Arella terdesak, tidak ada angin tidak ada hujan, ia dijodohkan dengan seorang pria asing cupu yang tak dikenal. Segala cara ia lakukan agar perjodohan itu tidak terjadi. Tapi sayangnya, ia tetap harus menikah dengan Gilang. Pria cupu yang amat dibencinya. "Kamu harus nurut sama aku, aku suamimu sekarang!" — Gilang "Buat apa aku harus nurut sama cowok cupu kayak kamu! Denger ya! Kamu itu bukan levelku!" — Arella
Lihat lebih banyak"Arella, sini Nak! Duduk sama Mama dan Papa."
Aku tak berekspetasi apapun ketika Mama memintaku duduk di antara mereka berdua. Aku juga tidak bereraksi banyak ketika kedua orang tuaku memperkenalkan tamu-tamu mereka yang katanya dari luar kota."Ella sayang... Ini Om dan Tante Mahesa. Mereka ke sini punya tujuan khusus.""Tujuan?" Aku mengerutkan kening. Memandang Papa dengan raut tak mengerti. "Tujuan apa yang maksudnya?""Begini Nak. Kami berencana menjodohkan kamu dengan Gilang— anak kami."Tubuhku membeku. Kepalaku serasa dihantam batuan besar ketika mendengar perkataan lelaki asing di depanku."Jadi begini, Ella. Dulu Papa punya ide buat nikahin anak-anak kita pas dewasa. Supaya silahturahmi kita tetap terjalin. Dan hari ini, kita mau ngasih tau niat ini ke kamu."Aku menoleh ke arah Papa dengan wajah horor. Candaan macam apa ini? Hanya untuk menjaga tali silaturahmi dengan keluarga yang bahkan tidak aku kenali, aku harus dijodohkan dengan orang asing?"Ya— mungkin menurut kamu ini terkesan mendadak dan nggak masuk akal. Tapi, kita sebagai orang tua tau betul kok, kalau kamu dan Gilang, akan bisa saling melengkapi saat sudah menikah nanti."Aku memutar kedua bola mataku. Papa begitu enteng ketika mengatakan pendapatnya tersebut."Maaf Pa, Ma— Om, dan tante..." Aku melihat ke arah kedua orang tuaku, lalu sejurus kemudian, aku memandangi lurus ke arah teman Papa dan Mama yang duduk di seberangku. "Aku nggak bisa terima perjodohan ini.""Kenapa Nak?" tanya Mama penasaran."A-aku...""Nak Arella..." Suara lembut Ibu Mahesa membuat tatapanku tertuju ke arahnya. "Gilang ini, memang orangnya pendiam, tapi dia pria yang baik dan bertanggung jawab kok. Kamu nggak usah berpikiran macam-macam."Aku menatap ke arah Gilang. Pria dengan kemeja berambut klimis, berkacamata minus tebal, dan kemeja lengan panjang warna putih. Gayanya, terlihat kuno menurutku."Iya Nak. Gilang ini pinter ngaji, sholeh, anak rumahan pula. Akademiknya juga bagus kok, Nak. Dia—""Enggak gitu, Pa! Arella ngerasa nggak cocok aja buat dia." Sungguh! Aku tidak punya alasan lain sekarang. Sehingga hanya itu yang bisa aku ucapkan. Padahal, menurutku Gilang-lah yang tidak pantas untuk mendampingiku."Kamu jangan merendah gitu dong Nak!" Pak Mahesa menyela ucapanku. "Kami nggak ngerasa begitu kok.""Iya. Justru malah kami yang segan kalau Gilang jadi suami kamu," imbuh Bu Mahesa."Tapi Tante—""Gini aja!" Lagi-lagi, ucapanku disela oleh papa. "Gimana kalau kalian ngobrol aja di depan supaya bisa saling mengenal satu sama lain. Yah, anggap saja itu sebagai PDKT sebelum kita memutuskan tanggal pernikahan kalian."Aku langsung menoleh ke arah Papa begitu mendengar ucapan beliau. Ingin sekali aku menyangga kata-kata papa, namun tanganku lebih dahulu ditarik oleh Mama yang menyuruhku berdiri.Demikian juga dengan Gilang yang dipaksa oleh Mamanya untuk bangkit dari posisinya. "Kalian bisa ngobrol di depan. Nanti biar Mama suruh bibi bawain cemilan dan teh buat temen ngobrol kalian. Oke."Mama mendorong punggung sedikit menjauh dari area ruang tamu. Membuatku tidak bisa berkutik dan hanya menurut perintah beliau. Jika seandainya aku tahu sore ini Papa dan Mama akan menjodohkanku dengan seorang pria cupu seperti Gilang, mungkin Lebih baik aku menuruti ajakan teman-teman untuk pergi shopping hari ini.***Normal POVKini, Gilang dan Arella tinggal berdua saja di bangku teras. Sebuah meja kayu berbentuk bundar yang jadi pemisah di antara keduanya.Berbeda dengan Gilang yang hanya diam saja sembari menikmati pemandangan di hadapannya, Arella justru bersikap sebaliknya. Ia merasa resah dan khawatir mengenai ide para orang dewasa yang berniat menikahkannya."Gilang!"Merasa namanya dipanggil, pria itu pun menoleh ke arah si empunya suara. "Panggil aku, 'Mas' atau 'kak'. Gimana pun juga aku lebih tua dari kamu kan?"Arella melongo. Memang penting ya membahas masalah panggilan di saat genting begini?"Bodo amat sama panggilan. Yang penting sekarang, lo harus bantuin gue.""Bantuin apa?""Ck! Pake nanya lagi!" Arella tampak kesal. Dengan tingkat kesabarannya yang setipis tisu, ia tidak bisa menghadapi Gilang yang kalem dan tenang. "Lo harus bantuin gue buat gagalin pernikahan ini.""Enggak mau."Arella melotot kaget. "Apa lo bilang?""Aku nggak mau bantuin kamu," ulang pemuda itu lebih keras. Tepat di telinga Arella.Gadis berambut panjang itu mengeplak lengan Gilang. "Gue nggak budek, bodoh!"Pemuda itu memundurkan kepalanya."Gue nggak mau nikah ama lo. Lo bisa kan bantuin gue buat jelasin ke mereka.""Jelasin gimana?""Ya bilang aja kalau gue udah punya pacar.""Padahal..." potong Gilang. Nada bicaranya terdengar mengejek."Apa? Lo pikir gue jomblo?" amuk Arella tak terima.Gilang cuma menggeleng."Gue nggak mau dojodohin. Apalagi ama cowok cupu kayak lo." Arella kembali mempertegas ucapannya. "Gue masih muda, gue masih pengen main, gue masih mau seneng-seneng ama temen gue.""Tapi nikah itu kan ibadah. Kamu emangnya nggak mau dapat pahala.""Gila lo!" potong Arella cepat. "Gue mau dapat pahala, tapi gue juga pilih-pilih lah imamnya siapa." Ia mengernyit jijik ke arah Gilang. Elfeel bukan main dengan cowok yang menurutnya cupu ini."Emangnya gue kenapa?""Lo ada cermin nggak di rumah?""Ada.""Ya lo ngaca dong! Masa perempuan secantik gue, seseksi dan sepinter gue, harus nikah ama cowok kayak lo. Gayanya udik, kampungan, iuuuh..." Arella memutar kedua matanya sambil memasang raut tak suka. "Lo itu bukan selera gue."Gilang yang dihina sedemikian rupa hanya menanggapi ucapan Arella dengan santai. "Lo nggak boleh nilai seseorang dari covernya doang. Siapa tau hatinya baik.""Tapi buat gue penampilan itu nomor satu. Malu lah kalo harus bawa orang kutu buku macem lo ke kondangan. Nanti, kita disangka beauty and the beast lagi.""Ckckck..." Pemuda itu mengelus dada. "Dari ucapan kamu, aku jadi makin yakin buat ngelakuin itu."Arella menoleh cepat ke arah Gilang. "Ngelakuin apa?" tanyanya.Gilang tak menjawab. Ia justru bangun dari tempat duduknya lalu masuk lagi ke dalam tanpa menyatakan sepatah kata pun."Gilang! Lo mau ke mana?" tanya Arella sambil berjalan mengikuti pria berambut klimis tersebut. "Apa lo udah sadar kalau seharusnya kita nggak usah nikah aja?"Gilang tak mengatakan apapun. Pandangan pemuda itu lurus ke depan. Fokus ke arah para orang dewasa yang sedang berbincang."Nah kan! Gue bilang juga apa. Gue ini terlalu bad girls, buat elo yang good boy. Jadi—""Pa! Ma! Om! Tante! Gilang mau bicara sesuatu."Semua orang langsung menoleh ke arah Gilang, ketika pemuda itu muncul dan berucap demikian. Bahkan Arella saja tidak sempat melanjutkan kata-katanya tadi."Eh, Nak Gilang? Kamu mau ngomong apa Nak?""Sebenernya aku..."Arella mencoba menggerakkan tangannya yang terikat, tapi sia-sia. Gesper yang digunakan Gilang terlalu kuat untuk dilepaskan. Matanya semakin memerah karena ketakutan dan amarah yang berkecamuk di dalam dirinya. "Gilang, lepasin gue! Lo gak bisa ngelakuin ini!"Gilang menatapnya dengan tatapan dingin, "Kamu yang memulai ini semua, Arella. Sekarang, kamu harus bertanggung jawab atas apa yang kamu ucapkan.""Tanggung jawab apaan? Gue gak ada hubungan sama lo selain perjodohan sialan ini!" Arella berteriak, mencoba menggertak meski di dalam hati ia benar-benar ketakutan."Perjodohan atau bukan, kamu adalah istriku," Gilang membalas dengan tegas. "Dan aku berhak atas kamu."Arella mendesah kesal, mencoba mencari jalan keluar dari situasi yang menakutkan ini. Tapi sebelum dia bisa berpikir lebih jauh, Gilang sudah melepaskan kemejanya, memperlihatkan tubuh berototnya yang selama ini tersembunyi di balik pakaian rapi. Arella tertegun sejenak, tidak menyangka bahwa di balik penampilan cupu s
"Kenapa kamu bahas itu lagi? Kamu masih gak terima?""Aku khawatir Arella."Pffft—Arella tertawa cukup keras usai mendengar penuturan Gilang. "Gak usah repot-repot Gilang! Gue bisa jaga diri.""Jaga diri gimana? Kamu aja gak bisa apa-apa saat Anton hampir memperkosa kamu," tukas Gilang dengan nada begitu sinis."Ya udah, biarin aja Anton mau ngapain juga. Toh gue juga udah gak perawan," balas Arella dengan santainya.Gilang tersentak. Pandangan matanya menajam seketika itu juga. Ia memandangi sang istri yang melipat kedua tangannya di dada, menelaah apakah Arella sungguh-sungguh dengan ucapannya."Kenapa? Kenapa lo ngeliatin gue kayak gitu? Lo pasti mikir kalau gue ini masih perawan, ya kan?" Arella kembali tertawa. "Gilang... Gilang... Jaman sekarang mana ada si perempuan yang benar-benar masih perawan, apalagi cewek macem gue yang yaaah— lo tau sendiri kan gimana pergaulannya."Gilang masih diam saja. Menyimak apapun yang keluar dari bibir istrinya."Makanya, dari awal gue minta lo
"Sayang... Sini! Ayo peluk aku! Lakuin apapun sesuka kamu. Aku rela ngasih keperawananku buat kamu, Sayang."Tubuh Gilang meremang. Belaian jemari Arella pada Juniornya membuat sekujur tubuhnya merinding."A-Arella hentikan! Kamu mabuk!""Gak! Aku nggak mabuk. Aku sadar sama apa yang aku lakuin!" Arella memeluk Gilang, sementara lututnya ia sematkan di antara kedua kaki sang suami."Sadar Arella!""Udahlah sayang, kamu jangan nolak! Cuma cara ini yang dapat kita lakukan agar Mama dan Papa gak misahin kita." Arella mengusap pipi Gilang."Ayo hamili aku! Buat aku mengandung anak kamu! Supaya aku gak jadi nikah sama si cupu itu!""Arella! Sadar!""Sakti sayang... Please... Ayo kita ngelakuin itu. Aku udah siap ML sama kamu."Haaah!!!Gilang mengunggar rambutnya dengan gusar. Masih terbayang-bayang bagaimana wajah sayu Arella ketika menggodanya semalam. Walaupun gadis itu sedang mabuk dan dalam kondisi memikirkan orang lain, tapi tetap saja sebagai lelaki normal Gilang hampir saja memanfa
"Kleeek"Gilang yang sedang membuat sarapan, cepat-cepat memakai kacamatanya saat melihat suara pintu kamar terbuka. Ia sudah tau siapa yang keluar dari kamar dan berjalan mendekatinya. Siapa lagi kalau bukan Arella."Oi."Pemuda itu menoleh. Bersikap cupu di depan Arella yang sepertinya masih sedikit hangover."Kamu— baru bangun.""Lo yang ganti baju gue?" Itulah pertanyaan yang pertama kali Arella ajukan. "Lo gak macam-macam kan kemarin pas gue mabuk?" sambungnya."Iya, aku yang gantiin baju kamu. Tapi kamu gak usah khawatir, aku—""Ya sih, gue tau lo gak akan aneh-aneh, lagian apa sih yang bisa cowok cupu lakuin," sindir Arella. "Lo aja gak berani natap gue pas lagi ngobrol, apalagi aneh-aneh."Gilang meremas gagang spatula yang dia gunakan untuk memasak nasi goreng. Pria 30 tahunan itu mendengkus dan pura-pura tidak mendengar ucapan istrinya."Kemarin— apa aja yang terjadi?"Lirikan mata Gilang tertuju pada sang istri yang baru saja selesai menegak minumannya. "Lo gak buat onar di
"Sayang..."Gilang tersentak kecil saat sepasang lengan tiba-tiba merangkul perutnya dengan mesra. Ia melihat ke arah cermin. Di belakangnya ternyata sudah ada Arella sebagai pelaku pemelukan tersebut."Arella, kamu—""Sayang, aku kangen. Kamu ke mana aja? Kenapa perginya lama banget, um?"Gilang memperhatikan sang istri. Dilihat dari kondisi sekarang ini sepertinya gadis itu masih dalam pengaruh alkohol."Sayang..." Panggil Arella lagi, matanya masih terpejam dan pipinya di penuhi semburat kemerahan. "Sakti sayang, aku kangen banget sama kamu."Lagi-lagi Gilang dibuat tak bergeming ketika mendengar Arella menyebut nama pria lain."Sakti? Siapa itu Sakti?" pikirnya penasaran.Pemuda itu kembali memakai kacamatanya dan berbalik. Ia memegangi pipi Arella yang masih sempoyongan."Arella, sadar! Aku bukan Sakti! Aku Gilang.""Sakti sayang..." Arella tak merespon ucapan Gilang. Dia justru kembali merangkul pundak suaminya itu sambil meracau. "Sayang, kenapa kamu pergi? Apa kamu gak cinta la
"Sialan!" maki Anton kesal. " Berani-beraninya lo nonjok gue!" Anton menarik kerah kemeja Gilang hingga keduanya sama-sama berdiri dan saling berhadapan. Pemuda itu tampak tidak gentar walaupun lawannya adalah Gilang yang jelas-jelas lebih tua darinya."Lo yang sialan!" desis Gilang balik. Sorot matanya yang tajam seperti belati yang siap menusuk Anton kapan pun dia inginkan. "Mau lo apain istri gue, hah?!" serah Gilang sembari mencengkram balik bagian depan baju yang Anton gunakan."Nggak pantes lo nyebut Arella istri, lo aja nggak pernah dia anggep sebagai suami."Bugh!Gilang meninju pipi Anton. Pun sebaliknya. Anton meninju rahang Gilang dengan keras hingga kacamata minus Gilang jatuh dan terlempar entah ke mana."Brengsek!" maki Gilang. Ia nyaris saja maju dan kembali saling serang, jika saja Yudha dan teman-teman Anton tidak datang dan menghalau keduanya. "Jangan ikut campur, brengsek! Emangnya lo siapa sok tahu banget sama urusan kita.""Kenapa? Arella sendiri yang bilang kalau
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen