Vidwan dengan menunjukkan ketidaksukaannya pada Ola. “Kalau begitu bagus.” Sambar Ola dengan mata berbinar. Terbayang di benaknya, berapa banyak uang yang akan dia hasilkan dari kerja samanya dengan Vidwan.“Tidak ada yang bagus. Aku yang mengendalikan semuanya, Ola. Bukan kau!” Vidwan mengarahkan telunjuknya pada Ola. Ola berdecak sebagai bentuk protes. “Terserah!” Jawab Ola sambil kemudian beranjak dari duduknya. Bernegosiasi dengan orang pelit seperti Vidwan memang membuang waktu dan tenaga. Ola berpikir bahwa lebih baik ia pergi menemui Krish dan meminta pekerjaan pada laki-laki itu. Siapa tahu, ketika mereka kembali terlibat dalam satu sesi pemotretan, Ola bisa menggoda Krish sehingga laki-laki itu akan kembali ke pelukannya.“Tunggu!” Suara Vidwan langsung menghentikan langkah Ola. Wanita itu ke
“Ada apa, Krish?” Tanya Grisse sambil mengubah posisinya menjadi miring ke kanan, menghadap arah kedatangan Krish. Krish tidak menjawab. Ia memilih untuk melempar tatapan pada Grisse dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan.“Krish?” Ulang Grisse. Kali ini gadis itu sudah tidak lagi berbaring. Ia perlahan turun kemudian mendekati sosok laki-laki tampan yang masih menatapnya intens.“Hey.” Grisse menelengkan kepalanya kemudian kedua tangannya menyentuh lengan Krish lembut."Ada yang ingin kau bicarakan?" Lanjut Grisse. Tidak ada raut risih di wajah gadis itu tatkala Krish memindai tubuhnya beberapa kali."Jadilah milikku, Grisse." Bisik Krish yang kontan membuat Grisse mengerutkan kening."Kenapa?" Grisse tidak tahu apakah ia melempar kata tanya yang tepat untuk kalimat Krish."Besok aku akan mengantarmu untuk membatalkan pernikahanmu dengan Vidwan." Jawab Krish sambil menahan pandangan pada sepasang manik indah Grisse."Vidwan sudah mau melepaskanku?" Tanya Grisse setengah tidak p
“Aku minta maaf.” Krish mengulangi kalimatnya. Kali ini Grisse sengaja memalingkan wajahnya, enggan untuk merespons Krish."Aku ingin mandi. Gerah." Ujar Grisse sambil mundur satu langkah untuk menghindari Krish yang tengah menyasar ceruk lehernya. Krish sengaja berdecak dengan suara keras sebagai ekspresi kesal. Bukan kesal pada Grisse, tapi lebih pada dirinya sendiri. Krish merutuk dirinya yang telah salah memulai interaksi dengan Grisse tadi. “Aku akan mengantarmu.” Tawar Krish sambil meraih tangan Grisse. Dengan cepat, gadis itu mengibaskan tangannya.“Tidak perlu.” Tolak Grisse kemudian meninggalkan Krish yang masih berdiri di tempatnya. Krish melihat Grisse berjalan menuju kamarnya dengan langkah tergesa. Beberapa saat setelah sosok Grisse menghilang di balik pintu kamar yang tertutup, Krish berinisiatif menyusul Grisse ke kamar mandi. Ia berpikir bahwa mungkin jika mereka mandi bersama, Grisse tidak akan marah padanya lagi.Krish membuka pintu kamarnya. Dari arah kamar mandi,