GUNDIK SUAMIKU
Part 16
Berhari-hari dibuat penasaran. Akhirnya manusia misterius ini kudapatkan. Jangan harap bisa lolos lagi dari tanganku.
"Sini kamu!" Kutarik tangannya menjauh dari mesin ATM. "kamu sebenarnya siapa sih? Kenapa selalu mengikuti aku?!" tegasku masih dengan tangan yang mencengkramnya kuat.
"Aku ...."
"Mbak, Vina! Kamu kok sama mantan suami aku?" Cepat aku menoleh, ternyata Marisa sudah berada di sini. Ia melangkah semakin mendekat. Tadi Marisa bilang, laki-laki ini mantan suaminya?
"Maksud kamu apa? Kenapa kamu menyebut dia mantan suami kamu?!" Telunjukku menunjuk wajah pria di depanku. Namun pandangan mataku mengarah pada Marisa.
"Iya, Mbak. Dia mantan suamiku dulu," Pengakuan Marisa terdengar yakin. Aku beralih menatap lelaki yang disebut Marisa sebagai mantan suaminya.
"Apa benar kamu mantan suami Marisa?" tegasku menekan.
"Iya," jawabnya singkat. Yang membin
GUNDIK SUAMIKUPart 17Bugh!Lemas terasa tubuhku bak di hantam benda berat di tengkuk kepala.*Aku terbangun, dengan pandangan mata yang masih meremang. Pusing yang ada di kepala pun tak kunjung reda."Vin, kamu sudah bangun ...." Panji tengah duduk di sebelah bangsal tempatku berbaring. Apa yang terjadi padaku? Kurasa tadi aku sedang berada di kamar Mas Ari."Aw!" Hampir saja aku tergelincir jatuh karena hendak duduk.Secepat kilat Panji menangkap tubuhku yang tadi terhuyung."Kamu istirahat dulu, jangan banyak gerak." Ia sibuk menata bantal dan selimut yang kupakai."Sebenarnya ada apa? Bukannya aku tadi di kamar Mas Ari? Tadi aku ngerasa kayak ada yang memukulku dari belakang." lirihku mencoba mengingat-ingat kejadian tadi."Iya, Vin. Untung saja aku tadi tidak ikut kamu masuk ke ruang inapnya Ari. Karena setelah kamu ke luar, lelaki agak tua
GUNDIK SUAMIKUPart 18Masa bodo dengan apa yang dibicarakan Marisa dan Panji di luar sana. Itu bukan urusanku. Yang terpenting, sekarang aku harus secepatnya mengurus surat cerai dengan Mas Ari.Tak nyaman juga mengenakan baju khas rumah sakit ini. Kurasa badanku juga sudah enakan. Mendingan aku ganti baju dan bergegas pergi."Bu Vina mau ke mana?" Ketika aku hendak turun dari bangsal. Satu perawat datang membawakan nampan berisi obat."Saya mau ke kamar mandi, Sus. Oya, baju saya ke mana?""Oh, baju Bu Vina ada di laci." Tunjuknya pada lemari kayu di samping gorden."Saya udah boleh pulang 'kan?""Ibu sudah boleh pulang hari ini, tapi harus minum obat dulu ya," tukasnya lalu memberiku tiga butir obat beserta segelas air.Kuteguk pil berbeda ukuran itu bersamaan dengan air dalam gelas hingga tandas."Sus, minta rekapan biaya perawatan saya selaman di sini." pintaku. W
GUNDIK SUAMIKUPart 19"Hah! Palsu?!"Kulihat mata Marisa membeliak lebar. Ketika pegawai toko mengatakan bahwa cincin itu palsu."Mbak, mana mungkin palsu?" kata Marisa masih tak percaya."Iya, Mbak. Kalau Mbak nggak percaya ya sudah. Bawa ke tempat lain saja." balas pegawai itu lalu menyerahkan kembali sertifikat beserta cicinnya."Hah, cincin kamu palsu, Mar?" tanyaku seolah tak tahu. Sebenarnya akulah dalang dibalik semua ini.Marisa tak mengindahkan ucapanku. Ia melangkah pergi dengan wajah sedih. Digenggamnya cincin beserta surat itu, kecewa.'Satu kosong Marisa. Mungkin akan ada kejutan lainnya lagin. Saat kau menyayat luka dalam rongga dadaku.' batinku tersenyum puas.Kuekori langkah wanita itu hingga ke parkiran depan."Marisa tunggu!" pekikku membuatnyaa berhenti melangkah."Mau apa lagi kamu?" lugas Marisa sembari menyeka air matanya. Rupanya dia menangis
GUNDIK SUAMIKUPart 20🌹🌹🌹"Ya Allah, kenapa Marisa bisa setega itu." lirihku seraya mengusap bulir bening yang perlahan menetes.Nyaris aku tak percaya dengan surat yang kubaca. Surat tersebut menyatakan bahwa aku tidaklah mandul. Namun, kenapa surat itu berada di tangan Marisa? Ada apa sebenarnya? Apa dia tega mempalsukan hasil tes seperti yang dibilang ibunya mas Ari.Ah, pikirku menjalar ke mana-mana. Akan aku kejar sampai ke manapun langkah Marisa untuk mendapatkan penjelasannya. Wanita itu benar-benar licik dan jahat, aku tak menyangka jika dia bisa melakukan tindakan seperti ini.Tok!Tok!"Masuk!" Segera kuseka air mata yang membasahi pipi. Tatkala pintu kamar yang terketuk dari luar. Itu pasti mbok Darmi mengantarkan minuman pesananku tadi.Kusembunyikan kertas yang terdapat bekas lipatan itu ke bawah bantal. Dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. 
GUNDIK SUAMIKUPart 21Anakku ….Setitik bulir bening meniti di ujung mataku. Seiring lirihnya kata yang tercelos dari mulutku. Raga ini serasa tak bertenaga. Setelahnya semua gelap.*Ruangan bernuansa putih menyambutku, kukerjapkan netra beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke rentina ini. Kepalaku sangatlah berat, rasa nyeri di perut dan juga sakit pada seluruh tubuhku membuatku sulit bergerak walau hanya sekadar menoleh."Sudah bangun?" kata seseorang yang tiba-tiba ada si samping."Pa-panji …," gumamku dengan suara parau setengah serak."Kamu nggak hilang ingatan 'kan?" Lelaki berkemeja hitam itu menatapku dalam."Enggak, buktinya aku ingat kamu." Pelan-pelan aku membenarkan letak posisi berbaring.Ia tak berkata, malah senyum lebar ia suguhkan hingga tercipta dekikan lesung pipi di kedua pipinya."Anakku baik-baik saja '
GUNDIK SUAMIKUPART 22"Mbok! Lagi sibuk apa?" Aku berteriak seraya membuka pintu kamar mbok Darmi.Wanita itu gelagapan dan segera menjauhkan ponsel dari indra pendengarannya."Simbok tadi habis nelepon keluarga di kampung, Nya. Bapak Simbok, jual tanah dan uangnya dibagikan ke anak-anaknya," kata mbok Darmi menjelaskan. "ya Allah, Nya! Nyonya kenapa banyak luka begitu?!" Mbok Darmi tergesa menghampiriku yang berdiri di depan pintu."Aku kecelakaan, Mbok. Oya, tolong buatin aku teh anget ya, bawa ke kamar atas," titahku. Lantas berbalik menginggalkan kamarnya.Menaiki undak
GUNDIK SUAMIKUPart 23Apa mereka udah saling kenal?Aku lantas duduk di sofa dengan bantuan Nadif."Kalian udah kenal ya?" tanyaku pada kedua orang ini."Dia tuh pernah nabrak aku di mall. Sampai barang belanjaanku jatuh berserakan. Mana malu-maluin lagi isinya," tukas Nadif dengan gaya bicaranya yang cepat tanpa jeda."Hal sepele gitu aja kamu marah, Dif?" godaku membuat bibir Nadif mengerucut. Sedangkan Panji yang duduk di seberang meja nampak salah tingkah."Bukan hal sepele Vina! Kamu tahu isi belanjaan itu apa?!" su
GUNDIK SUAMIKUPart 24"Eh, bunyi barang apa tuh yang pacah?!" Nadif bertanya."Nggak tahu Dif, aku mau lihat dulu ya," ujarku berjalan agak cepat ke arah belakang. Meski sesekali berdesis menahan perih yang menjalar di area perutku bagian bawah."Ikut Vin!" pekik Nadif saat aku sudah menjauh.Kedua pasang netra ini menatap vas bunga yang jatuh ke lantai dengan keadaan hancur tak berbentuk."Eh, ada apa, Nya?" Mbok Darmi datang tergopoh dari arah dapur.Ternyata Panji dan Nadif ikut menyusulku ke sini.