Home / Romansa / Hasrat Terlarang Kakak Ipar / [3] Tidak Akan Melepaskan

Share

[3] Tidak Akan Melepaskan

Author: Kim Meili
last update Last Updated: 2025-10-02 19:16:49

“Kamu harus tenang, Olivia. Jangan kamu pikirkan. Anggap tidak pernah terjadi apa pun. Kamu harus terus bersikap biasa.”

Olivia yang sejak tadi merasa salah tingkah mulai memberikan sugesti untuk diri sendiri. Meski dia sudah mengatakan tidak akan mengungkitnya, tetap saja kenangan itu terlintas dalam benaknya. Apalagi saat dia mandi dan mendapati banyak bekas di tubuhnya, membuat Olivia kembali merasa tidak enak hati. Dai juga takut kalau kejadian semalam diketahui keluarga besarnya.

“Olivia, kamu pasti bisa. Lagi pula, Simon pasti sudah pulang. Dia kan gak pernah betah di rumah ini,” ucap Olivia dengan diri sendiri. Dia ingat, Simon paling malas kalau datang ke rumah keluarga Sean. Meski keduanya memiliki ayah yang sama, tetapi sikap keduanya berbeda.

Olivia menarik napas dalam dan membuang perlahan. Dia melakukan hal yang sama berulang kali. Hingga merasa dirinya sudah membaik, membuatnya keluar kamar dan menuruni satu per satu anak tangga. Olivia langsung menuju ke arah ruang makan, dimana seluruh keluarga sudah berkumpul. Manik matanya langsung mengamati meja makan dan bernapas lega saat Simon tidak ada.

‘Berarti dia sudah pulang. Syukurlah,’ batin Olivia.

“Maaf terlambat. Ada urusan yang harus diselesaikan.”

Olivia yang masih berdiri pun langsung tersentak kaget. Dia membalikkan tubuh, menatap ke asal suara. Mendapati Simon berdiri tepat di depannya, Olivia melebarkan kedua mata. Dia menelan saliva pelan dan langsung membalikkan tubuh.

‘Astaga, dia belum pulang,’ batin Olivia.

“Gak apa. Ayo kesini, kita sarapan bareng. Olivia juga. Jangan berdiri disitu terus,” kata Gina—mama Sean.

Olivia pun menganggukkan kepala dan melangkah ke arah meja makan. Sedangkan Simon tampak lebih tenang. Dia berjalan ke arah meja makan, duduk tepat di depan Olivia. Hingga pandangannya beralih, menatap ke arah Sean sejak tadi menatapnya tajam. Melihat kebencian terpancar di wajah pria itu, Simon malah tersenyum sinis.

‘Dasar pecundang. Aku jadi penasaran, seperti apa reaksinya kalau sampai tahu istrinya sudah kutiduri,’ batin Simon.

***

‘Astaga, apa matahari terbit dari barat? Kenapa tiba-tiba dia mau makan bersama?’ batin Olivia.

Olivia yang sedang menyantap bubur pun melirik ke arah Simon berada. Pria itu tampak biasa saja, tidak gugup ataupun canggung. Berbeda dengan Olivia yang takut-takut. Wajahnya juga terus-menerus menunjukkan kecemasan, takut kalau pria itu mengatakan apa yang terjadi semalam.

‘Kamu harus tenang, Olivia. Kamu harus melupakannya.’

Lagi-lagi, Olivia memberikan sugesti untuk dirinya. Meski tidak sebegitu ampuh, tetapi tetap saja dilakukan. Olivia berharap ucapan positif dan menenangkan ini bisa membuatnya merasa jauh lebih baik. Hingga dia mendongakkan kepala. Tepat saat itu, pandangannya beradu dengan Simon yang memang sejak tadi memperhatikannya.

Deg.

Olivia yang melihat tatapan dalam pria itu hanya terdiam. Sejenak, dia sulit untuk mengalihkan pandangan. Olivia merasa, ada hal yang memikat dalam diri pria itu. Hingga sentuhan di tangannya terasa, membuat Olivia tersentak kaget.

“Kenapa terus menatapnya?” tanya Sean dengan suara berbisik.

Olivia pun langsung mengalihkan pandangan dan menggelengkan kepala. Dia menjawab, “Aku tidak melihatnya.”

“Awas saja kalau kamu main-main denganku, Olivia.”

‘Padahal yang main-main itu dia. Bukan aku,’ batin Olivia. Dia kesal karena Sean yang mulai mengaturnya, tetapi tidak bisa mengatur diri sendiri.

“Olivia, kamu mau nambah?” tanya Gina

Olivia lansung menggelengkan kepala dan menjawab, “Tidak, Ma. Aku sudah kenyang. Aku mau ke taman dulu.”

“Nanti mama susul kamu.”

Olivia hanya bergumam pelan dan menganggukkan kepala. Dia mulia bangkit dan melangkah ke arah pintu dekat kolam. Dia tidak mau berada di dekat Simon terus-menerus. Dia ingin menyegarkan pikiran. Setidaknya itu bisa membanya lupa mengenai kejadian panas semalam.

Sean sendiri hanya diam. Hingga dering telfon terdengar. Melihat nama sang penelpon, Sean langsung mengambil benda pipih tersebut dan berkata, “Ada urusan yang harus aku selesaikan.”

Simon sendiri hanya tersenyum melihat kepergian Sean. Dia bangkit dan siap melangkah pergi.

“Simon, kamu mau kemana?” tanya Charles—papa Simon.

“Aku sudah lama tidak melihat rumah ini. Jadi, mau jalan-jalan saja,” jawab Simon dan langsung melangkahkan kaki, meninggalkan ruang makan dengan raut wajah dingin.

***

“Olivia.”

Olivia yang tengah berjalan pun berhenti. Dia membalikkan tubuh, menatap ke asal suara. Bibir yang awalnya menunjukkan senyum, perlahan mulai kehilangan senyuman. Wajahnya juga tampak terkejut dengan sosok di depannya.

“Simon. Mau apalagi kamu?” tanya Olivia. Dia cukup kesal karena Simon yang masih mengganggunya.

“Tidak apa. Aku hanya merasa kalau aku dirugikan dan mau meminta ganti rugi,” jawab Simon.

Ganti rugi? Olivia mengerutkan kening dalam, menatap Simon bingun. Dia merasa tidak mengambil apapun dari pria itu.

“Semalam aku sudah membantumu melampiaskan hasrat, tetapi pagi tadi kamu mengatakan kalau tidak ada hubungan. Aku merasa dibuang dan dirugikan, Olivia,” jelas Simon.

Mendengar hal itu, Olivia langsung terperangah. Dia benar-benar terkejut dengan ucapan Simon kali ini. Bisa-bisanya dia mengatakan hal semalam dengan begitu gamblang. Hingga Olivia memilih membalikkan tubuh dan melangkah pergi, tetapi di waktu yang sama, Simon meraih pergelangan tangannya.

“Lepas, Simon,” ucap Olivia, “aku sudah peringatkan kalau kejadian semalam itu Cuma kesalahpahaman. Kejadian itu benar-benar bukan keinginanku. Jadi, lupakan saja. Kita jalani kehidupan kita seperti biasanya saja.”

“Bagaimana kalau aku bilang, aku gak bisa?” Simon tersenyum sinis.

“Sebenarnya apa maumu, Simon? Apa yang bisa membuat kamu berhenti mengikutiku?” tanya Olivia dengan nada geram.

“Kamu,” jawab Simon, “aku mau kamu.”

“Kalian ngapain di sini?”

Olivia yang hendak menjelaskan pun langsung mengalihkan pandangan dan berhenti. Melihat Sean datang dengan wajah masam dan tatapan tajam, Olivia hanya menutup mulut rapat. Dia menatap ke arah Simon dan Sean secara bergantian.

‘Astaga, apalagi ini,’ batin Olivia. Dia tahu keduanya tidak pernah akur, tetapi kali ini dia enggan berada di antara keduanya.

“Aku bicara dengan istrimu, Sean. Jadi, aku rasa kamu tidak perlu ikut campur,” jawab Simon.

“Ini masih pagi. Kalian ngapain bertengkar?” Charles yang baru datang mulai melerai. Dia menatap ke arah Simon dan balik bertanya, “kamu ada urusan apa dengan Olivia, Simon?”

“Aku menawarkan pekerjaan sebagai sekretarisku,” jawab Simon.

Apa? Olivia melebarkan kedua mata dan menatap Simon. Dia menggelengkan kepala, merasa tidak pernah mendapat penawaran itu.

Sedangkan Charles yang mendengar langsung tersenyum lebar dan berkata, “Itu baik, Olivia. Kamu bisa bekerja dengan Simon. Dia akan menjagamu. Jadi, papa juga gak cemas.”

“Jadi bagaimana, Olivia? Kamu mau?” tanya Simon dengan senyum lebar.

Sebenarnya Olivia inin menolak, tetapi melihat wajah bahagia sang papa mertua, dia bergumam pelan dan menganggukkan kepala, “Iya.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [27] Dia Sudah Kembali!

    “Masuk.”Simon yang sejak tadi sibuk dengan pekerjaan langsung berhenti ketika mendengar seseorang mengetuk pintu. Manik matanya menatap ke arah pintu yang perlahan terbuka. Hingga dia melihat siapa yang masuk, membuatnya langsung mengukir senyum. Perlahan, dia bangkit dan melangkah pelan.“Aku mau memberikan dokumen yang kamu minta,” kata Olivia sembari menyerahkan map berisi dokumen.Namun, Simon tidak langsung menerima. Dia hanya diam, memperhatikan Olivia yang masih berdiri di depannya. Manik matanya mengamati wanita yang saat ini tengah menunggu tindakannya. Hingga Simon mengulurkan tangan dan melingkar di pinggang Olivia. Dengan tenang, dia menarik pelan dan memangkas jarak yang sempat ada.“Simon, ini di kantor,” ujar Olivia mengingatkan.“Ini kantorku, Sayang. Tidak ada yang bisa masuk tanpa seizinku,” sahut Simon dengan enteng.Memang tidak ada, tetapi kalau ada yang melintas di depan ruangan itu, jelas mereka melihat apa yang sedang mereka lakukan. Olivia sendiri merasa tida

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [26] Memperingatkan dengan Serius

    “Bagaimana kondisimu sekarang, Elsa? Apa sudah membaik?” tanya Sean dengan sorot mata cemas.Elsa yang saat itu hanya berbaring langsung menganggukkan kepala. Wajahnya tampak pucat dan lemah. Sejak pagi dia hanya berbaring dan tidak melakukan apapun.“Perutmu juga masih sakit?” tanya Sean.“Hanya sedikit. Tiduran sebentar, nanti juga sembuh,” jawab Elsa.Sean membuang napas lirih. Wajahnya menunjukkan simpati dengan kondisi Elsa saat ini. Setiap kali datang bulan, wanita itu pasti merasakan sakit. Hingga dia membantu Elsa berbaring dan menyelimuti.“Kamu istirahat dulu. Aku buatkan makanan untukmu,” kata Sean kembali.Elsa yang sudah bebaring hanya diam, tetapi saat melihat Sean hendak pergi, Elsa menahannya. Dia menggenggam erat dan menggigit bibir bagian bawah. Wajahnya memelas dengan perasaan tidak karuan. Hingga dering ponsel terdengar, membuat keduanya mengalihkan pandangan.“Siapa?” tanya Elsa saat melihat Sean menatap layar ponsel dengan sorot mata meragu.“Papaku,” jawab Sean,

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [25] Mulai Curiga

    Olivia menuruni satu per satu anak tangga dengan tenang. Manik matanya menatap sekitar. Rumah itu tampak benar-benar sepi. Padahal biasanya banyak sekali pegawai yang bekerja, tetapi hari ini sepertinya semua sedang mengambil cuti.“Olivia.”Olivia yang mendengar panggilan itu pun langsung mengalihkan pandangan. Melihat sang mama mertua ada di ruang makan, Olivia tersenyum lebar. Kakinya melangkah pelan, menuju ke asal suara.“Kamu mau berangkat bekerja?” tanya Gina dengan suara lembut.Olivia sendiri hanya menganggukkan kepala dan bergumam pelan. Manik matanya menatap ke arah sekitar. Tidak ada Sean. Hanya ada kedua mertuanya yang siap untuk sarapan.‘Jangan-jangan dia belum pulang,’ batin Olivia, tetapi sesaat kemudian dia menghilangkan pikiran tersebut. Dia tidak perlu mengurusi Sean lagi. Pria itu sudah dewasa. Jadi, harus mulai bertanggung jawab untuk urusannya sendiri.“Kalau begitu ayo kita sarapan,” ajak Gina.Tidak mungkin rasanya menolak. Mama mertuanya baru saja pulang dar

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [24] Selalu Menjadi Prioritas

    “Sean, bisa hari ini kamu jangan pulang? Aku takut kalau perutku sakit lagi. Kamu juga tahu sendiri, kan? Aku tidak memiliki keluarga di sini. Jadi, aku tidak tahu harus minta tolong dengan siapa. Sahabatku juga lagi gak di sini,” kata Elsa dengan wajah memelas.Sean terdiam, tidak langsung menjawab ucapan Elsa. Dia sedang mempertimbangkan keputusannya. Sean tidak mau kalau masalahnya dengan Elsa hari ini sampai ke telinga sang papa. Dia tahu, selama ini papanya sedang mengawasi. Hanya saja, akhir-akhir ini sang papa jauh lebih ketat dari sebelumnya.‘Kalau sampai kau ketahuan ke rumah Elsa, apa ini tidak akan jadi masalah?’ batin Sean dengan meragu.“Sean, kenapa diam saja?” tanya Elsa karena tidak juga mendapat jawaban. Dia pun memegang lengan baju Sean dan menarik pelan.Sean yang awalnya melamun langsung tersadar. Dia menatap ke arah Elsa yang tampak begitu pucat. Ada perasaan tidak tega, tetapi dia juga tidak mungkin melawan sang papa. Dirinya belum sepenuhnya menjadi pewaris. K

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [23] Berusaha untuk Memisahkan

    “Elsa.”Elsa yang saat itu tengah duduk langsung mengalihkan pandangan. Dia menatap ke asal suara. Mendapati Sean sudah berada di depannya, Elsa langsung memasang wajah penuh kesakitan. Tangannya terus memegangi perut, sesekali mendesis pelan.“Sayang, kamu kenapa?” tanya Sean dengan wajah cemas. Dia mengalihkan pandangan, menatap sekitar yang tampak berantakan. Di sana ada pecahan gelas juga, membuatnya semakin khawatir.“Sebenarnya ini kenapa?” tanya Sean kembali. Dia memegang jemari Elsa dan mengelus secara perlahan.“Perutku tiba-tiba saja sakit, Sean. Mungkin karena mau datang bulan,” jawab Elsa.“Terus kenapa gak hubungi aku dari pagi?” tanya Sean lagi.“Aku pikir Cuma masalah sepele saja. Minum obat juga bakal sembuh, tapi ternyata aku salah. Sakitnya malah semakin terasa,” jawab Elsa dengan wajah memelas dan menunjukkan penyesalan.Sean yang mendengar hal itu membuang napas kasar. Dia menarik Elsa dan mendekap lembut. Sebelah tangannya mengelus pelan sembari berkata, “Lain kal

  • Hasrat Terlarang Kakak Ipar   [22] Semakin Tersadar

    “Jangan kamu kira perkataan ku tadi karena aku menyukaimu, Olivia. Ingat, aku tidak akan menyukai wanita licik sepertimu. Aku melakukan itu hanya karena malas mendengar ocehan Papa.”Olivia yang mendengar ucapan Sean hanya diam dan tersenyum sinis. Dia sendiri malas meladeni Sean. Perlakuan pria itu juga tidak bisa membuat hatinya luluh. Sekarang Olivia bahkan sudah memiliki rasa apapun dengan Sean, yang ada malah muak setiap kali melihat wajah munafik Sean.“Sekarang kamu bisa mengendalikan Papa. Entah apa yang kamu katakan, tetapi Papa selalu membelamu. Apa kamu puas?” Sean menatap ke arah Olivia dengan sorot mata merendahkan.Namun, Olivia hanya diam. Dia sempat menatap sekilas dan kembali mengalihkan pandangan. Rasanya jalanan jauh lebih indah daripada menatap waja Sean yang memuakkan. Sayangnya Sean berpikir lain. Pria itu langsung berhenti, membuat Olivia tersentak kaget.“Apa-apaan kamu, Sean?” tanya Olivia, kesal karena Sean yang berhenti mendadak.“Seharusnya aku yang bertany

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status