“Kamu mabuk, Olivia. Jadi, jangan berbuat aneh-aneh. Masuk kamarmu saja,” jawab pria itu.
“Aku gak mabuk, Simon. Aku bahkan tahu kalau itu kamu,” kata Olivia. Charles Simon. Pria dengan tubuh tinggi itu hanya diam dan tidak menganggap ucapan Olivia. Dia malah melangkahkan kaki, berniat meninggalkan Olivia. Namun, di waktu yang sama, Olivia malah menarik tangan pria itu. Dia bahkan dengan nekad mengapit kepala Simon dan menempelkan bibir. Olivia langsung melumat kasar. Hingga Simon menjauhkan tubuh wanita itu. Napasnya terdengar berat dengan tatapan tajam. “Olivia, kamu sadar sama apa yang kamu lakukan?” tanya Simon dengan suara berat. “Sadar. Aku mau kamu menemaniku di ranjang,” jawab Olivia dengan senyum manis. Simon sudah mencoba bertahan, tetapi Olivia terus menggodanya. Wanita itu mulai berani menyentuh bagian bawahnya, membuat Simon semakin tidak bisa bertahan. Hingga dia merasa sudah sampai batas kesabaran, membuatnya meraih tangan Olivia dan menggenggam erat. “Kamu yang memintanya, Olivia,” kata Simon dan langsung menyatukan bibir, melumat pelan dan mendorong Olivia masuk ke sebuah ruangan. “Simon. Ahh.” Suara desahan langsung menggema di ruangan tersebut. Olivia yang sudah berada di ranjang pun mulai tidak bisa mengendalikan diri. Sentuhan dan kecupan di setiap inci tubuhnya semakin intens, membuatnya semakin terbawa arus yang diciptakan Simon. Hasratnya meningkat dengan sendirinya. Tangannya meremas rambut pria itu ketika merasakan hal aneh. “Simon.” Lagi-lagi Olivia hanya memanggil nama itu. Sayangnya, Simon tidak mendengarkan. Dia hanya fokus untuk melampiaskan hasratnya. Tangannya juga terus bergerilya, menggoda Olivia supaya wanita itu sepenuhnya jatuh dalam genggaman. Hingga dia mendongakkan kepala, menatap Olivia yang hanya bisa memejam dengan bibir terbuka. ‘Seksi,’ batin Simon. Bibirnya menunjukkan senyum sinis. Simon mulai mensejajarkan tubuh, menatap Olivia dari jarak yang begitu dekat. Sebelah tangannya menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah wanita itu, memperhatikan Olivia yang tengah diam dengan napas terengah. “Bagaimana rasanya?” tanya Simon setengah berbisik. Suaranya tampak serak karena menahan hasrat. Olivia yang sejak tadi menikmati pun membuka mata secara perlahan. Dia menatap ke arah Simon berada, memperhatikan pria itu dan mengalungkan tangan. Bibirnya tersenyum manis dan menjawab, “Tidak buruk.” “Mau merasakan yang lebih lagi?” tanya Simon. Dia memperhatikan wanita tersebut lekat-lekat. Tidak ada jawaban. Olivia hanya diam. Sebelah tangannya mengusap pipi Simon. Hingga dia menarik kerah pakaian pria itu, membuat jarak diantara keduanya semakin dekat. Bahkan, Olivia bisa merasakan napas Simon yang mengenai wajahnya. ‘Bau mint,’ batin Olivia dan mengecup bibir Simon singkat. “Aku mau,” katanya sembari memainkan mata. Mendengar jawaban itu, Simon langsung melucuti pakaian Olivia. Tidak perlu menunggu lama, dia langsung memberikan rangsangan yang hebat. Katakan ini gila karena Simon memanfaatkan wanita mabuk untuk memenuhi hasratnya, tetapi melihat Olivia yang sejak tadi menggoda, Simon tidak mau menyalahkan diri sendiri. ‘Ini permintaanmu, Olivia. Jadi, aku harap besok pagi kamu jangan menyesal,’ batin Simon. Sedangkan Olivia hanya diam, menikmati setiap sentuhan pria itu. Malam ini, Olivia benar-benar menyerahkan harta berharganya dengan pria lain. Dia cukup ingat dengan apa yang terjadi, tetapi setiap mengingat Sean enggan menyentuhnya dan memilih wanita lain, hatinya memanas. ‘Biarkan aku berikan dengan yang lain. Dia saja lebih memilih wanita lain. Kenapa aku tidak?’ batin Olivia di tengah gemuruh pikiran dan hasrat yang menyerang. Hingga perasaan aneh mulai dirasakan, berkumpul menjadi satu dan memaksa keluar. Hingga Olivia membiarkan perasaan itu menyebar dan mencapai puncaknya. “Ahh,” desah Olivia dengan kedua mata terpejam dan kedua tangan mengepal. Melihat hal itu, Simon semakin tersenyum sinis. Dia turun dari ranjang, melepas satu per satu pakaian yang melekat di tubuhnya dan kembali menaiki ranjang. Kali ini, Simon kembali mensejajarkan wajah dan menatap Olivia lekat. “Aku harap, setelah ini kamu tidak akan menyesal, Olivia. Karena setelah malam ini, aku tidak akan melepaskanmu,” ucap Simon. Namu, Olivia yang tengah menikmati gelombang yang mulai mereda itu tidak mendengarkan sama sekali. Hingga sesuatu tumpul memaksa masuk dalam tubuhnya, membuat Olivia melebarkan kedua mata. “Kamu belum pernah melakukannya?” Simon cukup terkejut dengan hal itu. Namun, Olivia hanya menggelengkan kepala. Tubuhnya lemas dan tidak memiliki tenaga untuk menjawab. “Kalau begitu, aku akan pelan-pelan,” kata Simon. Dia kembali melancarkan aksinya. Dalam hati, dia terkejut, tetapi juga bahagia karena nyatanya dia yang menjadi pertama menyentuh Olivia Malam semakin larut, udara semakin dingin, tetapi suasana kamar tersebut masih terasa begitu panas. Dua insan yang melepas harta itu bahkan sudah bercucur keringat. AC di ruangan itu terasa tidak berfungsi sama sekali. Hingga lampu kamar dimatikan, menandakan keduanya telah selesai mengarungi kenikmatan dunia. *** Olivia menggeliat pelan ketiak merasakan tubuhnya seperti remuk. Dia membuka mata secara perlahan, menatap langit kamar yang tampak asing baginya. Olivia yang tidak sadar pun hanya diam dengan tatapan mengamati. ‘Aku dimana,’ batin Olivia. Deru napas terdengar begitu merdu. Olivia mengalihkan pandangan, menatap ke asal suara. Melihat pria lain yang berbaring di sebelahnya, Olivia langsung melebarkan kedua mata. Tangannya pun refleks menutup mulut supaya pekikannya tidak terdengar. ‘Astaga, Simon,’ batin Olivia. Wajahnya langsung memucat. Dia mengalihkan pandangan, menatap kamar yang memang bukan miliknya. Ini kamar Simon yang didominasi warna abu. Olivia yang mulai teringat dengan kejadian semalam pun langsung membuka sedikit selimut yang sejak tadi menutupi tubuhnya. Benar saja. Dia tidak mengenakan pakaiannya. Tangannya langsung memukul pelan kepalanya. “Astaga, dasar bodoh. Bisa-bisanya aku menyerahkan keperawananku dengan pria lain,” gumam Olivia. ‘Sekarang aku harus pergi. Jangan sampai dia bangun dan berpikir macam-macam,’ batin Olivia. Berpikir begitu, dia langsung mengambil pakaian di dekatnya dan menuju ke arah kamar mandi. Secepat mungkin, Olivia mengenakan pakaian tersebut. Sebelum keluar, dia juga memastikan jika tidak ada yang tertinggal di tubuhnya. Beruntung, semalam Simon meninggalkan bekas di bagian yang tertutup. Olivia yang merasa sudah aman pun segera membuka pintu kamar mandi dan siap keluar, tetapi siapa sangka, pria itu sudah banun. Simon hanya mengenakan kimono mandi dan duduk di sofa. Pandangan pria itu tertuju ke arahnya. “Mau kabur, Olivia?” tanya Simon dengan tatapan dingin. Olivia yang ditanya hanya diam dan menelan saliva pelan. Meski Simon adalah kakak tiri Sean, tetapi Olivia tidak pernah dekat dengannya. Simon tidak tinggal di rumah itu. Selain itu, kepribadian Simon yang pendiam dan tidak banyak berinteraksi membuat Olivia tidak berani menyapa. Apalagi tatapan tajam yang selalu membuat orang enggan berurusan. “Mengenai kejadian semalam, ak—“ “Kamu tidak perlu memikirkannya,” sela Olivia dengan cepat, “anggap saja itu tidak pernah terjadi. Lagi pula ini hanya kesalahan, kan? Aku sudah memiliki suami. Jadi, aku harap kamu bisa menyembunyikan dan melupakan semuanya. Jangan pernah bahas apapun. Sekarang aku harus keluar. Aku gak mau membuat semua orang cemas.” Setelah mengatakan itu, Olivia langsung melangkah pergi. Dia keluar dari kamar Simon. Sedangkan Simon yang mendengar jawaban polos wanita itu hanya tersenyum sinis. Dia mengambil rokok di dekatnya dan menyesap secara perlahan. “Kalau begitu, kita lihat saja, Olivia. Apa kamu bisa pergi dariku?” gumam Simon.“Simon, kamu mau apa?”Olivia yang melihat Simon melangkah mendekatinya pun langsung perlahan mundur. Dia menatap lekat, tidak mengalihkan pandangan sama sekali. Olivia takut, kalau dia berpaling, pria itu akan menangkapnya.“Menurutmu, aku mau apa, Olivia?” Simon malah balik bertanya. Dia mulai melepas jas dan melempar asal.Olivia menelan saliva pelan ketika melihat hal itu. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Simon, tetapi dia yakin kalau itu bukanlah hal yang baik. Alarm bahaya dalam otaknya langsung memperingatkan secara alami. Hingga Olivia yang hendak menabrak tembok langsung menyingkir. Dia berharap bisa lepas dari kejaran Simon. Sayangnya, baru saja Olivia terlepas, Simon kembali meraih tubuhnya dan mengurung dengan kedua tangan.“Simon, jangan macam-macam,” kata Olivia memperingatkan.“Aku gak macam-macam, Olivia. Aku hanya ingin melihatmu saja,” sahut Simon. Sebelah tangannya terulur, mengusap bibir Olivia pelan. Dia melakukan gerakan yang membuat Olivia menjadi salah ti
“Silahkan, Nona. Tuan Simon sudah menunggu anda.”Olivia yang baru saja datang ke perusahaan Simon dibuat terpana dengan bangunan tersebut. Semua tersusun dengan rapi dan gaya yang elegan. Baru masuk saja, Olivia sudah disuguhkan dengan desain perusahaan yang berbeda dari perusahaan kebanyakan. Dia menatap sekitar dan menganggukkan kepala.‘Pantas saja dia sombong. Ternyata memang lebih kaya dari keluarga Sean,’ batin Olivia.“Nona, saya harap anda lebih berhati-hati dan jangan melakukan kesalahan. Tuan Simon tidak suka kalau sekretarisnya ceroboh dan tidak bisa menjaga emosi. Jadi, saya harap apapun yang terjadi nanti, anda bisa mengendalikan emosi,” ucap pria yang membimbing Olivia.Olivia hanya bergumam pelan dan menganggukkan kepala. Seberapa emosian Simon, dia jauh lebih mengerti daripada semua karyawan di perusahaan. Olivia bahkan salud ketika mendengar banyak yang berminat bekerja di perusahaan Simon. Dia pikir, bos jahat tidak akan pernah diperebutkan.“Nona, sudah sampai,” ka
“Pa, kenapa Papa malah mendukung Olivia kerja di perusahaan Simon? Papa tahu kan dia itu seperti apa? Dia tidak pernah menyukai keluarga kita.”Sean yang kesal karena sang papa mendukung keinginan Simon pun langsung melayangkan protes. Sejak tadi dia sudah menahan karena sang papa yang memberikan isyarat, tetapi nyatanya, papanya tetap tidak mengatakan apa pun. Bahkan, papanya tampak mendukung sepenuhnya.“Pa, Olivia itu istriku. Dia anggota keluarga kita. Kalau dia bekerja dengan Simon dan menjadi sekretarisnya, dia bisa saja menyiksanya. Selain itu, keluarga kita juga bisa malu karena keluarga kita bekerja dengan orang lain,” kata Sean.Charles yang sejak tadi diam pun menatap ke arah putranya berada. Dia menarik napas dalam dan membuang secara perlahan. Simon dan Sean memang putranya, tetapi keduanya memiliki sifat berbeda. Simon jauh lebih diam dan tenang, tetapi dibalik itu semua, putranya sangatlah mematikan. Sedangkan Sean sendiri sosok yang tidak sabaran dan keras kepala. Hal
“Kamu harus tenang, Olivia. Jangan kamu pikirkan. Anggap tidak pernah terjadi apa pun. Kamu harus terus bersikap biasa.”Olivia yang sejak tadi merasa salah tingkah mulai memberikan sugesti untuk diri sendiri. Meski dia sudah mengatakan tidak akan mengungkitnya, tetap saja kenangan itu terlintas dalam benaknya. Apalagi saat dia mandi dan mendapati banyak bekas di tubuhnya, membuat Olivia kembali merasa tidak enak hati. Dai juga takut kalau kejadian semalam diketahui keluarga besarnya.“Olivia, kamu pasti bisa. Lagi pula, Simon pasti sudah pulang. Dia kan gak pernah betah di rumah ini,” ucap Olivia dengan diri sendiri. Dia ingat, Simon paling malas kalau datang ke rumah keluarga Sean. Meski keduanya memiliki ayah yang sama, tetapi sikap keduanya berbeda.Olivia menarik napas dalam dan membuang perlahan. Dia melakukan hal yang sama berulang kali. Hingga merasa dirinya sudah membaik, membuatnya keluar kamar dan menuruni satu per satu anak tangga. Olivia langsung menuju ke arah ruang maka
“Kamu mabuk, Olivia. Jadi, jangan berbuat aneh-aneh. Masuk kamarmu saja,” jawab pria itu. “Aku gak mabuk, Simon. Aku bahkan tahu kalau itu kamu,” kata Olivia. Charles Simon. Pria dengan tubuh tinggi itu hanya diam dan tidak menganggap ucapan Olivia. Dia malah melangkahkan kaki, berniat meninggalkan Olivia. Namun, di waktu yang sama, Olivia malah menarik tangan pria itu. Dia bahkan dengan nekad mengapit kepala Simon dan menempelkan bibir. Olivia langsung melumat kasar. Hingga Simon menjauhkan tubuh wanita itu. Napasnya terdengar berat dengan tatapan tajam. “Olivia, kamu sadar sama apa yang kamu lakukan?” tanya Simon dengan suara berat. “Sadar. Aku mau kamu menemaniku di ranjang,” jawab Olivia dengan senyum manis. Simon sudah mencoba bertahan, tetapi Olivia terus menggodanya. Wanita itu mulai berani menyentuh bagian bawahnya, membuat Simon semakin tidak bisa bertahan. Hingga dia merasa sudah sampai batas kesabaran, membuatnya meraih tangan Olivia dan menggenggam erat. “Kamu yang
“Terima kasih sudah datang ke acara ulang tahun pernikahan kami yang kedua. Saya harap, semoga kami bisa menjadi pasangan yang semakin baik dan pernikahan ini berjalan langgeng.” Semua tamu undangan yang hadir pun langsung bertepuk tangan dan mendoakan pasangan yang saat ini berada di hadapan mereka. Semua orang tampak bahagia. Pasangan yang selalu terlihat mesra itu, benar-benar mendapat berkat dari semua orang. Namun, hal berbeda tampak ditunjukkan sang bintang utama, Olivia Chandra. Wanita dengan rambut sepunggung itu hanya terdiam dan mengulas senyum tipis. Meski sebelah tangannya menggandeng sang suami, pandangannya tampak kosong. “Sean, selamat. Kalian memang pasangan yang serasi. Yang satu cantik, satunya tampak. Benar-benar paket sempurna.” Olivia yang mendengar hal itu pun mengalihkan pandangan. Dia menatap ke arah pria yang bersama sang suami dan melempar senyum tipis. Itu adalah sahabat Sean. “Aku doakan kalian segera memiliki momongan,” kata Brian—salah satu sahabat S