“Kamu harus tenang, Olivia. Jangan kamu pikirkan. Anggap tidak pernah terjadi apa pun. Kamu harus terus bersikap biasa.”
Olivia yang sejak tadi merasa salah tingkah mulai memberikan sugesti untuk diri sendiri. Meski dia sudah mengatakan tidak akan mengungkitnya, tetap saja kenangan itu terlintas dalam benaknya. Apalagi saat dia mandi dan mendapati banyak bekas di tubuhnya, membuat Olivia kembali merasa tidak enak hati. Dai juga takut kalau kejadian semalam diketahui keluarga besarnya. “Olivia, kamu pasti bisa. Lagi pula, Simon pasti sudah pulang. Dia kan gak pernah betah di rumah ini,” ucap Olivia dengan diri sendiri. Dia ingat, Simon paling malas kalau datang ke rumah keluarga Sean. Meski keduanya memiliki ayah yang sama, tetapi sikap keduanya berbeda. Olivia menarik napas dalam dan membuang perlahan. Dia melakukan hal yang sama berulang kali. Hingga merasa dirinya sudah membaik, membuatnya keluar kamar dan menuruni satu per satu anak tangga. Olivia langsung menuju ke arah ruang makan, dimana seluruh keluarga sudah berkumpul. Manik matanya langsung mengamati meja makan dan bernapas lega saat Simon tidak ada. ‘Berarti dia sudah pulang. Syukurlah,’ batin Olivia. “Maaf terlambat. Ada urusan yang harus diselesaikan.” Olivia yang masih berdiri pun langsung tersentak kaget. Dia membalikkan tubuh, menatap ke asal suara. Mendapati Simon berdiri tepat di depannya, Olivia melebarkan kedua mata. Dia menelan saliva pelan dan langsung membalikkan tubuh. ‘Astaga, dia belum pulang,’ batin Olivia. “Gak apa. Ayo kesini, kita sarapan bareng. Olivia juga. Jangan berdiri disitu terus,” kata Gina—mama Sean. Olivia pun menganggukkan kepala dan melangkah ke arah meja makan. Sedangkan Simon tampak lebih tenang. Dia berjalan ke arah meja makan, duduk tepat di depan Olivia. Hingga pandangannya beralih, menatap ke arah Sean sejak tadi menatapnya tajam. Melihat kebencian terpancar di wajah pria itu, Simon malah tersenyum sinis. ‘Dasar pecundang. Aku jadi penasaran, seperti apa reaksinya kalau sampai tahu istrinya sudah kutiduri,’ batin Simon. *** ‘Astaga, apa matahari terbit dari barat? Kenapa tiba-tiba dia mau makan bersama?’ batin Olivia. Olivia yang sedang menyantap bubur pun melirik ke arah Simon berada. Pria itu tampak biasa saja, tidak gugup ataupun canggung. Berbeda dengan Olivia yang takut-takut. Wajahnya juga terus-menerus menunjukkan kecemasan, takut kalau pria itu mengatakan apa yang terjadi semalam. ‘Kamu harus tenang, Olivia. Kamu harus melupakannya.’ Lagi-lagi, Olivia memberikan sugesti untuk dirinya. Meski tidak sebegitu ampuh, tetapi tetap saja dilakukan. Olivia berharap ucapan positif dan menenangkan ini bisa membuatnya merasa jauh lebih baik. Hingga dia mendongakkan kepala. Tepat saat itu, pandangannya beradu dengan Simon yang memang sejak tadi memperhatikannya. Deg. Olivia yang melihat tatapan dalam pria itu hanya terdiam. Sejenak, dia sulit untuk mengalihkan pandangan. Olivia merasa, ada hal yang memikat dalam diri pria itu. Hingga sentuhan di tangannya terasa, membuat Olivia tersentak kaget. “Kenapa terus menatapnya?” tanya Sean dengan suara berbisik. Olivia pun langsung mengalihkan pandangan dan menggelengkan kepala. Dia menjawab, “Aku tidak melihatnya.” “Awas saja kalau kamu main-main denganku, Olivia.” ‘Padahal yang main-main itu dia. Bukan aku,’ batin Olivia. Dia kesal karena Sean yang mulai mengaturnya, tetapi tidak bisa mengatur diri sendiri. “Olivia, kamu mau nambah?” tanya Gina Olivia lansung menggelengkan kepala dan menjawab, “Tidak, Ma. Aku sudah kenyang. Aku mau ke taman dulu.” “Nanti mama susul kamu.” Olivia hanya bergumam pelan dan menganggukkan kepala. Dia mulia bangkit dan melangkah ke arah pintu dekat kolam. Dia tidak mau berada di dekat Simon terus-menerus. Dia ingin menyegarkan pikiran. Setidaknya itu bisa membanya lupa mengenai kejadian panas semalam. Sean sendiri hanya diam. Hingga dering telfon terdengar. Melihat nama sang penelpon, Sean langsung mengambil benda pipih tersebut dan berkata, “Ada urusan yang harus aku selesaikan.” Simon sendiri hanya tersenyum melihat kepergian Sean. Dia bangkit dan siap melangkah pergi. “Simon, kamu mau kemana?” tanya Charles—papa Simon. “Aku sudah lama tidak melihat rumah ini. Jadi, mau jalan-jalan saja,” jawab Simon dan langsung melangkahkan kaki, meninggalkan ruang makan dengan raut wajah dingin. *** “Olivia.” Olivia yang tengah berjalan pun berhenti. Dia membalikkan tubuh, menatap ke asal suara. Bibir yang awalnya menunjukkan senyum, perlahan mulai kehilangan senyuman. Wajahnya juga tampak terkejut dengan sosok di depannya. “Simon. Mau apalagi kamu?” tanya Olivia. Dia cukup kesal karena Simon yang masih mengganggunya. “Tidak apa. Aku hanya merasa kalau aku dirugikan dan mau meminta ganti rugi,” jawab Simon. Ganti rugi? Olivia mengerutkan kening dalam, menatap Simon bingun. Dia merasa tidak mengambil apapun dari pria itu. “Semalam aku sudah membantumu melampiaskan hasrat, tetapi pagi tadi kamu mengatakan kalau tidak ada hubungan. Aku merasa dibuang dan dirugikan, Olivia,” jelas Simon. Mendengar hal itu, Olivia langsung terperangah. Dia benar-benar terkejut dengan ucapan Simon kali ini. Bisa-bisanya dia mengatakan hal semalam dengan begitu gamblang. Hingga Olivia memilih membalikkan tubuh dan melangkah pergi, tetapi di waktu yang sama, Simon meraih pergelangan tangannya. “Lepas, Simon,” ucap Olivia, “aku sudah peringatkan kalau kejadian semalam itu Cuma kesalahpahaman. Kejadian itu benar-benar bukan keinginanku. Jadi, lupakan saja. Kita jalani kehidupan kita seperti biasanya saja.” “Bagaimana kalau aku bilang, aku gak bisa?” Simon tersenyum sinis. “Sebenarnya apa maumu, Simon? Apa yang bisa membuat kamu berhenti mengikutiku?” tanya Olivia dengan nada geram. “Kamu,” jawab Simon, “aku mau kamu.” “Kalian ngapain di sini?” Olivia yang hendak menjelaskan pun langsung mengalihkan pandangan dan berhenti. Melihat Sean datang dengan wajah masam dan tatapan tajam, Olivia hanya menutup mulut rapat. Dia menatap ke arah Simon dan Sean secara bergantian. ‘Astaga, apalagi ini,’ batin Olivia. Dia tahu keduanya tidak pernah akur, tetapi kali ini dia enggan berada di antara keduanya. “Aku bicara dengan istrimu, Sean. Jadi, aku rasa kamu tidak perlu ikut campur,” jawab Simon. “Ini masih pagi. Kalian ngapain bertengkar?” Charles yang baru datang mulai melerai. Dia menatap ke arah Simon dan balik bertanya, “kamu ada urusan apa dengan Olivia, Simon?” “Aku menawarkan pekerjaan sebagai sekretarisku,” jawab Simon. Apa? Olivia melebarkan kedua mata dan menatap Simon. Dia menggelengkan kepala, merasa tidak pernah mendapat penawaran itu. Sedangkan Charles yang mendengar langsung tersenyum lebar dan berkata, “Itu baik, Olivia. Kamu bisa bekerja dengan Simon. Dia akan menjagamu. Jadi, papa juga gak cemas.” “Jadi bagaimana, Olivia? Kamu mau?” tanya Simon dengan senyum lebar. Sebenarnya Olivia inin menolak, tetapi melihat wajah bahagia sang papa mertua, dia bergumam pelan dan menganggukkan kepala, “Iya.”“Simon, kamu mau apa?”Olivia yang melihat Simon melangkah mendekatinya pun langsung perlahan mundur. Dia menatap lekat, tidak mengalihkan pandangan sama sekali. Olivia takut, kalau dia berpaling, pria itu akan menangkapnya.“Menurutmu, aku mau apa, Olivia?” Simon malah balik bertanya. Dia mulai melepas jas dan melempar asal.Olivia menelan saliva pelan ketika melihat hal itu. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Simon, tetapi dia yakin kalau itu bukanlah hal yang baik. Alarm bahaya dalam otaknya langsung memperingatkan secara alami. Hingga Olivia yang hendak menabrak tembok langsung menyingkir. Dia berharap bisa lepas dari kejaran Simon. Sayangnya, baru saja Olivia terlepas, Simon kembali meraih tubuhnya dan mengurung dengan kedua tangan.“Simon, jangan macam-macam,” kata Olivia memperingatkan.“Aku gak macam-macam, Olivia. Aku hanya ingin melihatmu saja,” sahut Simon. Sebelah tangannya terulur, mengusap bibir Olivia pelan. Dia melakukan gerakan yang membuat Olivia menjadi salah ti
“Silahkan, Nona. Tuan Simon sudah menunggu anda.”Olivia yang baru saja datang ke perusahaan Simon dibuat terpana dengan bangunan tersebut. Semua tersusun dengan rapi dan gaya yang elegan. Baru masuk saja, Olivia sudah disuguhkan dengan desain perusahaan yang berbeda dari perusahaan kebanyakan. Dia menatap sekitar dan menganggukkan kepala.‘Pantas saja dia sombong. Ternyata memang lebih kaya dari keluarga Sean,’ batin Olivia.“Nona, saya harap anda lebih berhati-hati dan jangan melakukan kesalahan. Tuan Simon tidak suka kalau sekretarisnya ceroboh dan tidak bisa menjaga emosi. Jadi, saya harap apapun yang terjadi nanti, anda bisa mengendalikan emosi,” ucap pria yang membimbing Olivia.Olivia hanya bergumam pelan dan menganggukkan kepala. Seberapa emosian Simon, dia jauh lebih mengerti daripada semua karyawan di perusahaan. Olivia bahkan salud ketika mendengar banyak yang berminat bekerja di perusahaan Simon. Dia pikir, bos jahat tidak akan pernah diperebutkan.“Nona, sudah sampai,” ka
“Pa, kenapa Papa malah mendukung Olivia kerja di perusahaan Simon? Papa tahu kan dia itu seperti apa? Dia tidak pernah menyukai keluarga kita.”Sean yang kesal karena sang papa mendukung keinginan Simon pun langsung melayangkan protes. Sejak tadi dia sudah menahan karena sang papa yang memberikan isyarat, tetapi nyatanya, papanya tetap tidak mengatakan apa pun. Bahkan, papanya tampak mendukung sepenuhnya.“Pa, Olivia itu istriku. Dia anggota keluarga kita. Kalau dia bekerja dengan Simon dan menjadi sekretarisnya, dia bisa saja menyiksanya. Selain itu, keluarga kita juga bisa malu karena keluarga kita bekerja dengan orang lain,” kata Sean.Charles yang sejak tadi diam pun menatap ke arah putranya berada. Dia menarik napas dalam dan membuang secara perlahan. Simon dan Sean memang putranya, tetapi keduanya memiliki sifat berbeda. Simon jauh lebih diam dan tenang, tetapi dibalik itu semua, putranya sangatlah mematikan. Sedangkan Sean sendiri sosok yang tidak sabaran dan keras kepala. Hal
“Kamu harus tenang, Olivia. Jangan kamu pikirkan. Anggap tidak pernah terjadi apa pun. Kamu harus terus bersikap biasa.”Olivia yang sejak tadi merasa salah tingkah mulai memberikan sugesti untuk diri sendiri. Meski dia sudah mengatakan tidak akan mengungkitnya, tetap saja kenangan itu terlintas dalam benaknya. Apalagi saat dia mandi dan mendapati banyak bekas di tubuhnya, membuat Olivia kembali merasa tidak enak hati. Dai juga takut kalau kejadian semalam diketahui keluarga besarnya.“Olivia, kamu pasti bisa. Lagi pula, Simon pasti sudah pulang. Dia kan gak pernah betah di rumah ini,” ucap Olivia dengan diri sendiri. Dia ingat, Simon paling malas kalau datang ke rumah keluarga Sean. Meski keduanya memiliki ayah yang sama, tetapi sikap keduanya berbeda.Olivia menarik napas dalam dan membuang perlahan. Dia melakukan hal yang sama berulang kali. Hingga merasa dirinya sudah membaik, membuatnya keluar kamar dan menuruni satu per satu anak tangga. Olivia langsung menuju ke arah ruang maka
“Kamu mabuk, Olivia. Jadi, jangan berbuat aneh-aneh. Masuk kamarmu saja,” jawab pria itu. “Aku gak mabuk, Simon. Aku bahkan tahu kalau itu kamu,” kata Olivia. Charles Simon. Pria dengan tubuh tinggi itu hanya diam dan tidak menganggap ucapan Olivia. Dia malah melangkahkan kaki, berniat meninggalkan Olivia. Namun, di waktu yang sama, Olivia malah menarik tangan pria itu. Dia bahkan dengan nekad mengapit kepala Simon dan menempelkan bibir. Olivia langsung melumat kasar. Hingga Simon menjauhkan tubuh wanita itu. Napasnya terdengar berat dengan tatapan tajam. “Olivia, kamu sadar sama apa yang kamu lakukan?” tanya Simon dengan suara berat. “Sadar. Aku mau kamu menemaniku di ranjang,” jawab Olivia dengan senyum manis. Simon sudah mencoba bertahan, tetapi Olivia terus menggodanya. Wanita itu mulai berani menyentuh bagian bawahnya, membuat Simon semakin tidak bisa bertahan. Hingga dia merasa sudah sampai batas kesabaran, membuatnya meraih tangan Olivia dan menggenggam erat. “Kamu yang
“Terima kasih sudah datang ke acara ulang tahun pernikahan kami yang kedua. Saya harap, semoga kami bisa menjadi pasangan yang semakin baik dan pernikahan ini berjalan langgeng.” Semua tamu undangan yang hadir pun langsung bertepuk tangan dan mendoakan pasangan yang saat ini berada di hadapan mereka. Semua orang tampak bahagia. Pasangan yang selalu terlihat mesra itu, benar-benar mendapat berkat dari semua orang. Namun, hal berbeda tampak ditunjukkan sang bintang utama, Olivia Chandra. Wanita dengan rambut sepunggung itu hanya terdiam dan mengulas senyum tipis. Meski sebelah tangannya menggandeng sang suami, pandangannya tampak kosong. “Sean, selamat. Kalian memang pasangan yang serasi. Yang satu cantik, satunya tampak. Benar-benar paket sempurna.” Olivia yang mendengar hal itu pun mengalihkan pandangan. Dia menatap ke arah pria yang bersama sang suami dan melempar senyum tipis. Itu adalah sahabat Sean. “Aku doakan kalian segera memiliki momongan,” kata Brian—salah satu sahabat S