“Jika Ayah tetap bersikeras, bersiaplah kehilangan putra lagi!” Lucas berujar pelan, tapi setiap katanya mengandung tekanan.Ariella yang diam-diam mengikuti dan bersembunyi di balik dinding, jadi tertegun beku. Sejak kemarin dia curiga suaminya bertengkar dengan Richard. Ternyata hari ini terbukti.‘Apa maksud ucapan Lucas? Aku tidak tau akar permasalahannya, tapi mungkinkah dia berniat meninggalkan keluarga Baratheon?!’ batin Ariella menduga-duga.“Kucing ini pandai menguping!”Seketika itu Ariella tersentak mendengar sindiran Lucas yang menangkap basah dirinya.‘Aish, sial!’ batin Ariella mengedutkan alis.Sungguh memalukan. Dia begitu cepat ketahuan, tanpa sempat kabur. Berdalih pun percuma, sebab Lucas sudah menghampirinya.Pria itu semakin mengikis jarak, hingga tiba-tiba satu lengannya mengungkung Ariella yang bersandar di tembok.“Istriku, sepertinya kau tidak bisa jauh dariku!” tutur Lucas menggoda.Ariella menelan saliva dengan leher tegang, lalu bertanya, ‘kau … ada masalah
“Kau gila? Kau sudah membuatku kelelahan semalam. Minggir, sekarang aku mau mengurus Ava!” tukas Ariella berniat turun. Ya, putri mereka pasti sudah bangun dan setidaknya harus minum susu sebelum sarapan. Tak lama lagi Ava pasti mencarinya. Namun, Lucas malah mengunci jalan keluar Ariella dengan kedua lengan kekarnya.“Putri kita sudah besar. Dia tidak akan menangis jika aku meminjammu sebentar, istriku,” katanya selaras dengan alis yang naik sebelah. “Kau lebih besar dari Ava, Tuan Baratheon. Tidak mau mengalah dengan putrimu?” sahut Ariella mengangkat dagunya. Lucas bungkam, tapi tatapannya amat gemas setiap kali Ariella berani membantahnya. Terlebih bahu istrinya terkuar menggoda karena bathropenya melorot. Lucas semakin tak ingin melepasnya. “Baiklah, temani aku mandi, maka aku akan mengalah pada Ava,” tutur Lucas masih membujuk.“Cih! Kau benar-benar—”“Hah?!” Ariella tersentak saat suaminya tiba-tiba menggendongnya ala bridal style. Dia melotot seolah memarahi Lucas, tapi
“Kau?!” Ariella hendak berbalik.Namun, sang pria kian mendekap erat saat tubuhnya ingin memberontak. Tangannya merayapi pinggang Ariella, selaras dagu yang turun di bahu wanita tersebut.Disertai napas tertahan, Ariella memanggil. “Lucas—”“Tetaplah seperti ini. Aku mohon, sebentar saja,” bisik sang suami memejamkan mata. Napas hangatnya menyebar di sekitar leher sang istri, sungguh memecah rasa was-was yang awalnya mengejutkan. “Wangi. Aku sangat menyukai aroma tubuhmu, istriku. Hah … aku dalam bahaya. Padahal baru sehari tidak bertemu, tapi aku sudah merindukanmu,” sambung pria itu terdengar manja.“Aku pikir kau tidak akan kembali!” tukas Ariella sambil menggenggam erat piyama yang menjuntai.Mendengar itu, senyum tipis Lucas terkuar. Kepalanya mendesak ke samping leher Ariella, seakan mencari kehangatan. “Hei, kau tidur?” Ariella mengernyit saat melirik ke samping.Sejak tadi dia samar-samar mencium bau alkohol. Tidak bertanya pun Ariella tahu, bahwa Lucas habis minum-minum. ‘
Ariella berdehem kikuk, lantas berujar, “Mommy akan lihat ke depan.”“Itu Peter!” ujar Lucas yang seketika membuat Ariella mengurungkan niat. Pria tersebut bangkit dari kursi, sambil mengikat piyamanya dengan benar. “Ava tunggu di sini bersama Mommy. Daddy akan menemui Paman Peter,” sambung Lucas membelai kepala putrinya. Ava pun mengangguk. “Baiklah, Daddy. Ajak Paman Peter sarapan bersama kita juga.”Begitu Lucas mangkir, Ava kembali menoleh pada ibunya. “Mommy, kenapa Paman Damien tidak mengunjungi kita? Paman tidak tahu rumah baru kita, ya? Apa Ava telepon dulu agar Paman Damien dan Bibi Jane bisa main ke rumah kita?” tanyanya polos.Ariella bungkam sejenak. Dia tak tahu harus bagaimana menjelaskan hubungannya keluarga Rudwick sekarang. Pasalnya Ava sudah tinggal bersama mereka sejak bayi. Tentu saja Ava menganggap Damien dan Jane, sebagai keluarga.“Mommy?” tukas Ava memecah lamunan ibunya. Ariella tersenyum tipis, lalu berkata, “Paman Damien dan Bibi Jane sedang sibuk dengan
‘Untuk apa dia menyiapkan ini?’ batin Ariella seraya masuk ke dalam.Sejumlah kanvas kosong tertata apik di sisi kiri, sementara bagian lainnya tampak deretan rak dengan beragam cat pewarna.Ya, Lucas sengaja mengubah ruang ini jadi studio lukis untuk Ariella. Bahkan di dindingnya, tergantung dua karya Fan Ting dan beberapa tembikar unik. Pria itu mengambilnya dari Baratheon Gallery untuk menyenangkan istrinya.Jika sudah seperti ini, pasti Lucas amat serius menginginkan Ariella kembali ke galeri keluarganya.Tanpa sadar, senyum tipis Ariella mengembang saat mengamati satu per satu karya seni di sana.‘Tunggu, sepertinya aku pernah melihat keramik ini,’ batin Ariella saat mendekati tembikar tadi.Setiap sisi keramik itu tampak murni ciptaan tangan, amat indah.Saat itulah Ariella mengingat sesuatu. ‘Sepertinya tembikar ini pernah disimpan di ruang khusus Baratheon Gallery. Ya, tidak salah lagi. Ruangan itu dijaga ketat karena berisi semua karya mendiang Nyonya Elizabeth!’Ariella perla
*** “Nona Giselle belum makan apapun sejak siang. Antarkan makan malamnya sekarang,” tutur Kepala Pelayan mansion Diorson, sambil meletakkan susu di nampan. Pelayan bawahannya mengangguk patuh. “Baik, saya akan naik sekarang.”Dia lantas mangkir ke kamar Giselle. Begitu tiba di area tangga, langkahnya terhenti saat mendapati Belatia turun dari lantai atas. “Selamat malam, Nyonya,” tutur Pelayan tadi sopan. Alih-alih merespon, Belatia hanya mengamati nampan berisi makan malam putrinya. Tanpa melunakkan ekspresi, dia pun berkata, “singkirkan bawang gorengnya. Giselle tidak makan bawang goreng.”“Benarkah, Nyonya? Tapi kemarin lusa Nona Giselle sangat menikmati pangsit bertabur bawang goreng. Apakah—”“Aku bilang, Giselle tidak makan bawang goreng!” Belatia menyambar lebih tegas.Sang pelayan seketika tersentak. Apalagi saat menatap wajah Belatia yang semakin dingin. Dia benar-benar merinding. “Ba-baik, Nyonya. Saya akan menyingkirkan bawang gorengnya,” tutur Pelayan tadi terbata.