Manik hitam Nisya menatap kearah Hendra dengan datar, seakan menggambarkan tak ada gairah hidup dari kedua bola mata cantik itu. Bola mata Nisya bergerak mengintai Hendra yang berjalan kearahnya dengan bahu melemas.
Tangan Hendra terangkat mengelus pucuk kepala Nisya tanpa berkata apa-apa. Sapuan tangannya pada surai Nisya begitu lembut dan penuh kasih sayang. Hati Hendra berdenyut nyeri, menyadari tak ada ekspresi apapun yang Nisya berikan ketika tangannya mengusap lembut surai sang adik. Biasanya, Nisya langsung memamerkan deretan gigi rapih dan putihnya ketika tangan Hendra mendarat di pucuk kepalanya.
"Besok kita jalan-jalan yuk, Sya?" tanya Hendra dengan tatapan penuh harap.
Nisya menundukan kapalnya, lalu menggeleng kecil menolak ajakan Hendra tanpa suara. Hendra menghela nafas pendek mendengar itu. Tapi Hendra tidak putus asa secepat itu.
"Nonton bioskop yuk? Atau kamu mau ke gramedia? Abang
Usai pulang dari jalan-jalan, Anjani dan Arsya langsung bergantian membersihkan diri. Mereka sampai di rumah pukul 10 malam, dan Jeno sudah tertidur pulas sejak di mobil menuju perjalanan pulang. Kondisi lalu lintas yang macet membuat mereka sampai di rumah lebih larut, untung saja Anjani membawakan baju hangat untuk Jeno supaya tidak masuk angin karena kedinginan."Mas, rumah itu tempat buat istirahat." tegur Anjani saat dirinya baru saja selesai membersihkan badan dan masuk kekamar mendapati pemandangan suaminya yang tampak mumet berkutik dengan laptop dan beberapa berkas di sampingnya.Arsya mengulum bibirnya, ia tidak protes dan memilih untuk menuruti ucapan istrinya. Menutup laptop lalu menaruh ke tempatnya."Mau tidur aja ribet banget sih, bun." sekarang giliran Arsya yang mengomel saat melihat Anjani yang sedang duduk di depan cermin rias sembari mengusap wajahnya dengan kapas yang sudah di bubuhi skincare yang Ar
Suara tangis Jeno menggema di ruang kamar itu berhasil mengusik tidur Anjani, buru-buru Anjani menegakkan tubuhnya dan berjalan ke ranjang bayi meski matang masih terasa berat untuk terbuka. Dengan sigap Anjani mengangkat tubuh mungil Jeno yang dibalut selimut, membawa jagoan kecilnya itu kedalam gendongan lalu memberinya ASI.Helaan napas lega Anjani hembuskan ketika suara tangis Jeno sudah meredam, Anjani mengucek matanya, menatap kearah jam dinding, kedua mata langsung melebar ketika pandangannya yang buram kembali nornal dan melihat jarum pendek berhenti tepat di angka setengah 5. Tungkai Anjani bergegas menghampiri Arsya yang masih tertidur pulas di bawah selimut."Mas, bangun!" ujar Anjani seraya mengguncang baju Arsya dengan tangan kanan nya, sementara tangan satunya menopang tubuh kecil Jeno di gendongannya."Mas, bangun! Waktunya shalat subuh!" Anjani kembali mengguncang baju Arsya karena percobaan pertama
"Mas, tolong jagain Jeno dulu, aku mau masak." ujar Anjani usai melipat mukena dan sejadah nya, mereka baru saja selesai melaksanakan sholat subuh bersama.Hari ini hari minggu, Arsya tidak memiliki kegiatan apapun, jadi Anjani bisa menitipkan Jeno yang sudah bangun dari tidurnya itu ke Arsya selagi ia memasak sarapan."Siap, bunda!" jawab Arsya antusias, dengan cepat Arsya melipat sejadahnya kemudian berlari ke ranjang tidur Jeno tanpa membuka peci dan kain sarungnya lebih dulu. Jeno yang sedang anteng langsung Arsya angkat dan taruh di gendongannya. Ayah muda itu lantas berjalan keluar kamar mengikuti langkah sang istri."Mas, gas habis!" teriak Anjani seraya menggaruk kepalanya yang tak gatal, Anjani mencoba menyalakan kompor gasnya meski hasilnya tetap sama. Tak lama kemudian, Arsya datang dengan Jeno di gendongannya."Aku udah telfon tukang gas, katanya setengah jam lagi di antar." lapor
Arsya: sorry ndra, Anjani gak kasih izin gue buat ketemu NisyaHendra menghela napas panjang, ia menundukan kepalanya lesuh kemudian memijat pelipisnya frustasi. Mendadak kepalanya di landa nyeri setelah membaca pesan yang Arsya kirim beberapa menit lalu"Gini banget cobaan." gerutu Hendra seraya menjambak rambutnya sendiri. Padahal baru tadi pagi ia melihat kemajuan Nisya, Nisya yang biasanya makan sarapan di dalam kamar sendirian, tadi pagi sudah kembali makan sarapan di meja makan barsama.Tapi, Hendra gak yakin kalau besok Nisya bakal sarapan di meja makan lagi karena Arsya menolak untuk bertemu dengannya. Atau lebih tepatnya, Anjani yang tidak mengizinkan nya."Apa gue temuin Anjani aja ya?" gumam Hendra. Mungkin kalau Hendra berbicara langsung ke Anjani, Anjani jadi lebih ngertiin.Hen
Unknown: dasar cewek gak tau malu!Unknown: murahan, kamu itu lebih hina dari jalang!Nisya sontak melempar ponselnya, tangannya dan bibirnya gemetar, wajahnya berubah cemas. Pesan dari peneror itu datang lagi, bukan untuk yang kedua kali, tapi untuk kesekian kali.Nisya mengigit kuku jempolnya, pikirannya seketika berantakan, napasnya pun berhembus tak beraturan.DRTTTDRTTTMata Nisya memincing tajam kearah ponselnya yang bergetar di lantai, seakan tak puas membuat Nisya ketakutan karena pesan yang ia kirim, kini sih peneror menelfon nya. Dengan cepat Nisya menendang benda persegi panjang itu hingga ponselnya masuk ke kolong lemari pakaian.Tok tok tokKaca jendela Nisya terketuk, bayangan hitam seseorang tergambar jelas dibalik gorden merah mudanya. Kepanikan Nisya bertambah, ia berlari keluar dari dalam kamarnya."M
"Sial!!!" Hendra mengumpat menyadari laki-laki yang hampir memperkosa Nisya telah melarikan diri. Hendra berlari dengan cepat berharap kalau laki-laki itu belum kabur terlalu jauh sehingga ia bisa menangkapnya.Setelah cukup jauh berlari, namun tak kunjung menemukan jejak. Hendra menghentikan langkahnya, ia mengatur napasnya yang tersenggal. Cowok itu menggeram murka, dalam hatinya tak henti-hengi mengumpat dan memaki. Menyesali diri karena terlalu bodoh hingga sih peneror berhasil lepas dari jangkauannya.Hendra berbalik badan, dengan putus asa kembali berjalan menuju rumahnya. Hati langsung berdenyut ketika begitu sampai dirumah mendapati Nisya sedang merintih memeluk diri. Tubuhnya sudah terbalut baju yang utuh meski tampak memakainya dengan asal-asalan.Untuk yang kedua kali Hendra merasa gagal menjadi Nisya. Namun kali ini hati Hendra benar-benar hancur melebihi sakitnya ketika Nisya memfitnah kalau Arsya telah memperkos
"Yeay ayah pulang!" seru Anjani ketika melihat pintu utama kostnya terbuka, muncul Arsya yang tengah tersenyum lebar di sana.Anjani spontan bangkit dari duduknya seraya membawa Jeno di pelukan."Assalamu'alaikum, istriku yang cantik." goda Arsya sambil mengelus pipi bersemu Anjani.Anjani tersipu kecil, lantas mencium punggung tangan Arsya. "Walaikumsalam, suami." balas Anjani. Arsya merentangkan tangannya bermaksud ingin mengambil alih Jeno dari pelukan istrinya, tapi dengan cepat Anjani menjauh."Ets, mandi dulu." titahnya membuat Arsya menghela napas panjang. Dengan langkah berat ia berjalan menuju kamarnya, meninggalkan Anjani yang terkikik kecil sedikit terhibur melihat tingkah Arsya yang menggemaskan.Anjani berjalan membuntuti Arsya di belakang, kemudian menaruh Jeno ke dalam ranjang bayi."Mas!" Intruksi Anjani ketika melihat Arsya yang berjalan mengendap-endap me
Hendra menatap Nisya yang sedari tadi melamun di atas ranjangnya. Cewek itu terdiam menatap langit - langit kamar dengan tatapan kosong. Sejak bertemu dengan Arsya siang tadi Nisya tidak membuka suaranya sampai detik ini, padahal Hendra sudah mencoba mengajak cewek itu berbicara dan bertanya, tapi Nisya hanya membalas dengan deheman, gelengan dan anggukan kepala.Mulanya Nisya merasa senang saat Hendra membawanya ke tempat kerja Arsya, tapi ketika laki-laki yang ia ingin temui itu membuang muka saat menatapnya, hati Nisya hancur tak tersisa. Nisya kira sikap Arsya akan melunak padanya karena Hendra sudah memberitahu tentang kondisi mentalnya. Namun ternyata, Arsya tidak peduli padanya. Untuk sekedar menatapnya saja Arsya engga dan langsung membuang muka."Mas udah hubungi polisi Nis, Ibu sama bapak juga lagi di jalan pulang." ujar Hendra berhasil membuat lamunan Nisya membuyar, cewek itu menatap Hendra dengan pandangan terkejutnya.