Lyubova Event Organizer lumayan ramai siang itu karena Catherine Toussaint—adik Dietrich—juga datang. Kalau dia datang, suaminya pun ikut lalu jika suaminya ikut, maka satu pasukan anak buah mafia Rusia sebanyak satu tank juga akan mengikuti.
Benar-benar kacau. "Kalian basah kuyup." Catherine berusaha bangkit dengan susah payah. Kehamilannya memasuki trimester tiga bulan ini. Plus, perempuan cantik itu hamil bayi kembar laki-laki yang membuat perutnya membesar bagai balon. "Duduk saja, Kitkat. Jangan repot-repot." Dietrich mengangkat tangannya di udara. Lelaki itu sudah melepaskan coat-nya yang basah, dan kini hanya memakai kemeja yang juga basah hingga badan atletisnya tercetak jelas di sana. Di sisi lain, Natalie aman dengan sebuah kemeja cadangan milik Dietrich yang jelas-jelas kedodoran. Well, gadis itu berhasil meminta Dietrich untuk berbalik agar ia dapat melepaskan pakaian tadi di dalam mobil. Itu adalah sebuah prestasi. Dietrich biasanya super angkuh dan paling anti menuruti perintah orang lain. "Natalie melupakan ponselnya di dalam tas—dan tasnya berada di sini. Seperti biasa. Dia berjalan dengan sembrono ke kedai bunga tanpa membawa payung dan tanpa melihat prakiraan cuaca. Bukankah temanmu ini sangat pintar?" Dietrich bertanya dengan nada sarkastis pada Catherine. Kat tertawa. "Oh, kau menemukan Nat lagi. Padahal, ada banyak tempat yang biasa didatangi oleh Natalie." Perempuan itu duduk beringsut ke dekat Vladimir Alexandrov—suaminya, si mafia Rusia. Ia mencari kehangatan. Begitu Vladimir menawarkan sebuah pelukan dan tangannya bergerak untuk membelai rambut sang istri, Kat langsung mendapati dirinya mulai mengantuk. Dietrich menghela napas. "Ada banyak tempat, tapi Nat akan melamun di kedai jika cuacanya seperti ...." Dietrich menunjuk langit lewat jendela. "... ini." Natalie balas mendengkus. "Tidak ada yang meminta bantuanmu. Kitkat bisa saja mengirimkan The Wolf untuk menjemputku, tapi kau merepotkan dirimu sendiri." Dietrich berkacak pinggang. "Beginikah caramu berterima kasih? Dan ... tidak. The Wolf tidak akan pergi ke mana-mana. Dia harus tetap di sini in case of emergency. Lihatlah perut Kat. Aku tidak akan terkejut jika dia akan melahirkan dalam waktu dekat." "Kuharap tidak." Catherine mulai menguap. "Bayi-bayi kami seharusnya tetap berada di dalam sampai akhir tahun ini atau awal tahun depan." Vladimir menambahkan. "Dan aku lebih suka istriku melahirkan di Rusia." Dietrich menyipitkan mata. "Tapi, aku setuju denganmu. The Wolf tidak akan ke mana-mana karena dia harus siap digunakan untuk Katerina." Lelaki itu menambahkan sembari menyeringai tampan. Dietrich tersenyum lebar. "Aku senang kau sependapat denganku." Natalie memutar bola mata. "Mon Dieu. Kau pelit sekali, Vladimir. Sudah lupakah bahwa aku yang membantumu menyusun acara pernikahanmu dengan Kat? Kau sama sekali tidak tahu membalas budi. Bahkan hanya untuk meminjamkan The Wolf saja kau tidak mau." Vladimir terbahak. Tawanya menggelegar keras—terdengar menakutkan bagi yang belum terbiasa. Akan tetapi, Catherine sangat memuja suaminya. Namun, Natalie tidak menahan diri agar tidak menutup kuping dengan kedua tangan untuk menghargai sahabatnya. "Bukannya aku tidak mau, tapi aku tidak bisa. Omong-omong, aku memang tidak bisa meminjamkan The Wolf. Namun, sejujurnya aku bisa memesankan taksi untukmu, Nat. Hanya saja, aku tidak tahu dengan pasti di mana kau berada." Vladimir menjelaskan. Omong-omong, The Wolf adalah mobil serupa tank milik klan Alexandrov. Anti peluru, berbahan material perang terbaik, bahkan memiliki berbagai macam alat penunjang kehidupan di dalamnya. Vladimir membangun The Wolf hanya diperuntukkan baginya. Namun, kini The Wolf sudah seperti mobil pribadi Kat. Catherine tersenyum pada Natalie. "Rapat sudah hampir dimulai dan kau belum juga datang. Jadi, berterimakasihlah pada Dietrich dan masuklah, Nat. Aku akan menunggu di sini ... kalau tidak ketiduran." Natalie memberengut. "Jangan salahkan aku. Salahkan bayi-bayinya. Mereka membuatku ingin bermalas-malasan sepanjang hari. Kakiku bengkak sebesar kaki gajah. Kau mau melihatnya?" Catherine bersiap untuk menaikkan roknya sedikit, tetapi Nat menggeleng. "Tidak, terima kasih," ujarnya. Kemudian, ekspresinya melembut. "Kasihan sekali kau, Kat. Apakah hamil benar-benar terasa menyakitkan?" Catherine tergelak. "Tidak menyakitkan. Hanya ... sedikit tidak nyaman di sana-sini." Natalie mengedikkan bahu. "Beruntungnya diriku yang memutuskan untuk melajang seumur hidup. Aku tidak akan mengalami siksaan berupa hamil dan melahirkan. Mon Dieu. Itu semua sungguh menakutkan." Dietrich sudah berada di sisi Natalie tanpa gadis itu menyadari pergerakannya. Lalu, saat lelaki tampan itu menepuk-nepuk kepalanya pelan, Natalie berjengit kaget. "Jangan memelototiku." Dietrich terkekeh. "Aku sedang memujimu. Lihatlah tanganku. Keputusanmu untuk melajang seumur hidup sangat bagus. Menikah benar-benar sesuatu yang tidak perlu. Lagi pula, Monegasque sudah punya banyak pewaris." Natalie menelan ludah. Mengapa Dietrich berdiri terlalu dekat? Mon Dieu. Panas tubuh lelaki itu menguar. Membuat Natalie entah mengapa jadi merasa gelisah. Ditambah lagi, aroma tubuh Dietrich benar-benar menyiksa Natalie. Bukan. Tentu saja lelaki itu sama sekali tidak bau badan. Justru sebaliknya, Dietrich sangat memerhatikan penampilan hingga detail terkecil. Seluruh tubuhnya wangi sekali. Wangi maskulin cedarwood ditambah dengan aroma menyenangkan dari sabun mahal yang dipakai oleh lelaki itu. Natalie pernah diam-diam memakai sabun yang sama, di rumah keluarga Toussaint dulu, tapi tubuhnya tidak mengeluarkan harum yang sama dengan tubuh Dietrich. Pakai jampi-jampi apa sebetulnya Dietrich Toussaint ini? "Nat?" Dietrich melambaikan tangan di hadapan muka Natalie. "Kau ini kenapa, sih? Sakit? Hmm? Seharusnya aku yang sakit karena masih memakai pakaian basah terkutuk ini sementara kemejaku—" Dietrich menunjuk kemejanya yang dipakai oleh Natalie. "Dicuri olehmu." Nat berdeham pelan. "Dipinjam." Gadis itu membetulkan. "Aku akan mengembalikannya padamu secepat mungkin." Dietrich menyeringai. "Baguslah. Sekarang kau boleh masuk. Aku akan menunggu di sini." Natalie menyipitkan mata. "Menunggu bajuku." Dietrich menegaskan. "Jangan menyanjung dirimu sendiri." Catherine tertawa. "Astaga, Dietrich. Bajumu banyak." Dietrich mengedikkan bahu. "Dia sendiri yang bilang akan mengembalikannya. Dengan bunga." Natalie terkesiap. "Astaga. Kau rentenir!" Dietrich terkekeh ketika melihat Natalie pergi dari sana dengan kaki menghentak kesal. "Kau sama saja dengan si kembar Nasya dan Tata." Catherine menyebutkan nama kedua putri kembarnya yang kini berusia lima tahun. "Suka sekali menjahili Natalie." Dietrich berpura-pura memberengut. Lelaki tampan itu menunjuk Vladimir terang-terangan. "Kalau aku menjahilimu, dia bisa menembakku." Vladimir terbahak dengan suara menggelegar sekali lagi. "Tidak menembak. Mungkin hanya akan membiarkan Panther peliharaanku untuk mengucapkan salam padamu." Catherine mendongak dengan mata berbinar-binar. "Kau memiliki Panther?" "Tidak." Vladimir mengedipkan sebelah mata. "Panther-Panther ini hanya kebetulan hidup di hutan yang tanahnya masih milik Babushka. Jadi, aku sempat bertemu dengan mereka beberapa kali saat pergi berburu." Dietrich bergidik pelan. Mon Dieu. Orang normal mana yang bersahabat dengan Panther liar dari tengah hutan? Tanpa pikir panjang, Dietrich mempercepat langkah menyusul Natalie. Dia tidak tahan berada di ruangan yang sama dengan Vladimir Alexandrov. Tidak, meski itu hanya lima menit! "Nat! Tunggu aku! Natalie, hey! Aku akan ikut rapat denganmu. Kau tidak mempelajari bisnis! Aku bisa memberikan beberapa masukan tambahan untuk mengembangkan kantor terkutuk ini, Natalie!" Suara Natalie terdengar dari kejauhan. "F*ck off!" "Traktir aku makan malam! Kau berhutang kemeja itu padaku! Yang mahal!" Dietrich berteriak lagi. Suara Natalie tak lagi terdengar jelas, tapi Dietrich tahu itu pasti serentet umpatan tidak pantas yang tidak akan berani diucapkan oleh Natalie di Monako. ♡♡♡Natalie memang berada di dalam elemennya. Wanita cantik itu duduk di sebuah kursi rotan, di hadapan bunga-bunga bermekaran, pada dua musim semi selanjutnya. Ruangan di sekelilingnya besar, memiliki sirkulasi udara yang sangat baik, dan berbatasan langsung dengan halaman belakang. Sebuah kebun, penuh tanah berumput, yang sudah jarang ada di properti milik pribadi di Paris.Perempuan itu menarik napas dalam-dalam sembari tersenyum. Ini adalah aroma favoritnya sepanjang masa. Perpaduan lavendel, mawar, dan wisteria yang wangi semerbak bercampur menjadi satu di udara."Kau seharusnya menambahkan wisteria di acara pernikahanmu," kata seseorang yang datang dari belakangnya.Tanpa berbalik pun, Natalie sudah terlalu mengenal suara itu. "Menurutmu begitu, Madame Vernoux?"Seorang wanita pemilik kedai bunga terkenal di Paris ini, Madame Vernoux, mengambil tempat duduk di samping Natalie. Natalie adalah pelanggan favoritnya. Tak perlu mengatakan apa pun, tetapi Madame Vernoux selalu mengabaikan
"Ya. Ya … berhasil dengan pujian. Sempurna. Kau benar-benar nakal, Mon Amour." Dietrich masih terengah-engah. Namun, kejantanannya terasa menyembul sekali lagi. Menekan perut Natalie yang duduk di pangkuannya.Sial.Dietrich akhirnya tidak dapat menahannya lagi. Sang presdir tampan kini sepenuhnya menanggapi rayuan Natalie. Tangannya menelusup di balik piyama wanita cantik itu, menyentuh punggungnya yang halus.Bibir Natalie menuruni rahang Dietrich ... mengecap aroma di lehernya lalu, beralih sedikit ke belakang telinga lelaki itu—yang kini Natalie tahu, menjadi titik dimana Dietrich takkan bisa menolaknya. Natalie menjilat belakang telinga Dietrich yang seketika membuat lenguhan pria tampan itu keluar tertahan.Dietrich membenarkan posisi duduknya. Tangannya turun ... beralih menyibak bagian bawah piyama Natalie. Menjamah paha sang istri hingga membangkitkan sensasi geli yang menyenangkan.Dietrich menyentuh bagian lembap diantara kedua kaki Natalie. Wanita cantik itu benar-benar ti
Awalnya, Natalie merasa tidak yakin dengan apa yang akan dilakukannya. Berbagai macam ketakutan menyeruak di dalam hatinya. Bagaimana jika keluarga Toussaint menolaknya? Bagaimana jika mereka merasa terhina dengan apa yang telah dilakukannya? Namun, rupanya itu semua tidak terjadi.Natalie selalu diterima dengan tangan terbuka. Sejak dulu pun begitu. Semua orang bersikap baik padanya—bahkan seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Satu-satunya hal yang dapat dikeluhkan oleh Nat adalah pekerjaan suaminya.Well, masa bulan madu memang sudah berakhir, tapi bukankah terlalu cepat?Dietrich sibuk sekali. Meski tidak pergi ke mana-mana, tetapi lelaki itu selalu mengubur diri dalam pekerjaan. Sudah hampir dua bulan Natalie tinggal di dalam kastil Toussaint. Namun, perempuan itu bahkan lebih sering melihat Nasya dan Tata—serta Catherine, tentu saja—ketimbang suaminya sendiri."Dietrich berada di ruang kerjanya lagi?" Catherine menebak saat melihat raut wajah Natalie yang masam seusai makan malam.
"Tuan Dietrich, Nyonya Natalie ...."Dietrich dan Natalie menoleh di saat yang bersamaan, ketika mereka mendengar Ashley Morgans memanggil. Ketukan sepatu hak tinggi wanita itu bahkan sama sekali tidak terdengar saking kedua sejoli itu melupakan dunia seisinya dan hanya memperhatikan pasangannya.di sisi lain Ashley meringis saat melihat wajah Natalie Casiraghi memerah. Wanita bangsawan yang telah resmi menjadi majikannya setelah menikah dengan Dietrich itu terlihat malu dan penuh penyesalan."Ah, begini. Tuan Axel Senior memanggil saya untuk beberapa urusan pekerjaan di Brussel. Saya rasa ...." Ashley menunjuk Natalie dan Dietrich yang sudah dalam pose setengah berpelukan itu, lalu melanjutkan, "Saya rasa jasa saya sudah tidak dibutuhkan di sini. Bukan begitu?"Dietrich tersenyum dan mengangguk. "Paman Axel memanggilmu? Wah, kau benar-benar wanita yang sangat sibuk, Ash. Baiklah. Tentu saja kau boleh pergi. Aku akan segera mengirim hadiah ke nomor rekeningmu."Ashley Morgans mengangg
Natalie terkesiap kasar. Matanya mulai berair, tetapi pipinya bersemburat merah jambu.Dietrich tadi hampir menyemburkan tawa. Hampir. Beruntung, pria tampan itu dapat membekap mulutnya sendiri tepat waktu. Wah, wah. Ini benar-benar pertunjukan menarik. Seumur hidup, Dietrich belum pernah melihat Natalie mengamuk.Oh, jangan salah. Amukannya sungguh dahsyat—sampai semua orang di ruangan yang sama menahan napas. Namun, entah mengapa, di mata Dietrich, Natalie terlihat ... menggemaskan.Dan manis.Mon Dieu. Sekarang rona merah yang merayapi wajah hingga leher dan dada perempuan itu tampak terlalu menggiurkan untuk ditampik."Tentu saja tidak ...." Natalie menjawab dengan suara bergetar."Apakah kau tidak ingin aku menikah dengan Ashley Morgans?" Dietrich bertanya lagi.Natalie mulai menangis. "Itu ... urusanmu! Terserah padamu ingin menikah dengan siapa."Dietrich menggeram tidak puas. "Jadi, kau baik-baik saja mendengar aku akan menikah dengan orang lain? Come on. Setidaknya jujurlah p
Natalie cukup terkejut bagaimana berita-berita mencengangkan yang mengguncang dirinya hingga ke inti, belakangan ini tidak membuatnya langsung pingsan di tempat."Tunggu. Tunggu dulu. Kau akan ... menikah dengan Ashley?" Natalie mendelik tak percaya. "Ashley Morgans?"Dietrich melirik Ashley yang tampak kaku, serta gelisah, di tempatnya berdiri lalu mengembalikan perhatiannya pada Natalie. "Apakah ada yang salah dengan Ashley? Menurutmu ... ada yang kurang dari dia?"Natalie menelan ludah, lalu buru-buru menggeleng. "Tidak. Tentu saja bukan itu maksudku. Ash, aku tidak bermaksud apa-apa. Jangan salah paham. Aku ...."Natalie memutuskan untuk mengatur napasnya dulu sebentar, sebelum ia merasa semakin pusing dan agak tersengal. Wanita cantik itu kemudian mendongak dengan pandangan menantang pada Dietrich. Kebencian terpancar jelas di matanya."Kita bahkan belum resmi bercerai. Tapi, bisa-bisanya kau—" Natalie memejamkan mata dan menggigit bibir. Suara yang dihasilkan selanjutnya terdeng