Share

Hasrat Tersembunyi Suami Cupuku
Hasrat Tersembunyi Suami Cupuku
Penulis: Rich Women

Awal Pertemuan

"Arella, sini Nak! Duduk sama Mama dan Papa."

Aku tak berekspetasi apapun ketika Mama memintaku duduk di antara mereka berdua. Aku juga tidak bereraksi banyak ketika kedua orang tuaku memperkenalkan tamu-tamu mereka yang katanya dari luar kota.

"Ella sayang... Ini Om dan Tante Mahesa. Mereka ke sini punya tujuan khusus."

"Tujuan?" Aku mengerutkan kening. Memandang Papa dengan raut tak mengerti. "Tujuan apa yang maksudnya?"

"Begini Nak. Kami berencana menjodohkan kamu dengan Gilang— anak kami."

Tubuhku membeku. Kepalaku serasa dihantam batuan besar ketika mendengar perkataan lelaki asing di depanku.

"Jadi begini, Ella. Dulu Papa punya ide buat nikahin anak-anak kita pas dewasa. Supaya silahturahmi kita tetap terjalin. Dan hari ini, kita mau ngasih tau niat ini ke kamu."

Aku menoleh ke arah Papa dengan wajah horor. Candaan macam apa ini? Hanya untuk menjaga tali silaturahmi dengan keluarga yang bahkan tidak aku kenali, aku harus dijodohkan dengan orang asing?

"Ya— mungkin menurut kamu ini terkesan mendadak dan nggak masuk akal. Tapi, kita sebagai orang tua tau betul kok, kalau kamu dan Gilang, akan bisa saling melengkapi saat sudah menikah nanti."

Aku memutar kedua bola mataku. Papa begitu enteng ketika mengatakan pendapatnya tersebut.

"Maaf Pa, Ma— Om, dan tante..." Aku melihat ke arah kedua orang tuaku, lalu sejurus kemudian, aku memandangi lurus ke arah teman Papa dan Mama yang duduk di seberangku. "Aku nggak bisa terima perjodohan ini."

"Kenapa Nak?" tanya Mama penasaran.

"A-aku..."

"Nak Arella..." Suara lembut Ibu Mahesa membuat tatapanku tertuju ke arahnya. "Gilang ini, memang orangnya pendiam, tapi dia pria yang baik dan bertanggung jawab kok. Kamu nggak usah berpikiran macam-macam."

Aku menatap ke arah Gilang. Pria dengan kemeja berambut klimis, berkacamata minus tebal, dan kemeja lengan panjang warna putih. Gayanya, terlihat kuno menurutku.

"Iya Nak. Gilang ini pinter ngaji, sholeh, anak rumahan pula. Akademiknya juga bagus kok, Nak. Dia—"

"Enggak gitu, Pa! Arella ngerasa nggak cocok aja buat dia." Sungguh! Aku tidak punya alasan lain sekarang. Sehingga hanya itu yang bisa aku ucapkan. Padahal, menurutku Gilang-lah yang tidak pantas untuk mendampingiku.

"Kamu jangan merendah gitu dong Nak!" Pak Mahesa menyela ucapanku. "Kami nggak ngerasa begitu kok."

"Iya. Justru malah kami yang segan kalau Gilang jadi suami kamu," imbuh Bu Mahesa.

"Tapi Tante—"

"Gini aja!" Lagi-lagi, ucapanku disela oleh papa. "Gimana kalau kalian ngobrol aja di depan supaya bisa saling mengenal satu sama lain. Yah, anggap saja itu sebagai PDKT sebelum kita memutuskan tanggal pernikahan kalian."

Aku langsung menoleh ke arah Papa begitu mendengar ucapan beliau. Ingin sekali aku menyangga kata-kata papa, namun tanganku lebih dahulu ditarik oleh Mama yang menyuruhku berdiri.

Demikian juga dengan Gilang yang dipaksa oleh Mamanya untuk bangkit dari posisinya. "Kalian bisa ngobrol di depan. Nanti biar Mama suruh bibi bawain cemilan dan teh buat temen ngobrol kalian. Oke."

Mama mendorong punggung sedikit menjauh dari area ruang tamu. Membuatku tidak bisa berkutik dan hanya menurut perintah beliau. Jika seandainya aku tahu sore ini Papa dan Mama akan menjodohkanku dengan seorang pria cupu seperti Gilang, mungkin Lebih baik aku menuruti ajakan teman-teman untuk pergi shopping hari ini.

***

Normal POV

Kini, Gilang dan Arella tinggal berdua saja di bangku teras. Sebuah meja kayu berbentuk bundar yang jadi pemisah di antara keduanya.

Berbeda dengan Gilang yang hanya diam saja sembari menikmati pemandangan di hadapannya, Arella justru bersikap sebaliknya. Ia merasa resah dan khawatir mengenai ide para orang dewasa yang berniat menikahkannya.

"Gilang!"

Merasa namanya dipanggil, pria itu pun menoleh ke arah si empunya suara. "Panggil aku, 'Mas' atau 'kak'. Gimana pun juga aku lebih tua dari kamu kan?"

Arella melongo. Memang penting ya membahas masalah panggilan di saat genting begini?

"Bodo amat sama panggilan. Yang penting sekarang, lo harus bantuin gue."

"Bantuin apa?"

"Ck! Pake nanya lagi!" Arella tampak kesal. Dengan tingkat kesabarannya yang setipis tisu, ia tidak bisa menghadapi Gilang yang kalem dan tenang. "Lo harus bantuin gue buat gagalin pernikahan ini."

"Enggak mau."

Arella melotot kaget. "Apa lo bilang?"

"Aku nggak mau bantuin kamu," ulang pemuda itu lebih keras. Tepat di telinga Arella.

Gadis berambut panjang itu mengeplak lengan Gilang. "Gue nggak budek, bodoh!"

Pemuda itu memundurkan kepalanya.

"Gue nggak mau nikah ama lo. Lo bisa kan bantuin gue buat jelasin ke mereka."

"Jelasin gimana?"

"Ya bilang aja kalau gue udah punya pacar."

"Padahal..." potong Gilang. Nada bicaranya terdengar mengejek.

"Apa? Lo pikir gue jomblo?" amuk Arella tak terima.

Gilang cuma menggeleng.

"Gue nggak mau dojodohin. Apalagi ama cowok cupu kayak lo." Arella kembali mempertegas ucapannya. "Gue masih muda, gue masih pengen main, gue masih mau seneng-seneng ama temen gue."

"Tapi nikah itu kan ibadah. Kamu emangnya nggak mau dapat pahala."

"Gila lo!" potong Arella cepat. "Gue mau dapat pahala, tapi gue juga pilih-pilih lah imamnya siapa." Ia mengernyit jijik ke arah Gilang. Elfeel bukan main dengan cowok yang menurutnya cupu ini.

"Emangnya gue kenapa?"

"Lo ada cermin nggak di rumah?"

"Ada."

"Ya lo ngaca dong! Masa perempuan secantik gue, seseksi dan sepinter gue, harus nikah ama cowok kayak lo. Gayanya udik, kampungan, iuuuh..." Arella memutar kedua matanya sambil memasang raut tak suka. "Lo itu bukan selera gue."

Gilang yang dihina sedemikian rupa hanya menanggapi ucapan Arella dengan santai. "Lo nggak boleh nilai seseorang dari covernya doang. Siapa tau hatinya baik."

"Tapi buat gue penampilan itu nomor satu. Malu lah kalo harus bawa orang kutu buku macem lo ke kondangan. Nanti, kita disangka beauty and the beast lagi."

"Ckckck..." Pemuda itu mengelus dada. "Dari ucapan kamu, aku jadi makin yakin buat ngelakuin itu."

Arella menoleh cepat ke arah Gilang. "Ngelakuin apa?" tanyanya.

Gilang tak menjawab. Ia justru bangun dari tempat duduknya lalu masuk lagi ke dalam tanpa menyatakan sepatah kata pun.

"Gilang! Lo mau ke mana?" tanya Arella sambil berjalan mengikuti pria berambut klimis tersebut. "Apa lo udah sadar kalau seharusnya kita nggak usah nikah aja?"

Gilang tak mengatakan apapun. Pandangan pemuda itu lurus ke depan. Fokus ke arah para orang dewasa yang sedang berbincang.

"Nah kan! Gue bilang juga apa. Gue ini terlalu bad girls, buat elo yang good boy. Jadi—"

"Pa! Ma! Om! Tante! Gilang mau bicara sesuatu."

Semua orang langsung menoleh ke arah Gilang, ketika pemuda itu muncul dan berucap demikian. Bahkan Arella saja tidak sempat melanjutkan kata-katanya tadi.

"Eh, Nak Gilang? Kamu mau ngomong apa Nak?"

"Sebenernya aku..."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status