Share

Masa lalu datang

Perjalanan berujung pada sebuah rumah mewah dengan gerbang berwarna emas dan penjagaan ketat di depannya. Rumah itu berwarna putih bersih, terlihat sangat terawat. Ada taman bunga dan mobil mewah yang berjejeran di garasi.

"Demi apapun aku mungkin akan nyasar kalau sampai masuk ke rumah ini," batin Renata keheranan.

Mobil itu parkir di depan anak tangga yang terlihat terbuat dari marmer berkualitas. Ada seseorang yang sigap membukakan pintu dan mengambil kunci mobil, yang satunya lagi membukakan pintu untuk Renata.

"Terima kasih Pak," sapa Renata dengan ramah.

Kedua pria penjaga itu saling bertatapan, seolah aneh dengan hal itu.

"Itu siapa sih?" tanya pria itu pada temannya.

"Yah, palingan mainan baru si Bos. Udah, ayo lanjut kerja nanti kalau ketauan kepo abis kita," timpal temannya.

Sesampainya di dalam, Renata menahan rahangnya yang ingin menganga melihat rumah yang begitu besar dengan semua perabotan yang mahal. Yang lebih membuat kaget Renata adalah ada sekitar dua belas pelayan dengan bajunya sangat rapih berdiri berbaris saat mereka masuk. Mereka semua menunduk, entah memberi hormat atau memang takut melihat muka Bosnya.

"Ambilkan P3K dan air untuk kompres," perintah Alvin.

"Baik Tuan."

Alvin mengayunkan tangannya, memerintahkan para pelayan untuk segera pergi.

"Sini kamu!" Alvin menepuk sofa di sampingnya.

"Saya Pak?" tanya Renata sambil mencari orang lain sekelilingnya.

"Iya kamu, masa guci itu! Cepat sini." Muka Alvin terlihat serius.

Renata duduk di samping Alvin. 'Rasanya ingin rebahan saja, sofa ini nyaman sekali,' pikir Renata.

Seorang pelayan berjalan cepat ke arah Alvin, kemudian berlutut. "Silahkan Tuan." Alvin mengayunkan tangannya lagi.

Sekarang di tempat itu hanya ada mereka berdua. "Bertanggung jawablah dengan perlakuanmu tadi," ujar Alvin dengan wajah kesal.

"Permisi ya Pak," Renata meminta izin sebelum menyentuh wajah Bosnya itu. Dia mulai mengompres hidung Alvin dengan perlahan, terlihat beberapa kali Alvin sedikit meringis.

"Pelan-pelan, apa kamu mau mematahkan hidung saya lagi?" bentak Alvin yang tak bisa menahan sakit di hidung.

"Maaf Pak," Renata melanjutkan kegiatannya dengan serius.

Beberapa menit setelahnya, "Tugas saya sudah selesai Pak, saya izin--" Renata berniat untuk berpamitan.

"Tunggu disini, saya ganti baju dulu." Alvin berdiri meninggalkan Renata sendirian di situ.

"Hhuuufttt.." Renata menghela nafas panjang, dia menyenderkan badannya ke sofa. Setidaknya dia sudah melewati suasana yang menjengkelkan itu.

'Sofa ini empuk sekali,' Renata mengelus-elus sofa itu. Karena kelelahan, matanya lama kelamaan mulai terpejam, dan akhirnya dia tertidur.

Alvin yang baru saja kembali dari kamarnya tersenyum melihat Renata yang tertidur di sofanya.

"Ehmm.."

Renata terkejut bangun, menyeka matanya yang berat. "Ma-maaf Pak, saya ngantuk."

"Pulanglah dan istirahat."

"Baik Pak." Renata bergegas mengambil tasnya dan berjalan ke arah pintu. Seorang pelayan sudah siap di sana untuk membuka pintu itu. Tiba-tiba, Renata balik ke arah Alvin.

"Ada apa?" tanya Alvin dengan nadanya yang dingin.

"Jas bapak." Renata melepas jas itu.

"Pakai saja, diluar dingin. Kembalikan jika kau sudah mencucinya. Pergilah, tunggu di mobil."

"Di mobil?" Renata mengerutkan alisnya.

"Iya di mobil, apa kau tuli?" bentak Alvin.

Renata mengangguk kecil, dia tidak mau membantah orang gila ini lalu berjalan menuju pintu. Sang pelayan yang tadi langsung membukakan pintu itu untuk Renata. "Terima kasih Mbak," ucap Renata dengan ramah.

Pelayan itu sangat tersentuh dengan perlakuan Renata padanya. Dia membalasnya dengan sikap membungkuk, memberi hormat pada Renata.

Di luar, terlihat seorang penjaga berdiri di samping mobil mewah yang sudah siap membukakan pintu mobil itu untuk Renata.

"Silahkan Nona."

"Terima kasih Pak," Renata menyambutnya dengan senyum.

Saat sudah berada di dalam mobil, Renata tersentak saat Alvin tiba-tiba masuk dan membanting pintu seperti tak memperdulikan berapa harga mobil itu.

"Hei bodoh, kenapa kamu duduk di belakang? Memangnya aku sopirmu? PINDAH KE DEPAN SEKARANG!"

Renata gelapan keluar dari mobil dan masuk kembali, duduk di samping Bosnya.

"Seat beltmu!" sindir Alvin. "Aku tidak mau hidungku berdarah lagi karena itu."

Renata dengan cepat langsung memakai seat beltnya.

Di dalam perjalanan, Renata mencoba memecahkan keheningan dengan memulai pembicaraan.

"Kenapa Bapak yang antar saya? Bukannya Bapak punya banyak sopir?" Nada Renata begitu pelan saat bertanya agar Bosnya tidak tersinggung.

Alvin hanya diam, seolah-olah dia tak mendengar pertanyaan itu. Wajahnya dingin, tanpa ekspresi.

'Apa orang ini seperti patung ya?' Renata mencuri-curi pandangan ke arah Bosnya itu.

"Mobil Bapak harum banget, pasti parfumnya mahal deh." Renata masih mencoba agar ada percakapan dalam perjalanan yang membosankan itu.

Terlihat Alvin menghela nafas panjang. Sepertinya dia tidak suka dengan percakapan apapun.

"Saya antar kamu, karena saya ada keperluan jadi sekalian saya aja yang antar. Dan soal harum di mobil ini, tadi saya memang pakai parfum dulu." Pungkas Alvin.

Renata tersenyum simpul, setidaknya ada komunikasi yang terjalin meski agak canggung.

"Pak, di depan belok kiri. Saya turun di depan rumah pagar biru ya," pinta Renata.

Mobil mewah itu kemudian parkir tepat di depan rumah itu. "Terima kasih Pak, hati-hati di jalan."

Baru saja Renata mau membuka kunci pagar rumahnya, seseorang memeluknya dari belakang. Renata langsung meronta, berusaha melepas pelukan itu.

"Kamu ngapain kesini?" Renata mendorong pria itu menjauh.

"Ren, kenapa kamu jauhin aku!" bentak pria itu dengan kasar, memaksa sambil menggenggam lengan Renata.

"Lepasain aku!" Renata berusaha melepaskan cengkraman tangan pria itu yang begitu kuat di lengannya.

"Lepasinn...sakit!" Renata meringis kesakitan, tangannya memerah.

"Aku gak bakal lepasin kamu, jelasin dulu kenapa kamu jauhin aku." Pria itu menggenggam tangan Renata semakin erat.

"Sakit... Too--" saat Renata ingin berteriak meminta pertolongan, dengan cepat Raka menamparnya keras.

Plak...!

Renata terdiam, menangis pelan, menahan pipinya yang sakit.

"Aku nggak mau kasar sama kamu Rena." Pria itu memeluknya perlahan. Renata terisak dalam pelukan itu, bukan karena dia mengiyakannya, tapi dia sadar bahwa dia tidak akan lepas dari si bajingan ini.

Renata trauma dengan hal-hal seperti ini, makanya dia menyuruh adiknya tinggal bersama keluarganya yang lain, agar tidak melihat kejadian seperti ini.

"Ugh, tolong lepasin aku, gak bisa bernafas, lepas--" Renata mencoba mengatur nafasnya yang mulai sesak. Pria itu memeluknya erat, orang ini sudah gila.

Tiba-tiba, seseorang datang menarik bahu pria dan langsung memukul pria itu sampai tersungkur.

"Pak Alvin!" Renata berlari ke arah belakang Bosnya itu, berlindung di antara lengan kekar sang Bos.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status