Semua orang masih terdiam setelah mendengar Alba yang begitu fasih berbahasa Prancis, termasuk Dario dan Mirella, istri Dario yang mendadak kehilangan senyumnya sama sekali.
Rafael sendiri juga ikut menganga tak percaya dengan apa yang ia dengar sampai ia terus menatap Alba, sedangkan Alba sendiri pun masih bertatapan dengan Mirella sebelum tidak lama kemudian mulai terdengar suara tawa dari Robert."Haha! Bagus sekali!" seru Robert senang sampai langsung membuat semua orang mengalihkan pandangannya ke arah Robert."Hei, Dario, Mirella! Apa yang kalian lakukan itu tidak sopan, kalian tahu itu? Tidak boleh menguji seseorang seperti itu, apalagi Alba adalah istri Rafael. Sikap kalian ini seperti sedang interview karyawan di kantor dan itu tidak benar. Ayo kalian minta maaflah pada Alba, bagaimanapun kita adalah keluarga sekarang kan? Ayo cepat!"Robert terus tertawa sambil mengedikkan kepalanya ke arah Alba sampai Alba terlihat salah tingkah.Dario dan Mirella sendiri juga ikut salah tingkah dan tentu saja Dario menggeram kesal, tapi ia harus terlihat baik di depan Kakek Robert."Ah, iya, Kakek! Alba, maafkan aku! Sungguh, aku tidak bermaksud apa-apa. Karena aku dan Mirella lama tinggal di Paris, kami masih suka berbicara dalam bahasa kami. Dan berbicara dalam bahasa Prancis juga akan membuat kami lebih akrab dengan lawan bicara kami," ucap Dario membela diri."Dario benar, Alba! Malahan aku tumbuh besar dengan bahasa Prancis sebagai bahasa utamaku jadi maafkan aku juga," timpal Mirella sambil memaksakan senyumnya.Alba sendiri ikut tersenyum mendengarnya. "Tidak masalah. Tidak usah diperpanjang lagi."Robert yang mendengarnya pun nampak begitu puas menatap Alba. Sudah cantik, anggun, terpelajar, dan bijak. Di mana lagi Robert harus mencari cucu menantu yang begitu sempurna seperti ini lagi. Pilihan Rafael memang tidak pernah salah.Tanpa harus bertanya lebih detail atau mencari tahu apa pun, cara Alba bersikap dan berbicara dengan fasih dalam bahasa Prancis sudah menunjukkan kalau Alba adalah wanita dengan kualitas super.Dario dan Mirella sendiri hanya bisa saling melirik dengan kesal sedangkan Robert tidak berhenti memandangi Alba."Kau fasih sekali berbahasa Prancis, Alba. Kakek kagum sekali. Kakek jadi tidak sabar kau bergabung di perusahaan untuk mendukung Rafael."Dario langsung mengkerut tidak suka mendengarnya, sedangkan Rafael malah tersenyun puas. Rafael sendiri bahkan sudah menyiapkan begitu banyak kebohongan untuk menunjang aktingnya hari ini, tapi sepertinya ia tidak perlu berusaha keras malam ini karena secara mengejutkan, wanita bayarannya begitu mengagumkan."Rafael, kau memang tidak salah pilih! Kakek senang sekali kau membawa Alba ke sini, walaupun yang kau lakukan juga tidak benar. Tidak boleh menikah tanpa sepengetahuan keluargamu. Selain itu, Kakek dan orang tuamu juga harus berkenalan dengan keluarga Alba kan?"Alba langsung mengerjapkan mata mendengarnya, tapi Rafael tetap santai dan hanya tertawa pelan."Maafkan aku, Kakek! Kalau aku mengikuti prosedur pernikahan yang benar, mungkin aku harus menunggu beberapa bulan lagi sebelum resmi menikahinya, aku sudah tidak tahan, Kakek," ucap Rafael dengan penuh maksud.Lagi-lagi Rafael menoleh menatap Alba dan memeluk bahu wanita itu sampai Alba sedikit condong ke arah Rafael. Pria itu pun tersenyum tipis menatap Alba sampai debar jantung Alba kembali menggila.Robert yang mendengarnya pun langsung tergelak dan ia pun akhirnya mengajak semua orang untuk makan saja.Alba pun makan dengan tenang dan ia begitu menikmati makanan enak yang tersaji di hadapannya itu. Alba menggunakan sendok dan garpunya dengan begitu anggun dan sopan, bahkan posisi duduknya pun tetap tegak.Robert yang diam-diam melirik Alba pun mengangguk senang, sedangkan Dario dan yang lain pun terus melirik dengan penasaran.Alba sendiri terus menjaga sikapnya dan Alba begitu lega saat akhirnya pertemuan yang menegangkan itu selesai juga.*"Aku tidak tahu kau bisa berbahasa Prancis, Alba," kata Rafael saat mereka sudah duduk di mobil dan berada dalam perjalanan pulang kembali ke apartemen."Eh, itu ... aku juga tidak tahu!" jawab Alba jujur.Rafael yang mendengarnya pun mengernyit. "Apa? Kau juga tidak tahu? Apa maksudnya?""Hmm, itu ... jujur saja, aku juga tidak tahu kalau aku bisa berbahasa Prancis tapi yang jelas, saat mereka berbicara, aku mengerti artinya dan aku mengerti harus membalasnya seperti apa. Semacam itulah," jawab Alba lagi dengan jujur.Sungguh, Alba tidak tahu kalau bahasa yang ia katakan tadi adalah bahasa Prancis, semua mengalir begitu saja.Rafael sendiri yang mendengar jawaban Alba pun makin mengernyit."Aku masih tidak mengerti maksudmu, Alba! Tapi baiklah, apa ada bahasa asing lain yang kau kuasai? Inggris, Mandarin? Atau lainnya?""Eh, maaf, aku juga tidak tahu bahasa asing apa yang aku bisa."Rafael masih tetap mengernyit bingung, tapi akhirnya ia mencoba bicara dalam bahasa Inggris dan Jepang, bahasa yang ia kuasai dan sering ia gunakan saat bertemu rekan bisnis dari luar negeri.Dan secara mengejutkan, Alba pun fasih menyahuti Rafael dalam dua bahasa itu sampai membuat Rafael membelalak tidak percaya."Kau tahu kalau baru saja kau berbicara dalam bahasa Inggris dan Jepang, Alba?""Hmm, benarkah itu bahasa Jepang?" tanya Alba lagi dengan ragu sampai Rafael pun malah makin bingung dengan sikap Alba yang terlihat lugu, polos, tapi juga aneh."Alba, kau itu sebenarnya bodoh atau berpura-pura bodoh? Untuk ukuran orang yang menguasai beberapa bahasa asing, kau sama sekali tidak bodoh tapi mengapa kau bersikap seperti orang bodoh, hah?"Alba yang mendengarnya pun menegang karena nada bicara Rafael sudah meninggi sekarang."Aku ... sama sekali tidak berpura-pura, sungguh. Aku kan sudah bilang aku juga tidak tahu itu bahasa apa tapi saat kau bicara, aku merasa mengerti artinya dan tahu bagaimana harus menjawabnya.""Tapi mengapa bisa begitu? Aku masih tidak paham.""Aku juga tidak paham.""Ck, Alba! Kalau kau saja tidak paham, bagaimana dengan orang lain? Jadi, dulu kau pernah sekolah di jurusan bahasa? Atau kau pernah tinggal di luar negeri? Atau bagaimana?"Alba mengerjapkan mata dan lagi-lagi menggeleng. "Aku tidak ingat," jawab Alba ragu.Rafael pun makin emosi dibuatnya."Alba!!! Mulai sekarang aku melarangmu menjawab tidak tahu lagi. Kau membuatku kesal saja! Untuk apa punya wajah cantik tapi kau tidak bisa diajak bicara dengan benar!"Seketika Alba menunduk mendengarnya. "Maafkan aku!""Berhenti meminta maaf juga, Alba! Kau tahu, nantinya kau akan bertemu dengan banyak orang di keluargaku yang kau sudah lihat sendiri kan? Mereka adalah orang yang sinis, termasuk Ibu tiriku. Jadi terus meminta maaf membuatmu lebih mudah untuk direndahkan, kau mengerti itu? Pertemuan hari ini hanya permulaan, Alba. Dan karena hubungan kita masih akan panjang, aku mau mendengar kejujuran darimu, ceritakan semua tentangmu padaku agar aku bisa memahami istriku sendiri!" tegas Rafael sambil menatap Alba lekat-lekat.Alba terdiam sejenak mendengarnya dan ia nampak berpikir keras, walaupun ia masih tidak bisa mengingat apa-apa."Tapi aku benar-benar tidak ingat apa-apa, Rafael. Sejak aku bangun dari kecelakaan itu, aku melupakan semuanya. Aku melupakan ayahku dan mendadak aku merasa rumahku adalah tempat yang asing bagiku. Aku benar-benar tidak mengingat apa pun, bahkan namaku sendiri."Dan kali ini giliran Rafael yang terdiam mendengar cerita Alba. Rafael ingat Alba pernah menceritakannya saat pertemuan pertama mereka di hotel, tapi Rafael tidak menganggapnya serius waktu itu."Tunggu dulu! Efek kecelakaan? Sebenarnya kecelakaan apa yang kau alami, Alba?""Ayahku bilang aku ditabrak mobil, tapi aku juga tidak bisa mengingatnya. Ada hal-hal yang aku rasa aku tahu, seperti cara berbicara dalam bahasa asing tadi, itu muncul begitu saja di otakku. Tapi yang lain, aku tidak ingat. Aku hanya ingat satu bulan terakhir hidupku."Seketika Rafael kembali terdiam. Walaupun Rafael pernah memikirkan soal kemungkinan amnesia, tapi itu hanya sekedar celetukan saja dan lagi-lagi, Rafael tidak memikirkannya dengan serius.Namun, makin mengetahui tentang Alba, Rafael pun makin yakin bahwa wanita itu benar-benar mengalami amnesia karena kecelakaan itu. Sungguh, dari yang awalnya Rafael hanya menganggap Alba sebagai alat untuk mencapai tujuan, tapi mendadak muncul rasa penasaran yang menggebu tentang sosok Alba.Wanita yang begitu cantik, anggun, berwibawa, dan terpelajar, tapi ia mengalami hilang ingatan sampai ia dijual oleh ayahnya sendiri ke rentenir.Entah mengapa mendadak ini terdengar seperti cerita film yang sama sekali tidak nyata, tapi sumpah demi apa pun, Rafael mulai penasaran saat ini.**"Apa, Bos? Dia berbicara dalam bahasa Prancis?" pekik Onad tidak percaya setelah mendengar cerita Rafael. Rafael dan Alba sendiri akhirnya kembali ke apartemen dan pasangan Onad-Yola sudah menunggu di sana. Rafael memang sengaja memanggil asistennya untuk menginap malam ini. Yola pun langsung menemani Alba di kamar agar Rafael dan Onad bisa mengobrol berdua. "Ya, bahkan dia menguasai tiga bahasa asing. Ini mulai aneh bagiku, Onad. Dia orang miskin yang dijual ayahnya untuk membayar hutang, padahal dengan kemampuannya, dia mungkin bisa mendapat jabatan mentereng di perusahaan besar. Selain itu, kau lihat sendiri, dia terlalu cantik dan bersinar untuk ukuran orang miskin kan?""Hmm, sebenarnya ini juga sempat aku bicarakan dengan Yola, Bos. Alba itu cantik sekali dan lebih cocok menjadi anak sultan, Bos." "Jadi kalian juga merasakannya kan?" "Tentu saja, Bos! Aku jadi makin penasaran. Apa mungkin sebenarnya Hotman itu menculik Alba lalu menjualnya, Bos? Mungkin saja Alba sesungguhn
Jantung Alba masih menghentak begitu kencang saat melihat wajah Rafael mendekat. Rafael akan menciumnya. Haruskah Alba menghindar atau diam saja? Namun, di tengah dilemanya, sialnya, Alba malah memilih bertahan dan memejamkan matanya. Rafael yang melihat Alba memejamkan matanya pun mendadak tersadar dan segera merutuki dirinya sendiri yang tidak bisa mengendalikan dirinya. Rafael langsung menegakkan posisi berdirinya lagi sambil mengembuskan napas panjangnya. "Apa yang kau harapkan dengan mata yang terpejam, Alba?" Rafael berusaha bersikap tenang. Alba yang mendengar suara Rafael pun sontak membuka matanya dan mendadak malu setengah mati karena ternyata Rafael tidak jadi menciumnya. "Eh, itu ... tidak ada. Aku hanya ...." Alba mengerjapkan matanya begitu canggung. "Aku sudah selesai minum. Aku permisi kembali ke kamar dulu," seru Alba yang langsung melarikan diri dan masuk kembali ke kamarnya. Rafael yang ditinggalkan pun hanya bisa menatap pintu kamar Alba yang sudah tertutup
Alba menelan salivanya gugup dan makin tegang mendengar pertanyaan Rafael. Buru-buru Alba menggeleng dan bergerak tidak nyaman. "Itu ... jangan salah sangka. Aku hanya tidak punya baju tidur lain. Aku tidak tahu ke mana baju tidur yang aku pakai sebelumnya, hanya ada gaun tidur ini saja," jawab Alba terbata.Rafael yang mendengarnya tidak merespon dan tetap memicingkan matanya sampai Alba pun makin tegang. "Hmm, jangan pedulikan aku. Aku akan langsung tidur di sofa." Buru-buru Alba pun melangkah ke sofa dan membaringkan tubuhnya di sana. Alba berbaring memunggungi Rafael dan langsung memejamkan matanya, sedangkan Rafael sendiri malah masih duduk di ranjangnya sambil tetap menatap Alba. Posisi Alba yang tidur menyamping dan memunggunginya membuat tubuh bagian belakang wanita itu terlihat sangat seksi. Ini godaan. Benar-benar godaan. Walaupun niatnya hanya menjadikan istri kontrak, tapi sialnya, hasrat Rafael terus bangkit tidak terduga. "Sial!" geram Rafael saat sesuatu di bawah s
Alba buru-buru memakai bajunya selagi Rafael masih di kamar mandi. Walaupun Rafael tidak sungkan menunjukkan tubuh di depan Alba, tapi Alba masih waras untuk tidak melakukan hal yang sama. Alba pun masih merapikan penampilannya di depan cermin saat tiba-tiba pintu kamar mandi dibuka dan Rafael lagi-lagi keluar dengan handuk yang melilit di pinggangnya. Namun, Alba sudah mulai terbiasa melihatnya. Yang membuatnya belum terbiasa adalah cara pria itu memakai bajunya. Dengan santai, Rafael melepaskan handuknya dan memakai bajunya padahal Alba masih menonton di sana. Mata Alba kembali ternoda. Oh, apakah setiap hari ia harus melihat pemandangan seperti ini? Apakah Rafael tidak bisa berganti baju di kamar mandi atau di tempat yang tertutup saja? Alba pun sampai kembali masuk ke kamar mandi saking malunya. Alba segera menyelesaikan berdandan dan ketika Alba keluar dari kamar ganti, Rafael kembali terpesona. Memakai setelan formal untuk bekerja dan make up tipis membuat wanita itu nampak e
"Malam ini akan menjadi pertemuan resmi pertama kita sebagai suami istri dengan klien penting, Alba. Kita akan makan malam bersama klien dari Jepang dan karena aku pernah mendengarmu bicara dalam bahasa Jepang, jadi aku tidak khawatir. Hanya saja pesanku masih tetap sama, jangan bicara kalau tidak perlu. Kau mengerti?" Alba berdebar mendengarnya. Walaupun ia bisa bahasa Jepang, tapi bertemu dengan klien tetap saja adalah hal baru untuknya. "Aku mengerti," jawab Alba gugup. Mereka pun pulang lebih awal hari itu untuk mempersiapkan diri mereka dan Alba begitu terkejut saat melihat Rafael sudah menyiapkan gaun dan sepatu untuknya. Alba segera bersiap dan merias dirinya dengan begitu cekatan, seolah ia sudah biasa melakukannya. Alba pun segera memakai gaun indah pemberian Rafael, tapi sialnya, tangannya tidak sampai untuk menutup risletingnya sampai ke atas. Alba mencoba beberapa kali, tapi tangannya tetap tidak sampai dan ia tidak punya pilihan lain selain meminta tolong. Alba yang
Alba masih memejamkan matanya dengan debar jantung yang menggila. Posisinya dengan Rafael begitu intens sampai Alba merasa sesak napas. Perlahan Alba pun menurunkan tangannya, yang awalnya masih memeluk leher Rafael pun akhirnya mendorong pelan dada Rafael hingga Rafael pun membuka matanya kaget. Sungguh, Alba membuyarkan kesenangan Rafael. Padahal baru sebentar Rafael merasa begitu nyaman dan hangat memeluk wanita itu. "Rafael," bisik Alba yang mulai tidak nyaman karena tubuhnya terus meremang. "Jangan bergerak, Alba. Ingat kalau kita sedang berakting. Bagaimana jadinya kalau mereka melihatmu mendorongku?"Rafael pun menarik mundur kepalanya sampai ia dan Alba bisa bertatapan sekarang. "Maafkan aku, aku hanya merasa tidak nyaman." Rafael langsung memicingkan mata mendengarnya. "Tidak nyaman denganku?" "Hmm, bukan. Maksudku ... tidakkah kau merasa kita terlalu dekat?" tanya Alba sungkan. "Tentu saja aku merasakannya, Alba. Tapi kutegaskan sekali lagi kalau kita sedang beraktin
Alba benar-benar tidak bisa melawan perintah Rafael dan Alba berakhir tidur di ranjang yang sama dengan Rafael malam itu. Alba tidur memunggungi Rafael dan debar jantungnya tidak berhenti memacu kencang. Alba tidak berani bergerak, walaupun ia juga tidak kunjung terlelap.Hal yang sama dirasakan Rafael yang tidak kunjung terlelap, tapi kalau Alba sibuk menenangkan debaran jantungnya, Rafael malah sibuk menatap punggung Alba di sampingnya. Sungguh sulit bagi Rafael untuk terus menahan dirinya seperti ini. Namun, akhirnya Rafael pun memunggungi Alba agar ia tidak tergoda. Entah bagaimana akhirnya mereka tidur, tapi saat Alba membuka matanya pagi itu, lagi-lagi Rafael sudah tidak ada karena Rafael pergi berolahraga. Seperti biasa, Alba bersiap begitu cepat dan saat Rafael kembali, ia sudah siap. Mereka pun berangkat ke kantor bersama dan Onad pun langsung memberikan kabar baik untuk Rafael pagi itu. "Aku punya kabar baik, Bos." Onad tertawa begitu sumringah saat menyusul masuk ke ru
Alba masih membelalak saat Rafael menciumnya. Sontak tangan Alba mendorong dada Rafael, tapi pria itu malah menarik pinggang Alba sampai tubuh mereka saling menempel. Alba panik dan sangat takut dilecehkan. Untuk sesaat, Alba pun terus memberontak sebelum akhirnya, buaian bibir Rafael membuatnya luluh juga. Alih-alih memberontak, Alba malah perlahan membalas ciuman Rafael dengan intensitas yang sama. Rafael yang merasakan sambutan dari Alba pun makin berani dan memagut bibir Alba makin dalam dan panas. Tangan Rafael mulai membelai punggung Alba dalam pelukannya dan hasrat Rafael pun makin menggebu. Bahkan Rafael sudah berpikiran absurd untuk mendudukkan Alba di meja kerjanya dan menyantapnya di sana. Namun, sialnya, sebelum Rafael sempat melakukan aksi panasnya itu, mendadak pintu sudah dibuka dan mengejutkan Alba. Sontak Alba mendorong jauh-jauh Rafael darinya sampai Rafael pun mengumpat keras. "Sial!" Rafael dan Alba pun buru-buru menoleh ke arah pintu dan terlihat Onad yang s