Pagi itu rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Bella turun ke ruang makan masih dengan rambut tergerai acak, hanya mengenakan kaos longgar dan celana pendek. Meja makan sudah rapi, hanya ada secangkir teh hangat yang ditinggalkan Mama untuknya sebelum berangkat bersama Papa subuh tadi.
Ia duduk, menyeruput teh pelan sambil menatap kosong ke arah jendela. Sunyi itu menekannya. Biasanya ada suara Papa yang sibuk menelepon rekan kerja, atau Mama yang cerewet mengatur sarapan. Namun sepi itu tak berlangsung lama. Langkah kaki berat terdengar dari arah tangga. Bella refleks menoleh dan melihat Renand turun dengan santai, mengenakan kaos hitam polos dan celana jogger. Rambutnya masih agak berantakan, tapi justru membuat wajahnya makin mencolok. “Pagi.” Suaranya datar, tapi dalam. Bella buru-buru mengalihkan pandangan. “Pagi.” Renand langsung menarik kursi di seberang, duduk sambil membuka koran yang ada di meja. “Papa dan Mama sudah berangkat?” “Udah. Subuh tadi.” Bella berusaha terdengar biasa saja, meski jari-jarinya memainkan sendok kecil, mengetuk-ngetuk gelas tanpa sadar. Renand menurunkan korannya, menatap Bella tanpa berkedip. “Berarti… sekarang cuma ada kita berdua di rumah ini.” Bella tersedak tehnya. Ia buru-buru meletakkan cangkir, wajahnya merah. “Jangan ngomong kayak gitu, Ren. Kedengarannya… aneh.” Renand justru tersenyum tipis. “Memangnya salah? Faktanya begitu, kan?” “Ya, tapi—” Bella menggigit bibirnya, lalu bangkit dari kursi. “Aku mau mandi. Jangan ganggu aku.” Ia melangkah cepat menuju tangga, tapi baru menapaki dua anak tangga, suara Renand kembali terdengar pelan namun tegas, membuatnya terhenti. “Bel.” Bella menoleh setengah, jantungnya berdegup kencang. “Nanti aku nyusul!” Renand menyeringai, menggoda Bella. Bella terpaku sejenak berusaha mencerna kalimat Renand. "Awas ajah, kalo berani mssuk!" ujar Bella Renand tersenyum melihat kegugupan Bella. "Kamu selalu menggemaskan," ucapnya. Bella melanjutkan langkahnya dengan cepat menuju kamarnya. Bella buru-buru menutup pintu kamarnya, lalu bersandar di belakangnya sambil memegangi dada yang masih berdegup tak karuan. "Kenapa aku berdebar?" ucapnya Dia melangkah ke kamar mandi, menyalakan shower, dan membiarkan air dingin membasahi tubuhnya. Berharap bisa menjernihkan pikirannya. Tapi bayangan Renand terus muncul di benaknya, membuatnya semakin frustrasi. Setelah selesai mandi, Bella keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. Dia berjalan ke lemari, mencari pakaian yang nyaman untuk dikenakan. Pikirannya masih berkecamuk, antara marah, bingung, dan sedikit... tertarik? Dia menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan pikiran itu. Sementara di bawah Renand sedang berdiri di ambang pi ntu dan di hadapannya berdiri Han. "Sedang apa kau disini?" "Harusnya aku yang bertanya begitu, kenapa kamu ada di rumah Bella pagi2 begini?" tanya Han. "Ah, aku hampir lupa kalau kalian itu 'saudara' jadi wajar kalau kamu menginap, kan?" Han menekankan kata saudara agar Renand tahu batasan. Karena sebagai sesama pira jelas Han tahu tatapan dan sikap Renand selama ini terhadap Bella bukan lah tatapan seorang saudara sepupu. Renand menatap tajam Han. Sorot matanya dingin dan rahang nya mengeras, jelas ia menerima maksud dari perkataan Han. "Seperti nya ucapanku membuatmu sadar, kalau kau dan Bella hanya sebatas itu." Han melanjutkan, ia menyeringai. "Sayang nya, Bella terlalu naif. Sampai dia tidak sadar kalau kamu menatapnya dengan tatapan yang ingin memilikinya," "Tidak ada batasan antara aku dan Bella," balas Renand suaranya rendah. "Dan perlu kau tahu, Bella sudah tahu perasaanku terhadapnya." Renand balas menyeringai. Han mengepalkan tangannya sampai buku jarinya memutih. “Aku ingatkan kamu,” suara Renand tenang tapi tajam, seperti pisau yang baru diasah. “Jauhi Bella mulai sekarang. Kau nggak pantas untuknya.” Han terkekeh singkat, namun matanya sama sekali tidak menunjukkan senyum. “Lantas siapa yang pantas? Seorang pria yang bersembunyi di balik status sepupu, dan mencari-cari celah keretakan hubungan ku dengan nya lalu masuk seolah kamu pahlawan nya? padahal kamu hanya pria pengecut yang sedang memanfaatkan Bella.” Wajah Renand menegang. Ia tak langsung membalas, hanya menatap Han seperti menantang. Suasana mendadak terasa berat, seakan udara di ruang tamu itu bisa pecah kapan saja.Bella benar-benar merasa menyesal tidak mengusir Renand dengan sungguh-sungguh. Ia membiarkan Renand ada di sini. Membiarkan tatapan itu terus mengejarnya, menahannya di dalam lingkaran yang tak bisa ia putuskan sendiri. "Ren! Jangan begini!" hanya kalimat itu yang bisa Bella keluarkan dari mulutnya m, saat Renand merengkuh pinggang nya dan bibir nya mendarat tepat di bibir Bella. Awalnya Bella membelalakan matanya saat menerima ciuman mendadak itu, namun lama kelamaan ia seakan larut dalam permainan panas bibir Renand. Renand melepas ciuman nya perlahan, dan lembut berbeda saat ia mendaratkan bibirnya yang lebih terkesan kasar dan tergesa. Bella menarik nafas nya mengambil kembaki pasokan udara yang tadi nyaris habis. "Ren, plis! jangan lakukan!" hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Bella, dengan mata yang masih terpejam dan suara yang hampir mirip bisikan. "Bibirmu berkata jangan, tapi tubuhmu bereaksi berbeda." Suara Renand dalam dan bergetar, nyaris seperti bisikan
“Lihatlah, kamu bahkan tidak menyangkalnya. Jadi dalam hubungan ini kita sama-sama mencari sedikit hiburan sebelum melangkah ke pernikahan, benarkan, Bella?” suara Han terdengar tenang, tapi matanya berkilat penuh tuduhan. Bella menatapnya dingin, sorot matanya menusuk. “Selingkuh bukan hiburan, Han. Itu pengkhianatan—dan pengkhianatan tidak pernah bisa dimaafkan.” Han mendengus, wajahnya semakin mendekat. “Jadi siapa yang benar-benar berselingkuh? Kamu atau aku? Atau kita sama-sama main api?” Suaranya merendah, nyaris berbisik. “Demi kebaikan bersama, lupakan yang sudah terjadi. Mari kita lanjutkan rencana pernikahan ini.” Tangannya mencoba meraih jemari Bella. Bella menarik tangannya cepat, lalu tertawa getir. “Demi kebaikan bersama?” katanya menirukan dengan nada mengejek. “Lebih tepatnya demi kebaikanmu. Kamu takut, kan? Takut orang tuamu marah kalau tahu semua ini. Aku tahu betapa mereka menaruh harapan besar pada pernikahan kita.” Han terdiam sesaat, rahangnya mengeras.
[BERITA ONLINE--HEADLINE] Renand Xavier, CEO muda pewaris Xavier Crop, tertangkap kamera sedang berciuman dengan wanita misteius dalam ruangan gedung kantor. Indentitas wanita tersebut belum terungkap. Netizen berspekulasi kalau wanita tersebut karyawan internal, model bahkan ada yang beranggapan itu orang terdekat sang CEO. Skandal ini sontak menggemparkan dunia bisnis dan sosialita, mengingat Renand Xavier terkenal sebagai pria dingin dan tak pernah terekspos dalam hubungan asmaranya. Sebuah poto di tampilkan dengan jelas meskipun wajah keduanya di buramkan. Nampak Renand memegang pinggang gadis di poto tersebut dan bibir mereka saling bersentuhan. Renand mematikan televisi dengan remotenya, lalu bersandar santai di kursinya."Bagus, Ren. Sekarang kamu jadi selebriti," ujar Leo. "Siapa wanita itu? Kenapa aku gak tahu kalau kamu punya pacar?""Memangnya aku harua selalu melapor padamu?" balas RenandLeo melempar pandangan tak suka saat mendengar jawaban Renand."Tapi wamita di
Hari itu Bella baru saja keluar dari kantor untuk makan siang ketika ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk. “Bella, Tante mau ketemu kamu sebentar. Ada yang ingin Tante bicarakan. Bisa, kan?” Itu dari Bu Ratna, ibunya Han. Bella sempat ragu, tapi akhirnya membalas singkat: “Baik, Tante. Di mana?” Tak lama, ia sudah duduk di dalam mobil mewah berwarna hitam, dengan sopir yang membawanya ke sebuah tempat yang tak ia kenali. Sepanjang jalan, Bu Ratna tersenyum ramah, seakan tidak ada yang janggal. “Bella, kamu makin cantik saja. Tante bersyukur sekali Han memilihmu.” Suaranya hangat, tapi ada penekanan halus di dalamnya. Bella tersipu kaku. “Ah… Tante terlalu memuji.” Mobil berhenti. Ketika pintu dibuka, Bella terperanjat. Di hadapannya berdiri sebuah butik megah dengan etalase yang memamerkan gaun-gaun pengantin putih berkilau. Jantungnya berdetak kencang. “Tante… kita… kenapa ke sini?” Bu Ratna merangkul lengannya erat, seakan tak memberi ruang untuk mundur. “Sayang, waktunya
Ruang kantor itu dipenuhi sisa aroma kopi yang samar-samar. Dindingnya berlapis cat abu-abu lembut. Di belakang meja, kursi kulit hitam tinggi tampak kokoh, memberi kesan wibawa. Renand duduk sambil memegangi berkas di tangannya."Dia benar-benar manusia sampah!" ujarnya seraya mengetuk sebuah poto dengan telunjuknya.Dalam poto itu nampak Han tertawa sambil di kelilingi wanita di bar. Dan beberapa berkas rekam jejak Han dan proyek-proyek kotornya."Buat apa kamu menyelidiki dia?" ujar teman Renand, Leo. Dia yang di suruh untuk menyelidiki Han. "Setahu ku, dia tunangan Sepupumu,"Renand meletakan memembereskan poto-poto itu dan meletakan nya di laci meja kantornya."Ya, kamu benar. Pria hidung belang ini tunangan Bella." ucapnya santai."Jangan bilang kamu mau menghancurkan hububgan mereka dengan itu?" "Hubungan mereka sudah hancur sendiri tanpa campur tanganku, " ucapan Renand santai dan selalu berwibawa setiap yang mendengar pasti takut dengan auranya. "Aku hanya memastikan saja,
Pagi itu rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Bella turun ke ruang makan masih dengan rambut tergerai acak, hanya mengenakan kaos longgar dan celana pendek. Meja makan sudah rapi, hanya ada secangkir teh hangat yang ditinggalkan Mama untuknya sebelum berangkat bersama Papa subuh tadi.Ia duduk, menyeruput teh pelan sambil menatap kosong ke arah jendela. Sunyi itu menekannya. Biasanya ada suara Papa yang sibuk menelepon rekan kerja, atau Mama yang cerewet mengatur sarapan.Namun sepi itu tak berlangsung lama.Langkah kaki berat terdengar dari arah tangga. Bella refleks menoleh dan melihat Renand turun dengan santai, mengenakan kaos hitam polos dan celana jogger. Rambutnya masih agak berantakan, tapi justru membuat wajahnya makin mencolok.“Pagi.” Suaranya datar, tapi dalam.Bella buru-buru mengalihkan pandangan. “Pagi.”Renand langsung menarik kursi di seberang, duduk sambil membuka koran yang ada di meja. “Papa dan Mama sudah berangkat?”“Udah. Subuh tadi.” Bella berusaha terdengar