Happy reading, Kakak-kakak. Maaf banget, kemarin Rara drop seharian :(
*** “Nona Giselle belum makan apapun sejak siang. Antarkan makan malamnya sekarang,” tutur Kepala Pelayan mansion Diorson, sambil meletakkan susu di nampan. Pelayan bawahannya mengangguk patuh. “Baik, saya akan naik sekarang.”Dia lantas mangkir ke kamar Giselle. Begitu tiba di area tangga, langkahnya terhenti saat mendapati Belatia turun dari lantai atas. “Selamat malam, Nyonya,” tutur Pelayan tadi sopan. Alih-alih merespon, Belatia hanya mengamati nampan berisi makan malam putrinya. Tanpa melunakkan ekspresi, dia pun berkata, “singkirkan bawang gorengnya. Giselle tidak makan bawang goreng.”“Benarkah, Nyonya? Tapi kemarin lusa Nona Giselle sangat menikmati pangsit bertabur bawang goreng. Apakah—”“Aku bilang, Giselle tidak makan bawang goreng!” Belatia menyambar lebih tegas.Sang pelayan seketika tersentak. Apalagi saat menatap wajah Belatia yang semakin dingin. Dia benar-benar merinding. “Ba-baik, Nyonya. Saya akan menyingkirkan bawang gorengnya,” tutur Pelayan tadi terbata.
“Ehem! Omong kosong apa yang kau katakan?!” Ariella berdehem canggung.Dia membuang pandangan ke sembarang arah, tapi sialnya Lucas malah menghadang tatapannya.“Kau tahu maksudku, Ariella!” sahut Lucas terdengar dominan.Bahkan tangannya meremas pinggang ramping sang istri, memicu jarak mereka semakin terkikis.Ariella mengerjap. Situasi mereka jadi kian bahaya jika dia tetap diam. Apalagi Lucas mulai menjulurkan wajahnya disertai sorot yang terpaku di bibir Ariella.“Lucas, berhenti main-main! Aku … hah!” Wanita tersebut seketika mengangkat sebelah tangan, sengaja menutup mulut Lucas agar berhenti mendekat.Mendapati tindakan konservatif istrinya, Lucas jadi menautkan alis. Tanpa Ariella duga, pria itu malah menggigit ringan telapak tangannya.Seketika itu, sensasi merinding menyebar ke punggung Ariella. Padahal gigitan sang suami tidak sakit, tapi rasanya ada ribuan semut menggelitiknya.“Kau!” Ariella lekas menarik tangannya saat sadar dari lamunan.Namun, Lucas justru memamerkan s
“Kemarilah, Ava!” Lucas merentangkan tangan, menyambut sang putri dengan hangat.Tanpa ragu, Ava pun berlari ke arahnya. Dia menghambur ke pelukan Lucas, saat pria itu menekuk lutut setinggi bocah tersebut.“Daddy!”“Oho! Hati-hati, putri kesayangan Daddy,” tutur Lucas mendekap punggung anaknya.Dia melonggarkan dekapan, lalu mengamati Ava yang kepalanya masih dilingkari perban. Dia meraih tangan mungil bocah itu, lantas mengusapnya lembut.“Ava masih merasa sakit?” Lucas bertanya selaras pandangannya yang terangkat.“Emm … sedikit,” sahut Ava sambil tersenyum memamerkan giginya. “Tapi kata Mommy sakitnya akan hilang kalau Ava rajin minum obat.”“Ava berani minum obat?” Lucas menyahut dengan nada tantangan.“Tentu saja. Hanya anak manja yang tidak berani minum obat, Daddy!” sambar Ava riang.“Pintar!” Sang ayah langsung menoel hidung Ava saking gemasnya. “Selain cantik, putri Daddy memang pemberani dan cerdas!”“Daddy, apa ini rumah Daddy? Kita mau tinggal bersama, ya?” Ava bertanya de
*** “Mommy, kapan Ava bisa pulang?” Ava merengek dengan bibir tertekuk.Jam berputar semakin malam, tapi dia tak kunjung tidur. Oh, tidak. Sebenarnya dia sudah tertidur sore tadi, hingga sekarang matanya sangat jernih. Ariella yang duduk di sebelah brankarnya, kini mengusap lembut kepala anak perempuan tersebut. “Apa Ava tidak betah di rumah sakit?”“Hemm.” Ava mengangguk, lalu membalas. “Ava tidak suka makanan di sini. Ava kan sudah sembuh, harusnya Ava bisa cepat pulang ‘kan? Ava mau bermain dengan Soya.”“Soya?” sahut Ariella mengerjap. “Ya, Ava sudah berhari-hari tidak memberi makan Soya. Apa Soya baik-baik saja? Pasti Bibi Jane akan merawat Soya ‘kan, Mommy?” Ariella tersenyum. Namun, belum sampai menimpali, Ava kembali berujar, “Mommy, em ….”Sang putri yang ragu-ragu, memicu Ariella penasaran. “Ava mau mengatakan sesuatu? Ada apa, Tuan Putri? Bilang pada Mommy,” tukasnya yang lantas menerka. “Apa Bibi yang tadi siang datang, menyakiti Ava?”“Tidak, Mommy. Hanya saja … Bibi
“Apa urusannya denganku? Minggirlah, Peter!” Ariella berujar disertai sorot dingin.Tampak jelas bahwa dia amat muak dan tak ingin terseret dengan perkara Giselle.Namun, ketika Ariella hendak mangkir, Peter justru kekeh menghadang.“Mohon maaf, Nyonya—”“Peter, aku juga bisa marah!” sambar Ariella mengandung ancaman.Alih-alih melunak, Peter langsung mengeluarkan selembar dokumen hasil tes paternitas Ava dan Lucas.“Saya siap menerima amarah Anda setelah menunjukkan dokumen ini!” tukasnya menatap serius.Ariella megernyit, bahkan langsung menyabit dokumen tersebut saat samar-samar melihat nama putrinya.Benar saja. Itu memang Ava Edelred. Namun, di sana tertulis jelas bahwa hasil tesnya negative!“Apa maksudnya ini?!” tukas Ariella dengan sorot tajam.Dia yang melahirkan Ava setelah tidur bersama Lucas, tentu merasa mustahil karena hasil tesnya melenceng.“Bukankah bagi Anda aneh kalau Nona Ava bukan putri kandung Tuan Lucas?” tutur Peter memicu Ariella angkat pandangan.Bahkan raut w
“Mommy!” Ava memekik dengan wajah antusias begitu melihat ibunya.Terlebih di belakang Ariella juga ada Lucas, tatapan bocah itu jadi semakin berbinar.“Wah! Ternyata Daddy juga datang!” katanya.Alih-alih menimpali, Ariella justru melayapkan pandangan dengan buncah. Bahkan dengan cepat dia menghampiri putrinya yang duduk di brankar sendirian.Perhatian Ariella langsung tersita pada cup ice cream yang dipegang Ava.“Tidak!”Ariella buru-buru menyabitnya hingga satu sendokan yang dibawa sang putri jatuh ke pakaiannya.“Mommy?” Ava berujar tak mengerti. Tidak biasanya Ariella bertindak gusar seperti ini.Wanita itu menyingkirkan cup ice cream tadi ke nakas.Sambil menyeka noda di baju pasien Ava, dia pun berkata, “Ava sudah memakannya? Katakan pada Mommy!”Putrinya mengerjap bingung.Tapi Ariella yang dikebaki gelisah, langsung mendesak lagi. “Ava, bilang pada Mommy. Apa Ava sudah makan ice creamnya?”Nadanya yang sedikit meninggi, memicu Ava menggeleng takut.Mendapati putrinya tertekan