"Ayo cepat kita susul dia Bu..!" seru Badra, seraya bergegas menuju ke halaman samping rumah. Dan ... Ngenngg...! Terlambat sudah. Asti telah melajukan motor maticnya, yang diparkir di halaman samping rumah. Dia pun langsung tancap gas, dan masuk ke jalan aspal depan rumah. "Astii..!" seru Badra memanggil, namun dia sadar panggilannya itu akan sia-sia. "Pak..! Gimana ini Pak..?! Asti baru saja bangun dan sadar, kondisinya pasti masih lemah..! Tsk, tsk..!" seru Setiasih terisak, dengan wajah cemas dan panik bukan main. "Baik Bu. Tenangl;ah..! Aku akan menyusulnya..!" seru Badra, seraya bergegas kembali ke dalam rumah dan meraih kontak motornya. Nguungg..! Badra pun langsung melajukan roda duanya, bermaksud menyusul putri kesayangannya itu. *** Devi dan Yuriko tengah melangkah ke arah mobil travel mereka bersama sang Guide, di area parkir wisata. Karena Devi harus menunggu Yuriko berganti pakaian lebih dulu. Saat...Ngenngg..! Citt..!"Tunggu dulu Kak..!" seruan panggilan Asti
"D-devii..! Kau tak apa-apa kan..?!" sentak cemas Yuriko, seraya mendekati Devi. "A-aku tak apa Yuriko. Aihh..!" ucap gugup Devi seolah baru tersaadar dari rasa terlenanya dalam kesejukkan yang menenangkan. Namun Devi spontan berseru terkejut, saat dia meraih benda sejuk tersebut dari dasar muara itu. Clapshs..! "Ahh..!" seru Yuriko yang juga terkejut, saat melihat kelipan sesaat cahaya hijau cemerlang di tangan Devi itu. Hanya sesaat memang, lalu cahaya itu pun lenyap. Setelah dilihatnya kilau cahaya itu masuk ke tubuh Devi. Untuk beberapa saat Devi dan Yuriko sama terdiam di tempat. Yuriko nampak menatap penuh selidik ke arah Devi, bagai ingin mengetahui apa yang tengah dirasakan oleh sahabatnya setelah peristiwa itu.Sementara Devi sendiri kini tengah meresapi, suatu sensasi kesejukkan dan ketenangan yang belum pernah dirasakan seumur hidupnya. Nyaman..! "Ahh, k-kau bertambah cantik saja Devi," gumam Yuriko tanpa disadarinya. Ya, benda yang ditemukan dan diraih Devi, ternyata
Sretthh..! Pluunng..! Gelang hijau itu jatuh tak jauh dari sebuah batu agak menonjol di tepian muara. Dan seketika Asti pun merasakan suatu rasa kehilangan yang besar dan berarti bagi dirinya. Asti segera berbalik dan melangkah menuju arah keluar dari area wisata Tegenungan Waterfall itu. Lembayung senja di langit, seolah mengiringi langkah kaki gadis itu. 'Selamat tinggal gelangku, dan juga mungkin duniaku nanti', bathin Asti, pasrah berserah. *** Dua hari kemudian. Hari menjelang siang di Pasar Seni Sukawati, saat Yuriko dan Devi tengah asik berjalan-jalan di area pasar yang cukup terkenal itu. Terdapat beragam pertunjukkan seni dan juga oleh-oleh serta souvenir khas Bali, yang bisa mereka beli di pasar itu. Yuriko yang memang dasarnya suka akan seni dan berjalan kaki tentu saja sangat cocok dengan situasi Pasar Sukawati itu. Seorang guide yang menemani perjalanan wisata mereka nampak agak kewalahan. Kedua tangannya tampak penuh menjinjing tas-tas belanjaan Yuriko dan Devi.
'Ahh..! D-dia yang datang di pernikahanku..!' sentak bathin Bimo. Teringat pada sosok Yoga, yang datang bersama Dewinda ke pesta pernikahannya. 'Tapi kenapa aku tak bisa menelusuri keberadaan serta energi dirinya..?! Sedemikian dahsyatkah kemampuannya itu, sehingga ada pagaran maha dahsyat yang memagari pencarianku..?!' seru heran bathin Bimo lagi. Ya, Bimo sungguh tak mengerti dengan munculnya halilintar dahsyat, yang memblokir pencarian mata bathinnya pada sosok Yoga tadi. Blasshp..! Muncul pancaran aura merah keemasan menerangi area di sekitar Bimo berada. 'Salam Raden Bimo', suara sukma Ki Surya Kencana menyapa bathin Bimo, bersamaan dengan kemunculannya di senja menjelang malam itu. 'Salam Ki Surya Kencana', sahut bathin Bimo, agak terkejut juga dia mendapati kemunculan Ki Surya Kencana saat itu. "Raden tak perlu bingung dengan adanya 'Pagaran Penguasa Takdir' tadi. Raden tak akan bisa menemukan keberadaan musuh Raden yang satu itu.Begitupun sebaliknya, dia tak akan bisa m
'Kembalilah Ki Naga Keling..!' perintah bathin Yoga pada keris pusakanya, yang saat itu masih melayang di atas ruangan. Blasshp..! Ki Naga Keling lenyap seketika dari ruangan itu, menyisakan kericuhan dan kehebohan di ruang pertemuan pengumuman tender itu. Dan acara pun langsung ditutup oleh panitia tender, dengan kemenangan di pihak Prayoga Group. Tentu saja Prayoga dan Yoga langsung bergegas keluar, usai acara penandatanganan kontrak selesai. Sementara mobil ambulance dan mobil polisi seolah berlomba tiba di halaman gedung itu, untuk mengevakuasi jenasah Ki Sabdo dan Prayoga yang tewas dalam insiden misterius itu. Sementara Evan terus memeluk jasad ayahnya, Halim. Kehilangan sang Ayah yang begitu tiba-tiba, membuatnya sungguh shock dan sangat berduka. Dia tak percaya, jika ayahnya akan secepat itu dipanggil Yang Kuasa. Para rombongan peserta tender lainnya, dan semua panitia juga tak mampu berbuat banyak. Mereka juga terkejut dan hanya bisa menatap prihatin dan berduka ke arah
Sungguh inner beauty yang memancar, hingga mampu menutupi pakaian dan penampilannya yang berkelas standard. Ruko yang ditempati Bu Yatie dan Maya sekarang, sebenarnya dibeli oleh Evan dengan diam-diam. Ruko itu letaknya tak jauh dari warung Mpok Yatie yang lama. Pada Bu Yatie dan Maya, Evan mengatakan hanya mengontrak ruko itu, agar pelanggan Bu Yatie bisa lebih nyaman dan betah untuk makan di tempat usahanya. Dan juga Bu Yatie jadi lebih leluasa, dalam mengembangkan usahanya.Awalnya Maya menentang dan menolak hal itu, namun saat Maya melihat betapa bahagia dan senangnya sang Ibu angkatnya mendapat bantuan itu. Maka dia pun menjadi tak berdaya menolak pemberian Evan itu. "Kita lihat dalam setahun ini Mas Evan. Jika hasil usaha Ibuku makin baik, maka untuk tahun berikutnya aku yang akan membayar sewa kontraknya," ujar Maya tegas. Ya, dalam keterangan Evan pada Maya, dia hanya menyewa ruko itu selama 1 tahun. Padahal kenyataannya, sertifikat Ruko itu sudah dibuatkan atas nama Maya