Home / Romansa / Hasrat Terlarang Kakak Ipar / [2] Menghabiskan Malam Panas (21+)

Share

[2] Menghabiskan Malam Panas (21+)

Author: Kim Meili
last update Huling Na-update: 2025-10-02 19:15:45

“Kamu mabuk, Olivia. Jadi, jangan berbuat aneh-aneh. Masuk kamarmu saja,” jawab pria itu.

 “Aku gak mabuk, Simon. Aku bahkan tahu kalau itu kamu,” kata Olivia.

 Charles Simon. Pria dengan tubuh tinggi itu hanya diam dan tidak menganggap ucapan Olivia. Dia malah melangkahkan kaki, berniat meninggalkan Olivia.

 Namun, di waktu yang sama, Olivia malah menarik tangan pria itu. Dia bahkan dengan nekad mengapit kepala Simon dan menempelkan bibir. Olivia langsung melumat kasar. Hingga Simon menjauhkan tubuh wanita itu. Napasnya terdengar berat dengan tatapan tajam.

 “Olivia, kamu sadar sama apa yang kamu lakukan?” tanya Simon dengan suara berat.

 “Sadar. Aku mau kamu menemaniku di ranjang,” jawab Olivia dengan senyum manis.

 Simon sudah mencoba bertahan, tetapi Olivia terus menggodanya. Wanita itu mulai berani menyentuh bagian bawahnya, membuat Simon semakin tidak bisa bertahan. Hingga dia merasa sudah sampai batas kesabaran, membuatnya meraih tangan Olivia dan menggenggam erat.

 “Kamu yang memintanya, Olivia,” kata Simon dan langsung menyatukan bibir, melumat pelan dan mendorong Olivia masuk ke sebuah ruangan.

“Simon. Ahh.”

Suara desahan langsung menggema di ruangan tersebut. Olivia yang sudah berada di ranjang pun mulai tidak bisa mengendalikan diri. Sentuhan dan kecupan di setiap inci tubuhnya semakin intens, membuatnya semakin terbawa arus yang diciptakan Simon. Hasratnya meningkat dengan sendirinya. Tangannya meremas rambut pria itu ketika merasakan hal aneh.

“Simon.”

Lagi-lagi Olivia hanya memanggil nama itu. Sayangnya, Simon tidak mendengarkan. Dia hanya fokus untuk melampiaskan hasratnya. Tangannya juga terus bergerilya, menggoda Olivia supaya wanita itu sepenuhnya jatuh dalam genggaman. Hingga dia mendongakkan kepala, menatap Olivia yang hanya bisa memejam dengan bibir terbuka.

‘Seksi,’ batin Simon. Bibirnya menunjukkan senyum sinis.

Simon mulai mensejajarkan tubuh, menatap Olivia dari jarak yang begitu dekat. Sebelah tangannya menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah wanita itu, memperhatikan Olivia yang tengah diam dengan napas terengah.

“Bagaimana rasanya?” tanya Simon setengah berbisik. Suaranya tampak serak karena menahan hasrat.

Olivia yang sejak tadi menikmati pun membuka mata secara perlahan. Dia menatap ke arah Simon berada, memperhatikan pria itu dan mengalungkan tangan. Bibirnya tersenyum manis dan menjawab, “Tidak buruk.”

“Mau merasakan yang lebih lagi?” tanya Simon. Dia memperhatikan wanita tersebut lekat-lekat.

Tidak ada jawaban. Olivia hanya diam. Sebelah tangannya mengusap pipi Simon. Hingga dia menarik kerah pakaian pria itu, membuat jarak diantara keduanya semakin dekat. Bahkan, Olivia bisa merasakan napas Simon yang mengenai wajahnya.

‘Bau mint,’ batin Olivia dan mengecup bibir Simon singkat.

“Aku mau,” katanya sembari memainkan mata.

Mendengar jawaban itu, Simon langsung melucuti pakaian Olivia. Tidak perlu menunggu lama, dia langsung memberikan rangsangan yang hebat. Katakan ini gila karena Simon memanfaatkan wanita mabuk untuk memenuhi hasratnya, tetapi melihat Olivia yang sejak tadi menggoda, Simon tidak mau menyalahkan diri sendiri.

‘Ini permintaanmu, Olivia. Jadi, aku harap besok pagi kamu jangan menyesal,’ batin Simon.

Sedangkan Olivia hanya diam, menikmati setiap sentuhan pria itu. Malam ini, Olivia benar-benar menyerahkan harta berharganya dengan pria lain. Dia cukup ingat dengan apa yang terjadi, tetapi setiap mengingat Sean enggan menyentuhnya dan memilih wanita lain, hatinya memanas.

‘Biarkan aku berikan dengan yang lain. Dia saja lebih memilih wanita lain. Kenapa aku tidak?’ batin Olivia di tengah gemuruh pikiran dan hasrat yang menyerang. Hingga perasaan aneh mulai dirasakan, berkumpul menjadi satu dan memaksa keluar. Hingga Olivia membiarkan perasaan itu menyebar dan mencapai puncaknya.

“Ahh,” desah Olivia dengan kedua mata terpejam dan kedua tangan mengepal.

Melihat hal itu, Simon semakin tersenyum sinis. Dia turun dari ranjang, melepas satu per satu pakaian yang melekat di tubuhnya dan kembali menaiki ranjang. Kali ini, Simon kembali mensejajarkan wajah dan menatap Olivia lekat.

“Aku harap, setelah ini kamu tidak akan menyesal, Olivia. Karena setelah malam ini, aku tidak akan melepaskanmu,” ucap Simon.

Namu, Olivia yang tengah menikmati gelombang yang mulai mereda itu tidak mendengarkan sama sekali. Hingga sesuatu tumpul memaksa masuk dalam tubuhnya, membuat Olivia melebarkan kedua mata.

“Kamu belum pernah melakukannya?” Simon cukup terkejut dengan hal itu.

Namun, Olivia hanya menggelengkan kepala. Tubuhnya lemas dan tidak memiliki tenaga untuk menjawab.

“Kalau begitu, aku akan pelan-pelan,” kata Simon. Dia kembali melancarkan aksinya. Dalam hati, dia terkejut, tetapi juga bahagia karena nyatanya dia yang menjadi pertama menyentuh Olivia

Malam semakin larut, udara semakin dingin, tetapi suasana kamar tersebut masih terasa begitu panas. Dua insan yang melepas harta itu bahkan sudah bercucur keringat. AC di ruangan itu terasa tidak berfungsi sama sekali. Hingga lampu kamar dimatikan, menandakan keduanya telah selesai mengarungi kenikmatan dunia.

***

Olivia menggeliat pelan ketiak merasakan tubuhnya seperti remuk. Dia membuka mata secara perlahan, menatap langit kamar yang tampak asing baginya. Olivia yang tidak sadar pun hanya diam dengan tatapan mengamati.

‘Aku dimana,’ batin Olivia.

Deru napas terdengar begitu merdu. Olivia mengalihkan pandangan, menatap ke asal suara. Melihat pria lain yang berbaring di sebelahnya, Olivia langsung melebarkan kedua mata. Tangannya pun refleks menutup mulut supaya pekikannya tidak terdengar.

‘Astaga, Simon,’ batin Olivia. Wajahnya langsung memucat. Dia mengalihkan pandangan, menatap kamar yang memang bukan miliknya. Ini kamar Simon yang didominasi warna abu.

Olivia yang mulai teringat dengan kejadian semalam pun langsung membuka sedikit selimut yang sejak tadi menutupi tubuhnya. Benar saja. Dia tidak mengenakan pakaiannya. Tangannya langsung memukul pelan kepalanya.

“Astaga, dasar bodoh. Bisa-bisanya aku menyerahkan keperawananku dengan pria lain,” gumam Olivia.

‘Sekarang aku harus pergi. Jangan sampai dia bangun dan berpikir macam-macam,’ batin Olivia.

Berpikir begitu, dia langsung mengambil pakaian di dekatnya dan menuju ke arah kamar mandi. Secepat mungkin, Olivia mengenakan pakaian tersebut. Sebelum keluar, dia juga memastikan jika tidak ada yang tertinggal di tubuhnya. Beruntung, semalam Simon meninggalkan bekas di bagian yang tertutup.

Olivia yang merasa sudah aman pun segera membuka pintu kamar mandi dan siap keluar, tetapi siapa sangka, pria itu sudah banun. Simon hanya mengenakan kimono mandi dan duduk di sofa. Pandangan pria itu tertuju ke arahnya.

“Mau kabur, Olivia?” tanya Simon dengan tatapan dingin.

Olivia yang ditanya hanya diam dan menelan saliva pelan. Meski Simon adalah kakak tiri Sean, tetapi Olivia tidak pernah dekat dengannya. Simon tidak tinggal di rumah itu. Selain itu, kepribadian Simon yang pendiam dan tidak banyak berinteraksi membuat Olivia tidak berani menyapa. Apalagi tatapan tajam yang selalu membuat orang enggan berurusan.

“Mengenai kejadian semalam, ak—“

“Kamu tidak perlu memikirkannya,” sela Olivia dengan cepat, “anggap saja itu tidak pernah terjadi. Lagi pula ini hanya kesalahan, kan? Aku sudah memiliki suami. Jadi, aku harap kamu bisa menyembunyikan dan melupakan semuanya. Jangan pernah bahas apapun. Sekarang aku harus keluar. Aku gak mau membuat semua orang cemas.”

Setelah mengatakan itu, Olivia langsung melangkah pergi. Dia keluar dari kamar Simon.

Sedangkan Simon yang mendengar jawaban polos wanita itu hanya tersenyum sinis. Dia mengambil rokok di dekatnya dan menyesap secara perlahan.

“Kalau begitu, kita lihat saja, Olivia. Apa kamu bisa pergi dariku?” gumam Simon.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [27] Dia Sudah Kembali!

    “Masuk.”Simon yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaan langsung berhenti ketika mendengar seseorang mengetuk pintu. Manik matanya menatap ke arah pintu yang perlahan terbuka. Hingga dia melihat siapa yang masuk, membuatnya langsung mengukir senyum. Perlahan, dia bangkit dan melangkah pelan.“Aku mau memberikan dokumen yang kamu minta,” kata Olivia sembari menyerahkan map berisi dokumen.Namun, Simon tidak langsung menerima. Dia hanya diam, memperhatikan Olivia yang masih berdiri di depannya. Manik matanya mengamati wanita yang saat ini tengah menunggu tindakannya. Hingga Simon mengulurkan tangan dan melingkar di pinggang Olivia. Dengan tenang, dia menarik pelan dan memangkas jarak yang sempat ada.“Simon, ini di kantor,” ujar Olivia mengingatkan.“Ini kantorku, Sayang. Tidak ada yang bisa masuk tanpa seizinku,” sahut Simon dengan enteng.Memang tidak ada, tetapi kalau ada yang melintas di depan ruangan itu, jelas mereka melihat apa yang sedang mereka lakukan. Olivia sendiri merasa tida

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [26] Memperingatkan dengan Serius

    “Bagaimana kondisimu sekarang, Elsa? Apa sudah membaik?” tanya Sean dengan sorot mata cemas.Elsa yang saat itu hanya berbaring langsung menganggukkan kepala. Wajahnya tampak pucat dan lemah. Sejak pagi dia hanya berbaring dan tidak melakukan apapun.“Perutmu juga masih sakit?” tanya Sean.“Hanya sedikit. Tiduran sebentar, nanti juga sembuh,” jawab Elsa.Sean membuang napas lirih. Wajahnya menunjukkan simpati dengan kondisi Elsa saat ini. Setiap kali datang bulan, wanita itu pasti merasakan sakit. Hingga dia membantu Elsa berbaring dan menyelimuti.“Kamu istirahat dulu. Aku buatkan makanan untukmu,” kata Sean kembali.Elsa yang sudah bebaring hanya diam, tetapi saat melihat Sean hendak pergi, Elsa menahannya. Dia menggenggam erat dan menggigit bibir bagian bawah. Wajahnya memelas dengan perasaan tidak karuan. Hingga dering ponsel terdengar, membuat keduanya mengalihkan pandangan.“Siapa?” tanya Elsa saat melihat Sean menatap layar ponsel dengan sorot mata meragu.“Papaku,” jawab Sean,

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [25] Mulai Curiga

    Olivia menuruni satu per satu anak tangga dengan tenang. Manik matanya menatap sekitar. Rumah itu tampak benar-benar sepi. Padahal biasanya banyak sekali pegawai yang bekerja, tetapi hari ini sepertinya semua sedang mengambil cuti.“Olivia.”Olivia yang mendengar panggilan itu pun langsung mengalihkan pandangan. Melihat sang mama mertua ada di ruang makan, Olivia tersenyum lebar. Kakinya melangkah pelan, menuju ke asal suara.“Kamu mau berangkat bekerja?” tanya Gina dengan suara lembut.Olivia sendiri hanya menganggukkan kepala dan bergumam pelan. Manik matanya menatap ke arah sekitar. Tidak ada Sean. Hanya ada kedua mertuanya yang siap untuk sarapan.‘Jangan-jangan dia belum pulang,’ batin Olivia, tetapi sesaat kemudian dia menghilangkan pikiran tersebut. Dia tidak perlu mengurusi Sean lagi. Pria itu sudah dewasa. Jadi, harus mulai bertanggung jawab untuk urusannya sendiri.“Kalau begitu ayo kita sarapan,” ajak Gina.Tidak mungkin rasanya menolak. Mama mertuanya baru saja pulang dar

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [24] Selalu Menjadi Prioritas

    “Sean, bisa hari ini kamu jangan pulang? Aku takut kalau perutku sakit lagi. Kamu juga tahu sendiri, kan? Aku tidak memiliki keluarga di sini. Jadi, aku tidak tahu harus minta tolong dengan siapa. Sahabatku juga lagi gak di sini,” kata Elsa dengan wajah memelas.Sean terdiam, tidak langsung menjawab ucapan Elsa. Dia sedang mempertimbangkan keputusannya. Sean tidak mau kalau masalahnya dengan Elsa hari ini sampai ke telinga sang papa. Dia tahu, selama ini papanya sedang mengawasi. Hanya saja, akhir-akhir ini sang papa jauh lebih ketat dari sebelumnya.‘Kalau sampai kau ketahuan ke rumah Elsa, apa ini tidak akan jadi masalah?’ batin Sean dengan meragu.“Sean, kenapa diam saja?” tanya Elsa karena tidak juga mendapat jawaban. Dia pun memegang lengan baju Sean dan menarik pelan.Sean yang awalnya melamun langsung tersadar. Dia menatap ke arah Elsa yang tampak begitu pucat. Ada perasaan tidak tega, tetapi dia juga tidak mungkin melawan sang papa. Dirinya belum sepenuhnya menjadi pewaris. K

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [23] Berusaha untuk Memisahkan

    “Elsa.”Elsa yang saat itu tengah duduk langsung mengalihkan pandangan. Dia menatap ke asal suara. Mendapati Sean sudah berada di depannya, Elsa langsung memasang wajah penuh kesakitan. Tangannya terus memegangi perut, sesekali mendesis pelan.“Sayang, kamu kenapa?” tanya Sean dengan wajah cemas. Dia mengalihkan pandangan, menatap sekitar yang tampak berantakan. Di sana ada pecahan gelas juga, membuatnya semakin khawatir.“Sebenarnya ini kenapa?” tanya Sean kembali. Dia memegang jemari Elsa dan mengelus secara perlahan.“Perutku tiba-tiba saja sakit, Sean. Mungkin karena mau datang bulan,” jawab Elsa.“Terus kenapa gak hubungi aku dari pagi?” tanya Sean lagi.“Aku pikir Cuma masalah sepele saja. Minum obat juga bakal sembuh, tapi ternyata aku salah. Sakitnya malah semakin terasa,” jawab Elsa dengan wajah memelas dan menunjukkan penyesalan.Sean yang mendengar hal itu membuang napas kasar. Dia menarik Elsa dan mendekap lembut. Sebelah tangannya mengelus pelan sembari berkata, “Lain kal

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [22] Semakin Tersadar

    “Jangan kamu kira perkataan ku tadi karena aku menyukaimu, Olivia. Ingat, aku tidak akan menyukai wanita licik sepertimu. Aku melakukan itu hanya karena malas mendengar ocehan Papa.”Olivia yang mendengar ucapan Sean hanya diam dan tersenyum sinis. Dia sendiri malas meladeni Sean. Perlakuan pria itu juga tidak bisa membuat hatinya luluh. Sekarang Olivia bahkan sudah memiliki rasa apapun dengan Sean, yang ada malah muak setiap kali melihat wajah munafik Sean.“Sekarang kamu bisa mengendalikan Papa. Entah apa yang kamu katakan, tetapi Papa selalu membelamu. Apa kamu puas?” Sean menatap ke arah Olivia dengan sorot mata merendahkan.Namun, Olivia hanya diam. Dia sempat menatap sekilas dan kembali mengalihkan pandangan. Rasanya jalanan jauh lebih indah daripada menatap waja Sean yang memuakkan. Sayangnya Sean berpikir lain. Pria itu langsung berhenti, membuat Olivia tersentak kaget.“Apa-apaan kamu, Sean?” tanya Olivia, kesal karena Sean yang berhenti mendadak.“Seharusnya aku yang bertany

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status