Keesokan harinya, Beni berdiri di depan sebuah apartemen mewah di kawasan segitiga emas. Marmer dan kaca gedung itu memantulkan sinar matahari, menyilaukannya. Ia merasa seperti ikan yang tersesat di akuarium mewah. Tas kamera ayahnya terasa semakin berat di pundak.“Ini demi Ibu,” desisnya, memaksakan satu kaki melangkah masuk.Produser Rendra menyambutnya di lantai paling atas. Pria itu mengenakan kemeja linen putih yang mahal, celana chino, dan senyum yang terlalu sempurna. Apartemennya minimalis, didominasi warna putih dan abu-abu, dengan peralatan elektronik mutakhir yang terpajang. Rasanya sangat kontras dengan kekumuhan kamar kos Beni.“Silakan duduk, Beni,” ujar Rendra, menunjuk sofa kulit yang lembut. “Kau mau minum apa?”“Tidak, terima kasih,” jawab Beni singkat, tangannya berkeringat.“Baiklah. Kita akan langsung ke pokok persoalan.” Rendra menyilangkan kaki, matanya mengamati Beni dengan cermat. “Apa kau berubah pikiran dengan tawaran kemarin?”Beni mengangguk pelan, teng
Last Updated : 2025-10-29 Read more