Home / Urban / Hasrat Terpendam Sang Kameramen / Bab 9 - Kau Bisa Memulai Lagi

Share

Bab 9 - Kau Bisa Memulai Lagi

Author: Frands
last update Last Updated: 2025-11-04 10:29:07

Beni di bawa ke sebuah klinik kecil yang tak jauh dari minimarket.

“Beruntung lukanya tidak terlalu dalam,” kata dokter klinik dengan suara parau sambil membersihkan luka di lengan Beni.

Maya yang mendengarnya juga memperhatikan luka di lengan Beni dengan perasaan khawatir. “Apa lukanya perlu dijahit, Dok?”

“Tidak perlu.” Jawab Dokter dengan tenang sambil membalut luka dengan perban yang lebih rapi dari sebelumnya.

“Tapi area yang luka harus dijaga kebersihannya,” lanjut Dokter itu dengan ramah sebelum beranjak ke ruangan belakang meninggalkan Beni dan Maya berdua saja.

Suasana Klinik itu tampak sepi, hanya diterangi lampu neon yang berkedip-kedip. Bau obat dan desinfektan memenuhi ruang tunggu yang sempit.

Maya duduk di samping Beni, tangannya masih sedikit gemetar. Di bawah cahaya lampu yang pucat, wajahnya terlihat lebih tirus dan lelah. Tanpa riasan, ia tampak lebih muda, dan lebih rapuh.

“Kameramu...” ucap Maya lirih, matanya menatap perban di lengan Beni. “Aku... aku tidak tahu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Hasrat Terpendam Sang Kameramen   Bab 12 - Lanjut

    “Maafkan aku, Ibu,” bisiknya lirih sebelum menekan tombol panggilan.Dari seberang sana, suara Rendra terdengar datar. “Ya, Beni?”“Pak Rendra,” suara Beni tercekat, “kapan... kapan proyeknya dilanjutkan?”“Kau sudah tidak sabar ya?” sahut Rendra. “Besok jam delapan. Jangan sampai telat.”Tut... tut... tut...Begitu panggilan berakhir, Beni melemparkan ponselnya ke kasur. Keringat mengucur deras dari dahinya sering dengan desahan napasnya yang berat.Keesokan paginya, Beni berdiri kembali di depan apartemen mewah yang sama. Setiap langkah menuju lobi terasa seperti berjalan menuju tiang gantungan.“Setelah aku mendapat bayaran, aku akan berhenti menjadi kameramen.” Gumam Beni pada dirinya sendiri.Di dalam lift, bayangannya yang pucat terpantul di kaca. Dia mengenakan kemeja yang sama dengan pertemuan pertama, tapi kali ini tanpa semangat. Saat pintu apartemen terbuka, suasana yang sama menya

  • Hasrat Terpendam Sang Kameramen   Bab 11 - Tak Ada Jalan Lain

    “Atas nama Mas Beni?” Seorang pria menyapa Beni yang sedang berdiri di depan gerbang kampus.Pria itu menggunakan atribut lengkap sebuah perusahaan aplikasi ojek online.“Iya benar, saya Beni.” Tanpa pikir panjang Beni langsung naik di belakang pengemudi ojek itu.Ternyata setelah mendapat pesan ancaman dari pelanggannya, Beni memutuskan untuk meninggalkan kampus.Tak peduli lagi dengan mata kuliah berikutnya, dengan tugas-tugas yang harus diselesaikan. Satu-satunya yang ada di pikirannya adalah laptopnya yang menyimpan beberapa proyek penting. “Mungkin setelah didiamkan beberapa hari, laptopnya bisa menyala lagi,” pikirnya dengan sedikit harapan yang naif.Perjalanan pulang ke kos terasa begitu panjang. Setiap hembusan angin dipenuhi kecemasan. Ia membayangkan bagaimana jika kliennya benar-benar melaporkannya ke polisi.Sesampainya di kamar kos yang sempit, ia langsung melemparkan tasnya ke kasur dan membuka laptop den

  • Hasrat Terpendam Sang Kameramen   Bab 10 - Penipu

    Keesokan paginya Beni kembali ke kampus setelah dua hari absen.“Tumben kau gak bawa motor sendiri?” Sapa seorang teman saat melihat Beni baru saja turun dari ojek.Beni memasang senyum ramah meski dalam pikirannya masih menyisakan kegelisahan. “Motorku mogok gak bisa—”Belum sempat Beni menyelesaikan kalimatnya, temannya langsung memotong. “Tanganmu kenapa kok diperban?”“Habis jatuh dan sedikit tergores.” Jawab Beni sekenanya.“Oh begitu,” Teman Beni tiba-tiba berjalan terlebih dahulu meninggalkan Beni.Gerbang kampus Institut Seni Media Digital (ISMD) berdiri megah di depan mata, dengan desain arsitektur modern yang kontras dengan keadaan Beni yang compang-camping.Dia melangkah menuju gedung Fakultas Film dan Digital Media – Jurusan Sinematografi, tempatnya bercita-cita menjadi sineas seperti ayahnya dulu. Dinding kaca gedung fakultas memantulkan bayangannya yang lesu, dengan tas kamera rusak tergantung di pundak dan perb

  • Hasrat Terpendam Sang Kameramen   Bab 9 - Kau Bisa Memulai Lagi

    Beni di bawa ke sebuah klinik kecil yang tak jauh dari minimarket.“Beruntung lukanya tidak terlalu dalam,” kata dokter klinik dengan suara parau sambil membersihkan luka di lengan Beni.Maya yang mendengarnya juga memperhatikan luka di lengan Beni dengan perasaan khawatir. “Apa lukanya perlu dijahit, Dok?”“Tidak perlu.” Jawab Dokter dengan tenang sambil membalut luka dengan perban yang lebih rapi dari sebelumnya.“Tapi area yang luka harus dijaga kebersihannya,” lanjut Dokter itu dengan ramah sebelum beranjak ke ruangan belakang meninggalkan Beni dan Maya berdua saja.Suasana Klinik itu tampak sepi, hanya diterangi lampu neon yang berkedip-kedip. Bau obat dan desinfektan memenuhi ruang tunggu yang sempit.Maya duduk di samping Beni, tangannya masih sedikit gemetar. Di bawah cahaya lampu yang pucat, wajahnya terlihat lebih tirus dan lelah. Tanpa riasan, ia tampak lebih muda, dan lebih rapuh.“Kameramu...” ucap Maya lirih, matanya menatap perban di lengan Beni. “Aku... aku tidak tahu

  • Hasrat Terpendam Sang Kameramen   Bab 8 - Aku Sudah Memperlakukanmu Dengan Buruk

    “Kalian sampah masyarakat yang meresahkan!”Teriakan Beni memecah kesunyian minimarket. Dia menerjang perampok yang mencengkeram Maya, tubuh mereka bertubrukan dan jatuh terpelanting. Rak minuman kaleng di samping mereka roboh, puluhan kaleng berhamburan dan bergulingan di lantai bagai letusan peluru.“Kurang ajar!” raung perampok itu sambil bangkit dengan muka merah padam. Pisau di tangannya berkilat diterangi lampu neon.Beni menggapai pemadam api dari dinding. “Maya, lari!” teriak Beni sambil menyemprotkan busa putih ke arah mereka.Tapi perampok kedua sudah bergerak cepat, menangkap Maya dari belakang.“Jangan macam-macam!” bentak perampok kedua sambil menahan leher Maya.“Tolong! Tolong!”Pelanggan lain menjerit-jerit ketakutan. Seorang ibu dengan anak kecil bersembunyi di balik rak, sementara pria tua berusaha memecahkan kaca jendela dengan kursi plastik.“Diam kalian semua!” geram perampok pertama sambil mengelap wajahnya yang penuh busa. Pisau di tangannya mengayun ke arah Ben

  • Hasrat Terpendam Sang Kameramen   Bab 7 -Lepaskan Dia!

    “Bodoh! Bodoh sekali kau Beni!” Kalimat itu yang terus terlintas di pikiran Beni saat ini. Batinnya kacau seolah menyalahkan dirinya sendiri karena telah terjebak dalam situasi yang aneh.Malam harinya setelah syuting, Beni berbaring sendirian di kamar kos yang kini terasa seperti penjara. Dinding-dindingnya seakan mendesak, mengingatkannya pada kejadian tadi sore—tatapan Maya, senyum Rendra, dan bayangan kamera ayahnya yang menyaksikan semua kehancuran moralnya. Beni memutuskan keluar, berharap udara malam bisa membersihkan pikirannya.Dengan tas kamera yang mengalung di lehernya, dia menyusuri jalanan yang sepi. Lampu jalan yang redup menciptakan bayangan-bayangan panjang di aspal basah. Angin malam berhembus dingin, membuatnya menarik kerah jaketnya lebih rapat. Setiap langkah kakinya terasa berat, seolah masih membawa beban rasa malu dari apartemen mewah tadi sore.Harusnya aku menolak. Harusnya aku kabur, bisik hatinya, sambil menunduk melihat bayangannya sendiri yang terdistorsi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status