Share

Bab 6

Author: dessy C
last update Last Updated: 2025-09-19 09:29:46

Pagi itu rumah terasa lebih sepi dari biasanya. Bella turun ke ruang makan masih dengan rambut tergerai acak, hanya mengenakan kaos longgar dan celana pendek. Meja makan sudah rapi, hanya ada secangkir teh hangat yang ditinggalkan Mama untuknya sebelum berangkat bersama Papa subuh tadi.

Ia duduk, menyeruput teh pelan sambil menatap kosong ke arah jendela. Sunyi itu menekannya. Biasanya ada suara Papa yang sibuk menelepon rekan kerja, atau Mama yang cerewet mengatur sarapan.

Namun sepi itu tak berlangsung lama.

Langkah kaki berat terdengar dari arah tangga. Bella refleks menoleh dan melihat Renand turun dengan santai, mengenakan kaos hitam polos dan celana jogger. Rambutnya masih agak berantakan, tapi justru membuat wajahnya makin mencolok.

“Pagi.” Suaranya datar, tapi dalam.

Bella buru-buru mengalihkan pandangan.

“Pagi.”

Renand langsung menarik kursi di seberang, duduk sambil membuka koran yang ada di meja.

“Papa dan Mama sudah berangkat?”

“Udah. Subuh tadi.” Bella berusaha terdengar biasa saja, meski jari-jarinya memainkan sendok kecil, mengetuk-ngetuk gelas tanpa sadar.

Renand menurunkan korannya, menatap Bella tanpa berkedip.

“Berarti… sekarang cuma ada kita berdua di rumah ini.”

Bella tersedak tehnya. Ia buru-buru meletakkan cangkir, wajahnya merah.

“Jangan ngomong kayak gitu, Ren. Kedengarannya… aneh.”

Renand justru tersenyum tipis.

“Memangnya salah? Faktanya begitu, kan?”

“Ya, tapi...”

Bella menggigit bibirnya, lalu bangkit dari kursi. “Aku mau mandi. Jangan ganggu aku.”

Ia melangkah cepat menuju tangga, tapi baru menapaki dua anak tangga, suara Renand kembali terdengar pelan namun tegas, membuatnya terhenti.

“Bella,”

Bella menoleh setengah, jantungnya berdegup kencang.

“Nanti aku nyusul!” Renand menyeringai, menggoda Bella.

Bella terpaku sejenak berusaha mencerna kalimat Renand.

"Awas ajah, kalo berani mssuk!" ujar Bella

Renand tersenyum melihat kegugupan Bella.

"Kamu selalu menggemaskan," ucapnya.

Bella melanjutkan langkahnya dengan cepat menuju kamarnya.

Bella buru-buru menutup pintu kamarnya, lalu bersandar di belakangnya sambil memegangi dada yang masih berdegup tak karuan.

"Kenapa aku berdebar?" ucapnya

Dia melangkah ke kamar mandi, menyalakan shower, dan membiarkan air dingin membasahi tubuhnya. Berharap bisa menjernihkan pikirannya. Tapi bayangan Renand terus muncul di benaknya, membuatnya semakin frustrasi.

Setelah selesai mandi, Bella keluar dari kamar mandi dengan handuk melilit tubuhnya. Dia berjalan ke lemari, mencari pakaian yang nyaman untuk dikenakan. Pikirannya masih berkecamuk, antara marah, bingung, dan sedikit... tertarik? Dia menggelengkan kepalanya, berusaha mengenyahkan pikiran itu.

Sementara di bawah Renand sedang berdiri di ambang pi ntu dan di hadapannya berdiri Han.

"Sedang apa kau disini?"

"Harusnya aku yang bertanya begitu, kenapa kamu ada di rumah Bella pagi2 begini?" tanya Han. "Ah, aku hampir lupa kalau kalian itu 'saudara' jadi wajar kalau kamu menginap, kan?"

Han menekankan kata saudara agar Renand tahu batasan. Karena sebagai sesama pira jelas Han tahu tatapan dan sikap Renand selama ini terhadap Bella bukan lah tatapan seorang saudara sepupu.

Renand menatap tajam Han. Sorot matanya dingin dan rahang nya mengeras, jelas ia menerima maksud dari perkataan Han.

"Seperti nya ucapanku membuatmu sadar, kalau kau dan Bella hanya sebatas itu." Han melanjutkan, ia menyeringai.

"Sayang nya, Bella terlalu naif. Sampai dia tidak sadar kalau kamu menatapnya dengan tatapan yang ingin memilikinya,"

"Tidak ada batasan antara aku dan Bella," balas Renand suaranya rendah. "Dan perlu kau tahu, Bella sudah tahu perasaanku terhadapnya." Renand balas menyeringai.

Han mengepalkan tangannya sampai buku jarinya memutih.

“Aku ingatkan kamu,” suara Renand tenang tapi tajam, seperti pisau yang baru diasah. “Jauhi Bella mulai sekarang. Kau nggak pantas untuknya.”

Han terkekeh singkat, namun matanya sama sekali tidak menunjukkan senyum.

“Lantas siapa yang pantas? Seorang pria yang bersembunyi di balik status sepupu, dan mencari-cari celah keretakan hubungan ku dengan nya lalu masuk seolah kamu pahlawan nya? padahal kamu hanya pria pengecut yang sedang memanfaatkan Bella.”

Wajah Renand menegang. Ia tak langsung membalas, hanya menatap Han seperti menantang. Suasana mendadak terasa berat, seakan udara di ruang tamu itu bisa pecah kapan saja.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   Bab 49

    Tubuh Bella terasa berat. Pandangannya kabur, langkahnya limbung di lorong gelap rumah Martin. Keringat dingin bercampur panas aneh dari dalam tubuhnya. Suara detak jantungnya sendiri terdengar seperti palu di telinga.“Apa… yang dia lakukan padaku…” bisiknya.Dari balik bayangan lorong, seseorang muncul, wajahnya samar di bawah cahaya redup. Sosok itu terkejut melihat Bella yang nyaris terjatuh. Ia cepat menahan tubuh Bella sebelum membentur lantai.“Bella? Hei! Kamu kenapa?”Bella hanya menggigit bibir, berusaha menahan tubuhnya yang bergetar hebat. “Han… dia… sesuatu di minumanku…”Renand terdiam. Tatapan matanya berubah dingin. Ia menggendong Bella ke kamar kosong di ujung lorong, membaringkannya perlahan.“Tenang. Aku di sini.”Bella berusaha menahan kesadarannya yang mulai kabur. “Jangan… jangan biarkan dia mendekat lagi…”Renand mengangguk, lalu menatap ke arah pintu dengan rahang menegang."Renand, tolong aku!" Bella merengek, bangkit dengan pakaian tidur yang sedikit terbuka,

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   bab 48

    Setelah pertungan Renand, perasaan Bella semakin kacau ia merasa kini tak ada lagi yang bisa ia harapkan. Hidupnya benar-benar hampa, dan selalu mendapat pengkhianatan. Bella merenung di kamarnya, karena hanya itu yang bisa ia lakukan. Sampai akhirnya ia tak tahan lagi menjadintawanan keluarga Martin."Aku ingin kita pindah, Han," kata Bella pada Han, saat Han baru saja keluar dari kamar mandi."Pindah bagaimana maksudnya?""Kalau kamu masih mau pernikahan ini sampai satu tahun, kita pindah ke rumah orang tua ku.""Tapi, Ayah tidak akan setuju.""Kalau kamu tidak mau, kita bercerai saja,""Bella," Han tidak mau bercerai, meskipun perjanjian pernikahan hanya satu tahun tapi Han tidak akan pernah menceraikan Bella apapun yang terjadi. "Nanti aku bicarakan dulu dengan orang tuaku, ya?""Aku tunggu jwabanmu secepatnya.""Baiklah," Han mengambil segelas air di nakas, dan saat Bella kembali menatap ke luar jendela Han memasukan sebuah serbuk ke dalam minuman Bella, lalu berjalan menghampir

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   Bab 47

    Hari pertunangan itu berlangsung megah di kediaman keluarga Han. Taman belakang disulap menjadi tempat pesta, dihiasi bunga putih dan lampu-lampu gantung yang berkilau seperti bintang. Musik lembut mengalun, tamu-tamu berbusana elegan saling bertukar senyum, membicarakan betapa serasinya pasangan yang sedang dirayakan hari itu, Renand Wijantara dan Amanda Daraswita.Amanda tampak cantik dalam gaun krem muda, senyum tak pernah lepas dari wajahnya. Namun di sampingnya, Renand berdiri dengan ekspresi datar. Tatapannya dingin, terlalu kaku untuk disebut bahagia. Sesekali, matanya mencari ke sekeliling ruangan… dan berhenti pada satu sosok di kejauhan.Bella.Ia berdiri di sudut taman, mengenakan dress hitam sederhana, rambutnya dibiarkan tergerai. Senyum tipis yang dipaksakan tak mampu menyembunyikan matanya yang kosong. Sejak awal acara, Bella menghindari kontak mata dengan siapa pun, apalagi dengan Renand.Namun tatapan itu… tatapan yang sama penuh kerinduan dan luka yang terus mengikut

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   bab 46

    Kabar itu menyebar secepat kilat, jauh melebihi dugaan Bella.Renand Wijantara, pria yang dulu memohon padanya untuk bertahan, kini resmi mengumumkan pertunangannya dengan Amanda, sepupu Han. Pengumuman itu disiarkan langsung di televisi, disaksikan oleh seluruh keluarga yang terpaku di depan layar. Bella membeku di kursinya, jemarinya mencengkeram erat cangkir kopi, seolah mencari kekuatan.Han, dari ujung meja makan, menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Kabar bahagia, bukan?" ujarnya datar, sambil mengaduk teh.Bella membisu, matanya terpaku pada Renand di layar. Pria itu tersenyum kaku di samping Amanda, tangan mereka bertautan di depan kamera.Han menyandarkan tubuh, tatapannya menusuk. "Tidak ingin memberi selamat?"Bella mendengus pelan. "Untuk apa?""Untuk pria yang dulu kau bela mati-matian." Han mendekat, suaranya tajam namun rendah. "Setidaknya kau bisa tenang sekarang. Dia sudah memiliki calon istri yang jelas."Bella menoleh cepat. "Berhenti bicara seperti itu

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   bab 45

    Suara ketukan pintu terdengar pelan tapi berulang—ritmis, penuh kesengajaan. Han yang sedang menatap layar laptopnya langsung menegakkan tubuh. Ia tidak sedang menunggu siapa pun.“Masuk,” katanya datar, tanpa mengalihkan pandangan.Pintu terbuka. Aroma parfum manis yang pernah ia kenal memenuhi ruangan. Han terdiam.“Sudah lama, ya,” suara itu lembut, tapi menusuk seperti belati.Han mendongak perlahan. “Fanya.”Perempuan itu tersenyum miring. Ia menutup pintu dan berjalan santai mendekat, tumit sepatunya menimbulkan suara kecil di lantai marmer. “Kamu kelihatan kaget. Padahal aku cuma ingin ngobrol.”“Ngobrol?” Han mendengus. “Kalau kamu datang buat main-main lagi, keluar saja.”“Main-main?” Fanya tertawa pendek, matanya berkilat. “Lucu sekali kamu ngomong begitu. Padahal dulu kamu yang paling suka main dengan aku.”“Sudah cukup.” Han menekan meja dengan telapak tangannya. “Kita selesai waktu itu. Jangan buat masalah lagi.”Fanya mengangkat alis, senyumnya tidak hilang. “Kamu yakin

  • Hasrat Terlarang Sepupu Tampan   Bab 44

    Siang itu rumah keluarga Han terasa lengang. Semua orang pergi bekerja, Han, kedua orang tuanya, bahkan Amanda yang biasanya sibuk di rumah pun ikut keluar untuk menghadiri rapat bisnis. Hanya para pelayan yang lalu-lalang dengan langkah hati-hati, takut membuat kegaduhan di rumah yang kini terasa terlalu besar dan terlalu sunyi.Namun, di antara kesunyian itu, suara mobil berhenti di depan gerbang.Renand turun dari mobil dengan langkah pasti. Wajahnya tegang, matanya gelap. Sejak kejadian makan malam itu, Bella terus menghindar darinya, tidak membalas pesan, tidak menjawab telepon, bahkan menghilang setiap kali mereka berada di tempat yang sama.Hari ini, ia tidak ingin menunggu lagi. Ia harus tahu alasannya.“Selamat siang, Pak,” sapa salah satu pelayan gugup ketika Renand melangkah masuk tanpa banyak bicara. “Nyonya muda sedang di taman belakang.”Renand hanya mengangguk, lalu terus berjalan melewati lorong panjang menuju taman. Setiap langkahnya berat, seolah membawa beban yang m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status