แชร์

Bab 6 - Hati yang Bersikeras

ผู้เขียน: Rizki Adinda
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-10-15 15:24:59

"Aku sudah di sini, Arum."

Arum membuka pintu dan melihat Rendra berdiri di sana, wajahnya serius namun ada kelembutan yang jarang ia perlihatkan. Di belakangnya, malam terasa sunyi, dan cahaya bulan menerangi wajah Rendra, membuat Arum terdiam sejenak.

“Masuklah,” kata Arum dengan suara pelan, mencoba menyembunyikan kegugupan yang terasa hingga ke ujung jarinya.

Rendra melangkah masuk, dan mereka duduk di ruang tamu kecil Arum yang sederhana namun nyaman. Arum bisa melihat sorot mata Rendra yang seolah menyimpan kegundahan, namun ada tekad kuat di sana.

"Arum," Rendra mulai, suara berat namun tenang, “Aku baru saja bicara dengan ayahku.”

Arum menahan napas, menunggu dengan cemas. Ia tahu betapa sulitnya pembicaraan itu bagi Rendra, dan ia takut mendengar bahwa akhirnya Rendra harus menyerah pada tekanan keluarga.

“Ayahku… dia memberiku pilihan. Pilihan yang berarti aku harus melepaskan segala yang selama ini keluargaku persiapkan untukku,” lanjut Rendra, menatap Arum dalam-dalam.

“Aku akan kehilangan semua fasilitas dan hak waris yang sudah disiapkan. Tapi…” ia terdiam sejenak, seolah berusaha menenangkan dirinya, “aku siap melepaskan itu semua, kalau itu artinya aku bisa menjalani hidup yang kuinginkan—bersama kamu.”

Arum tertegun, matanya tak mampu lepas dari tatapan Rendra. Kata-kata Rendra terasa begitu berat, namun di balik ketegasannya, Arum bisa merasakan ketulusan yang menggetarkan hati.

Ia tahu, keputusan ini bukanlah keputusan yang mudah, dan jika Rendra benar-benar melepaskan keluarganya, konsekuensinya akan sangat besar.

"Rendra… kamu yakin dengan keputusan ini?" Arum berbisik, suaranya hampir tak terdengar. Hatinya bimbang, di antara kebahagiaan dan ketakutan.

Ia tahu bahwa cinta mereka harus diperjuangkan, namun ia juga sadar betapa sulitnya hidup tanpa dukungan keluarga, terutama bagi seseorang seperti Rendra yang selama ini hidup dalam lingkungan yang penuh kemewahan.

Rendra mengangguk pelan, tanpa ragu. “Aku yakin, Arum. Mungkin ini akan jadi jalan yang sulit, tapi aku tak bisa terus hidup dalam kebohongan. Aku tak bisa berpura-pura mencintai seseorang lain ketika hatiku hanya untukmu.”

Arum merasakan matanya mulai memanas. Ia begitu tersentuh oleh keteguhan hati Rendra, namun di saat yang sama, ia merasa takut akan kenyataan yang harus mereka hadapi. “Tapi, Rendra… bagaimana dengan keluargamu? Bagaimana kalau mereka benar-benar memutuskan hubungan denganmu?”

Rendra tersenyum kecil, meskipun ada kesedihan yang jelas di wajahnya. “Kalau itu yang mereka inginkan, aku akan menerimanya. Aku tak bisa hidup tanpa dirimu, Arum. Dan aku tak ingin menghabiskan hidupku untuk sesuatu yang tak pernah kuinginkan.”

Di saat itu, Arum menyadari bahwa cinta yang ia miliki untuk Rendra bukanlah cinta yang bisa ia abaikan. Meski hatinya diliputi keraguan, ia tahu bahwa Rendra adalah bagian dari hidupnya yang tak pernah bisa tergantikan.

Dengan air mata yang menggantung di pelupuk mata, Arum meraih tangan Rendra, menggenggamnya erat.

“Aku… aku akan bersamamu, Rendra. Apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada di sampingmu,” kata Arum dengan suara bergetar.

Ia tahu ini mungkin adalah keputusan yang paling berani dan berisiko dalam hidupnya, namun hatinya telah memutuskan untuk memperjuangkan cinta yang mereka miliki, meski itu berarti harus menghadapi dunia bersama-sama.

**

Namun, malam itu belum berakhir. Di tempat lain, keluarga Santoso tengah dilanda keresahan yang tak tertahankan. Argono dan Fajar duduk bersama di ruang tamu rumah besar mereka, wajah mereka tegang dan penuh kemarahan.

“Anak itu benar-benar tidak tahu diuntung,” gumam Argono dengan suara berat, menatap Fajar dengan kekecewaan yang mendalam. “Setelah semua yang telah kita lakukan untuknya, dia memilih meninggalkan keluarganya demi seorang gadis.”

Fajar mengangguk, wajahnya menunjukkan keseriusan. “Paman, mungkin kita perlu mengambil tindakan lebih tegas. Kita tak bisa membiarkan Rendra berpikir bahwa ia bisa memilih jalan hidupnya sesuka hati.”

Argono mengangguk, sorot matanya menunjukkan ketegasan.

“Aku tak akan membiarkan kehormatan keluarga ini ternoda oleh keputusan ceroboh Rendra. Aku akan menghubungi orang tua Intan dan menjelaskan situasinya. Dan jika perlu… kita akan membuat Rendra mengerti apa arti sebenarnya dari tanggung jawab.”

Di dalam hatinya, Argono merasa marah sekaligus terluka. Bagi Argono, keluarga adalah segalanya, dan Rendra adalah pewaris yang ia banggakan. Namun, melihat anaknya memilih jalan yang ia anggap tak masuk akal demi cinta, adalah penghinaan yang tak bisa ia terima.

**

Keesokan harinya, Arum dan Rendra bertemu lagi di taman kota tempat mereka sering bermain semasa kecil. Mereka duduk di bangku yang sama, berdekatan, membiarkan keheningan mengalir di antara mereka, menikmati momen tenang sebelum badai yang mungkin datang.

"Apakah kamu benar-benar siap untuk ini?" tanya Arum, menatap Rendra dengan kekhawatiran yang masih tersisa.

Rendra tersenyum dan mengangguk. “Aku tahu jalan ini akan sulit, tapi aku tahu aku tak akan pernah menyesal. Aku lebih baik hidup sederhana denganmu daripada hidup dalam kemewahan tanpa cinta.”

Arum tersenyum kecil, merasa hatinya penuh dengan cinta dan kepercayaan pada Rendra. Meski keraguan masih ada, ia memilih untuk percaya pada cinta mereka, dan pada keberanian yang kini ada dalam diri mereka.

Namun, ketika mereka tengah menikmati momen itu, sebuah suara terdengar dari belakang mereka.

“Rendra.”

Keduanya menoleh dan mendapati Fajar berdiri di sana, wajahnya tegang dan penuh amarah. Ia mendekat dengan langkah cepat, menatap Rendra dengan tatapan yang sulit dijelaskan, penuh kecewa dan marah.

“Kamu benar-benar memilih ini, Rendra?” tanya Fajar, suaranya hampir berbisik namun terdengar jelas di telinga mereka. “Memilih meninggalkan keluargamu demi sesuatu yang tak masuk akal ini?”

Rendra mengangkat wajahnya, menatap sepupunya tanpa gentar. “Fajar, aku tahu ini sulit dipahami, tapi aku tak bisa melanjutkan hidup tanpa mengikut hati nuraniku.”

Fajar mendengus, menatap Arum sekilas dengan pandangan penuh rasa sinis. “Dan kamu, Arum. Apa kamu benar-benar berpikir bahwa kamu bisa menjadi bagian dari hidupnya? Apa kamu tak sadar, keputusan ini akan menghancurkan semuanya?”

Arum merasa terpojok, namun ia menguatkan dirinya. “Aku tahu, Fajar. Tapi aku mencintainya, dan aku yakin bahwa cinta kami layak diperjuangkan.”

Fajar hanya menggelengkan kepala, seolah tak percaya pada apa yang ia dengar. Ia menatap Rendra sekali lagi, sorot matanya menunjukkan rasa sakit yang tak bisa ia sembunyikan.

“Kau benar-benar mengkhianati keluarga ini, Rendra. Apa yang kau lakukan ini adalah penghinaan bagi semua yang selama ini kita perjuangkan,” kata Fajar, suaranya mulai bergetar oleh emosi. “Aku berharap kau sadar, tapi kalau kau tetap ingin menjalani jalan ini, jangan harap kau bisa kembali.”

Rendra hanya diam, namun tatapannya tak berubah. Ia tahu bahwa keputusan ini mungkin akan mengubah hidupnya selamanya, tapi ia juga tahu bahwa ini adalah satu-satunya jalan untuk meraih kebahagiaan yang sejati.

Ketika Fajar berbalik dan meninggalkan mereka, Arum meraih tangan Rendra dengan lembut, menggenggamnya erat. “Aku akan ada di sini, Rendra. Apa pun yang terjadi, aku akan selalu bersamamu.”

Rendra tersenyum, merasa bahwa cinta mereka adalah satu-satunya hal yang pasti di tengah ketidakpastian yang mereka hadapi. Dengan hati yang teguh, mereka tahu bahwa jalan yang akan mereka tempuh tidak akan mudah.

Namun, dengan cinta dan keberanian, mereka siap melawan segalanya—bersama-sama.

**

Malam itu, di tengah ketenangan yang penuh dengan ketegangan, Arum dan Rendra duduk berdua, memandang bintang-bintang yang bertaburan di langit. Mereka berbicara tentang masa depan, tentang harapan, dan tentang keberanian untuk terus maju meski takdir terasa begitu berat.

Di dalam hati mereka, ada keyakinan bahwa cinta mereka akan cukup kuat untuk menghadapi apa pun. Meski keluarga, tradisi, dan dunia di sekitar mereka tampak menentang, mereka memilih untuk percaya bahwa cinta sejati akan menemukan jalannya.

Dan malam itu, di bawah sinar bintang yang berkilauan, mereka membuat janji baru. Janji bahwa apa pun yang terjadi, mereka akan tetap bertahan, saling mendukung, dan tak pernah menyerah pada cinta yang telah mengikat hati mereka.

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 100 - Cinta yang Terlahir Kembali

    “Arum, apakah kamu yakin sudah siap?” suara lembut Rendra terdengar, suaranya mengandung keraguan sekaligus harapan. Mereka berdiri di sebuah taman kecil yang dikelilingi pohon-pohon berbunga, diapit oleh senja yang memancarkan cahaya keemasan.Arum mengangguk pelan, memandang Rendra dengan tatapan yang tenang namun sarat makna. “Aku siap, Rendra,” jawabnya dengan suara mantap. “Untuk segala hal yang telah kita lalui, dan apa pun yang akan datang.”Senja di taman itu menjadi saksi kehangatan dan kedamaian yang akhirnya bisa mereka raih. Hanya dihadiri keluarga terdekat dan sahabat-sahabat terbaik, mereka memutuskan untuk memperbarui janji pernikahan mereka dalam keheningan, jauh dari keramaian dan drama yang dulu pernah membayangi hubungan mereka.Di sudut taman, Ratna, yang hadir bersama Aldi, menatap Arum dengan senyum bangga di wajahnya. Aldi, yang berdiri di sebelahnya, menganggukkan kepala seolah ikut merasakan kebahagiaa

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 99 - Kesuksesan Ratna

    "Arum, kamu datang juga akhirnya!" Suara Ratna terdengar penuh semangat saat melihat sahabatnya melangkah masuk ke galeri tempat pameran terbarunya. Ratna segera menghampiri Arum, memeluknya dengan erat."Aku kan sudah janji, Na. Aku ingin lihat langsung semua karya hebatmu ini," jawab Arum sambil tersenyum hangat, matanya penuh kekaguman melihat ruangan galeri yang dipenuhi karya-karya Ratna.Dinding-dinding galeri dihiasi dengan lukisan-lukisan batik kontemporer yang unik, setiap goresannya memancarkan ekspresi hati dan jiwa Ratna.Ratna tertawa kecil sambil memandangi Arum. “Akhirnya, aku bisa berdiri di sini, Arum. Setelah semua yang terjadi…,” suara Ratna melirih, mengingat perjalanan panjang dan penuh rintangan yang telah ia lalui.Arum menepuk lengan Ratna pelan, seolah ingin menguatkannya. “Kamu pantas mendapatkan ini semua, Na. Setiap kerja keras, setiap air mata. Aku bangga padamu,” kata Arum dengan tatapan yang tu

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 98 - Awal yang Baru

    "Apakah kita benar-benar siap untuk ini, Ren?" Arum bertanya sambil menatap mata Rendra yang penuh keyakinan.Rendra menggenggam tangan Arum erat. “Kalau kita tidak mencoba, kita tidak akan pernah tahu, kan?”Mereka berdiri di depan rumah kecil yang baru saja mereka sewa. Rumah itu sederhana, jauh dari kemewahan yang pernah mereka bayangkan, tetapi terasa hangat.Hawa sore yang sejuk menyusup di antara dedaunan pohon mangga di halaman, membawa aroma tanah yang khas dan memberi suasana damai.Arum memandang rumah itu dengan senyum tipis. “Aku suka rumah ini, Ren. Sederhana, tapi terasa seperti rumah sungguhan.”Rendra tersenyum, menyadari bahwa itulah yang ia inginkan selama ini. Rumah kecil dengan Arum, bukan istana megah yang dipenuhi intrik dan beban masa lalu.“Kamu tahu, Arum, ini mungkin pertama kalinya dalam hidupku aku merasa benar-benar tenang. Tidak ada tekanan dari keluarga, tidak ada skandal, hanya...

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 97 - Rekonsiliasi

    “Apakah kamu sungguh yakin, Arum?” Rendra menatap dalam mata Arum, seolah berusaha menemukan keyakinan di sana.Arum tersenyum lembut, menggenggam tangan Rendra. “Aku yakin, Rendra. Aku juga sudah lelah berlarut-larut dalam keraguan. Mungkin kita memang harus melalui semua ini untuk benar-benar mengerti apa artinya kebersamaan.”Rendra mengangguk pelan, mata cokelatnya berkedip-kedip menahan emosi. Mereka duduk berhadapan di taman kecil yang penuh kenangan, di mana mereka berkali-kali bertemu dan berkali-kali pula bertengkar.Namun, sore ini terasa berbeda. Udara sore terasa hangat, dan aroma bunga melati yang lembut memenuhi suasana.“Aku ingin kita mulai dari awal,” ucap Rendra dengan nada mantap. “Tanpa janji-janji besar. Cukup kita saling percaya dan berjalan bersama.”Arum merasakan haru mengalir di hatinya. Semua luka yang pernah ada, semua pertengkaran dan air mata, perlahan-lahan terasa memuda

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 96 - Keputusan Arum

    “Kamu yakin, Arum?” Suara Dimas terdengar lembut, penuh perhatian. Mereka duduk di beranda rumah keluarga Arum, ditemani angin malam yang sejuk dan secangkir teh hangat di tangan masing-masing.Arum menatap secangkir teh di pangkuannya, jari-jarinya membelai pinggiran cangkir dengan gerakan pelan. “Aku... mungkin ini aneh, Om, tapi aku tetap merasa ada sesuatu di antara aku dan Rendra yang sulit aku lepaskan. Meskipun... semua hal yang terjadi membuatku bertanya-tanya.”Dimas mengangguk, mendengarkan dengan penuh perhatian. “Kadang cinta memang tidak mudah, Arum. Hubungan yang paling berarti sering kali yang paling sulit dipertahankan. Tapi, yang penting, kamu tahu kenapa kamu memilih untuk bertahan.”Arum menatap jauh ke depan, pandangannya melewati taman kecil di halaman rumah yang dipenuhi bunga-bunga warna-warni. Keindahan itu, sekilas, mengingatkan dirinya pada momen-momen indah yang pernah ia alami bersama Rendra.

  • Hati yang Terikat Takdir   Chapter 95 - Kemandirian Ratna

    “Aldi,” suara Ratna terdengar lembut, tapi tegas. Mereka duduk berhadapan di sebuah kafe kecil yang tenang, dikelilingi oleh keramaian orang-orang yang tenggelam dalam percakapan mereka masing-masing. Namun, di antara mereka berdua, suasana terasa begitu hening, hampir seolah waktu berhenti.Aldi menatap Ratna dengan cermat, wajahnya sedikit bingung. "Ada apa, Ratna? Kamu kelihatan... serius hari ini."Ratna tersenyum kecil, namun ada sedikit kesedihan dalam tatapannya. “Aku rasa kita perlu bicara. Tentang kita.”Mata Aldi memancarkan keterkejutan. "Maksudmu... hubungan kita?"Ratna mengangguk pelan, mencoba mencari kata-kata yang tepat. “Selama ini, kamu selalu ada untukku, bahkan di saat aku merasa paling jatuh. Kamu memberi dukungan yang luar biasa, dan aku sangat menghargainya. Tapi...”Aldi meraih tangan Ratna, menggenggamnya dengan lembut. “Tapi apa, Ratna? Apa yang kamu rasakan?”Ratna menarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberania

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status