Mata Lula bertemu dengan pria yang familiar di ingatannya. Dia terkejut, melihat siapa yang datang.
“Jack! Kenapa kamu terlambat? Mom pikir kamu tidak akan datang karena sibuk bekerja.”Pria itu tersenyum tipis, “Sorry Mom, tadi memang aku sempat lupa. Namun, Ben mengingatkan aku untuk segera pulang. Benar kan Ben?”“Ya tentu! Aku selalu menjadi pengingatnya, Mom. Dia benar - benar sudah bau tanah rupanya,” ejek Ben.Jack berdecih, “Tutup mulut omong kosongmu, Ben.”Eve terkekeh dengan interaksi keduanya.Jack, pria itu menyadari kehadiran sosok orang lain di meja makan keluarganya. Dia mengerutkan kening, mengingat seseorang. Dia hanya diam, namun tak lepas pandang ke arah Lula.Eve, yang melihat Jack menatap Lula menjadi heran, “Jack, apa kamu mengenalnya? Aku rasa kamu berlebihan menatap temanku.”Jack kembali menatap Eve, “Tidak.”“Ah, aku kira kamu mengenalnya. Dia temanku. Aku yang menabrak mobilnya,” jelas Eve.“Lalu kenapa dia berada di sini?” tanya Jack pada Eve.Eve berdecih mendengarnya, “Tentu saja, aku mengajaknya dinner ‘csause she is my friend right now.”“Annoying.”Jack lalu pergi ke atas bersama dengan pria lain bersamanya. Eve menggelengkan kepala melihat tingkah pria itu, dan melanjutkan makanannya.Camelia tersenyum kecil. Dia menoleh pada Lula yang diam, masih memandang punggung Jack yang semakin menjauh.“Lula, kenapa tidak makan? Apa masakannya tidak enak, sayang?”Wanita itu yang di tegur menggeleng, “Tidak. Bukan maksudnya tidak enak. Ini sangat enak kok, Tante.”“Mom, or call me Camelia,“ kata Camelia memperbaikinya.Lula menyengir, “Apa tidak masalah memanggil Mom? Bukannya terdengar sangat aneh?” tanya Lula.Eve terkekeh sambil memotong steiknya, “Mommyku sangat berjiwa muda, Lula. Dia menolak untuk menjadi tua. Setiap temanku yang datang, pasti dia mengatakan hal yang sama. Aku bahkan sampai hapal niat terselubungnya.”“Mom belum menginjak kepala lima, Eve. Belum tua.”Eve tertawa menatap Camelia, “Whatever. Aku bahkan hampir menginjak kepala tiga Mom.”Interaksi keluarga Eve membuat Lula tersenyum. Sebuah keluarga yang sudah lama sekali dia rasakan, muncul di depannya, muncul dengan nyata. Wanita itu dapat merasakannya.Camila berdecih. Dia mengelap mulutnya dengan sapu tangan begitu elegan, lalu berdiri, “Mom akan panggil Jack sama Ben untuk dinner bersama. Kalian tunggu di sini sebentar.”Eve acuh dengan apa yang Camelia katakan. Dia lebih menikmati steiknya. Sementara Lula sebaliknya. Dia bahkan tak menikmati makanannya, dan merasa gugup. Apa karena dia akan bertemu dengan Jack? Pria di club itu?Jack, bersama dengan yang lainnya turun dari lantai atas. Jika tadi dia masih menggunakan balutan formal, kini pria itu berganti menjadi lebih casual.Baju abu polos dengan celana pendek selutut. Pria itu tampan dan terlihat santai. Lula mencuri pandang ke arah Jack saat semua orang tak mengetahuinya.Jack, pria itu duduk di depan Lula, sementara Ben duduk di sisi kiri Jack. Saat pria itu duduk di hadapannya, Lula langsung menundukkan kepala. Dia menutupi kegugupannya dengan mengiris steik di piring.Ben, menatap wanita di depan Jack penasaran. “Hey, siapa dia? Apa temanmu Eve? Aku belum pernah mengenalnya.”Eve mendengarnya melirik, “Ya, aku sudah mengatakan sebelumnya. Jangan membuat aku mengulang hal yang sama.”“Aku tidak memperhatikannya, wajar bertanya kembali,” bantah Ben.“I don’t think so,” ledek Eve.Camelia yang mendengarnya mendekat. Dia meletakkan dessert yang baru saja dia ambil di dapur.“Sudah. Jangan bertengkar di atas meja makan. Tidak sopan.”“Aku tidak merasa bertengkar. Eve saja yang pemarah. Kerutannya bahkan tak bisa membohongi dia, kalau dia suka marah.”“Shut up ur mouth sebelum garpu ini melayang di wajahmu, Ben,” ancam Eve.“Eve, Ben, stop. Kalian tidak malu, ada tamu di sini? Lihatlah, Lula pasti shock karena kelakuan kalian,” jelas Camelia.Lula tersenyum tipis, “Tidak apa - apa, Tante— Mom maksudku. Yaa, Mom,” jawab Lula dengan gugup.Jack, melirik Lula dengan sekilas. Dia lalu kembali memakan makanannya dengan tak memperhatikan keadaan sekitar.—Tak hanya acara makan malam saja. Setelah makan malam, Eve merengek untuk di temani menonton film bersama.Lula ingin menolak, namun, Eve terus memaksa. Hingga akhirnya dia mengiyakan apa yang Eve mau. Dan berakhir duduk di sofa, sambil menatap film horror yang Eve putar.“Oh sial! Setannya mengagetkan. Jump scarenya sangat banyak sekali!” gerutu Eve. Dia menutupi wajahnya dengan bantal, sesekali mengintip dari semua sisi untuk melihat.Jujur, bahkan bagi Lula film yang Eve tonton tak menakutkan sama sekali. Bahkan, biasa saja untuk wanita itu.Eve, merogoh gelasnya dan akan meneguknya. Namun, tangannya tergelincir sehingga isi gelas jatuh dan mengenai baju Lula.“Argh!”Lula terkejut karena bajunya merembes basah, dan dingin. Eve terkejut melihat Lula bajunya yang basah dan pastinya lengket.“Lula, sorry. Aku tidak melihatnya, maaf.”Lula meraih tissue dan membersihkannya, “Tidak apa - apa. Nanti akan bersih setelah di lap dengan tissue.”“Ayolah, ini terlihat lengket dan berbau. Aku tidak berpikir akan semudah itu hilang. Aku akan bawakan baju ganti untukmu, aku akan membawanya. Tunggu sebentar!”Eve bangkit dari duduknya dan naik ke atas berlari. Lula akan menahannya dan mengatakan tidak perlu, namun sepertinya akan sia - sia.Setelah beberapa waktu, akhirnya Eve datang membawa kaos miliknya. Dia memberikan kepada wanita itu, “Ambil. Kamu bisa menggantinya di kamar mandi ujung. Sebelah dapur.”“Di sana?” tunjuk Lula di arah ujung.“Yaa, di sana. Aku akan menunggu kamu sambil menonton. Tidak masalah, kan?”Lula tersenyum tipis, “Tidak. Aku akan segera mengganti pakaian. Terima kasih.”“Sama - sama.”Eve kembali duduk di sofa, dan sementara Lula menuju kamar mandi untuk berganti pakaian.Saat Lula berjalan menuju ke kamar mandi, dia berpapasan dengan Jack yang berada di dapur. Lula menahan langkahnya. Matanya terbelak saat melihat pria itu yang berada di dapur.“Apa, aku harus mengucapkan terima kasih sekarang? Apa dia masih mengingatku?” batin Lula.Lula melamun sambil melihat Jack. Berperang pada pikirannya. Sementara itu, Jack yang selesai meneguk botol minumannya, melihat wanita itu terdiam menatapnya. Pria itu merasa tidak nyaman.“Sedang apa berdiri menatapku seperti itu?” tanyanya dengan langsung.Lula menggelengkan kepala tersadar, “Eh— tidak. Hanya lewat, un— untuk ke kamar mandi.”Ujaran Lula tak membuat Jack merespons. Bahkan Jack acuh pergi dari dapur.“Terima kasih!” kata Lula keras, membuat langkah Jack terhenti.Jack, yang terhenti, terdiam di tempat. Sementara Lula memberanikan diri menoleh padanya.“Aku belum sempat berterima kasih, karena kamu menolongku malam itu. Aku tidak tahu, kamu masih mengingatku atau tidak, tapi, aku tulus mengatakan terima kasih kepadamu.”“Terima kasih atau menggoda?” tutur Jack dengan dingin.“Me— menggoda?” kagetnya.“Kamu bisa berkaca, jika memang tubuhmu tidak berusaha menggoda pria asing saat ini.”Jack pergi setelah mengatakannya. Sementara Lula terkejut dengan apa yang Jack katakan.Menggoda? Dia bahkan tak terbesit menggoda pria itu. Lalu apa maksud pria itu?Sial!Bagaimana bisa dia tak melihat bahwa bra miliknya tercetak jelas di kaosnya. Pasti ini karena minuman yang Eve tumpahkan, membuat terlihat jelas.Dengan malu, Lula keluar dari kamar mandi. Dia menuju ke sofa, bergabung kembali pada Eve yang asik menonton.Merasa kursi sofa bergoyang, Eve menoleh, “Sudah selesai berganti?”“Iya. Terima kasih. Besok aku akan mengembalikannya setelah mencucinya.”Eve terkekeh lalu berkata, “Kenapa terburu - buru? Santai. Aku tidak memaksa harus mengembalikan segera. Kamu bisa mengembalikan jika waktu senggang.”“Ah, baiklah.”*Dret*Ponsel Eve bergetar. Dia melihat panggilan di atas meja dan tersenyum merekah.“La, aku harus mengangkat panggilan sebentar. Kamu bisa tunggu di sini.”Dia bangkit dari sana. Tinggallah Lula sendiri bersama televisi yang menyala dengan tayangan horror di sana.Lula, menonton sendiri sambil sesekali memakan cemilan yang sudah di sediakan oleh Eve untuknya.Tak seling bebe
Malam itu, Lula pulang bersama dengan Jack. Pria itu mengantarnya sesuai dengan permintaan Camelia dan juga Eve.Di dalam mobil, Jack fokus menyetir ke depan. Jangankan mengobrol, pria itu bahkan tak menoleh ke sisi kiri untuk melihat Lula. Pria itu bagai patung hidup.Melihat Jack yang tak mencoba berinteraksi, Lula berinisiatif. Dia membuka suaranya, “Terima kasih atas tumpangannya.”Tak ada jawaban dari Jack, dia memilih diam.Karena merasa aneh, wanita itu menutup mulutnya.Dia lebih baik diam karena sepertinya Jack tak suka dengan kehadiran dirinya.Oleh sebab itu, Lula memilih bersandar dan menatap ke jendela mobil. Setidaknya, dia dapat melihat jalanan yang mereka lalui di tengah malamnya gemerlap lampu ibu kota.Namun, saat hampir setengah perjalanan mereka, tiba - tiba mobil yang di kendarai keduanya terhenti di jalanan. Lula, yang sadar menjadi khawatir.“Eh?”Sama dengan Jack, pria itu juga panik dan melihat mobil yang mereka
Wanita itu berhasil membuat dadanya berdegup kencang. Jack menegang di tempat dengan posisi yang masih menggendong Lula dalam dekapannya.Sementara itu, Lula masih memejamkan mata dan mendekap erat pria itu. Dia tak berani membuka mata, merasa takut.“Sampai kapan kamu akan seperti ini?”Lula yang masih belum sadar akan posisinya, hanya menggelengkan kepala sebelum berkata, “Aku menunggu di sini saja, aku tidak mau melanjutkan untuk mencari bengkel. Aku takut dengan petir. Aku tidak mau.”Jack mendengus mendengarnya, “Jika tidak ingin melanjutkannya setidaknya lepaskan saya. Kamu memeluk saya begitu erat.”Lula membuka mata dan seketika sadar bahwa dia berada dalam gendongan Jack.Dia memegang kedua bahu Jack lalu menarik diri turun.Lula yang malu menggaruk tengkuknya yang tak gatal, “Ah, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk digendong.”Jack yang sama salah tingkahnya memalingkan wajah, “Hm.”Keduanya terjebak pada rasa malu dan
Di atas kasur, Lula merasa aneh. Kenapa dia terus terbayang pada Jack? Pertemuan mereka begitu singkat. Namun, pria itu membuatnya tertarik.Setelah ciuman panas itu, dia diantar pulang ke apartemennya.Pria itu tak banyak bicara kepadanya, begitu pun dengan dirinya.Mereka nyaris dalam keheningan jika tidak ada musik di mobil.Meski begitu, entah kenapa pertemuan yang tak menyenangkan itu membekas untuknya.Pertemuan dengan Eve, apakah itu termasuk takdir yang baik karena Lula jadi dapat bertemu kembali dengan Jack?Lula kemudian menutup matanya. Dia mencoba untuk segera beristirahat.***“Kring!!!”Lula terkejut dengan jam yang berbunyi nyaring. Dia lebih awal bangun pagi ini. Dengan malas, dia mematikan bunyi alarm yang membisingkan itu dan bersiap menuju kantor.Lula berdiri di cermin sambil merapikan rambutnya. Dia menginginkan tampilan yang sedikit berbeda pagi ini. Dia meng— curly ujung rambut pirangnya dan membiarkan rambutnya terurai.
Matanya mengerjap, bayangan itu kembali muncul. Pipinya merona, bersemu merah. Apa dia merasa malu? Tapi kenapa, itu sudah berlalu.Wanita itu menghempaskan kepalanya di atas meja. Dia menghela napas panjang, dengan mata bergerak terpejam. Kenapa dia harus mengingatnya kembali? Itu ciuman yang tak sengaja. Bahkan tak di rencanakan. Keduanya mungkin terbawa suasana.*Ting!Ponselnya berdering. Lula menarik diri dan merogoh sakunya. Dia melihat ponselnya. Sebuah nomor tak di kenal masuk di notifikasi ponsel."Nomor siapa ini yang mengirim pesan?" gumamnya.Dia menekan isi pesannya, untuk melihat lebih.[Apa kau memiliki waktu? Aku ingin mengajakmu ke luar membeli hadiah untuk Eve.]Isi pesan itu singkat. Matanya mengerjap. Apa, itu dari Jack?Lula membalas pesan tersebut karena penasaran. Dia butuh memastikan apa pria itu benar - benar Jack, adik Eve.*Ting![Iya, Jack Adderson. Pukul sebelas, aku akan datang menjemput. Bersiap lah.]Membacanya debaran jantung Lula meningkat. Apa kah dia
“Terima kasih. Sudah mengantar pulang.”Lula menoleh ke sisi sampingnya, di mana Jack duduk di kemudi mobil. Pria itu tak menoleh, tapi menganggukan kepala. Lula semakin memaklumi bahwa pria itu memang memiliki sikap yang dingin. Tak membuang waktu wanita itu membuka seat belt yang dia gunakan, dan kemudian turun dari mobil pria itu. Lula tersenyum sambil melambaikan tangan mengantar ke pergian mobil Jack. Setelah rasa mobil Jack sudah pergi menjauh, Lula masuk ke dalam apartemennya. Saat dia berbalik badan. Dia di kejutkan oleh Rey yang ada di belakang dirinya secara tiba - tiba. “Astaga! Pak Rey ?!”Rey mengerjapkan mata. Dia tersenyum tipis ke arah Lula, “Kenapa terlihat terkejut, La? Padahal saya tidak mengejutkan kamu.”Lula yang terkejut, memegang dadanya. Matanya membulat. Bagaimana bisa tidak mengejutkan? Rey seperti hantu yang muncul secara dadakan. “Pak Rey tepat di belakang saya tiba - tiba. Saya kaget, Pak.”“Maafkan saya kalau memang membuat kamu terkejut. Kamu habi
Wanita itu tersenyum. Dia berada di hadapan Lula saat ini. Mata Lula tidak berhenti menatap melihatnya. “Gladys! Oh my god, kamu sudah kembali ?!” teriak Eleanor dengan terkejut. Gladys menoleh pada Eleanor, dan tersenyum, “Ini hari kelahiran Eve, jadi aku harus datang.”Eve tersenyum, dan kemudian mendekati Gladys, memeluknya, “Thank you, sudah datang jauh - jauh, Dis.”Gladys menarik diri dan mengangguk, “Jack ada di sini?”“Tentu, dia ada di sana.”“Aku akan kembali setelah menemui Jack.”Wanita itu pergi dari sana. Membuat Lula tertegun. Ada urusan apa dia dengan Jack? Melihat Lula yang terdiam, Eve memegang bahunya pelan, “La, are you oke?”Lula tersadar dari lamunan, “Ya. Sorry.”—-Langkah seorang mendekat. Jack terpaku dengan wanita pada balutan gaun putih bersih mendekati dirinya. Matanya tak berkedip sama sekali. “Apa kamu tidak merindukan aku?”Jack tak menjawab ujaran wanita itu, melainkan mendekatinya, langsung memeluknya. Dia begitu merindukan wanita itu. Gladys, ya
Bibir ranum Lula menarik. Dia menutup mulutnya dengan terkejut, dengan mata yang terbelak. Dia baru saja berciuman dengan Jack untuk yang kedua kalinya.“Jack, aku, minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk,-“Jack yang masih menatap Lula memotong pembicaraannya, “Aku tau. Kamu tidak perlu merasa bersalah. Bukan salah kamu juga.”Lula mengerjapkan mata. Dia mengangguk pelan, “Ya, mungkin ini sebuah kesalahan. Maksud aku, kita terbawa suasana, maybe?” Jack diam beberapa detik. Hingga akhirnya kembali membuka suara. “Aku rasa tidak.”“Maksudnya?”“Ini bukan ciuman kesalahan seperti waktu itu. Tapi aku entah kenapa menginginkannya. Ingin mengecup bibir ranum kamu, aku tidak bisa menahannya. Maaf.”Jantung Lula berdebar. Dia memalingkan wajah, “Tapi, bagaimana bisa kamu lepas kendali? Kamu sudah memiliki tunangan,” cicit Lula. Jack menghela napas. Menyandarkan kepalanya pada belakang kursi joknya, “Aku tidak tau. Kenapa setiap bersama kamu, aku menginginkan kamu, La. Entah.”Ucapan Jack me